Anda di halaman 1dari 25

Alat Pelindung Diri

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah dua hal yang sangat penting. Oleh karenanya, semua perusahaan berkewajiban
menyediakan semua keperluan peralatan/ perlengkapan perlindungan diri atau personal protective Equipment (PPE) untuk
semua karyawan yang bekerja sesuai dengan resiko pekerjaannya. Berikut ini adalah beberapa contoh Alat Pelindung Diri
Standart yang biasanya dipakai oleh para pekerja :

1. Pakaian Kerja

Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang
bisa melukai badan. Megingat karakter lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka
selayakya pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang bekerja di
kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
2. Sepatu Kerja

Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan
sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran
dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas.

3. Kacamata Kerja

Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin.
Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu
diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas.
4. Sarung Tangan

Sarung tanga sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi
tangan dari benda-benda keras dab tajam selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung
tangan adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti medorong gerobag cor secara terus-
meerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobag.
5. Helm

Helm (helmet) sangat pentig digunakan sebagai pelindug kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja
konstruksi untuk mengunakannya dengar benar sesuai peraturan. Helm ini diguakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang
berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. Memang, sering kita
lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.
6. Sabuk Pengaman

Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang
membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama talai penganman ini dalah menjaga seorang
pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower.

7. Penutup Telinga

Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang
cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup
telinga ini.

8. Masker

Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai
material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa
dari kegiatan memotong, mengampelas, mengerut kayu.

Banyak perusahaan yang masih menyepelekan prosedur Keamanan, Kesehatan dan


Keselamatan Kerja. Walau sebenarnya, posisi badan (ergonomi) dan letak alat bantu kerja di
kantor sangat erat hubungannya dengan produktivitas kerja.

Bila mendengar kata Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja biasanya yang langsung
terbayang ialah alat lindung diri dalam proyek misalnya helm, sarung tangan, tali pengaman,
sepatu safety, atau pakaian tahan api. Tetapi nyatanya, Keamanan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja bukanlah sekedar hanya masalah keselamatan kerja, walau demikian juga
kesehatan kerja.

Prosedur keselamatan kerja sesungguhnya harus diaplikasikan pada semua perusahaan, tanpa
ada melihat type industri perusahaan terebut. Perusahaan yang berisiko rendah meskipun
harus turut standard Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja terutama office safety atau
Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja di kantor.

Terjadinya sebuah kecelakaan kerja sudah pasti akan jadi permasalahan yang besar untuk
keberlangsungan hidup sebuah perusahaan. Kerugian yang akan terkena bukan sekedar
berbentuk kerugian materi yang cukup besar namun kian lebih itu adalah munculnya korban
jiwa yg tidak sedikit. Kehilangan sumber daya manusia adalah kerugian yang sangat besar hal
semacam ini karena manusia adalah hanya satu sumber daya yg tidak dapat digantikan oleh
tehnologi apa pun.

Kerugian yang segera yang terlihat dari munculnya sebuah kecelakaan kerja adalah biaya
penyembuhan dan kompensasi kecelakaan. Sedang biaya tidak segera yg tidak terlihat yaitu
rusaknya alat-alat produksi, penghentian alat produksi, pengaturan manajemen keselamatan
yang lebih baik, dan hilangnya waktu kerja.

A. Hadapi Kondisi Darurat Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan Kerja

Pekerja kerapkali melakukan pembiaran lingkungan yg tidak aman terlebih karena sebab
pegawai itu merasa telah pakar di bagiannya dan belum pernah alami satu kalipun
kecelakaan, walau melakukan unsafe behavior. Ia memiliki pendapat kalau bila sampai kini
bekerja dengan langkah tersebut (unsafe) tidak terjadi apa-apa, mengapa harus beralih.

Lingkungan yg tidak aman sering juga dipicu oleh ada pengawas maupun manager yg tidak
mempedulikan safety. Beberapa manager itu dengan cara segera maupun tidak segera berikan
motivasi beberapa pekerja untuk mengambil jalan pintas, dan meremehkan kalau perilakunya
itu beresiko untuk kebutuhan produksi.

1. Usaha Yang Umum Dilakukan untuk Kurangi Lingkungan yang Tidak Aman atau
Berbahaya

Lingkungan yg tidak aman dapat diminimalisasi dengan melakukan dengan cara-cara, pada
lin yakni :

a) Menyingkirkan bahaya di tempat kerja lewat cara merekayasa aspek bahaya maupun
memperkenalkan kontrol fisik. Cara itu dilakukan untuk kurangi potensi terjadinya
lingkungan yg tidak aman, namun tidak selamanya sukses karena pegawai memiliki
kemampuan untuk berprilaku tidak aman dan menangani pengawasan yang ada.

b) Merubah sikap pegawai agar lebih perduli dengan keselamatan dianya. Cara itu didasarkan
atas asumsi kalau pergantian sikap akan merubah tingkah laku seorang. Beragam usaha yang
dapat dilakukan adalah melalui kampanye dan safety training (latihan keselamatan kerja).
Pendekatan itu tidak selamanya sukses karena sebenarnya pergantian sikap tidak diikuti
dengan pergantian tingkah laku. Sikap sering yaitu apa yang semestinya dilakukan bukanlah
apa yang sesungguhnya dilakukan.

c) Dengan memberi punishment maupun hukuman pada beberapa pelaku yang


mengakibatkan terbentuknya lingkungan yg tidak aman. Cara itu tidak selamanya sukses
karena pemberian sebuah punishment pada tingkah laku tidak aman harus dikerjakan dengan
cara tetaplah ataupun berkelanjutan dan selekasnya setelah nampak, hal tersebutlah yang
susah dilakukan karena tidak semua lingkungan yg tidak aman dapat terpantau dengan cara
segera.

d) Dengan memberi reward (penghargaan) pada mereka yang dapat membuat safety behavior.
(lingkungan yang aman). Cara itu susah dikerjakan karena reward minimum harus setara
dengan apa yang didapat dari tingkah laku tidak aman.

2. Memilih dan Mempersiapkan Perlengkapan Sesuai sama Prosedur Keamanan,


Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Tak ada satupun organisasi yang dalam aktivitas meraih maksudnya tidak memakai
perlalatan-peralatan kantor. Dalam hubungannya dengan hal semacam ini perlalatan kantor
berperan untuk menolong proses pekerjaan kantor. Walau organisasi memiliki sumber daya
manusia yang berkwalitas tinggi namun tidak ada sumber daya yang lain, seperti alat ataupun
material yang lain, mustahil organisasi itu dapat meraih maksudnya dengan cara maksimal.

Biasanya perlalatan kantor yang ada dan dioperasikan dalam suatu organisasi, perusahaan
maupun kantor berbagai macam memiliki bentuk dapat itu berbentuk alat catat kantor,
perlengkapan kantor ataupun mesin-mesin kantor. Pemakaian tehnologi yang modern di
lingkungan perkantoran baik untuk perlakuan keuangan, administrasi, dan bagian pekerjaan
yang lain mempunyai tujuan untuk tingkatkan kemampuan perusahaan dan memberi daya
saing, dan memenangkan pertandingan atau persaingan pada perusahaan yang makin ketat.

Dalam memilih perlengkapan kantor yang untuk menolong proses pekerjaan tidak bisa hanya
terpaku pada penentuan alat yang berteknologi tinggi saja tetapi harus juga memerhatikan
keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja untuk beberapa pegawai yang memakai alat itu.

Bila saat mengetik seseorang karyawan harus mendongak untuk memandang monitor, itu
artinya perusahaan masihlah belum memerhatikan keamanan, kesehatan dan keselamatan
kerja. Jika karyawan sering mengeluh mengenai suhu hawa kantor yang terlalu dingin
maupun panas, atau bila di bawah meja karyawan banyak kabel listrik, internet, maupun
telepon, itu artinya perusahaan masihlah meremehkan keamanan, kesehatan dan keselamatan
kerja. Jika kantor tidak memiliki tangga darurat dan pemadam kebakaran, itu sama seperti
dengan perusahaan mempertaruhkan nyawa beberapa karyawannya.

Berikut “Musuh” yang banyak ditemuhakn di Kantor yang dapat mengakibatkan lingkungan
kerja tidak aman, yakni seperti berikut :

a) Posisi badan (ergonomi) yang salah ketika melakukan pekerjaan


b) Pencahayaan yang terlalu terang/gelap

c) Gerakan berulang (repetitive motion)

d) Mouse dan keyboard yang susah dijangkau tangan

e) AC yang terlalu dingin atau jadi tidak berperan (panas)

f) Kabel listrik, telepon, internet yang terjuntai ke lantai

g) Furniture kantor yang menyusahkan pekerjaan

h) Alat-alat listrik yg tidak berperan sempurna

3. Melindungi Daerah Kerja Sesuai sama Etika Higienis, Keamanan dan Ketentuan
Tentang Lingkungan

Daerah kerja adalah ruang atau ruangan kantor tempat karyawan atau pegawai kantor
beraktivitas pekerjaan. Seperti kita kenali berbarengan kalau daerah perkantoran terutama di
daerah Jakarta berada di gedung bertingkat yang kadang-kadang luasnya terbatas seperti
kotak kecil. Belum lagi rasio maupun perbandingan luas ruang dengan jumlah karyawan yang
menempatinya jadi permasalahan sendiri.

4. Memelihara dan Memakai Perlengkapan Sesuai dengan Kriteria Kesehatan dan


Keselamatan Kerja
Setiap type pekerjaan selalu berhubungan dengan pemakaian alat-alat, beberapa bahan dan
keadaan tertentu. Pemakaian alat-alat kerja harus selalu memerhatikan banyak hal, yakni
diantaranya seperti berikut :
a) Pemakaian alat harus sesuai sama panduan cara pemakaiannya
b) Setiap karyawan yang memakai alat, telah memiliki ketrampilan dan keterampilan dalam
mengoprasikannya.
c) Pemakaian alat sebaiknya sesuai dengan daya maupun kekuatan kerja alat itu.
d) Setiap karyawan sudah tahu keunggulan, kekurangan dan bahaya yang mungkin muncul
sebagai akibatnya karena alat kerja yang dipakai.
e) Pada saat tertentu, alat-alat kerja harus diservis, direparasi dan ditukar komponen-
komponen yang telah tidak layak gunakan.

Untuk lebih detilnya berikut ini bagaimana caranya pelihara dan pemakaian perlengkapan
dengan kriteria kesehatan dan keselamatan kerja.

a. Mesin Fotokopi
Banyak kantor perusahaan yang meletakkan mesin foto copy dalam ruangan berbarengan
dengan penghuni maupun pekerja yang lain. Walau sebenarnya, dalam aktivitas
perfotokopian itu, terpancar bahaya dari ultraviolet (UV) yang dapat menyebabkan
terbentuknya ozon dalam ruangan. Seperti di ketahui, ozon itu dapat menyebabkan iritasi
mata, tenggorokan, dan lebih jauh lagi jika terhirup oleh manusia, ozon adalah radikal bebas
yang disangka berhubungan dengan penyakit kanker.

Selain oleh mesin foto copy, cahaya ultraviolet (UV) dapat pula di produksi oleh monitor
computer. Limbah mesin foto copy yang lain selain ozon adalah toner tinta dan serbuk halus
dari kertasnya. Cermatilah apa yang dilakukan oleh operator mesin foto copy jika ada kertas
yang tersangkut di dalam mesin dan ketika ia bersihkan toner tintanya.

b. Komputer
Bekerja di depan computer kurun waktu yang lama sering bikin mata sakit, berair, sakit
kepala, bahkan juga sampai tubuh pegal-pegal. Ada banyak tips agar karyawan nyaman
bekerja di depan computer yakni lewat cara :

Memerhatikan jarak minimal pada mata dan layar computer idealnya 45 cm, tempatkan
keyboard pada posisi yang tepat, yg tidak bikin Kamu jadi membungkuk akibat terlalu lama
memakai computer. Layar monitor baiknya disejajarkan dengan mata. Janganlah memakai
lampu tidur maupun lampu baca untuk menyinari ruangan tempat kerja. Jika bekerja
manfaatkanlah lampu pijar yang bisa menerangi semua ruangan dengan cara rata.
Gunakanlah filter didepan layar monitor computer untuk menghindar efek radiasi. Sesekali,
alihkanlah pandangan Kamu dari layar monitor agar mata tidak capek. Bila Kamu telah
didepan computer selama lebih kurang satu jam, istirahatlah selama 15 menit. Ini akan
menghindar rasa pegal pada badan Kamu. Posisikan kaki Kamu dengan senyaman mungkin,
luruskan kaki agar tidak pegal. Sesekali berdiri untuk meluruskan punggung. Duduklah
dalam posisi yang tegak untuk hindari tulang punggung Kamu jadi membungkuk.

5. Memperhitungkan Tampilan Pribadi Pada Peluang Munculnya Persoalan di


Lingkungan Kerja

a. Pentingnya Kesehatan Pribadi


Kesehatan yang baik akan memengaruhi kemampuan dalam bekerja, akan menghidupkan
gairah maupun semangat kerja yang tinggi. Banyak hal yang perlu di perhatikan dalam
hubungannya dengan kesehatan diantaranya yakni :
a) Gizi yang cukup
b) Istirahat yang cukup
c) Tidak mudah sakit
d) Energi yang cukup
e) Tidak gugup

Dapat disebutkan kalau setiap kantor maupun setiap perusahaan yang mengadakan
penerimaan atau requitment pegawai prasyarat kesehatan jadi salah satu yang perlu dapat
dipenuhi oleh setiap calon pegawai atau pelamar. Bahkan juga untuk kantor-kantor ataupun
perusahaan-perusahaan yang cukup besar dan maju, pada saat-saat tertentu akan
diselenggarakan kontrol kesehatan pada beberapa pegawainya.

Kontrol kesehatan sekian dilakukan dengan cara continue misalnya sekali satu tahun.
Ditambah lagi dalam dunis business permasalahan kesehatan beberapa pegawai memegang
fungsi yang sangat penting pada produktivitas. Ada banyak pegawai yang sakit selain akan
memberi biaya penyembuhan, juga besar pengaruhnya pada produktivitas, baik kwalitas
maupun jumlah.
Keselamatan kerja merupakan prioritas penting bagi pelaut profesional saat bekerja di atas
kapal. Seluruh perusahaan pelayaran memastikan bahwa crew mereka mengikuti prosedur
keamanan pribadi dan aturan semua operasi yang dibawa diatas kapal

Untuk mencapai keamanan maksimal di kapal, langkah awal memastikan bahwa seluruh crew
kapal memakai peralatan pelindung pribadi mereka dibuat untuk berbagai macam jenis
pekerjaan yang dilakukan pada kapal.

Berikut ini adalah peralatan dasar pelindung diri yang harus ada disebuah
kapal untuk menjamin keselamatan pekerja.

1. Menggunakan Pelindung

Pakaian pelindung adalah coberall yang melindungi tubuh anggota awak dari bahan-bahan
berbahaya seperti minyak panas, air, percikan pengelasan dll hal ini dikenal ‘Dangri’ or
‘Boiler Suit’

2. Helm

Bagian paling penting bagi tubuh manusia adalah kepala. Perlu perlindungan terbaik yang
sediakan oleh helm plastik keras di atas kapal. Sebuah tali dagu juga di sediakan dengan helm
yang menjaga helm di tempat ketika perjalanan atau jatuh.

3. Sepatu Safety

Max dari ruang internal kapal digunakan oleh kargo dan mesin, terbuat dari logam keras yang
sangat berbahaya bagi pekerja. Manfaat Sepatu Safety disini untuk memastikan bahwa tidak
ada luka yang terjadi di kaki para pekerja atau crew di atas kapal.

4. Sarung Tangan

Berbagai jenis sarung tangan disediakan di kapal, sarung tangan ini digunakan dalam operasi
dimana hal ini menjadi keharusan untuk lindungi tangan orang-orang. Beberapa sarung
tangan yang diberikan adalah sarung tangan tahan panas, untuk bekerja di permukaan yang
panas, sarung tangan kapas, untuk operasi pekerjaan yang normal, sarung tangan las, sarung
tangan kimia, dll.

5. Googles
Mata adalah bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan pada oprasi sehari-hari memiliki
kemungkinan besar untuk cedera mata, kaca pelindung atau kacamata digunakan untuk
perlindungan mata, sedangkan kacamata las digunakan untuk operasi pengelasan yang
melindungi mata dari percikan intensitas tinggi.

6. Plug

Di ruang mesin kapal menghasilkan suara 110 – 120db ini merupakan frekuensi suara yang
sangat tinggi untuk telinga manusia, bahkan dalam beberapa menit dapat menyebabkan sakit
kepala, iritasi dan gangguan pendengaran. Sebuah penutup telinga atau stiker telinga
digunakan pada kapal untuk mengimbangi suara yang di dengar oleh manusia dengan aman.

7. Safety Harness

Operasi kapal rutin mencakup perbaikan dan pengecetan permukaan yang tinggi memerlukan
anggota crew untuk menjangkau daerah-daerah yang tidak mudah di akses. Safety harness di
gunakan oleh operator di suatu ujung dan di ikat pada titik kuat pada ujung talinya.

8. Masker

Kan karbon yang melibatkan partikel berbahaya dan menor yang berbahaya bagi tubuh
manusia jika terhirup secara langsung, untuk menghindari masker wajah digunakan sebagai
perisai dari partikel berbahaya.

9. Chemikcl Suit

Bahan kiami di atas kapal sangat sering digunakan dan beberapa bahan kimia sangat
berbahaya bila berkontak langsung dengan kulit manusia, Chemical suit digunakan untuk
menghindari situasi seperti itu.

10. Welding Perisai

Welding adalah kegiatan yang umum di atas kapal untuk perbaikan struktural dll. Juru las
yang dilengkapi dengan perisai las atau topeng yang melindungi mata dari kontak langsung
dengan sinar ultraviolet dari percikan las. Hal ini harus diperhatikan dan sebaiknya
pemakaian Welding sheeld sangat diharuskan untuk keselamatan pekerja

PENDAHULUAN
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin
menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian masih berjumlah 42 juta orang atau
sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah kabupaten Indonesia yang mengandalkan
pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan daerah.

Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi pertanian adalah
health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah teknologi, secara implicit
akan terjadi perubahan factor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan
dengan traktor, hal ini jelas mengubah factor resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang
dihadapi oleh petani.

Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan.


Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi hama, takaran, teknik
penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khususnya
pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban berjatuhan tanpa intervensi program
pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya dilakukan Dinas Kesehatan tingkat local
maupun tingkat pusat.

Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usaha-usaha


kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti
menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri. Dalam hal ini sesuai pula dengan
luas lahan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ada usaha-usaha meliputi bidang
preventif dan kuratif, baik mengenai peyakit umum, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat
kerja.

Sudah dapat diduga bahwa pekerja-pekerja pertanian dan perkebunan penyakit-penyakit oleh
sanitasi buruk adalah hal yang terpenting. Dari itu kesehatan dan kebersihan lingkungan serta
sangatlah perlu.

PEMBAHASAN

A. Kualitas Kesehatan Kerja Petani

Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks perkembangan manusia
(IPM) . dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua aspek. Yakni, kesehatan sebagai
modal kerja dan aspek penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, khususnya factor risiko
akibat penggunaan teknologi baru dan agrokimia.

Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fisik harus
mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-sakitan. Kemudian
tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani diperlukan utnuk mendukung
produktivitas

Secara teoretis apabila seseorang bekerja, ada tiga variable pokok yang saling berinteraksi.
Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya. Akibat
hubungan interaktif berbagai factor risiko kesehatan tersebut, apabila tidak memenuhi
persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Gangguan kesehatan akibat atau berhubungan dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan
mendadak, kita kenal sebagai kecelakaan, dapat pula bersifat menahun.berbagai gangguan
kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya para petani mengalami keracunan
pestisida dari dari tingkat sedang hingga tingkat tinggi.

Penyakit yang berhubingan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh petani seperti sakit
pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis), gangguan kulit akibat sinar ultraviolet
dan gangguan agrokimia. Penggunaan agrokimia khususnya pestisida merupaka factor risiko
penyakit yang paling sering dibicarakan. Kondisi kesehatan awal petani berpengaruh
terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Seperti, penderita anemia
karena kekurangan gizi disebabkan kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang
pasokan makanan, kemudian dapat diperburuk dengan keracunan organofospat.

Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit infeksi yang
diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit. Misalnya penyakit malaria, selain dianggap
sebagai penyakit yang merupakan bagian dari kapasitas kerja atau modal awal untuk bekerja,
juga dapat dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.

B. Penyakit Endemik sebagai Faktor Resiko

1. Malaria

Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria , habitat utama di persawahan
dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam butir darah
merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan menderita demam dan anemia sedang
hingga berat. Anemia dan kekurangan hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta
stamina petani. Seseorang yang menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo,
cepat lelah, dan tentu saja tidak produktif.

2. Tubekulosis

Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani adalah
tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah golongan ekonomi
lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut. TBC diperburuk dengan
kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi dengan lantai tanah akan menyebabkan
kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman
TBC dalam lingkungan.

Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan produktivitas
rendah, dan akan membebani keluarga.

3. Kecacingan dan Gizi Kerja

Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari pasokan makanan.
Namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan seringkali tidak mencukupi masih
digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan kecacingan. Masalah lain yang dihadapi
ankgatan kerja petani adalah kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan
kalori untuk tenaga maupun zat mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang
rendah dan kemiskinan.

4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama timbulnya penyakit-penyakit infeksi
baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun penyakit
kronik lainnya.

Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita malaria kronik atau diare
kronik. apalagi TBC. Untuk meningkatkan produktivitas, seorang petani harus senantiasa
mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan baik kalau
tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani sebagai
modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja dengan baik dan lebih produktif.

C. Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani

Gabungan konsep kualitas kesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk bekerja dengan
resiko bahaya lingkungan pekerjaannya.

Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju tempat pekerjaannya,
namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan yang memerlukan waktu
lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasitas kerjanya akan berkurang. Terlebih
lagi bagi petani yang menggunakan sepeda motor yang harus exposed terhadap pencemaran
udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan menimbulkan beban yang lebih berat.

Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang ditemui di tempat
kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Mikroba : factor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit


infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain
merupakan ancaman kesehatan juga merupakan factor risiko pekerjaan petani karet,
perkebunan lada, dan lain-lain. Berbagai factor risiko yang menyertai leptospirosis,
gigitan serangga, dan binatang berbisa.
2. Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan,
angin, dan lain-lain.
3. Ergonomi : kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan
alat-alat pertanian lainnya.
4. Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida.

D. Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia

Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan dengan
pekerjaannya. Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang digunakan untuk
kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian. Bahan tersebut meliputi hormone pemacu
pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika, dan lain-lain.

Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja adalah sebagai
berikut :

 Tergantung bahan kimia


 Tergantung besar kecilnya dosis
 Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untik membunuh hama. Oleh sebab itu
penggunaan pestisida dilapangan memeiliki potensi bahaya kesehatan kerja.

Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan pestisida, ada dua hal
yang harus diperhatikan :

a. Toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida

Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang berbeda. Oleh sebab iti
harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di pasaran dalam bentuk kemasan ada tiga
komponen bahan kimia yaitu :

 Active Ingredient (a.i)


 Stabilizer
 Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.

Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan. Namun,


toksisitasnya diperhitungkan terhadap active ingredient. Sedangkan ketiga bahan kimia
tersebut saling berpotensi membentuk toksisitas baru.

Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida tersebut.
Misalnya golongan organochlorine dapa mengganggu fungsi susunan syaraf pusat. Golongan
karbamat dan organofospat menimbulkan gangguan susunan syaraf pusat dan perifer melalui
ikatan cholinesterase.

b. Aspek Penggunaan

Semua aspek yang berhubungan dengan penggunaan serta aspek manusia pekerja itu sendiri
seperti, pendidikan, keterampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman, pakaian pelindung, dan
lain-lain.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :

Alat Pelindung Diri

Satu hal yang sering dilupakan oleh petani pada penggunaan pestisida adalah contact poison.
Oleh karena itu route of entry melalui kulit sangat efektif. Apalagi kalau ada defect kelainan
kulit atau bersama keringat, penyerapan oleh efektif akan lebih efektif. Petani umumnya
kurang mengetahui hal ini, mereka umumnya suka menggunakan masker dan telanjang dada,
ketimbang menutupi dirinya dengan pakaian pelindung.

FaKtor yang mempengaruhi perilaku pemajanan (behavioral exposure)

Apabila seseorang bekerja menyemprot pestisida dilapangan maka jumlah pestisida yang
kontak dengan badan akan dipengaruhi oleh :

 Tinggi tanaman
 Umur
 Pengalaman
 Pendidika dan Keterampilan
 Arah dan kecepatan angin

Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah :

 Pencampuran
 Penyemprotan/penggunaan
 Pasca penyemprotan

E. Pelaksanaan K3 di pertanian dan perkebunan

Berikut terdapat beberapa cara strategis yang menyangkut pembangunan kesehatan dan
keselamatan kerja petani yang merupakan tugas pemerintah, apalagi yang mengandalkan
pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan asli daerahnya.

Komitmen terhadap kualitas kesehatan petani

Pemerintah harus meiliki komitmen yang cukup terhadap permasalahan kesehatan dan
keselamatan kerja petani serta penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan petani.

Komitmen terhadap masalah kesehatan petani sangat penting untuk mendukung


perekonomian wilayah maupun regional. Keberpihakan terhadap permasalahan petani perlu
ditumbuhkan untuk membangun komitmen ini.sebagai contohnya adalah program sanitasi
dasar untuk rumah tangga penduduk miskin, petani sebagai sektor informal harus dianggap
sebagai investasi daerah untuk mendukung investasi perekonomian.

Perencanaan

Perencanaan K3 meliputi antara lain :

 Sasaran penerapan K3 harus jelas


 Pengendalian terhadap resiko
 Peraturan, undang-undang dan standar harus sesuai

Penerapan K3

 Pelayanan Kesehatan & keselamatan kerja


 Penyuluhan tentang kesehatan dan penyakit akibat kerja yang terkait dengan
pekerjaan petani

Upaya kesehatan kerja (UKK) memberika penyuluhan seperti bagaimana menggunakan


pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia berbahaya secara benar agar
tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya. Serta upaya pencegahan dan pengobatan
penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Masalah kesehatan dan keselamatan kerja petani bukan hanya memperhatikan factor risiko
yang ada dalam pekerjaannya, namun juga harus menjangkau tingkat kesehatan sebagai
modal awal untuk bekerja. Untuk itu program penyediaan air bersih, perumahan sehat juga
mendukung tingkat kesehatan dan kesejahteraan petani.

Pengukuran dan evaluasi


Pengukuran dan evaluasi meliputi pemeriksaan kesehatan petani, utamanya yang terpapar
dengan agrikimia atau pestisida dan memeriksa apakah terjadi perubahan anatomi tubuh
akibat dari factor ergonomic kerja yang tidak diperhatikan.

Kapasitas pengelolaan program

Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan kemampuan atau
kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam mengelolah tenaga kerja
khususnya petani perlu melibatkan kemampuan profesionalisme tenaga ahli seperi dokter,
perawat, dan petugas kesehatan masyarakat.

Untuk itu, pelatiha dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai modal awal maupun
kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola secara tepat

BAB I
PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan
kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan
nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko
yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak
mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai
ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan
dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan
kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian
rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan
yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan
psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam
makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja
serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari
resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan.
Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum.
5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu
kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan
maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan kepada kondisi-
kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja
yang disediakan oleh perusahaan.
7. Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).

Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun
emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi berbicara
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu membicarakan masalah keamanan
fisik dari para pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan pihak.

B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan
pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia,
moral dan agama”. Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara
lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada dalam wilayah hukum
kekuasaan RI. (Pasal 2).
b. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
 Mencegah dan mengurangi kecelakaan
 Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
 Mencegah dan mengurangi peledakan
 Memberi pertolongan pada kecelakaan
 Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
 Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
 Memelihara kesehatan dan ketertiban
 dll (Pasal 3 dan 4).
c. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, “direktur melakukan pelaksanaan umum
terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan
membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi yang
efektif dari pengusaha atau pengurus tenaga kerja untuk melaksanakan tugas bersama dalam
rangka keselamatan dan kesehatan kerja untuk melancarkan produksi. (Pasal 10).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1).
(Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur pula bahwa
setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan keselamatan kerja juga
diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan
kerja adalah:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan pekerjaanya.
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita
sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi:
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan
kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981
tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984
tentang Mekanisme Pengawasan Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah tujuan dan
efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaannya
masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin
menimpa mereka. Selain itu akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua
pihak. Kerugian tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya
jam kerja selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin
dan alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai
berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka di setiap
tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan keselamatan kerja.
Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama
dengan seluruh tenaga kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
yang bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban menjelaskan
tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua alat pengaman diri yang
harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang
telah dipekerjakan, pengusaha wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala,
menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya
di tempat kerja dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker
setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk dilaksanakan
semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan keberatan bila melakukan
pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi
pekerja juga memiliki kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan
menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui
urgensi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada di
tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud.

C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi


1. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan kecelakaan
kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang
disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan. (Suma’mur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga
diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu Husni,
2003: 142). Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam
hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja.
Bahaya kerja ini bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya.
Jika kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya nyata. (Suma’mur, 1981: 5).

Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan
kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan
kesalahan penempatan tenaga kerja.
b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat
dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.
c. Faktor sumber bahaya, meliputi:
 Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak
memakai alat pelindung diri.
 Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang
membahayakan.
d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi, pergantian
udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Suma’mur menyederhanakan faktor penyebab kecelakaan
kerja menjadi dua yaitu:
a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act atau human
error).
b. Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Suma’mur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan kerja di
Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar-benar
jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan
tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan
cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai peralatan yang
tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak
aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material, berada pada
posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan cara yang tidak
benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian. Kerugian
yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan pengobatan korban,
tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan
kerugian yang bersifat non ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian,
luka atau cidera dan cacat fisik.
Suma’mur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja dengan 5K
yaitu:
a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian

2. Contoh Kasus Kecelakaan Kerja


Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas
Cilacap–Empat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha
Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas setelah tersiram air panas didalam
tangki. Satu pekerja lainnya selamat namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini
akibat operator kran tidak tahu masih ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan terkesan
menutup-nutupi insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang ada di komplek
Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat
5 pekerja tengah membersihkan bagian dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba
kran yang berada di atas dan mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang
diperkirakan mencapai 400 derajat Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya
tewas seketika dengan kondisi mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono, Puji
Sutrisno dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil
menyelamatkan diri, namun mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam tangki setelah
tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga operator kran tidak
mengetahui jika pekerjaan didalam tangki tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja tersebut, karena
semua pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha menghindar saat ditemui
wartawan. Sementara polisi juga belum mau memberikan keterangan atas musibah tersebut.
(Nanang Anna Nur/Sup).

Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja
adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi
kecelakaan yang telah menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran
bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula
krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan
kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki tangki seharusnya juga
mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen
dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem
manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat
ini memiliki risiko yang besar untuk menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan
manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat
tersebut sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di sana, maka
pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana apabila di dalam tangki
masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi kecelakaan,
inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini tentu untuk
meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta keselamatan pada perusahaan
tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang tepat serta menurunkan faktor risiko pada
kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi
kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi tersebut.
Perusahaan tidak akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti
kecelakaan semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali
terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun pada perusahaan sejenisnya.

3. Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja


Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi resiko dari
adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha membentuk Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun program keselamatan kerja. Beberapa hal
yang menjadi ruang lingkup tugas panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja,
pakaian kerja, alat pelindung diri dan lingkungan kerja.
a. Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah timbulnya gangguan
keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di dalamnya. Barang-barang dalam ruang
kerja harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang
ditimbulkan oleh orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang
dipergunakan untuk lalu lalang juga harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau
kuning dan tidak boleh dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada
tempatnya.
Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat yang tidak
beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa
uap, maka faktor penglihatan dan sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan
b. Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian yang
terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri dengan mesin atau
lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga akan sangat membatasi aktivitas
kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga akan beresiko menimbulkan kecelakaan.
Memakai cincin di dekat mesin yang bermagnet juga sebaiknya dihindari.
c. Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung tangan. Alat
pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau mengurangi resiko kecelakaan
kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang enggan memakai alat pelindung diri karena
terkesan merepotkan atau justru mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan
memang tidak menyediakan alat pelindung diri tersebut.
d. Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara yang baik dalam
suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja. Kadar udara tidak boleh
terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi dan AC juga harus diperhatikan termasuk
sirkulasi pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang
menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan peredam suara.
Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang kerja disesuaikan dengan
macam dan sifat pekerjaan. (Slamet Saksono, 1988: 104-111).

Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa alternatif
pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat berupa:
a. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki standarisasi
yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan, konstruksi, alat-alat pelindung
diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan perusahaan yang
berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat dipatuhi.
c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya,
pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tanda-tanda peringatan
beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di tempat yang aman.
d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.
e. Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam asuransi. (Sutrisno
dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).

D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita pungkiri begitu banyak
perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia. Mulai dari perusahaan kelas ringan
sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan yang telah mempekerjakan orang-orang di
dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan
keselamatan kerja kepada setiap pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas
perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk perundang-undangan dan
peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan untuk melindungi hak-hak pekerja
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian
juga telah memiliki standar keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan tentang pentingnya
perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Undang-Undang tersebut berawal
dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut
menjelaskan pentingnya keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air,
di dalam air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan di
tempat kerja yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan
Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor
pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan
dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan
dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu upaya dalam
mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3 (Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya
integratif yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para
pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu diawasi dalam proses
implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan bisa menekan angka kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya menghasilkan angka zero accident yang
memang merupakan tujuan dilaksanakannya SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang
diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang memilki
pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-perusahaan yang
ternyata memang belum memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja.
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya mewujudkan kesehatan
dan keselamatan kerja diantaranya adalah :

1. Kebijakan, Hukum, dan Peraturan


a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana terlihat pada
daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam Lampiran II. Undang-undang
K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan
Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya
atau tindakan pencegahan primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai
kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan
supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan
diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas
kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja.
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah memberlakukan
undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3
khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU
no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100
karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya
karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk mengukur
praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat sistem manajemen K3
adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen
utama, atau 166 kriteria.
c. Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3
dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan
pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan lebih
dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas
tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan
lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite
tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut
mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i) kecelakaan kerja [JKK],
(ii) hari tua [JHT],
(iii) kematian [JK], dan
(iv) perawatan kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang mempekerjakan
10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1 juta rupiah atau lebih. Pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya
transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit,
(iii) biaya rehabilitasi, dan (iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan
kematian.
e. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO yang
berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene (Komersial dan
Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi seluruh Konvensi
Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar 70%
wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang terbaru, yaitu
Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap merupakan
perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia dipandang tidak siap
untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara pekerja
pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata
hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)

2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian
membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan kerja telah
didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut telah dialihkan ke
pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan
DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan
secara nasional. Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk
melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan
Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk melaksanakan
upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat
2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010
dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan
kesehatan yang merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun 1982 sebagai
badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada Pemerintah di tingkat
nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi pemerintah yang terkait dengan K3,
wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan
dan menganalisa data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS
dalam membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan
penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama
periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan
seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah
menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang berjalan
bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal
apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan
lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan
keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak
ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut
sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja,
tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Internasional
Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific Manila Philippines
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan Kerja.
Sukabumi: Yudhistira.

Sumber Internet:
http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/

Read more: http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/makalah-keselamatan-dan-kesehatan-


kerja.html#ixzz4zdmfd0W4

1. 1. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAUZIYAH DARYANTI LILIS


SURYANI DANI KURNIAWAN (46110010022) (46110010061) (46110010070)
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana 2013
2. 2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ? • Keselamatan dan kesehatan kerja
menunjukkan pada kondisi fisiologis-fisik dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan • keselamatan dan kesehatan tempat
kerja (worlplace safety and health) mengacu pada kondisi psikologis fisik dan
psikologis pekerja yang merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh
perusahaan (Jackson, Schuler, Werner; 2011)
3. 3. TUJUAN DAN PENTINGNYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Untuk memberikan kondisi atau lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat, serta
menjadi lebih bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi
organisasi-organisasi yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi.
4. 4. • • • • • Karena lingkungan kerja yang aman dan sehat akan menghasilkan
Peningkatan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang
Peningkatan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen Penurunan biaya
kesehatan dan asuransi Fleksibilitas dan adaptasi yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih
baik karena meningkatnya citra perusahaan
5. 5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
6. 6. STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
TEMPAT KERJA 1. Mengawasi Tingkat Keselamatan dan Kesehatan • • • 2. 3. 4. 5.
Tingkat kejadian Tingkat frekuensi Tingkat keparahan Pencegahan Kecelakaan
Pecegahan Penyakit Manajemen Tindakan Program Kesehatan
7. 7. PROGRAM-PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN 1. 2. 3.
4. Hal yang terpenting dari program keselamatan adalah melakukan pencegahan
terjadinya kecelakaan. sasaran utama program keselamatan adalah dengan cara
membuat karyawan berpikir pentingnya tentang keselamatan. Berikut ini ada empat
hal yang dapat disajikan agar program keselamatan dapat terlaksana dengan sukses :
Harus ada ketulusan (lebih dari biasanya) dalam memberikan dukungan kepada
manajemen puncak dan menengah. Harus ditetapkan secara jelas bahwa keselamatan
merupakan tanggung jawab manajer operasional. Sikap yang positif terhadap
keselamatan harus ada dan dijaga. karyawan harus yakin bahwa program keselamatan
itu bermanfaat. Seseorang atau departemen sebaiknya bertanggungjawab atas program
keselamatan dan bertanggungjawab untuk operasionalnya.
8. 8. PROGRAM PROMOSI Diusahakan agar pekerjaan memiliki daya tarik.
Menetapkan komite keselamatan yang terdiri dari karyawan operasional dan
mewakili manajemen. Perlu diadakan kontes keselamatan karyawan. Catatan
keselamatan perlu dipublikasikan. Gunakan majalah dinding untuk setiap
departemen di organisasi. gambar, sketsa, dan kartun dapat efektif jika disajikan
sebagai sosialisasi pengetahuan keselamatan. Memberikan dorongan kepada
karyawan, termasuk supervisor dan manajer untuk memiliki harapan yang tinggi
atas keselamatan. Mengadakan program pelatihan keamanan dan pertemuan secara
periodik.
9. 9. KASUS-KASUS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KARYAWAN • • • • •
Bahaya Asbes dalam Kesehatan Penyakit Infeksi: Kasus SARS Alkoholisme dan
Penyalahgunaan Zat Kimia Stres, Burnout (Kelelahan Mental), dan Depresi Masalah
Kesehatan yang Berkaitan dengan Komputer • Merokok di Tempat Kerja • Kekerasan
di Tempat Kerja
10. 10. Stres Kerja Stres adalah kondisi yang berkenaan dengan fisik dan mental yang
berasal dari ancaman bahaya (physical atau emotional) dan tekanan yang diterima.
Stress adalah reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang diberikan padanya. Hal
potesnsial yang menyebabkan stres muncul ketika situasi lingkugan menghadirkan
suatu tuntutan yang melampui kemampuan dan sumberdaya seseorang untuk
memenuhinya.
11. 11. Faktor Penyebab Stress • Faktor-Faktor Organisasional Budaya Perusahaan,
pekerjaan itu sendiri dan kondisi kerja • Faktor-Faktor Pribadi Keluarga dan masalah
finansial • Lingkungan Umum : – Faktor fisik: getaran, bising, radiasi, penerangan
kurang baik maupun temperatur ekstrem. – Faktor Biologi, seperti: Virus, jamur,
bakteri, insect, dll
12. 12. Akibat Potensial Stress • Jika stres tersebut cukup parah dan berlangsung cukup
lama, stres itu bisa membahayakan. • Stres bisa menyebabkan absensi berlebihan,
penggunaan alkohol atau obat-obatan lainnya secara berlebihan, kinerja yang buruk,
atau bahkan kesehatan yang begitu buruk. • Stres parah yang berkepanjangan
berhubungan dengan penyakit-penyakit mematikan
13. 13. Cara Mengelola Stress • • • • • • • • • • Olah raga secara rutin Mengikuti kebiasaan
diet yang sehat Tahu kapan berhenti sejenak (Relaksasi) Menempatkan situasi yang
penuh stres dalam perspektif yang berbeda Menemukan seseorang yang mau
mendengar Membangun keteraturan dalam hidup Kenali keterbatasan diri Bersikap
toleran Mencari waktu luang di luar pekerjaan Menghindari kendali semu
14. 14. TEKNIK DALAM PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN
15. 15. FOKUS PROGRAM KESELAMATAN KERJA • Perilaku Kerja • Membentuk
sikap karyawan yang setuju akan keselamatan kerja. • Mendorong upaya seluruh
karyawan untuk mewujudkan keselamatan kerja, mulai dari manajemen puncak
hingga karyawan level terendah. • Menekankan tanggung jawab para manajer dalam
melaksanakan program keselamatan kerja. • Kondisi Kerja • Mengembangkan dan
memelihara lingkungan kerja fisik yang aman, misalnya dengan penyediaan alat-alat
pengaman.
16. 16. EVALUASI PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA •
Keberhasilan sebuah program keselamatan dan kesehatan bisa dilihat dari beberapa
indikator berikut ini : • Penurunan tingkat kecelakaan dan penyakit yang terkait
dengan pekerjaan, baik secara kuantitatif (frekuensi kejadian) maupun kualitatif
(beratringannya cedera/penyakit). • Menurunnya jumlah jam kerja yang hilang akibat
terjadinya kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan pekerjaan.
17. 17. JOB HAZARD ANALYSIS • Proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu
jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebut ke dalam langkah-langkah
nyata guna menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi. • Perlu keikutsertaan
pekerja ahli /insinyur keselamatan di bidangnya serta investigasi kecelakaan (bila
sampai terjadi).
18. 18. UU MENGENAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA • Pasal 86 UU
no 13/2003 Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas : – Keselamatan dan kesehatan kerja; – Moral dan kesusilaan; dan – Perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
19. 19. Cont… • Pasal 87 UU no 13/2003 – Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan. – Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
20. 20. KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA Nilai Kerugian Langsung Nilai
Kerugian Langsung Nilai Kerugian Tidak Langsung Nilai Kerugian Tidak Langsung
21. 21. TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai