Anda di halaman 1dari 25

Selasa, 21 Juni 2011

Rumput LAut
BUDIDAYA RUMPUT LAUT

(Kappaphycus alvarezii) DAN PENGEMBANGANNYA

Abstrak

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan di
kawasan pesisir Nusa Penida. Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis
produk olahan bernilai ekonomi tinggi, rumput laut selain digunakan sebagai pewarna
makanan dan tekstik, juga dapat digunakan sebagai produk pangan maupun non
pangan, seperti : agar-agar, karaginan, dan alginate. Selain digunakan untuk bahan
makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid saperti agar,
karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan dalam berbagai industri. Rumput laut
dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk gel, pengental,
pensupensi, pembentuk busa, pembentuk film. caraginan banyak dimanfaatkan oleh
industri farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman, petfood, serta keramik, sehingga
produk rumput laut berpotensi besar dalam perkembangan produksi Indonesia.
Teknologi budidaya memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan
produktivitas rumput laut, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta kebutuhan pasar
dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan pembudidaya serta menjaga kelestarian sumberdaya hayati perairan.
Untuk meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan
perairan Indonesia maka upaya kajian teknologi budidaya rumput laut masih perlu
dipelajari. Hasil-hasil percobaan ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai usaha
budidaya rumput laut yang berdaya guna dan berhasil guna. Strategi yang ditetapkan
antara lain : (1) pengembangan usaha budidaya rumput laut secara bertahap di nusa
penida yang potensial, (2) penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas melalui
pengembangan kebun bibit, (3) pembinaan teknis melalui pelaksanaan pilot project
budidaya rumput laut, pendampingan teknis, penyaluran dana penguatan modal (DPM),
sosialisasi, pelatihan, temu lapang dan kemitraan serta (4) pendekatan sistem
akuabisnis dengan pengembangan melalui pendekatan kawasan yang terintegrasi dari
daerah pesisir nusa penida. Sedangkan strategi pengembangan budidaya yang
diarahkan pada upaya untuk : (a) pemantapan ketahanan pangan, (b) pemberdayaan
ekonomi masyarakat petani pembudidaya, dan (c) peningkatan ekspor hasil perikanan

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Rasa syukur dipanjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “
Prospek Budidaya Rumput Laut “ Tersusunnya karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas dan
kewajiban sebagai seorang mahasiswa dalam memperoleh nilai tugas dalam pelaksanaan teknis
pekan ilmiah mahasiswa di Universitas Mahendradatta. Dalam penyusunan tugas ini saya mengalami
berbagai macam kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja keras dan kesadaran sebagai seorang
mahasiswa, maka tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Disini saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini.

Om Shantih, shantih, shantih om

Nusa Penida, 22
MEI 2011

Hormat penulis
I Made Mas Arya Kencana

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gugusan kepulauan Penida, terdiri dari tiga buah pulau yang bernama Nusa Penida,Nusa
Lembongan , dan Nusa Ceningan. Nusa Penida, memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat
besar. Satu diantaranya adalah rumput laut dengan luas Area 308,3 Hektar dan luas Area
pencadangan kawasan konservasi perairan Nusa Penida mencapai 20.057,2 Hektar. Dari luas area
tersebut untuk pengembangan budidaya rumput laut mencapai 45 % dari luas areal pantai Nusa
Penida . Jenis rumput laut yang banyak diminati pasar adalah jenis Euchema spinosum, Euchema
cottonii dan Gracilaria sp.

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan di
samping udang dan tuna, karena beberapa keunggulannya, antara lain: peluang ekspor terbuka luas,
harga relatif stabil, belum ada quota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya
sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat
memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tak
tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong
usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Kegunaan rumput laut sangat
luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia. Dalam program revitalisasi perikanan budidaya
sasaran produksi rumput laut pada tahun 2011 adalah sebesar 1.900.000 ton. Oleh karenanya,
strategi pencapaiannya ditempuh melalui pola pengembangan kawasan dengan
komoditas Euchema sp. dan Gracilaria sp. Luas lahan pengembangan yang diperlukan sampai tahun
2011 adalah sekitar 102 ha, dimana seluas 65 ha untuk Gracilaria sp, dan 143,3 ha untuk Euchema
sp. Pengembangan usaha alternatif masyarakat melalui usaha budidaya rumput laut dilatar
belakangi oleh dukungan potensi sumberdaya alam. Bentangan garis pantai serta pulau-pulau
dengan dasar perairan berkarang dan berpasir serta dukungan perairan yang terlindung dan relatif
tenang sangat menunjang dalam usaha budidaya rumput laut. Dukungan sumber daya manusia
yang sebagian besar adalah nelayan tradisional sangat berpeluang untuk mengembangkan jenis
usaha alternatif ini. Dukungan pasar yang terus meningkat untuk komoditi ini juga menjadi latar
belakang usaha alternatif ini dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Rumput Laut

Dalam pembangunan diwilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang
sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Melalui program ini
diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya
pendapatan masyarakat setempat. Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak
tahun 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumberdaya
alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan
kelestarian lingkungan perairan pantai (Ditjenkan Budidaya, 2004). Pengembangan budidaya rumput
laut merupakan salah satu alternative pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai
keunggulan dalam hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2)
tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta (3) mudahnya teknologi budidaya yang
diperlukan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001).

2.1.1 Biologi Rumput Laut

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta.
Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk
thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat
seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel
(uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (duadua
terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama),

pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak
bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous),
keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous),
berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978).Sejak tahun 1986 sampai sekarang
jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kepualauan Seribu adalah jenis Eucheuma cottonii.
Rumput laut jenis Eucheuma cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Menurut
Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988) bahwa secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieria ceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Genus Eucheuma merupakan istilah popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil
karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma yang ditentukan berdasarkan kajian
filogenetis dan tipe karaginan yang terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan
Kappaphycus (Doty, 1987 dalam Yusron, 2005). Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan
cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga
merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan.
Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina Eucheuma cottonii
tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau,
hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai
kompleks (Ditjenkan Budidaya, 2004).

2.1.2 Kondisi Fisika, Biologi dan Kimia Lingkungan

Keberhasilan budidaya rumput laut dengan pemilihan lokasi yang tepat merupakan salah satu faktor
penentu. Gambaran tentang biofisik air laut yang diperlukan untuk budidaya rumput laut penting
diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu sendiri dan mempengaruhi
mutu hasil yang dikehendaki. Lokasi dan lahan budidaya untuk pertumbuhan rumput laut jenis
Eucheuma di wilayah pesisir dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologi oseanografis yang meliputi
parameter lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan (Puslitbangkan,2005)

a. Kondisi Lingkungan Fisika

 Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari pengaruh angin topan
dan ombak yang kuat, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari hempasan ombak sehingga
diperairan teluk atau terbuka tetap terlindung oleh karang penghalang atau pulau di depannya
untuk budidaya rumput laut (Puslitbangkan, 1991).
 Dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii adalah yang stabil terdiri
dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari lumpur,dengan gerakan
air (arus) yang cukup 20-40 cm/detik (Ditjenkan Budidaya, 2005).
b. Kondisi Lingkungan Kimia

1. Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan
menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk
budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk
budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah 28- 35 ppt (Ditjenkan Budidaya, 2005).
 Mengandung cukup makanan berupa makro dan mikro nutrien. Menurut Joshimura dalam
Wardoyo (1978) bahwa kandungan fosfat sangat baik bila berada pada kisaran 0,10-0,20 mg/1
sedangkan nitrat dalam kondi berkecukupan biasanya berada pada kisaran antara 0,01- 0,7 mg/1.
Dengan demikian dapat dikatakan perairan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang baik dan
dapat digunakan untuk kegiatan budidaya laut.

c. Kondisi Lingkungan Biologi

Sebaiknya untuk perairan budidaya Eucheuma dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi oleh
komonitas dari berbagai makro algae seperti Ulve, Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain, dimana
hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya Eucheuma.
Kemudian sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang besifat herbivora terutama ikan
baronang/lingkis (siganus. spp), penyu laut (Chelonia midos} dan bulu babi yang dapat memakan
tanaman budidaya (Puslitbangkan, 1991).
Lampiran 1

a. Kusioner
1. Nama anda siapa ?
2. Usia anda berapa ?
3. Petani rumput laut daerah mana anda ?
4. Apa yang saudara ketahui tentang budidaya rumput laut di Nusa Penida?
5. Bagaimana cara pengembangannya ?
6. Langkah – langkah apa yang anda lakukan untuk menanggulangi terjadinya penyerangan hama pada
rumput laut di Nusa Penida ?
7. Peralatan apa saja yang saudara pergunakan untuk mengikat rumput laut ?
8. Berapa lama proses rehabilitas budidaya rumput laut dilakukan ?
9. Berapa lama proses pengeringan pasca panen pada rumput laut ?
10. Bagaiman cara penanaman pada budidaya rumput laut di Nusa Penida ?
11. Factor apa saja yang menjadi kendala dalam pengembangan budidaya rumput laut di Nusa Penida ?
12. Jenis bibit mana yang cocok di tanam di Nusa Penida ?
13. Apakah pernah terjadi penyuluhan tentang budidaya rumput laut di Nusa Penida ?

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan
Karya tulis ilmiah ini tergolong karya tulis diskriptif karena memfokuskan pada
deskripsi Prospek Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Dan Pengembangannya di Nusa
Penida.

3.2 Subjek dan objek pengamatan

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah instansi yang melakukan
pembudidayaan rumput laut di Nusa Penida dan yang menjadi objeknya adalah bagaimana proses
pelaksanannya,metode pembudidayaan yang ada di Nusa Penida.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penulisan karya ilmiah memegang peranan yang sangat penting. Untuk itu dalam
penulisan karya tulis ini digunakan beberapa metode pengumpulan data, dengan maksud agar data
yang dikumpulkan memiliki kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

a) Kajian pustaka
Kajian pustaka merupakan salah satu upaya untuk menelusuri hasil kajian yang ada
sebelumnya yang masih terkait dengan topik pembahasan yang akan dilaksanakan. Kajian pustaka
juga dilakukan untuk menghindarkan sejauh mungkin terjadi duplikasi. Hal lain yang tidak kalah
pentingnya adalah melalui penelusuran hasil kajian yang ada sebelumnya, diharapakan hasil kajian
sebelumnya dapat memberikan informasi, kontribusi dan lebih dipertajam terkait dengan konsep
keilmuan yang menjadi dasar pembahasan. Kajian pustaka yang dilakukan adalah kajian terhadap
buku-buku dan atau sumber lain seperti internet, yang berkaitan dengan masalah yang kami kaji,
yaitu yang berkaitan dengan prospek budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dan
pengembangannya di Nusa Penida.

b) Metode wawancara
Metode wawancara digunakan untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dari kajian
pustaka. Wawancara dilakukan dengan mewawancarai para pekerja atau petani pelaksana budidaya
rumput laut dikawasan pantai di Nusa Penida.

3.3 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara diskriptif kualitatif untuk mencari
jawaban dari rumusan masalah yang telah ditetapkan. Metode ini di lakukan dengan menyajikan
data dengan kata-kata dan kalimat-kalimat sehingga dapat ditarik kesimpulan secara umum.

B.RUMUSAN MASALAH

Dalam prospek pembudidayaan rumput laut banyak terdapat berbangai masalah yang dihadapi
diantaranya :

1. Bagaiman cara prospek pembudidayaan yang baik agar mendapatkan hasil yang maksimal dan
bermutu di lingkungan Nusa Penida.
2. Langkah - langkah apa yang harus ditempuh dalam metode pembibitan rumput laut di Nusa Penida.
3. Mampukah masyarakat mengimbangi system globalisasi yang modern seperti sekarang ini dengan
berbudidaya rumput laut di Nusa Penida.
4. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi prospek budidaya rumput laut di kawasan pantai
Nusa Penida.
5. Hal – hal apa yang menjadi kendala dalam poses paska pembibitan di Nusa Penida.

C. TUJUAN
1. Untuk memperoleh nilai tugas mata kuliah.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan budidaya rumput laut nusa penida

BAB IV

PEMBAHASAN

I. PROSPEK BUDIDAYA RUMPUT LAUT


Rumput laut (sea weed) merupakan tumbuhan tingkat rendah berupa thallus (batang) yang
bercabang-cabang, dah hidup di laut dan tambak dengan kedalaman yang masih dapatspecies
rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan total luas lahan perairan ya dicapai oleh
cahaya matahari. Potensi rumput laut di nusa penida mempunyai prospek yang cukup cerah, karena
diperkirakan terdapat 45% daerah pesisir pantai dapat dimanfaatkan lahanya sebagai tempat
pengembangan budidaya rumput laut, sehingga Nusa Penida berpotensi besar untuk menimbang
untung dari bisnis ini. Tetapi pada saat ini pemanfaatan rumput laut sangat terbatas hanya pada
jenis-jenis yang telah umum dikenal saja yaitu jenis rumput laut Carrageenophytes, yaitu jenis
rumput laut penghasil karaginan seperti Eucheuma cottoniatau Kappaphycus alvareziid an
Eucheuma spinosumserta Gracillariasp . Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis
produk olahan bernilai ekonomi tinggi, rumput laut selain digunakan sebagai pewarna makanan dan
tekstik, juga dapat digunakan sebagai produk pangan maupun non pangan, seperti : agar- agar,
karaginan, dan alginate. Selain digunakan untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang
merupakan hidrokoloid saperti agar, karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan dalam berbagai
industri. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk gel,
pengental, pensupensi, pembentuk busa, pembentuk film. caraginan banyak dimanfaatkan oleh
industri farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman, petfood, serta keramik, sehingga produk
rumput laut berpotensi besar dalam perkembangan produksi di Kabupaten Klungkung. Untuk
mempercepat pengembangan rumput laut di Nusa Penida diperlukan program yang terdiri dari (1)
perbaikan manajemen usaha pada tingkat petani, (2) peningkatan kapasitas petani dan penyuluh,
(3) peningkatan jumlah penyuluh , (4) penataan kawasan pengembangan budidaya, (5) penataan
SOP yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, (6) pengembangan produk dalam bentuk
olahan, (7) pengembangan sarana dan mekanisme quality control terpadu, (8) pengembangan
dan penataan kebun bibit, (9) penertiban dan sertifikasi pedagang, dan (10) evaluasi, penataan
kebijakan dan program terkait. Pemilihan prioritas program sangat ditentukan kondisi dan status
pengembangan masing-masing tempat dan daerah.

1.1. Peluang Pengembangan

Komuditas rumput laut sangat mudah dalam proses pembudidayaan dimana persyaratan
untuk lokasi budidaya tidak terlalu spesifik karena bisa di terapkan di setiap tipe dan kondisi pantai
baik pada tipe pantai yang berdasar landai maupun curam. Karena dengan tipe pantai yang berbeda
ini dapat di taktisi dengan penerapan teknologi konstruksi pada prasarana budidaya. Dimana dengan
kondisi pantai yang curam dengan kedalaman laut lebih dari 50 m maka system yang digunakan
adalah jangkar kolektif sementara untuk tipe pantai landai cukup dengan menggunakan
sistem patok longline dan rakit apung maupun metode lepas dasar. Dengan demikian
Maka komuditas unggulan ini bisa lebih diperluas pengembangannya yang mana wilayahnya
memiliki tipe pantai yang landai dan curam dengan substrat berpasir dan pecahan karang. Selain itu
juga tidak memiliki sungai-sungai besar sehingga salinitas perairan laut selalu dalam kondisi stabil
(kurang berfluktuasi) jadi sangat cocok dan ideal untuk pertumbuhan rumput laut. Dengan strategi
perluasan areal budidaya rumput laut ini di harapkan kedepannya akan semakin banyak masyarakat
pesisir yang tertarik dalam usaha budidaya rumput laut sehingga dapat mendongkrak tingkat
perekonomian mereka yang selama ini sangat rendah karena ketergantungan mereka terhadap
sektor penangkapan. Adapun jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis peting untuk
dikembangkan adalah Euchema spp yang mengandung bahan utama polisakarida Karagenan
danGracilaria spp yang mengandung bahan utama berupa agar-agar dimana kandungan dalam
rumput laut ini menyebabkan komuditas ini banyak dimanfaatkan untuk pembuatan bahan
makanan (es krim, sosis, bakso, manisan, bahkan bisa dikonsumsi langsung sebagai lauk), sebagai
bahan baku dalam industri farmasi (pembuatan salep, kapsul, pasta gigi, sabun, lotion dll, bahan
baku pembuatan kosmetik (minyak rambut, lipstik, bedak dll) dan sebagai bahan baku Industri (cat,
textil ) dan lainnya.

1.2. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Dalam upaya mewujudkan Program tersebut yang menjadikan usaha budidaya rumput laut
sebagai usaha yang produktif, berdaya saing, ramah lingkungan dan berkelanjutan, maka diperlukan
pencerahan kelompok di setiap daerah pesisir meliputi penerapan standar system pembudidayaan,
standar mutu dan pembinaan pemasaran.

Strategi yang ditetapkan antara lain : (1) pengembangan usaha budidaya rumput laut secara
bertahap di daerah yang potensial, (2) penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas melalui
pengembangan kebun bibit, (3) pembinaan teknis melalui pelaksanaan klompok petani budidaya
rumput laut, pendampingan teknis, penyaluran dana penguatan modal (DPM), sosialisasi, pelatihan,
temu lapang dan kemitraan serta (4) pendekatan sistem akuabisnis dengan pengembangan melalui
pendekatan kawasan yang terintegrasi dari daerah pesisir pantai. Sedangkan strategi
pengembangan budidaya yang diarahkan pada upaya untuk : (a) pemantapan ketahanan pangan,
(b) pemberdayaan ekonomi masyarakat petani pembudidaya, dan (c) peningkatan ekspor hasil
perikanan Budidaya rumput laut sebagai salah satu teknik pemanfaatan kawasan pesisir berpeluang
besar untuk dikembangkan bagi produksi perikanan yang berkelanjutan. Namun keberhasilan
pengembangannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi yang berorientasi ekonomis, dan
sistem pengelolaan yang diterapkan, serta keterpaduan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut
dengan mempertimbangkan keberlanjutan manfaat, sebagai konsekwensi kawasan pesisir dan laut
bersifat common property dan open acces lamun limited entry. Sehingga diperlukan suatu
konsep pengembangan budidaya laut terpadu berorientasi akuabisnis sebagai suatu
alternatif pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara rasional dan bertanggung
jawab.

1.3. Permasalahan Pengembangan Usaha Rumput Laut

Rumput laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi (high value commodity),
spectrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang
mudah, masa tanam yang pendek (hanya 45 hari) dan biaya unit per produksi sangat murah. Tetapi
pada kenyataannya tingkat kehidupan masyarakat pembudidaya rumput laut masih dominan kurang
baik jika dibandingkan dengan tingkat nelayan ikan tongkol,dan lain - lainnya.

Permasalahan yang diidentifikasi pada usaha rumput laut adalah :

1) Strategi pengembangan usaha rumput laut masih kurang terencana, pengembangan usaha
dominan dipengaruhi oleh faktor harga rumput laut kering, ketika harga rumput laut tinggi maka
usaha budidaya berkembang cepat dan begitu sebaliknya. Strategi belum dirancang menjadi suatu
struktur usaha dikelolah berorientasi pengembangan dan turunannya, sehingga sangat rentang
terhadap perubahan.

2) Posisi tawar pembudidaya kepada para pedagang masih rendah, disebabkan oleh masih kurang
kesesuaian kebutuhan antara industri pengolahan dengan para pembudidaya dan belum
berfungsinya kelembagaan pada tingkat petani budidaya rumput laut.

3) Pelaku usaha kurang berperan sebagai pelaku pemasaran produksi rumput laut pada tingkat lokal
maupun antar pulau sehingga harga rumput laut berfluktuasi, sangat berpengaruh pada
pembudidaya dalam mengembangkan usaha rumput laut.

4) Pengembangan budidaya rumput laut masih dilaksanakan sendiri-sendiri secara sektoral.

5) Masih ditemukan koordinasi yang kurang antar dinas/instansi dalam rangka pelaksanaan program
pemberdayaan khususnya pada budidaya rumput laut dan penguatan modal serta peningkatan
sistemmonitoring,controlling dan survailance untuk memperoleh data kemajuan usaha budidaya
rumput laut yang terpadu.

6) Analisa detail spesifikasi wilayah untuk pemanfaatan areal budidaya rumput laut yang dilakukan
pembudidaya selama ini, umumnya tanpa diawali dengan penelitian tentang kondisi daya dukung
lahan dan status lokasi, sehingga sangat mempengaruhi keberlanjutan usaha budidaya rumput laut.

7) Keterbatasan penerapan dan alih teknologi budidaya rumput laut yang dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas hasil panen yang berkualitas melalui penelitian, percontohan,
pelatihan, magang dan penyuluhan.

8) Perubahan budaya kerja, nelayan terbiasa mempunyai pola kerja yang dapat langsung mengambil
hasil tanpa ada budidaya pemeliharaan sebelumnya, berubah menjadi pembudidaya yang
membutuhkan pemeliharaan dan investasi merupakan kendala budaya. Namun dengan melihat
kondisi nelayan yang berubah profesi menjadi pembudidya tingkat kehidupannya lebih baik,
dapat membantu proses adaptasi perubahan budaya tersebut.

9) Pada lokasi budidaya yang potensial, belum dikelola karena keterbatasan tenaga kerja dan
keterbatasan sarana penunjang untuk mencapai lokasi dan sarana pendukungya.

10) Prasarana dan sarana untuk mengembangkan rumput laut dari daerah pesisr pantai nusa penida
masih sangat terbatas, terutama yang mendukung industri pengolahan rumput laut dan
turunannya.

11) Potensi areal budidaya masih kurang optimal pengunaannya, pemanfaatan areal kawasan belum
merata dan tertata, skala usaha pembudidaya sangat bervariasi dan masih diperlukan peningkatan
jiwa entrepenur bagi pembudidaya. Penataan dan kepastian status pemanfaatan pesisir merupakan
salah satu masalah dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut.

12) Keterbatasan modal usaha untuk pengadaan sarana media budidaya dan bibit rumput laut
merupakan masalah saat pembudidaya akan mengembangkan usahanya.

13) Masalah gagal panen masih sering terjadi pada suatu kawasan atau kelompok , budidaya
rumput laut terserang penyakit ice-ice, lumut, dan penyakit layu.

2. TEKNOLOGI BUDIDAYA RUMPUT LAUT ( Kappaphycus alvarezii )


2.1. Pemilihan Lokasi

Penentuan lokasi budidaya rumput laut didasarkan atas pertimbangan ekologis, resiko,
higienis, dan sosio-ekonomi. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pendekatan beberapa factor secara
menyeluruh dengan menggunakan skala penilaian tertentu untuk menentukan layak atau tidaknya
suatu lokasi budidaya. Lahan budidaya. kalvarezii yang cocok terutama sangat ditentukan oleh
kondisi ekologis yang meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan
budidaya adalah :

2.1.1. Faktor Ekologis

Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain: arus, kondisi dasar perairan,
kedalaman, kadar garam, kecerahan, ketersediaan bibit dan organisme pengganggu.

a). Arus; Gerakan air akan membawa unsur hara, menghilangkan kotoran yang menempel pada
thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi suhu air yang besar. Indikator
suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adalah adanya pertumbuhan karang lunak dan padang
lamun yang bersih dari kotoran dan cenderung miring ke satu arah. Arus merupakan gerakan
mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan
pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka. Kecepatan arus yang baik adalah 20-40
cm/detik dengan suhu berkisar 20-28oC dan pH berkisar 7,3-8,2

b). Dasar Perairan; Dasar perairan yang sesuai adalah berupa pecahan-pecahan karang dan pasir
kasar. Kondisi perairan tersebut juga merupakan indikator kejernihan air yang relatif baik memiliki
adanya gerakan air yang baik. Dasar perairan yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan
kekeruhan yang tinggi. Dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir menunjukkan pergerakan
air yang sedikit, dan lumpur menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah lagi. Perairan dengan
dasar karang ataupun karang mati.

c). Kedalaman; Kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budi daya yang akan dipilih.
Metode lepas dasar dilakukan pada kedalaman perairan tidak kurang dari 30-60 cm pada waktu
surut terendah, sedangkan metode rakit apung, rawai dan jalur pada perairan dengan kedalaman
sekitar 2-15 m.

d). Kadar Garam; K. alvarezii merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan terhadap kisaran
kadar garam yang luas. Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah berkisar 28-35 ppt.
Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhanEu che u ma spp
menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut
harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Soegiarto et al. (1978) menyatakan
kisaran salinitas yang baik untuk Eucheumasp adalah 32 - 35 ppt.

e). Kecerahan; Lokasi budi daya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih atau tingkat
kecerahan yang tinggi sekitar 2-5 m. Air keruh mengandung lumpur dapat menghalangi cahaya
matahari ke dalam air serta dapat menutupi permukaan thallus yang dapat menyebabkan thallus
membusuk sehingga mudah patah.

f). Ketersediaan Bibit; Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi yang
dipilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya.

g). Organisme Pengganggu; Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang tidak banyak terdapat
organisme pengganggu misalnya ikan beronang, bintang laut, bulu babi dan penyu serta tanaman
penempel.

2.1.2. Faktor Resiko

Faktor resiko merupakan salah satu faktor non-teknis yang perlu mendapat pehatian dalam
pemilihan lokasi budidaya, yang meliputi:

 Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budi daya dan rumput laut, maka
diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar.
 Keamanan Lokasi; Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi pada lokasi tertentu,
sehingga upaya pengamanan baik secara perorangan maupun secara kelompok harus dilakukan.
Upaya pendekatan dan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi perlu dilakukan.
 Konflik Kepentingan; Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik dengan kepentingan lain.
Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan, pemasangan bubu, bagang, dll) dan kegiatan non
perikanan (parawisata, perhubungan laut, industri, taman laut, dll) dapat berpengaruh negatif
terhadap aktivitas usaha rumput laut.
 Aspek Peraturan dan Perundang-Undangan; Untuk menguatkan keberlanjutan usaha budi daya
rumput laut, maka pemilihan lokasi harus tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah atau
setiap kelompok pada masing – masing wilayah, serta harus mengikuti tata ruang yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

2.1.3. Faktor Higienis


Lokasi budidaya sebaiknya terhindar dari cemaran yang berasal dari limbah rumah tangga
maupun industri. Selain itu cemaran sampah dan kotoran lumpur yang umumnya terjadi pada
daerah aliran muara sungai sebaiknya dihindari. Hal ini disebabkan karena rumput laut umumnya
dapat menyerap polutan (bahan pencemar) seperti logam berat, sehingga jika terakumulasi dalam
jaringan tanaman akan berdampak pada konsumen.

2.1.4. Faktor Sosial-Ekonomi

Aspek sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi antara lain
keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasara, serta kondisi sosial masyarakat.

 Keterjangkauan Lokasi; Lokasi budidaya yang baik dan transparan. Umumnya lokasi budidaya relatif
berdekatan dengan pemukiman penduduk agar lebih mudah melakukan pemeliharaan.
 Tenaga Kerja; Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di sekitar lokasi budidaya. Upaya
tersebut dilakukan untuk menghemat biaya produksi dan sekaligus membuka peluang atau
kesempatan kerja.
 Sarana dan Prasarana; Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan prasarana
perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam pengangkutan bahan, bibit, hasil panen
dan pemasarannya.
 Kondisi Sosial Masyarakat; Kondisi sosial masyarakat yang kondusif memungkinkan perkembangnya
usaha budidaya rumput laut.

2.2. Bibit

2.2.1. Penyediaan Bibit

Bibit yang baik diambil dari lahan yang sudah di petik langsung dan yang paling dekat
dengan lokasi dimana akan dikembangkan budidaya rumput laut. Hal ini berhubungan dengan
tingkat kesegaran dan kematian bibit bila dibandingkan dengan mengambil bibit yang letaknya
berjauhan dengan lokasi yang akan dikembangkan budidaya. Sehingga apabila bibit diambil dari
lokasi terdekat maka tingkat keberhasilan budidaya lebih besar. Pada lokasi yang masih memiliki
potensi benih alam, budidaya rumput laut dapat menggunakan benih yang berasal dari alam, tetapi
pada lokasi yang sulit untuk mendapatkan benih alam maka dapat menggunakan hasil budidaya
atau hasil kultur jaringan.









 Thallus memiliki cabang
yang banyak, rimbun dan berujung agak runcing. Bibit seragam dan tidak tercampur dengan jenis
lain. Berat bibit awal diupayakan seragam sekitar 50-100 g per ikatan.

2.2.2. Transportasi Bibit

Sarana transportasi yang di gunakan untuk mengankat bibit dari air laut ada yang
menggunakan sampan,ban, dan kranjang. Bibit dihindari dari air tawar, hujan, embun, minyak dan
kotoran lainnya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung. Bibit diletakkan pada daerah
yang jauh dari sumber panas seperti mesin mobil/perahu,agar bibit yang di budidayakan tidak mati
atau layu harus dengan hati-hati agar bibit dapat sampai di lokasi dalam keadaan masih segar.

2.2.3. Penanaman Bibit

Bibit rumput laut yang akan ditanam sebaiknya diikat dengan tali rapia agar tidak terlepas.
Penyimpanan sementara dapat dilakukan dengan memasukkan bibit ke dalam jaring kemudian
direndam dalam laut, sehingga lendir yang keluar akan masuk ke laut dan tidak merusak thallus.
Kepadatan awal penanaman rumput laut berkisar 30-40 gram per ikatan dengan jarak tanam tidak
kurang dari 20 cm. Pengikatan bibit rumput laut dapat dilakukan di darat. Bagi daerah nusa
lembongan dan ceningan systemnya langsung di laut dengan menggunakan sampan atau
jukung,karena keadaan atau jarak rumahnya sangat jauh dari tempat pembudidayaan.

2.3. Metode Budidaya


Dewasa ini telah banyak dikembangkan metode budi daya rumput laut yang
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Metode tersebut merupakan modifikasi dari metode yang
telah ada dan disesuaikan dengan kondisi lokasi budi daya. Meskipun demikian, setiap metode
memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput
laut itu sendiri. Berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar terdapat 4 (empat) metode budidaya
meliputi metode sebar dasar, lepas dasar, rakit apung dan bentangan tali panjang (long line).
Adapun metode yang telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
meliputi : metode lepas dasar, metode rakit apung dan metode long line. Pemilihan metode
budidaya sangat tergantung dari kondisi lokasi.

Namun didalam penerapan ketiga macam metode tersebut harus disesuaikan dengan
kondisi perairan dimana lokasi budidaya rumput laut akan diadakan. Uraian ketiga macam metode
tersebut adalah sebagai berikut :

2.3.1. Dasar (Patok)

Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya. Dimana pada daerah yang telah
ditetapkan (lokasi budidaya) dipasang patok-patok secara teratur berjarak antara 50– 100 cm. Pada
sisi yang berlawanan dengan jarak 50– 100 m juga diberi patok dengan jarak yang sama. Satu patok
dengan patok lainnya dihubungkan dengan tali jalur yang telah berisi rumput laut tersebut. Pada
jarak 3 meter diberi pelampung kecil yang berfungsi untuk menggerakan tali tersebut setiap saat
agar tanaman bebas dari lumpur (adanya sedimentasi) dan ikan – ikan pengganggu yang bias
menyerang rumput laut dan memakannya secara perlahan.

2.3.2. Sistim Apung

1. Metode rakit
Metode ini sering disebut metode rakit kotak, dibentuk dari empat buah bambu yang dirakit
sehingga berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2,5 - 4 x 5 - 7 m. Pada rakit tersebut dipasang
tali pengikat rumput laut secara membujur dengan jarak 30 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat
pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan berkisar antara 50– 100 gram. Setelah rumput diikat
maka rakit tersebut ditarik dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan
menggunakan dua buah jangkar pada kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan
berkisar antara 0,5– 10 meter

2 . Metode Long Line;


Metode ini dikenal dengan istilah long line karena menggunakan tali panjang yang dibentangkan.
Metode ini merupakan metode yang paling banyak diminati pembudi daya karena disamping lebih
fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, relatif murah
dan mudah untuk didapat. Teknik budi daya rumput laut dengan metode ini menggunakan tali ris
dengan panjang sekitar 50-70 m yang direntangkan pada tali utama. Pada kedua ujung tali utama
digunakan jangkar atau karung yang berisi pasir sebagai pemberat. Untuk mengapungkan rumput
laut, digunakan pelampung yang terbuat dari stireform, botol plastik 0,5 liter atau pelampung
khusus pada tali ris. Pelampung diikat pada tali ris menggunakan tali penghubung dengan panjang
10-15 cm supaya rumput laut tidak muncul ke permukaan. Pada satu bentangan tali utama, dapat
diikatkan beberapa tali ris dengan jarak antar tali ris sekitar 1 m, untuk menghindari benturan antar
tali ris akibat gelombang atau arus kuat. Tali (diameter 8 mm) yang digunakan sepanjang 80- 100 m
yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar. Setiap jarak 5 m diberi pelampung
berupa potongan styrofoam/ karet sandal atau botol air mineral (500 ml) yang berfungsi untuk
memudahkan pergerakan tanaman setiap saat. Arus harus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut
untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya

2.4. Perawatan

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut harus didukung dengan usaha perawatan selama
masa pemeliharaan, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi juga fasilitas budidaya yang
digunakan. Oleh karena itu peranan pengelola (pembudidaya) rumput laut sangat diperlukan untuk
memperkecil kemungkinan adanya kerusakan khususnya kekuatan alam yang tak terduga.
Pemeliharaan rumput laut dari keempat metode budi daya tersebut adalah relative sama. Kegiatan
yang dilakukan dalam pemeliharaan rumput laut tersebut adalah meliputi: pembersihan lumpur,
kotoran danbiofouling yang menempel pada thallus rumput laut; penyisipan tanaman yang rusak
atau lepas dari ikatan; penggantian tali, patok, bambu serta pelampung yang rusak; penjagaan
tanaman dari serangan predator dan pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala.

Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus, konstruksi budidaya dan
tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun saat laut tenang. Kerusakan
patok, jangkar, tali ris, dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar, atau daya
tahannya menurun harus segera diperbaiki. Bila ditunda akan berakibat makin banyak yang hilang
sehingga kerugian lebih besar tidak bisa dihindari.

Kotoran atau debu air sering melekat pada tanaman, yaitu saat musim laut tenang. Pada
saat seperti ini tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih
dari kotoran/debu yang melekat. Kotoran yang melekat dapat menggangu proses metabolisme
sehingga laju pertumbuhan menurun.Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah :
Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak menghalangi
tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.Jika ada sampah yang menempel, angkat
tali perlahan, agar sampah-sampah yang menyangkut bisa larut kembali. Jika ada tali bentangan
yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus, segera diperbaiki dengan cara mengencangkan ikatan
atau mengganti dengan tali baru.

2.5. Hama dan Penyakit

Kegagalan budidaya rumput laut sering disebabkan adanya hama yang dapat merusak
tanaman, bahkan menyebabkan kematian. Selain itu, masalah keamanan juga harus diperhatikan.
Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut yang memakan
tanaman. Secara alami, organisme tersebut hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya
atau sebagian masa hidupnya memakan rumput laut. Hama rumput laut yang biasa dijumpai adalah
larva bulu babi (Tripneustes) dan larva teripang (Holothuria sp.). Hama lainnya antara lain ikan
beronang (Siganus sp.), bintang laut (Protoneustes nodulus), bulu babi (Diadema danTrip neustes
sp.) dan penyu hijau (Chelonia midas). Serangan ikan beronang umumnya bersifat
musiman sehingga setiap daerah memiliki waktu serangan yang berbeda. Upaya yang dilakukan
untuk menanggulangi hama tersebut adalah dengan cara memperbaiki/memodifikasi teknik budi
daya, sehingga tanaman budi daya berada pada posisi permukaan air. Selain itu, diterapkan pola
tanam yang serentak pada lokasi yang luas serta melindungi areal budi daya dengan memasang
pagar dari jaring.

Sedangkan penyakit yang dapat menyerang rumput laut adalah penyakit bakterial, jamur
danice-ice. Penyakit bakterial yang disebabkan oleh Macrocystis pyriferadan Micrococcus umumnya
menyerang budi daya Laminaria sp., sedangkan penyakit jamur yang disebabkan oleh Hydra
thalassiiae menyerang bagian gelembung udara rumput lautSarga ssum sp. Penyakit ice-ice
(sebagian orang menyebutnya sebagai white spot) merupakan kendala utama budi daya rumput
laut Kappaphycus/Eucheuma. Gejala yang diperlihatkan pada rumput laut yang terserang penyakit
tersebut adalah antara lain: pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna thallus menjadi
pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus pada beberapa cabang menjadi
putih dan membusuk. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti
arus, suhu dan kecerahan. Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara
nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut

2.6. Panen dan Penanganan Pascapanen

Panen dan penanganan hasil panen yang tidak sempurna akan menurunkan kualitas
produksi rumput laut. Untuk itu panen dan pascapanen harus dilakukan dengan baik untuk
memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut.Panen sebaiknya dilakukan setelah
rumput laut berumur 45 hari pemeliharaan pada cuaca yang cerah agar kualitasnya terjamin.

Pemanenan rumput laut sangat tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk
mendapatkan bibit, pemanenan dilakukan pada umur 25– 35 hari. Kalau ingin mendapatkan kualitas
tinggi dengan kandungan Karaginan banyak, panen dilakukan pada umur 45 hari(umur ideal)
Pemanenan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara :

 Pertama memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat bibit, namun perlu
waktu lama. Disisi lain, sisa-sisa tanaman rumput laut yang tidak ikut dipanen pertumbuhannya
lambat, sehingga kualitasnya rendah.
 Kedua, mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang singkat. Pelepasan
tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong tali. Kelebihan cara ini adalah, dapat
melakukan penanaman kembali dari bibit-bibit rumput laut yang masih mudah dengan laju
pertumbuhan tinggi.
Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya rumput laut adalah penanganan pasca
panen yang tepat. Karena kualitas rumput laut kering yang akan dihasilkan tergantung dari cara
penanganan pasca panen. Salah satu cara penanganan pasca panen yang dilakukan di Desa Ped
adalah penjemuran di bawah teriknya matahari dengan beralaskan kain plastik untuk mencapai hasil
yang maksimal atau di atas para-para. Keuntunganny adalah penyusutan pengeringannya lebih kecil
serta kualitasnya lebih baik yang berpengaruh langsung terhadap harga rumput laut di pasaran.
Dalam kondisi normal pengeringan akan berlangsung selama 2 -3 hari dengan kadar air 30-35 %.
Pasir dan garam akan dipisahkan melalui pengayakan, yaitu setelah selesai proses pengeringan. Ciri
atau warna rumput laut yang sudah kering adalah ungu keputihan dilapisi kristal garam. Mutu hasil
panen sangat ditentukan oleh cara penanganan pascapanen termasuk penjemuran. Perlakuan
penjemuran dilakukan dengan tiga metode tergantung dari permintaan pasar. Ketiga metode
tersebut adalah (a) penjemuran setengah layu, (b) penjemuran sedang atau kering , dan (c)
penjemuran kering sekali. Metode – metode tersebut sangat bervariasi di minati para pengepul atau
sodagar yang membelinya. Harga yang di berikan juga beragam –ragam sesui permintaan pasar.

BAB V

PENUTUP

A.KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka diambil beberapa kesimpulan sebagai barikut :
Agar usaha budidaya rumput laut yang dilakukan memberikan penghasilkan yang baik maka
penentuan lokasi budidaya harus dilakukan dengan serius serta memperhatikan faktor resiko dan
faktor pencapaian. Penentuan metode budidaya yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan kondisi lokasi budidaya dan kebiasaan masyarakat setempat serta memperhatikan asaz
ramah lingkungan.
Agar mutu rumput laut hasil panen dapat memenuhi kualitas ekspor, maka kegiatan panen dan
penanganan pasca panen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Panen harus dilakukan
setelah tanaman berumur 45 hari , Kurangi luka pada rumput laut (thalus) saat panen, Penjemuran
harus dilakukan di atas para-para atau media yang disiapkan khusus sebagai tempat penjemura yang
terkena sinar matahari langsung, Distribusi rumput laut baik bibit maupun hasil pengolahan pasca
panen hendaknya dilakukan dengan baik agar mutu rumput laut tetap dapat dipertahankan.
B. SARAN

Dalam prospek pengembangan budidaya rumput laut perlu dibutuhkan kerja keras
agar dapat mengembangkan bagaimana proses pembudidayaan yang benar dan tepat sesuai
dengan metode–metode sehingga dapat mencapai tahap pasca panen yang maksimal dan nilai jual
yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arya,2011.Budidaya Rumput Laut Metode.Nusa Penida

Arya,2011.Teknologi Budidaya Laut (Budidaya Rumput Laut, Kappaphycus Alvarezii)


Arya,2011. Profil Rumput Laut Nusa Penida

Budidaya Rumput Laut,Tanggal 19-20 Mei 2011.di Nusa Penida


www.geogle.com
FOTO :

Gambar : proses pengerjaan rumput laut.


Diposting oleh Arya Kencana di 23.43

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Lokasi: Nusa Penida, Nusapenida, Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog

 ► 2012 (1)
o ► Februari (1)

 ▼ 2011 (2)
o ▼ Juni (2)
 Rumput LAut
 Contact

Mengenai Saya

Arya Kencana
Nusa penida., Klungkung,Bali, Indonesia

NAMA I MADE MAS ARYA KENCANA,NAMA PANGILAN KADEK ARYA


CORREC,SAAT INI SAYA KULIAH DI UNIVERSITAS MAHENDRADATTA SEMESTER
IV JURUSAN EKONOMI MANAJEMEN CABANG NUSA PENIDA,KLUNGKUNG,BALI.
Lihat profil lengkapku

Pengikut

I MADE MAS ARYA KENCANA. Tema Jendela Gambar. Gambar tema oleh konradlew.
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai