wilayah teritorial darat dan lautan yang mengikuti batas-batas wilayah teritorial
permukaan negara yang pada dasarnya telah ditetapkan secara mantap, baik dalam
batas vertikal wilayah kedaulatan negara di udara. Hal ini bukan saja karena
internasional pun belum menetapkan secara jelas dimana batas akhir ketinggian
terjabarkan dalam wilayah darat wilayah laut dan wilayah udara. Terdapat dua
rujukan yang dapat dilihat untuk mengetahui dalam batas mana dan dimana
Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik
kedaulatan penuh dan utuh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982
22
daratan berupa rangkaian pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil Indonesia; serta
state) adalah seluruh perairan pedalaman dan laut territorial Indonesia. Tidak
berlaku Hak Lintas Damai (innocent passage) bagi pesawat udara asing (sipil
Hukum Laut Internasional Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan UU RI No.
17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United National Convention on the Law of the
bersifat utuh dan penuh. Ketentuan ini merupakan salah satu tiang pokok hukum
Internasional yang mengatur ruang udara. Sifat kedaulatan yang penuh dari negara
negara di laut wilayahnya. karena sifatnya yang demikian, maka diruang udara
nasional tidak dikenal hak lintas demi pihak asing seperti terdapat dilaut terotorial
suatu Negara.19
bebas dari kekuasaan negara lain, bebas dalam arti seluas-luasnya baik ke dalam
serta sopan santun dalam pergaulan internasional lainnya. Sampai saat ini belum
ada konvensi internasional yang secara khusus mengatur wilayah suatu negara
pada tanggal 17 desember 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009,
19
May Rudi, Hukum Internasional 2, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 32
20
Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional Dan Internasional Publik (public
international and national air law, PT. Rajawali Prrees, Jakarta, 2012, hal. 233
Udara Konvensi
1. Konvensi Paris
ditandatangani pada tanggal 13 Oktober 1919 di Paris yang diikuti oleh 27 negara
yang terdiri dari negara-negara sekutu, dan Amerika Latin. Konvensi ini mulai
berlaku pada tanggal 11 Juli 1922 dan merupakan konvensi pertama mengenai
Perang Dunia I dan negara yang merupakan bekas musuh hanya dapat menjadi
21
Satu Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antar Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal.
48
22
Boer Mauna. Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Edisi Kedua. Bandung, Alumni. 2005. hal 381
23 JG. Starke, Pengantar Hukum Internasional I,Edisi Kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika,
1999. hal 382
dan berakhir dengan Protokol 15 Juni 1929. Selain itu, Jerman juga mengajukan
Komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di Paris tanggal 10-15 Juni
1929.24
Paris 1919, karena disebutkan kebebasan navigasi udara dalam Konvensi Paris
undangan Amerika Serikat dan dihadiri oleh 53 negara (tanpa Uni Soviet) pada
tanggal 7 April 1947. Pada Pasal 9 konvensi Chicago 1944 mengatur tentang area
terlarang, yang merupakan modifikasi dari Konvensi Paris. Yang termasuk dalam
area terlarang ini yaitu tidak ada lagi perbedaan pesawat yang diperbolehkan
memasuki zona larangan terbang dan negara yang memiliki kedaulatan lah yang
memerintahkan pesawat yang melanggar zona untuk mendarat dan di periksa. Hal
ini sangat berbeda dengan konvensi Paris yang menyebutkan bahwa pesawat yang
24
Ibid., hal 383
Hal ini penting karena setiap perjanjian angkutan udara bilateral selalu mengacu
the air) yang sering dipertukarkan dalam perjanjian angkutan udara internasional.
Hak-hak kebebasan udara tersebut merupakan kebebasan udara ke-1 (1st freedom
of the air), yaitu hak untuk terbang melintasi (overfly) negara lain tanpa
melakukan pendaratan dan hak kebebasan udara ke-2 (2nd freedom of the air)
adalah hak untuk melakukan pendaratan dinegara lain untuk keperluan oprasional
(techical landing) dan tidak berhak untuk mengambil dan / atau menurunkan
of the air) masing masing kebebasan udara ke-1,2,3,4 dan ke-5. Kebebasan udara
ke-3 (3rd freedom of the air) adalah hak untuk mengangkut penumpang, barang,
Untuk dapat dikatakan tindak pidana dalam Pasal 1 Konvensi Tokyo 1963,
d. Pesawat udara sedang berada di atas daerah lain di luar wilayah dari suatu
negara.
1976 tentang perubahan dan penambahan beberapa Pasal dalam KUHP bertalian
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”. Mengenai negara mana yang berhak
Pasal 3 Konvensi Tokyo 1963 ditetapkan pada negara di tempat pesawat udara
tersebut didaftarkan.
27 http://lawlowlew.blogspot.com/2013/07/hukum-udara-dan-angkasa-kejahatan.html
diakses 14 Februari 2016
Against the Safety of Civil Aviation, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan
pokoknya Konvensi Montreal 1971 ini mengatur tentang ruang lingkup tindak
pidana, yurisdiksi, dan wewenang kapten pilot. Pasal 1 ayat (1) Konvensi
sengaja:
penerbangan ; atau
2) Kaki tangan dari orang yang melakukan atau mencoba untuk melakukan
pelanggaran tersebut
pesawat udara yang sedang berada dalam penerbangan dan tindakannya itu
b. Dengan sengaja dan secara melawan hukm merusak pesawat udara dalam
suatu zat dalam pesawat udara dalam dinas dengan cara bagaimanpun,
pesawat udara secara melawan hukum. Pada pokoknya konvensi ini mengatur
tentang ruang lingkup tindak pidana dan yurisdiksi. Pasal 1, memberikan batasan
pesawat udara secara melawan hukum, yaitu apabila seseorang tersebut telah
berikut:
atau setiap bentuk ancaman lain dengan tujuan untuk menguasai pesawat
tindakan tersebut. Dalam Pasal 2, Konvensi The Hague 1970 diatur mengenai
bahwa setiap negara peserta di dalam wilayah mana tersangka berada, apabila
lannya itu jangan sampai tersangka melarikan diri. Penahanan dan tindakan itu
tindakan yang telah diambil terhadap tersangka dan proses-proses hukum yang
telah dilakukan.