Anda di halaman 1dari 4

Kembali, Pohon Absen dari Deklarasi

Musthakim Algozaly
Ketua Umum Garda Tipikor
Fakultas Hukum Unhas Periode 2016/2017

Ya tentu, dalil alasannya alternatif. Pertama, sebab pohon tidak diundang, baik
blusukan ke wilayah ekspansi popularitas maupun saat panggung meriah oleh peserta pilkada.
Kedua, apabila pohon ingin, raganya tidak didesain untuk berpindah tempat sejauh itu. Juga
oleh prosa-prosa lain yang antri untuk menjawab pertanyaan di atas. Perangai barunya,
peralatan kampanye, menambah fungsi pohon selain sebagai peneduh organisme lain pun
berjasa untuk mengiklankan wajah peserta pilkada. Anehnya tidak ada timbal balik ekonomis
dibalik transaksi ini, melainkan ketimpangan ekologi. Bahwa proses kampanye menimbulkan
hutang ekologi itu sahih.
Menjelang Pilkada 2018, masyarakat Indonesia menonton warna baru (lagi) pada
batang pepohonan. Sebagai warga sipil, cukup melelahkan untuk menyaksikan paradoks
dalam lingkaran aktivitas menyambut pilkada serentak. Azbabbul nuzulnya karena
percakapan lingkungan (kembali) ditinggalkan dalam penyelenggaraan pilkada, spesifik
tentang pemasangan pernak-pernik kampanye yang melekat di pepohonan. Memori perlima
tahun kembali diwujudkan dalam bentuk yang sama digandeng kesalahan yang identik.
Bawaslu Jawa Barat mengungkap pelanggaran pemasangan alat peraga di pohon-pohon
sepanjang jalan mencapai 12.443 dan di jalan protokol sebanyak 8.447 pelanggaran pada
tahun 2014.1 Sedangkan, Panwaslu Kulonprogo mencatat sebanyak 1.127 pelanggaran Alat
Peraga Kampanye (APK) sepanjang Oktober 2016 hingga Januari 20172 dengan fakta yang
mirip, pemasangan artibut kampanye itu dilekatkan di pohon dan fasilitas umum. Maka,
“Apakah pohon punya hak untuk membela diri?”3 tanya Rocky Gerung dalam kuliah Etika
Lingkungan.

Peralihan Fungsi
Memaku pohon berarti menancapkan paku pada pohon. Paku itu terbuat dari besi, besi
bagian dari logam, artinya ada komponen logam yang dimasukkan pada tubuh makhluk
nonmanusia, pohon. Di Amerika, tindakan itu disebut tree skiping.4 Teknik ini pada masa
1980-an digunakan untuk merusak mesin pemotong kayu (chainsaw) yang digunakan
penebang ilegal. Benturan dan pergesekan benda tajam dengan gigi mesin chainsaw dapat
menimbulkan kerusakan pada mesin, bahkan benda-benda tajam yang terpental dengan tiba-
tiba ketika dalam proses pemotongan diharapkan dapat melukai si penebang pohon. Namun,
di Indonesia tidak begitu, fungsinya beda dan unik. Pohon adalah wahana kampanye yang
sangat ekonomis, di media cetak dan daring itu pasar, iya karena memasang poster kampanye
di pohon itu gratis.

1
Antara News, Demokrat Tertinggi Langgar Pemasangan Alat Peraga Kampanye,
https://sumbar.antaranews.com/nasional/berita/427864/demokrat-tertinggi-langgar-pemasangan-alat-
peraga-kampanye?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews, diakses
pada 15 Desember 2017.
2
Solopos, Pilkada Kulonprogo: Pelanggaran Alat Peraga Kampanye Capai 1.127 Unit,
http://www.solopos.com/2017/02/01/pilkada-kulonprogo-pelanggaran-alat-peraga-kampanye-capai-1-127-
unit-789336, diakses pada 15 Desember 2017.
3
Rocky Gerung, Etika Lingkungan, Materi Kuliah Jurnal Perempuan, Jakarta, 6 Oktober 2017,
https://www.youtube.com/watch?v=bek1cu6_vN0, diakses pada 10 Desember 2017.
4
Achmad Siddik, Aksi Membebaskan Pohon dari Benda Perusak di Kota Medan,
https://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/5a1cda8b9648900caa786ab2/aksi-dosen-mahasiswa-dan-
komunitas-membebaskan-pohon-dari-benda-perusak-di-kota-medan, diakses pada 16 Desember 2017.
Boleh jadi peserta pilkada berlindung dibalik hukum positif, bahwa memaku pohon
untuk menggantung poster kampanye bukan pencemaran lingkungan. Pintu masuk yang
tujuan ngeles itu tertulis pada frasa terakhir Pasal 1 angka 14 UU PPLH, “Pencemaran
lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Daya jangkau baku mutu yang dimaksud hanya meliputi: a) baku mutu air; b) baku
mutu air limbah; c) baku mutu air laut; d) baku mutu udara ambien; e) baku mutu emisi; f)
baku mutu gangguan; dan g) baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sehingga, pencemaran terhadap benda-benda logam yang ditancapkan ke
tanaman atau dengan frasa lain yang bersubtansi sama tidak memiliki alat ukur untuk
dikategorikan sebagai pencemaran lingkungan. Sementara pada tahun 2008 silam sebanyak
453 pohon mati di Kota Malang. Fakta ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pertamanan
Pemerintah Kota Malang, Herdiawan.5 Menurut penuturannya, pohon itu mati karena paku
berkarat yang tertancang. Paku-paku berkarat yang menancap di batang pohon mengandung
zat kimia berbahaya. Pemakuan pada pohon akan menyebabkan kerusakan sel kambium
sehingga pohon menjadi lebih rentan terkena penyakit. Dengan kata lain, tindakan pemakuan
pohon akan memperpendek usia hidup pohon.

Pohon “Itu” bukan Milik Peserta


Ketentuan tentang pemasangan alat peraga kampanye diawali oleh Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Untuk pedoman teknis pemasangan,
didelegasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tertuang dalam Pasal 298 ayat
(5) undang-undang tersebut. Ditindaklajuti oleh KPU melalui Peraturan KPU Nomor 4 Tahun
2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Watson ditegur oleh Sherlock Holmes (tokoh fiksi
pada novel karya Sir Arthur Conan Doyle), “Kamu hanya melihat tapi tidak mengamati.”.
Teguran itu yang memicu penulis untuk memperhatikan kejanggalan perkom (Peraturan
Komisi) tersebut.
Medium kampanye perkom, dalam konteks peralatan, terbagi dalam dua bentuk yaitu
Alat Peraga Kampanye dan Bahan Kampanye. Berkat perbedaan frasa ini, timbul pula
mekanisme yang berbeda. Alat peraga kampanye berfokus pada pemasangan, sedangkan
Bahan Kampanye ditekankan pada penyebaran (baca Pasal 1 Angka 22 dan 23). Sehingga,
bentuk kedua peralatan kampanye itu tidak sama. Sekop Alat Peraga Kampanye meliputi
baliho, umbul-umbul, dan spanduk, sedangkan Bahan Kampanye meliputi selebaran, brosur,
pamflet, dan poster juncto pakaian, penutup kepala, alat minum, kalender, kartu nama, pin,
alat tulis, payung, dan stiker.
Kejanggalan pertama, peralatan kampanye yang sering ditemukan bertengger di batang
pohon bukan Alat Peraga Kampanye, tetapi Bahan Kampanye. Fakta di atas kontraproduktif
dengan “perintah” Pasal 30 ayat (10) bahwa pemasangan Alat Peraga Kampanye
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika,
estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ada limitasi yang hanya diberikan kepada Alat Peraga
Kampanye sehingga pemasangan Bahan Kampanye boleh-boleh saja tidak
mempertimbangkan etika dan estetika kota.
Kedua, Bahan Kampanye yang dilarang untuk dipasang di pepohonan hanya stiker.
Silahkan pembaca untuk memeriksa Pasal 23 ayat (2) kemudian bandingkan dengan Pasal 26

5
Tempo, 453 Pohon di Kota Malang Mati Diracun, https://nasional.tempo.co/read/133346/453-pohon-di-
kota-malang-mati-diracun, diakses pada 16 Desember 2017.
ayat (1) dan ayat (2). Secara logis, pada dasarnya stiker tidak dapat menempel di pepohonan
sebab permukaan kulit pohon bergelombang dan cenderung kasar. Asumsi penulis, klausul
tersebut dibuat serampangan tanpa pertimbangan akal sehat, apalagi pengkajian ilmiah.
Ketiga, yang sering salah malah tidak dilarang. Sesak melihat pohon di seberang jalan,
baik itu di jalan permukiman maupun jalan protokol, dipenuhi atribut-atribut kampanye.
Spanduk dan poster yang selalu liar berdiri dan terpasang di luar zona kampanye tidak secara
tegas diatur pelarangannya. Lokasi yang dilarang hanya di tempat ibadah termasuk halaman,
rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, dan lembaga
pendidikan (gedung dan sekolah).6 Tetapi, pohon dan fasilitas umum yang menjadi sasaran
pemasangan tidak masuk dalam pelarangan tersebut.
Imajinasikan atau gali kembali memori itu jika pohon di pekarangan anda dipaku
kemudian dipasangi alat peraga kampanye tanpa izin, apakah reaksi anda sebagai pemilik?
Yang tidak sepakat siapa? Anda atau pohon di atas tanah milik anda? Tentu anda. Andalah
wali dari pohon itu yang membela haknya untuk tetap indah, haknya untuk selalu asri, haknya
untuk elok di hadapan mata. Sama, seharusnya begitu pula negara merespon pepohonan yang
sedang dicurangi. Pohon yang berdiri di sepanjang jalan, taman, dan fasilitas umum lainnya
harus diusir dari atribut kampanye pilkada karena itu milik publik, bukan milik mereka.

Kita Harus Jujur


Akhir kata, kepada pembaca yang budiman, bantu daerah kita untuk tidak memproduksi
kepala daerah yang lalim. Jujur saja, indikasi kelaliman dapat diidentifikasi di masa
kampanye, utamanya dari pelanggaran peralatan kampanye. Perhatikan prosesnya, cermati
track recordnya, dan gali gagasannya. Bukan berapa sogokannya dan seberapa banyak
posternya. Sebagai contoh, hasil survei Poltracking tahun 2017 terhadap kriteria Gubernur
Sulawesi Selatan yakni, jujur (18.43%), terbukti kinerjanya (17.27%), merakyat (16.75%),
dan berpengalaman (16.49%).7
Ingat, pemilih bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan,
pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian lingkungan hidup kepada masyarakat selama lima
tahun kepemimpinan kepala daerah terpilih. Yang terpilih adalah orang yang harus mengerti
makna negara hukum dalam ucapan terlebih tindakan. Maka dari itu bantu provinsi,
kabupaten, dan kota kita dibangun dengan instrumen hukum dan tanpa merusak lingkungan.
Bahkan manusia harus jujur untuk mengakui bahwa pohon dan binatang bisa hidup tanpa
manusia, sedangkan manusia tidak bisa hidup tanpa pohon dan binatang. Mari menggotong
untuk cinta kepada peneduh kota, taman, dan jalan.
Kembali ke judul tulisan, kenapa pohon tidak hadir saat deklarasi? Karena dia bukan
timses, bukan bagian dari kampanye politik, dan bukan jasa pengiklanan (calon) peserta
pilkada. Oleh karena itu, hormati dia dengan menanggalkan atribut kampanye (calon) peserta
pilkada dan biarkan dia mendistribusikan oksigen kepada kita. Kendati demikian, lebih bijak
untuk terus-menerus refleksi sebelum deklarasi.

6
Pasal 30 ayat (9) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
7
Poltracking Indonesia, Menakar Kandidat Potensial Pilkada 2018 Sulawesi Selatan, Temuan Survei Sulsel 18-
24 Mei 2017, hlm. 21.
Daftar Pustaka
Achmad Siddik. 2017. Aksi Membebaskan Pohon dari Benda Perusak di Kota Medan,
https://www.kompasiana.com/achmadsiddikthoha/5a1cda8b9648900caa786ab2/aksi-dosen-
mahasiswa-dan-komunitas-membebaskan-pohon-dari-benda-perusak-di-kota-medan.

Antara News. 2014. Demokrat Tertinggi Langgar Pemasangan Alat Peraga Kampanye.
https://sumbar.antaranews.com/nasional/berita/427864/demokrat-tertinggi-langgar-
pemasangan-alat-peraga-
kampanye?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews.

Peraturan Komisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau
Walikota dan Wakil Walikota

Rocky Gerung. 2017. Etika Lingkungan. Materi Kuliah Jurnal Perempuan. Jakarta. 6
Oktober 2017, https://www.youtube.com/watch?v=bek1cu6_vN0.

Solopos. 2017. Pilkada Kulonprogo: Pelanggaran Alat Peraga Kampanye Capai 1.127
Unit. http://www.solopos.com/2017/02/01/pilkada-kulonprogo-pelanggaran-alat-peraga-
kampanye-capai-1-127-unit-789336.

Tempo. 2008. 453 Pohon di Kota Malang Mati Diracun,


https://nasional.tempo.co/read/133346/453-pohon-di-kota-malang-mati-diracun.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum


Poltracking Indonesia. 2017. Menakar Kandidat Potensial Pilkada 2018 Sulawesi
Selatan. Temuan Survei Sulsel 18-24 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai