Klasifikasi Pelabuhan
Menurut Kramadibrata (2002), pelabuhan dikelompokkan berdasarkan empat hal,
yakni segi teknis, jenis perdagangan, jenis kegiatan khusus dan jenis pungutan jasa.
Lebih lanjut, Kramadibrata (2002) menjelaskan bahwa dari segi teknis, pelabuhan
dikategorikan menjadi tiga. Pertama, pelabuhan alam, adalah suatu daerah yang
menjorok ke dalam terlindungi oleh suatu pulau atau terletak di suatu teluk sehingga
kapal dapat bernavigasi dan berlabuh. Terkadang suatu lokasi pantai dapat
memenuhi keadaan ini dan kedalaman air/besaran kolam pelabuhannya memenuhi
persyaratan bagi suatu kapal tertentu, sehingga hanya dibutuhkan dibangun suatu
tambatan (wharf) guna merapatnya kapal agar bongkar muat dapat dilaksanakan.
Kedua, pelabuhan buatan, adalah suatu daerah perairan hasil bentukan manusia
agar terlindung terhadap ombak, badai dan arus sehingga memungkinkan kapal
untuk merapat. Misalnya dalam pengembangan suatu daerah dibutuhkan dibangun
suatu pelabuhan, kolam pelabuhannya dibangun dengan cara mengeruk tanah dan
dibangun pula bangunan pelindung, yaitu pemecah gelombang agar kapal-kapal
dapat berlabuh dengan aman. Ketiga, pelabuhan semi alam, adalah pelabuhan yang
sifatnya juga pelabuhan alam atau juga pelabuhan buatan, atau tidak memenuhi
kedua persyaratan ekstrim seperti di atas.
Berdasarkan jenis perdagangannya, pelabuhan dapat dikategorikan menjadi empat.
Pertama, pelabuhan laut, adalah pelabuhan yang terbuka untuk jenis perdagangan
dalam dan luar negeri. Kedua, pelabuhan pantai, adalah pelabuhan yang terbuka
bagi jenis perdagangan dalam negeri. Ketiga, pelabuhan sungai, adalah pelabuhan
yang cenderung untuk perdagangan antar daerah yang dihubungkan oleh sungai.
Sedangkan yang keempat, pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan yang diselenggarakan
untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan-kegiatan tertentu. Pelabuhan
khusus dibangun oleh suatu perusahaan (pemerintah/swasta) yang berfungsi
sebagai prasarana untuk pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut, misalnya
pelabuhan minyak, pertambangan, perikanan, dan sebagainya.
Pengklasifikasian pelabuhan dapat dikelompokkan dengan bervariasi bergantung
kepada sudut peninjauannya. Berdasarkan jenis kegiatannya, pelabuhan dapat
dibagi menjadi lima. Pertama, pelabuhan umum, yaitu pelabuhan yang
diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat umum. Kedua, pelabuhan militer,
yaitu pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan militer. Ketiga, pelabuhan
penumpang, adalah pelabuhan yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang yang menempuh perjalanan melalui lautan. Keempat, pelabuhan sport,
adalah pelabuhan yang berfungsi untuk tempat berlabuh atau bertambatnya kapal
yang umumnya berkaitan dengan wisata atau olahraga air.
Jenis kelima yaitu pelabuhan perikanan, yang berfungsi untuk berlabuh dan
bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi
bahan perbekalan untuk melakukan penangkapan ikan di laut.
Klasifikasi pelabuhan yang terakhir adalah berdasarkan jenis pungutan jasa, yang
terbagi menjadi empat, yaitu pelabuhan yang diusahakan, pelabuhan yang tidak
diusahakan, pelabuhan otonom dan pelabuhan bebas (Kramadibrata 2002).
Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (Permen Nomor
Per.08/MEN/2012). Klasifikasi pelabuhan perikanan dibedakan dalam 4 (empat)
kelas, yaitu:
1. Pelabuhan Perikanan kelas A, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS);
2. Pelabuhan Perikanan kelas B, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN);
3. Pelabuhan Perikanan kelas C, yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP); dan
4. Pelabuhan Perikanan kelas D, yang selanjutnya disebut Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI);
Pada fasilitas pelabuhan perikanan pada pasal 4 Permen 08/MEN/2012, dalam
rangka menunjang fungsi pelabuhan perikanan, setiap pelabuhan perikanan
memiliki fasilitas yang terdiri dari:
1. Fasilitas pokok;
2. Fasilitas fungsional; dan
3. Fasilitas penunjang
Adapun fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat terdiri
atas:
1. Penahan gelombang (breakwater), turap (revetment), dan groin;
2. Dermaga;
3. Jetty;
4. Kolam pelabuhan;
5. Alur pelayaran;
6. Jalan komplek dan drainase; dan
7. Lahan
Adapun fasilitas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
terdiri atas:
1. Tempat Pemasaran Ikan (TPI);
2. Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, radio, komunikasi,
rambu-rambu, lampu suar dan menara pengawas;
3. Air bersih, instalasi Bahan Bakar Minyak (BBM), es dan instalasi listrik
4. Tempat pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway,
bengkel dan tempat perbaikan jaring.
5. Tempat penanganan dan pengelolaan hasil perikanan seperti transit sheed dan
laboratorium pembinaan mutu;
6. Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan, pos pelayanan terpadu dan
perbankan;
7. Transportasi seperti alat-alat angkut ikan
8. Kebersihan dan pengelolaan limbah seperti instalasi pengelolaan air limbah (IPAL),
Tempat Pembuangan Sementara (TPS); dan
9. Pengamanan pengawasan seperti pagar kawasan Fasilitas penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat terdiri atas:
1. Balai pertemuan nelayan;
2. Mess operator;
3. Wisma nelayan;
4. Fasilitas sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan Mandi Cuci Kakus
(MCK);
5. Pertokoan; dan
6. Pos jaga
Pembahasan yakni mencakup pemaparan lebih lanjut dari hasil analisis data yang
ditujukan untuk memaparkan lebih jauh lagi terkait masing-masing indikator
komponen pembangunan dan lingkungan sosial dalam penelitian ini. Dalam
menganalisis data hasil penelitian, peneliti menggunakan teori Indikator
Keberhasilan Pembangunan Deddy T. Tikson (2005:98) dapat diukur oleh setidaknya
6 indikator yang diantaranyaPendapatan Perkapita, Struktur ekonomi, Urbanisasi,
Angka Tabungan, Indeks Kualitas Hidup, Indeks Pembangunan Manusia dan
Indikator kualitas Lingkungan Sosial Jonny Purba (2005:20) dapat diukur oleh
setidaknya 3 indikator yang diantaranya segenap pihak diikutsertakan dan masing –
masing berperan dan bertanggungjawab, hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat
luas guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya, penghormatan terhadap hak – hak
masyarakat serta modal social yang dikembangkan masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup.Berikut adalah
pembahasan dari masing-masing indikator keberhasilan pembangunan dan
indikator kualitas lingkungan sosial dalam penelitian mengenai ―Dampak
Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Terhadap Lingkungan
Sosial Masyarakat Nelayan di Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang
– Banten.
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita erat hubungan dengan terjadinya penambahan atau
pengurangan pendapatan nelayan di desa Teluk jika dilihat dari tabel 4.8
berdasarkan data produksi dari pemerintah pada tahun 2011 jumlah ramannya
adalah Rp. 2.068.320.000 dan pada tahun 2012 raman meningkat sebesar Rp.
821.957.880 kemudian pada tahun 2013 peningkatan raman sebesar Rp.
3.444.887.724 dan pada tahun 2014 raman meningkat lagi sebanyak Rp.
7.352.202.100 berdasarkan data tersebut dapat dilihat peningkatan raman setiap
tahunnya sangat meningkat atau dengan kata lain dilihat dari presentase dari tahun
2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 28,43% kemudian dari tahun
2012 ke tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 47,57% dan dari tahun 2013 ke
tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 41,4%, hasil tangkapan nelayan juga
semakin meningkat karena semakin canggihnya alat tangkap dan semakin besar
kapal yang digunakan sangat mempengaruhi banyaknya hasil tangkapan nelayan
yang juga akan berdampak pada ramannya dengan kata lain BPPP melaksanakan
fungsinya yang ke 5 yaitu pengumpulan data tangkap dan hasil perikanan. Hasil
tangkapan nelayan bergantung musim yang terjadi bukan dengan adanya pelabuhan
maka hasil tangkapan juga meningkat seperti pada saat musim barat biasanya ikan
sangat sulit dicari karena arus air yang begitu deras maka nelayan rata – rata hampir
semua tidak melaut dan para nelayan hanya berharap pada pendapatan mereka
pada saat musim ikan tetapi tetap saja ada juga beberapa nelayan yang pergi jauh
untuk melaut seperti di lautan Krakatau untuk mencari ikan. Berdasarkan wawancara
dengan masyarakat nelayan sebelum adanya pelabuhan dan sesudah dibangunnya
pelabuhan tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan dan peningkatan
pendapatan yang ada juga masih tetap bergantung pada musimdan alat tangkapnya
namun dengan adanya pelabuhan membuat masyarakat menjadi merasa lebih jauh
mencari ikan semenjak adanya pelabuhan masyarakat tidak bisa mencari ikan
disekitar pesisir, adanya tpi yang memang berpengaruh besar namun bukan
mempengaruhi hasil tangkapan tapi sebagai media penampung hasil
tangkapan.Pendapatan masyarakat teluk yang mayoritasnya adalah nelayan
bergantung pada hasil tangkapan ikan maka masyarakat hanya berfokus pada
pencarian ikan, masyarakat tidak merasa keberatan dengan adanya pelabuhan
selama tidak mengganggu aktivitas melaut para nelayan. Dengan kata lain bahwa
dampak dari pembangunan PPP belum memiliki dampak positif terhadap hasil
tangkapan nelayan desa Teluk. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat
berada ditempat penelitian dan berdasarkan hasil wawancara dengan para informan
tentang hasil tangkapan nelayan bahwa hasil tangkapan nelayan pada kenyataannya
memang sangat bergantung terhadap musim yang ada, pemerintah menyediakan
fasilitas yaitu TPI hanya sebagai media untuk menampung pelelangan ikan dan
memungut retribusidari hasil tangkapan nelayan yang kemudian langsung dilelang
ke pengusaha – pengusaha ikan, setiap nelayan membawa hasil tangkapannya ke TPI
para pengusaha pemberi modal langsung melelang ikan dan pendapatan juga dibagi
dari modal yang diberikan kepada nelayan sebelum melaut bukan membantu
nelayan agar hasil tangkapan nelayan menjadi semakin banyak nelayan biasanya
diberikan modal sebelum melaut oleh pengusaha ikan untuk kebutuhan nelayan
dikapal selama seminggu atau bahkan lebih kemudian hasil tangkapan nelayan
dilelang oleh pengusaha ikan yang kemudian hasilnya dikurangi dengan modalnya
terlebih dahulu setelah modal kembali kemudian hasilnya dibagi 50 % untuk
pengusaha 50 % untuk nelayan beserta abk nya. Berikut rincian biaya perbekalan
nelayan.
Berdasarkan tabel data pemerintah diatas dapat diketahui bahwa nelayan diberikan
modal awal oleh pengusaha ikan sebesar Rp.1.790.000 dari hasil rincian perbekalan
yang akan dibawa oleh nelayan kelaut untuk melaut dalam jangka waktu 2 hari yang
daerah tangkapannya antara lain Liwungan, Sumur dan Pesauran. Sebelum adanya
pelabuhan ketika status masih Pangkalan Pendaratan ikan TPI sudah ada dan
fungsinya tetap sama setelah adanya pelabuhan sehingga sebelum adanya
pelabuhan hasil tangkapan nelayan tetap bergantung kepada musim yang ada begitu
juga setelah adanya pelabuhan BPPP tidak mengubah pola hubungan antara
pengusaha ikan dengan nelayan sehingga hasil tangkapan tidak terdampak langsung
kepadan nelayan dan nelayan belum memiliki potensi besar untuk sejahtera, BPPP
belum melaksanakan fungsi no 4 yaitu pemasaran dan distribusi ikan karena
pengusaha masih berperan penting dalam pemasaran dan distribusi ikan seharusnya
dengan adanya Pelabuhan BPPP membantu nelayan untuk meningkatkan
pendapatannya melalui hasil tangkapanya dengan menangani langsung pemasaran
dan distribusi ikan sehingga bukan pengusaha ikan lagi yang berperan penting karena
hasil tangkapan merupakan pendapatan nelayan sehingga kesejahteraan nelayan
tercermin dari pendapatannya karena tujuan dari Pembangunan Pelabuhan ini
adalah mengubah masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi erat hubungannya dengan kesejahteraan hidup masyarakat dan
juga pendapatan masyarakat. Salah satu pembangunan fasilitas untuk nelayan
adalah adanya pembangunan mesin pendingin es yang biasa disebut dengan cold
storage yang berfungsi untuk membekukan ikan, diharapkan dengan adanya mesin
pendingin es ini membantu meningkatkan struktur ekonomi masyarakat karena
mesin pendingin ini mampu untuk membuat ikan lebih tahan lama sehingga ikan
masih segar untuk dijual di hari berikutnya, namun nelayan sendiri tidak
memanfaatkan cold storage itu karena nelayan menganggap cold storage itu tidak
berfungsi maksimal sehingga cold storage sangat jarang digunakan. Berdasarkan
wawancara dengan masyarakat, masyarakat nelayan mengetahui dan mengerti
fungsi dari cold storagemasyarakat tidak menggunakan fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah tersebut karena memang ikan yang mereka tangkap masih segar dan
setelah dilakukan pelelangan ikan – ikan tersebut langsung dibawa dan dijual oleh
pengusaha – pengusaha ikan. Cold storage sendiri tidak berpengaruh terhadap hasil
tangkapan ikan bukan karena adanya mesin pendingin hasil tangkapan menjadi lebih
banyak namun hasil tangkapan tetap bergantung kepada musim yang terjadi. Daerah
Labuan dianggap strategis untuk menangkap ikan dan dengan adanya cold storage
mempermudah masyarakat karena tidak lagi menggunakan cara yang alami dengan
menimbun ikan menggunakan es didalam peti dan dengan adanya cold storage
membuat daya tahan ikan menjadi lebih mudah, sehingga apabila penjualan agak
terlambat nelayan masih dapat menyimpan ikan di cold storage sehingga ikan masih
bisa bertahan dalam keaadan yang lama. Berdasarkan pengamatan peneliti
menyatakan bahwapada kenyataannya hasil tangkapan nelayan di desa Teluk pada
saat dilelang kemudian langsung dibawa dan di pasarkan.Ikan - ikan hasil tangkapan
dari nelayan cukup untuk daerah Labuan jadi tidak di ekspor keluar daerah Labuan
sehingga ikan tidak perlu di simpan di cold storage untuk dibekukan agar dapat dijual
kembali dihari berikutnya.Dalam hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat
berada ditempat penelitian cold storagejika dilihat dari fungsinya sangat membantu
masyarakat nelayan karena memang fungsi cold storage sendiri adalah untuk
membekukan ikan sehingga apabila nelayan masih ingin menjual ikan dikemudian
hari dapat disimpan terlebih dahulu di cold storage namun masyarakat tidak
menggunakannya dan masyarakat menganggap pemerintah kurang tepat
membangun cold storage karena ikan – ikan yang sudah ditangkap masih dijual
dalam keadaan segar dan langsung dilelang sehingga masyarakat tidak perlu untuk
menyimpan ikan di cold storage untuk dijual kembali esok harinya.
Berdasarkan gambar di atas dapat dikatakan bahwa setiap nelayan pulang melaut
membawa hasil tangkapan ikan pada setiap jam tetap dilakukan pelelangan karena
hasil tangkapan nelayan selalu dijual habis pada saat lelang sehngga ikan – ikan yang
ada tidak harus dibekukan lagi dengan kata lain pembangunan cold storage tidak
mempengaruhi semakin banyaknya hasil tangkapan nelayan karena sebelum adanya
pelabuhan juga tidak ada cold storage nelayan selalu menjual habis ikannya dalam
sehari begitu juga setelah adanya pelabuhan nelayan tetap menjual habis ikannya
dalam seharicold storage meski dalam jangka panjang belum berfungsi maksimal
untuk masyarakat. BPPP belum melaksanakan fungsinya yang ke 8 yaitu pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, apabila dilihat dari fungsinya BPPP
berperan penting untuk mengawasi hasil tangkapan dan mengendalikan stok ikan
nelayan karena ikan selalu dijual habis dalam sehari cold storage tidak perlu untuk
dibangun karena tidak membantu semakin banyaknya hasil nelayan pembangunan
cold storage hanya membuang – buang uang saja apabila dilakukan pengawasan
dengan baik maka pihak BPPP pasti mengetahui ikan hasil tangkapan nelayan selalu
terjual habis setiap hari atau setiap nelayan membawa hasil tangkapannya ke darat
namun sangat lebih baik apabila BPPP membangun banyak pabrik es yang sangat
dibutuhkan nelayan, pabrik es memang ada namun hanya satu dan dalam kondisi
rusak sehingga tidak dapat digunakan. Masyarakat sendiri menilai pemerintah
sangat kurang tepat membangun cold storage lebih baik membangun pabrik es yang
sangat berfungsi untuk kebutuhan nelayan dan yang menjual es adalah masyarakat
sekitar atau nelayan – nelayan yang membuka usaha untuk menjual es yang akan
digunakan nelayan pada saat akan melaut sehingga tidak akan sia – sia pembangunan
yang dilakukan sampai saat ini pemerintah belum ada solusi untuk mengatasi tidak
berfungsinya cold storage dan pembangunan kembali pabrik es masih dalam rencana
BPPP dari tahun 2014 namun belum terrealisasikan sampai saat ini.
Urbanisasi
Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota namun perindahan
yang terjadi di Desa Teluk adalah Perpindahan dari kota ke desa atau biasa disebut
sebagai Tranmigrasi dan Transmigrasi yang terjadi yaitu Transmigrasi lokal yang
mencakup migrasi dalam daerah tertentu, yakni dari daerah yang satu ke daerah
yang lain. Pola perpindahan penduduk yang perlu diketahui adalah perpindahan
keluar dan masuk kedalam suatu daerah secara umum, serta pola musiman dan
tetap. Desa Teluk merupakan wilayah strategis untuk menjadi tempat tinggal bagi
orang – orang yang berprofesi sebagai nelayan karena posisi pelabuhan perikanan
terletak dekat dengan Desa Teluk dan karena mayoritas penduduk yang tinggal di
Desa Teluk adalah nelayan maka banyak nelayan – nelayan yang dari kota lain pindah
dan bertempat tinggal menetap ke Desa Teluk yaitu dari Sumatera dan Jawa Timur.
Padatnya penduduk yang terjadi setiap tahun di Desa Teluk diakibatkan dari
pendatang yang juga membawa saudaranya untuk tinggal di Desa Teluk dan
kemudian menetap dan membuat KTP sehingga menjadi warga Desa Teluk.
Berdasarkan wawancara dengan sekertaris desa pola perpindahan penduduk yang
terjadi ada juga yang bersifat musiman yang kemudian menetap menjadi warga desa
Teluk. Jika dikalkulasikan ada sekitar 20% yang kembali ke daerahnya masing –
masing dan yang menetap menjadi warga Desa Teluk adalah yang belum berkeluarga
yang kemudian menetap di desa mencari ikan di Desa dan juga membuat ktp di Desa
Teluk.
Nelayan yang bersifat musiman itu adalah nelayan yang datang dari Jawa dan
Lampung nelayan musiman yang datang ke Desa Teluk disebut sebagai andon,
andon ini kemudian menangkap ikan di wilayah Labuan disekitar Pelabuhan atau di
daerah tempat nelayan Desa Teluk biasa mencari ikan. Para andon ini mengontrak di
rumah masyarakat Desa Teluk lebih dari sebulan dengan menyediakan kontrakan
untuk para andon yang datang dari Jawa dan Lampung dapat menjadi tambahan
pendapatan untuk masyarakat desa Teluk yang memiliki kontrakan namun untuk
melaut lamanya di laut hanya 3 hari saja. Setelah 3 hari di laut kemudian para andon
kembali ke kontrakan untuk beristirahat dan beberapa hari kemudian melaut lagi 3
hari seperti itu aktifitas para Andon sampai lebih dari 1 bulan berada di Desa Teluk.
Dalam hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat berada ditempat penelitian,
melihat bahwa dalam indikator pola perpindahan penduduk Desa Teluk sebagian
besar masyarakat yang berpindah kedalam Desa Teluk adalah tetap. Nelayan
musiman tinggal di desa hanya dalam waktu 1 bulan kemudian kembali lagi ke kota
asalnya selama nelayan musiman mengontrak dirumah warga Desa Teluk
masyarakat sekitar mendapatkan tambahan pendapatan dari hasil kontrakan
tersebut namun adanya Andon tidak mempengaruhi penjualan ikan nelayan
meskipun para andon ikut lelang dan menjual ikan di TPI tidak berpengaruh dengan
naik atau turunnya harga ikan, ada 11 rumah yang digusur karena lahannya
digunakan untuk pembangunan pemindahan TPI dan kantor TPI yang lama dibangun
kembali untuk dijadikan kantor Balai Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPP) Labuan
sekarang karena sudah dibangun kantor dan memiliki halaman yang cukup luas
untuk upacara pegawai dan acara – acara lainnya maka tempat penjemuran ikan asin
atau talut sudah tidak boleh di halaman kantor BPPP Labuan, berikut ini adalah data
warga yang sudah direlokasi oleh pemerintah :
Berdasarkan tabel 4.6 diatas ada 11 keluarga yang direlokasi untuk pembangunan
TPI masyarakat tersebut tidak memiliki surat tanah dan surat Izin untuk tinggal
ditanah tersebut dan masyarakat itu hanya berpindah RT (Rukun Tetangga) saja
dengan menempati rumah yang sudah disediakan pemerintah sebagai ganti rugi
penggusuran 11 rumah tersebut dan ganti ruginya dalam bentuk bangunan bukan
uang dan masyarakat yang digusur tetap menetap sebagai warga desa Teluk. Sesuai
data daftar isian buku profil Desa Teluk pada tahun 2013 bahwa jumlah penduduk
Desa Teluk sebanyak 6.527 jiwa dengan jumlah laki – laki sebanyak 2.019 dan
perempuan sebanyak 4.508 jiwa dan mengalami peningkatan jumlah penduduk pada
tahun 2014 yaitu dengan jumlah 7.003 jiwa, jumlah laki – laki sebanyak 2.250 dan
jumlah perempuan sebanyak 4.753 jiwa.
Dengan kata lain dalam pengamatan peneliti peningkatan jumlah penduduk karena
nelayan musiman dalam setahun ada 124 orang yang menetap dan bertempat
tinggal di Desa Teluk selain itu banyak masyarakat yang datang dari Jawa menetap
dan kemudian menjadi warga Desa Teluk. Selain itu penggusuran 11 rumah
masyarakat merasa ganti rugi tidak sesuai dengan rumah mereka yang lama namun
masyarakat tidak dapat menuntut banyakkarena tanah yang mereka tempati adalah
tanah pemerintah dan tanah yang baru itu juga milik pemerintah juga dan
masyarakat itu sendiri tidak memiliki tanah disekitar pelabuhan.
Angka Tabungan
Angka Tabungan erat hubungannya dengan pendapatan dan modal usaha yang
sangat dibutuhkan untuk pergi melaut dan berdagang sehingga sangat perlu untuk
menabung dari setiap penghasilan yang diperoleh oleh masyarakat nelayan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, nelayan memiliki tabungan
sendiri namun tidak ditabung di bank tetapi tabungannya di simpan sendiri dirumah
dan tabungan itu di gunakan untuk persiapan pada saat terjadi musim Barat nanti
untuk menabung di bank masyarakat banyak yang masih belum mengerti sehingga
lebih baik menabung sendiri. Pada saat musim Barat banyak nelayan tidak pergi
melaut karena cuaca buruk sehingga nelayan akan banyak mengalami resiko jika
tetap melaut dan biasanya musim Barat terjadi selama 4 bulan dan nelayan
menggunakan tabungan mereka untuk biaya hidup selama musim Barat terjadi.
Dalam pengamatan peneliti pada saat berada ditempat penelitian bahwa
masyarakat selalu mempersiapkan tabungan sendiri untuk kebutuhan hidupnya
ketika musim barat tiba karena pada saat musim barat angin sangat kencang dan
nelayan tidak dapat pergi melaut selama 4 bulan, sehingga untuk kebutuhan hidup
sekeluarga selama musim barat masyarakat menggunakan tabungan tersebut.
Dengan kata lain setelah ada pelabuhan masyarakat juga dapat menabung di TPI
dengan cara nelayan setiap mendapat hasil tangkapan dipungut retribusi 4% dari
hasil tangkapannya kemudian 1% adalah tabungan yang dapat diambil nelayan pada
saat musim barat tiba dengan cara ini memudahkan nelayan karena tabungannya
utuh apabila ditabung sendiri biasanya diambil sedikit sesuai kebutuhan namun cara
itu tergantung dari masyarakatnya masing – masing sedangkan sebelum adanya
pelabuhan masyarakat hanya menabung sendiri dan terkadang tidak mampu
memperhitungkan sesuai dengan kebutuhannya. BPPP dapat dikatakan telah
melaksanakan fungsinya yang ke 6 yaitu pelaksanaan penyuluhan dan
pengembangan masyarakat nelayan dengan memperbolehkan masyarakat untuk
menabung di TPI dari hasil tangkapannya dipungut berapa persen tergantung
keinginan dari masyarakat dengan kata lain pelabuhan membantu masyarakat untuk
lebih maju dan mengembangkan diri masyarakat agar hidup para nelayan menjadi
lebih baik.
Lingkungan Sosial
Standar kriteria atau mutu keserasian lingkungan sosial seringkali ditentukan oleh
kondisi sosial, budaya dan lingkungan masyarakat itu sendiri. Menurut Jonny Purba
(2005:20) dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup, dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup, indikator lingkungan sosial ditentukan berdasarkan pemanfaatan sumber
daya alam dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertanggung jawab secara dan
dilakukan secara integral, holistik dan adil.