id1
Abstrak
Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma sel skuamosa epitel permukaan nasofaring dan merupakan
urutan pertama dari seluruh kanker di bagian THT-KL Indonesia. Tinjauan pustaka : Etiologi karsinoma nasofaring
masih belum diketahui pasti, namun diduga berhubungan dengan virus Epstein Barr dan faktor lain seperti ras,
genetik, gaya hidup, pekerjaan, dan sosial-ekonomi. Diagnosis karsinoma nasofaring didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, radiologi, dan histopatologi. Penatalaksanaan
karsinoma nasofaring disesuaikan dengan klasifikasi dan stadium karsinoma nasofaring. Beberapa modalitas yang
dapat dipilih adalah radioterapi, kemoterapi, kombinasi radioterapi dan kemoterapi, simptomatik, dan pembedahan.
Kata kunci: karsinoma nasofaring, diagnosis, tatalaksana
Abstract
Nasopharyngeal carcinoma is squamous cell carcinomas derived from epithelial surface of the nasopharynx
and it is the most frequent carcinoma in ORL-HNS in Indonesia. Literature review: Etiology is still unclear, but research
lead to Epstein Barr Virus infection and another factor such as race, genetic, lifestyle, occupation, and social-economic
condition were related to nasopharyngeal carcinoma incidence. Diagnosis is obtained by history, physical examination,
and ancillary tests including endoscopy, radiology, and histopathology. Management of nasopharyngeal carcinoma
based on its classification and stadium. There are some therapy modalities such as radiotherapy, chemotherapy,
combination, simptomatic, and surgery.
Keywords: nasopharyngeal carcinoma, diagnosis, treatment
ini dijadikan pedoman tes skrining KNF pada populasi dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran
dengan risiko tinggi. kayu bakar. Pajanan asap hasil kayu bakar lebih dari
Konsumsi Ikan Asin
10 tahun meningkatkan 6 kali lipat terkena karsinoma
Paparan non-viral yang paling konsisten dan
nasofaring.
berhubungan kuat dengan risiko KNF adalah
Obat Herbal
konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin Pada populasi Asia, beberapa penelitian
meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi melaporkan 2 sampai 4 kali lipat peningkatan risiko
dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi karsinoma nasofaring karena penggunaan obat herbal
ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan tradisional, tetapi tiga penelitian di Cina Selatan tidak
risiko KNF. Potensi karsinogenik ikan asin didukung menemukan hubungan obat herbal dengan karsinoma
dengan penelitian pada tikus disebabkan proses nasofaring. Di Filipina, penggunaan obat herbal
pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga tradisional meningkatkan risiko karsinoma nasofaring,
terjadi akumulasi nitrosamin yang dikenal karsinogen terutama pada orang yang mempunyai titer antibodi
pada hewan. 62% pasien KNF mengonsumsi secara anti-HBV tinggi.
Pajanan Pekerjaan
rutin makanan fermentasi yang diawetkan. Tingginya
Pajanan pekerjaan terhadap asap, debu atau
konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan
bahan kimia lain meningkatkan risiko karsinoma
sayuran yang berpengawet selama masa kecil
nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Peningkatan risiko
meningkatkan risiko KNF. 88% penderita KNF
karsinoma nasofaring karena pajanan kerja terhadap
mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara
formaldehid sekitar 2 sampai 4 kali lipat. Stimulasi
rutin.
dan inflamasi jalan nafas kronik, berkurangnya
Buah dan Sayuran Segar
Konsumsi buah dan sayuran segar seperti pembersihan mukosiliar, dan perubahan sel epitel
wortel, kubis, sayuran berdaun segar, produk kedelai mengikuti tertumpuknya debu kayu di nasofaring
segar, jeruk, vitamin E atau C, dan karoten terutama memicu karsinoma nasofaring, paparan ke pelarut dan
pada saat anak-anak, menurunkan risiko KNF. Efek pengawet kayu, seperti klorofenol juga memicu
protektif ini berhubungan dengan efek antioksidan dan karsinoma nasofaring. Paparan debu katun yang
pencegahan pembentukan nitrosamin. hebat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring
Tembakau
karena iritasi dan infl amasi nasofaring langsung
Sejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa
atau melalui endotoksin bakteri. Paparan tempat
merokok menyebabkan kanker. Merokok
kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan
menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per
dua kali lipat risiko terkena karsinoma nasofaring.
tahunnya dan diperkirakan menjadi 10 juta per
Paparan debu kayu di tempat kerja lebih dari 10 tahun
tahunnya pada 2030. Rokok mempunyai lebih dari
meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring.
4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin yang
Pajanan Lain
meningkatkan risiko menderita KNF. Kebanyakan Riwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok
penelitian menunjukkan merokok meningkatkan dan saluran napas bawah meningkatkan risiko
risiko KNF sebanyak 2 hingga 6 kali. Merokok lebih karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Bakteri
dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko tinggi yang menginfeksi saluran nafas dapat mengurai nitrat
menjadi nitrit, kemudian dapat membentuk bahan
terkena KNF. Kebanyakan penderita KNF merokok
nitroso yang karsinogenik. Di Taiwan, kebiasaan
selama minimal 15 tahun (51%) dan mengonsumsi
mengunyah betel nut (Areca catechu) selama lebih
tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari
dari 20 tahun berhubungan dengan peningkatan
40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko KNF.
70% risiko karsinoma nasofaring. Sebuah penelitian
Asap lain
ekologi di Cina Selatan menemukan 2 sampai 3 kali
Beberapa peneliti menyatakan bahwa insidens
lipat kadar nikel di nasi, air minum, dan rambut
karsinoma nasofaring yang tinggi di Cina Selatan
penduduk yang tinggal di wilayah dengan insiden
dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari
karsinoma nasofaring yang tinggi. Penelitian lain
pembakaran kayu bakar. 93% penderita karsinoma
menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan
nasofaring tinggal di rumah dengan ventilasi buruk
cadmium pada air minum lebih tinggi di wilayah yang
tinggi insiden karsinoma nasofaring. Kadar nikel pada dari EBV serta pengaruh gangguan kromosom
air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, berkembang menjadi kanker invasif. Metastasis dari
kalsium, strontium yang rendah pada tanah, dan tumor ini dipengaruhi oleh adanya mutasi p53 dan
tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan ekspresi berlebihan dari kaderin.16
uranium pada tanah berperan pada mortalitas
karsinoma nasofaring. Risiko karsinoma nasofaring
juga meningkat berhubungan dengan makanan
berpengawet.
Familial Clustering
Kerabat pertama, kedua, ketiga pasien
karsinoma nasofaring lebih berisiko terkena karsinoma
nasofaring. Orang yang mempunyai keluarga tingkat
pertama menderita karsinoma nasofaring mempunyai Gambar 2.6 Alur Karsinogenesis Karsinoma
risiko empat sampai sepuluh kali dibanding yang tidak. Nasofaring16
Risiko kanker kelenjar air liur dan serviks uterus
2.6 Manifestasi Klinis 13,7
juga meningkat pada keluarga dengan kasus Gejala KNF berhubungan dengan lokasi
karsinoma nasofaring. Kasus familial biasanya pada anatomi tumor primer dan metastasis. Gejala yang
tipe II dan III, sedangkan tipe I non familial. sering timbul dapat dibagi menjadi empat kelompok:
Human Leukocyte Antigen Genes Gangguan pendengaran
Di Cina Selatan dan populasi Asia lain, Human Dapat berupa otalgia, otore dan tinitus. Gejala
Leukocyte Antigen A2-B46 dan B-17 berhubungan ini muncul karena gangguan fungsi tuba eustachius
dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat akibat tumor yang menutupi muara tuba atau
risiko karsinoma nasofaring. Sebaliknya Human perluasan tumor ke lateroposterior sehingga
Leukocyte Antigen A11 menurunkan 30%-50% risiko mengganggu kerja otot untuk membuka tuba. Jenis
terkena karsinoma nasofaring pada ras kulit putih dan gangguan pendengaran yang timbul biasanya
Cina, B13 pada ras Cina, dan A2 pada ras kulit putih. konduktif akibat timbulnya otitis media efusi.
Gangguan hidung
Sebuah meta analisis pada populasi di Cina
Pada hidung didapatkan gejala sumbatan
Selatan menunjukkan peningkatan karsinoma
hidung yang progresif (pilek lama lebih dari 1 bulan),
nasofaring pada HLAA2, B14 dan B46, dan
post nasal drip bercampur darah tanpa kelainan di
penurunan karsinoma nasofaring pada HLAA11,
hidung atau sinus paranasal, epistaksis tekanan darah
B13 dan B22.
normal dan pemeriksaan hidung tidak ada kelainan.
Variasi Genetik Lain
Gejala mata dan saraf
Polimorfi di sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan Kejadian keterlibatan saraf kranial pada KNF
CYP2A6 dan ketiadaan Glutation Stransferase M1 sekitar 20%. Apabila tumor meluas ke superior akan
(GSTM1) dan atau GSTT1 berhubungan dengan melibatkan saraf III sampai VI. Penderita akan
peningkatan risiko dua sampai lima kali lipat terkena mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila
karsinoma nasofaring. Di Thailand dan Cina, polimorfi ditanyakan secara teliti, penderita akan menerangkan
pada polymeric immunoglobulin receptor (PIGR), bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel
sebuah reseptor permukaan sel memudahkan (diplopia). Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI
masuknya EBV masuk ke epitel hidung dan yang letaknya di atas foramen laserum yang
mengalami lesi akibat perluasan tumor. Jika mengenai
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.
N.III dan N.IV akan menyebabkan kelumpuhan mata
2.5 Patogenesis (oftalmoplegia), dan bila perluasan tumor mengenai
EBV berperan dalam patogenesis dari karsinoma
kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat
nasofaring, dimana pada awalnya infeksi dari virus ini
mengalami kebutaan.
menyebabkan perubahan sel displasia grade rendah Perluasan ke lateral dapat melibatkan saraf
pada nasofaring. Sel displasia grade rendah ini sudah kranial IX sampai XII. Sebelum terjadi kelumpuhan
terjadi akibat faktor predisposisi seperti diet, saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa
suceptibilitas genetic dan lain-lain. Dengan infeksi gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu
Pemeriksaan klinis termasuk endoskopi tidak biopsi dimasukkan melalui rongga hidung
dapat memberikan gambaran perluasan tumor ke menelusuri konka media ke nasofaring kemudian
arah dalam dan dasar tengkorak. Pemeriksaan cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan
radiologi berguna untuk menentukan stadium kanker. biopsi.
CT Scan Biopsi melalui mulut memakai bantuan
CT scan penting untuk mengevaluasi adanya erosi
kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung
tulang oleh tumor, disamping juga dapat menilai
dan ujung kateter dalam mulut ditarik keluar dan
perluasan tumor ke parafaring, perluasan perineural
diklem bersama ujung kateter di hidung. Demikian
melalui foramen ovale. Pemeriksaan radiologik
juga kateter dari hidung disebelahnya, sehingga
berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus
palatum mole tertarik ke atas kemudian dengan
frontalis sampai dengan klavikula, potongan
kaca laring dilihat nasofaring. Biopsi dilakukan
koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau
kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector
memakai nasofaringoskop yang dimasukkan
1-2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk
melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih
melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan
jelas. Bila masih belum didapatkan hasil yang
sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening
memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan
regional.
kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam Tabel 2.1 Klasifikasi Karsinoma Nasofaring
(Histopatologis)4
memperlihatkan baik bagian superfisial maupun
dalam jaringan lunak nasofaring, serta membedakan
antara massa tumor dengan jaringan normal. MRI
dapat memperlihatkan infiltrasi tumor ke otot-otot
dan sinus cavernosus. Pemeriksaan ini penting dalam
menentukan perluasan ke parafaring dan pembesaran
KGB. Namun MRI mempunyai keterbatasan dalam
menilai perluasan yang melibatkan tulang.
USG abdomen Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan
Untuk menilai metastasis organ-organ intra anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
abdomen. Apabila dapat keraguan pada kelainan penunjang seperti nasofaringoskopi, radiologi, dan
yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT scan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi
abdomen dengan kontras. biopsi nasofaring sampai saat ini masih diakui sebagai
Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau standar baku emas untuk diagnosis KNF.17
topikal dengan xylocain 10%. merupakan faktor utama penentu prognosis dan
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa sangat penting dalam menetukan terapi. Penetapan
melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam
stadium secara akurat juga penting untuk apakah TB dan kanker bersama-sama, atau apakah
mengevaluasi hasil dari pengobatan. Penetapan reaksi tuberkuloid akibat nasofaring.19
Granuloma nekrotik nasofaring.
stadium KNF berdasarkan sistem TNM UICC/AJCC
Lesi utama di kavum nasal dan terjadi nekrosis
edisi ke-8 tahun 2016.
Tabel 2.2 Klasifikasi TNM (UICC, Edisi 8, 2016)5 lokal, terdapat benjolan jaringan granulasi dan
perforasi septum. Penyakit ini memiliki bau yang
Tumor Primer (T)
19
khas, terdapat reaksi radang.
TX Tidak dapat dinilai
Angiofibroma nasofaring
T0 Tidak terdapat tumor primer Prevalensi ditemukan pada laki-laki muda.
Tis Karsinoma in situ
Pemeriksaan tampak massa licin, mukosa serupa
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau
jaringan normal dan konsistensi kenyal padat.19
meluas ke orofaring dan/atau rongga hidung
Bengkak di leher (limfoma malignum,
tanpa perluasan ke parafaring
T2 Tumor ekstensi ke parafaring dan/atau metastasis,TB kelenjar, dan lainnya).4
2.10 Tatalaksana
infiltrasi pterigoid medial dan lateral, dan/atau
Penatalaksanaan karsinoma nasofaring dapat
otot prevertebra
mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya,
T3 Tumor invasi ke tulang basis kranii vertebra
servikal, pterigoid, dan/atau sinus paranasal pembedahan dan didukung dengan terapi simptomatik
T4 Tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau sesuai dengan gejala.4
keterlibatan saraf kranial, hipofaring, mata, Tabel 2.4 Pedoman Modalitas Terapi KNF4
kelenjar parotis dan/atau infiltrasi melewati
Pedoman Modalitas Terapi KNF
permukaan lateral dari otot pterigoid lateral
KGB Regional (N ) Stadium Stadium I Rekomen
Radiasi saja
dini (T1N0M0) dasi II, A
NX Tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis KGB regional Stadium Stadium II Kemoradiasi Rekomen
intermediet (T1-2,N1-2,M0) konkuren dasi I, B
N1 Metastasis unilateral KGB servikal, dan/atau
metastasis unilateral atau bilateral KGB Kemoradiasi
Stadium III, IVA,
retrofaring, ≤6cm, diatas pinggir kaudal Stadium konkuren +/- Rekomen
IVB
lokal lanjut kemoterapi dasi I, A
kartilago krikoid (T3-4,N0-3,M0)
adjuvan
N2 Metastasis bilateral KGB servikal, ≤6cm,
diatas pinggir kaudal kartilago krikoid Radiasi
problematik Kemoterapi
N3 Metastasis KGB servikal >6cm dan/atau Stadium IVA,
(tumor induksi diikuti Rekomen
ekstensi ke bawah pinggir kaudal kartilago IVB
berbatasan kemoradiasi dasi II, B
(T4 atau N3)
krikoid organ at konkuren
Metastasis (M ) risk)
MX Tidak dapat dinilai
Radioterapi
M0 Tidak terdapat metastasis jauh Radioterapi merupakan modalitas utama pada
M1 Terdapat metastasis jauh
penatalaksanaan KNF yang masih terbatas
Tabel 2.3 Pengelompokan Stadium KNF (UICC, lokoregional, karena tumor ini bersifat radiosensitif.
Edisi 8, 2016)5 Kemajuan yang sangat penting pada radioterapi