ABSTRACT
Terbatasnya ketersediaan air dan meningkatnya kebutuhan air dapat menyebabkan konflik alokasi air. Dengan
demikian, upaya-upaya penghematan penggunaan air perlu dilakukan, khususnya untuk kebutuhan budidaya padi
sawah yang memerlukan air dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif teknologi
irigasi dalam budidaya padi yang dapat menghemat air. Penghematan air dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
mengubah pola pemberian air namun tidak mengurangi produksi, yaitu dengan mengurangi jumlah air untuk
pengolahan tanah dan pada masa pertumbuhan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui produktivitas air dengan pola
pemberian air untuk budidaya padi sawah (yaitu pada metode SRI, PTT dan konvensional) dalam bentuk demplot
penelitian. Makalah ini menyajikan hasil penelitian tersebut khususnya mengenai produktivitas air dengan mengubah
pola pemberian air untuk budidaya padi sawah. Hasil penelitian menunjukkan kisaran pemberian air irigasi rata-rata di
demplot penelitian pada olah lahan adalah 22-47 mm; PTT 24-47 mm dan konvensional 30-68 mm. Selama masa
pertumbuhan, konsumsi air pada budidaya konvensional adalah yang tertinggi yaitu rerata 577 mm. Perlakuan
budidaya lainnya menunjukkan hasil yang lebih rendah, yaitu rerata SRI 324 mm dan PTT 544 mm, dan produktivitas air
SRI=1,9 Kg/m3, PTT=1,1Kg/m3 dan konvensional =1,0Kg/m3.
Kata kunci : ketersediaan air, konflik, irigasi, produktivitas air, SRI, PTT, konvensional
ABSTRACT
The limitedness water availability and increased water needs can cause a conflict of interest in water
allocation. Thus, efforts to save water usage needs to be done, especially for rice cultivation that requires a lot of
water. Therefore, alternative irrigation and rice cultivation technology which can save water need to be
investigated. Water savings in practice can be done by changing the pattern of irrigation in the field without reducing the
production, i.e. by reducing the amount of water for the land preparation period and plant growth period. The study was
conducted to determine the water productivity of different irrigation and paddy cultivation method
(i.e. the SRI method, ICM and conventional) in the from of research demonstration plot. This paper presents the results of
these studies, especially regarding water productivity in each irrigation and paddy cultivation method. The results
showed irrigation water requirement during land preparation on SRI 22-47 mm; ICM 24-47 mm and conventional 30-
68 mm. During the growth period, water consumption in the conventional cultivation is the highest with a
mean of 577 mm. Other cultivation treatments showed lower results, i.e. SRI 324 mm and ICM 544 mm, and water
productivity for SRI=1,9 Kg/m3; ICM=1,1Kg/m3 and for conventional = 1,0Kg/m3.
Keywords: water availability,conflict, irrigation, water productivity, SRI, ICM, conventional
Gambar 1 Tata Letak Lahan dan Penempatan alat dalam petakan (tanpa skala )
PTT
3 10 15 45 50 70 95 Panen
5
2
0
80% JL
60% JL
Pengge- Intermitten Penggenangan Pengeringan
nangan Intermitten
Pengeringan Pengeringan Pengeringan
Konvensional/tergenang
7 HST 40 HST 75 HST Panen
5
2
0
80% JL
60% JL
Alternasi Alternasi genangan Alternasi genangan 2 Alternasi jenuh
tanah jenuh 2 cm sampai jenuh cm sampai jenuh lapang sampai
lapang lapang lapang 80% jenuh lapang
Metode
Dari Gambar 4 di atas terlihat air irigasi untuk dengan genangan 5 cm. Pengurangan tinggi
pengolahan tanah dari ketiga metode budidaya genangan ini tidak berpengaruh terhadap
masing-masing adalah SRI 46 mm, PTT 49 mm kualitas hasil pengolahan tanahnya untuk
dan Konvensional 68 mm. Pada penelitian MT II mendukung pertumbuhan tanaman.
2008 ini, metode budidaya SRI dan PTT pada
Untuk mengetahui keterkaitan antara
saat pengolahan tanah kedua diberikan
penelitian sebelumnya maka dibuat grafik.
genangan 2 cm sedangkan pada konvensional
Perbandingan kebutuhan air irigasi untuk
diberikan genangan seperti kebiasaan petani
pengolahan tanah pada percobaan sebelumnya
setempat yaitu 5 cm. Berdasarkan Gambar 2,
yaitu pada MT.II 2007, MT.I 2008,dan MT. II
ketinggian penggenangan 2 cm menghasilkan
2008, dapat dilihat pada Gambar 5.
kebutuhan air yang lebih rendah dibandingkan
70
MT II 2007
Irigasi pengolahan lahan (mm)
60 MT I 2008
MT II 2008
50
40
67
30
46 46 49 45
20 45
30
10 22 24
0
SRI PTT Konvensional
Metode
Gambar 5 Perbandingan Air Irigasi Untuk Pengolahan Tanah pada Percobaan MT II 2007, MT I 2008, MT II 2008
Perlakuan pemberian air irigasi SRI. (SRI Jabar) menggunakan metode gravimetri. Pada periode
pada penelitian musim ini berbeda dengan ini untuk mengetahui batas bawah didekati
penelitian musim-musim sebelumnya. Untuk secara visual, yaitu dengan melihat parit
mengetahui waktu pemberian air atau saat keliling di dalam petakan (lebar 20 cm,
mencapai batas bawah (80% jenuh lapang) kedalaman 20 cm), batas bawah tercapai pada
pada penelitian sebelumnya didekati dengan saat parit keliling tersebut di atas sudah tidak
melihat kadar air tanah pada petakan berisi air lagi atau kosong (Gambar 9).
Pemberian air irigasi sampai batas atas macak- basah, tetapi tidak terjadi genangan
macak dilakukan dengan mengisi parit keliling (Gambar 10).
sampai penuh sampai permukaan tanah hingga
Gambar 10 Pemberian Air di Parit Penuh sama dengan Permukaan Tanah Basah/Macak-Macak
700
600
400
300
495 511
200
278
100
0
SRI PTT Konvensional
Metode
Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa metode rentang standar deviasi pada Gambar 9
budidaya SRI menggunakan air irigasi paling tersebut, terlihat bahwa budidaya pola
sedikit (278 mm) dibandingkan dengan dua pemberian air SRI berbeda nyata (lebih rendah)
metode budidaya lainnya (PTT 495 mm dan dibandingkankan pemberian air PTT dan
Konvensional 511 mm). Untuk PTT, maupun Konvensional.
konvensional tidak menggunakan parit keliling
4.3 Jumlah Anakan
untuk memonitor tinggi airnya. Pada percobaan
metode budidaya SRI bisa menghemat air Jumlah anakan untuk berbagai budidaya seperti
irigasi sekitar 44% dibandingkan dengan terlihat dalam Gambar 12.
metode budidaya konvensional. Berdasarkan
60
50
40
Jumlah anakan
30
48 47
20 42
10
0
SRI PTT Konvensional
Metode
Jumlah anakan maksimal berdasarkan Gambar sangat pesat dibandingkan dengan metode SRI
12 terbanyak diperoleh pada metode budidaya dan PTT, tetapi kemudian berhenti, berbeda
SRI (48 anakan) dan paling sedikit pada metode dengan metode SRI dan PTT setelah umur 35
budidaya konvensional (42 anakan). Jumlah HST masih beranak sampai umur 55 HST dan
anakan maksimal pada metode budidaya SRI jumlah anakannya lebih banyak. Perbedaan ini
dan PTT di capai pada umur 55 hari setelah disebabkan pada penggunaan bibit yang
tanam (HST), sedangkan metode budidaya ditanam dan cara penanamannya. Pada metode
konvensional pada umur 35 HST. Metode konvensional bibit yang digunakan umur 21
budidaya konvensional pada umur 15 HST hari setelah semai (HSS), sedangkan SRI dan
sampai 35 HST perkembangan anakannya PTT digunakan bibit berumur 7 HSS. Cara
7,0
6,0
5,0
Produksi (ton/Ha)
4,0
1,0
0,0
SRI PTT Konvensional
Metode
Dari Gambar 13 dapat dilihat hasil produksi sehingga dapat disimpulkan bahwa produksi
gabah kering panen, metode budidaya SRI dan SRI, PTT dan Konvensional relatif sama.
PTT hasilnya terbesar (6 ton/Ha) dibandingkan
4.5 Water Productivity (WP)
dengan Konvensional (5,6 ton/Ha), hal ini
terjadi karena jumlah anakannya SRI lebih Water productivity atau produktivitas air
banyak dari pada metode konvensional. Dengan merupakan berat gabah kering giling (kg GKG)
memperhatikan rentang standar deviasi data yang dihasilkan dari 1 m3 air. Hasil perhitungan
pada Gambar 13, perbedaan hasil produksi ini WP dapat dilihat pada Gambar 14.
tidak berbeda nyata antar perlakuan budidaya
2,5
2,0
Produktifitas air (kg/m3)
1,5
1,0
1,9
0,0
SRI PTT Konvensional
Metode