Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PERLAKUAN PEMBERIAN AIR IRIGASI PADA BUDIDAYA SRI, PTT DAN

KONVENSIONAL TERHADAP PRODUKTIVITAS AIR


THE EFFECT OF WATER SUPPLY TREATMENT FOR SRI, ICM AND CONVENTIONAL
CULTIVATION TOWARDS WATER PRODUCTIVITY
Oleh :
Subari*), Marasi Deon Joubert**), Hanhan Ahmad Sofiuddin***) dan Joko Triyono***)
*) Peneliti Bidang Irigasi, Balai Irigasi, Puslitbang SDA Bandung,
**) Calon Peneliti, Balai Irigasi, Puslitbang SDA Bandung,

Komunikasi penulis, email : sbari54@gmail.com


Naskah ini diterima pada 03 Januari 2012; revisi pada 15 Februari 2012;
disetujui untuk dipublikasikan pada 28 Maret 2012

ABSTRACT
Terbatasnya ketersediaan air dan meningkatnya kebutuhan air dapat menyebabkan konflik alokasi air. Dengan
demikian, upaya-upaya penghematan penggunaan air perlu dilakukan, khususnya untuk kebutuhan budidaya padi
sawah yang memerlukan air dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif teknologi
irigasi dalam budidaya padi yang dapat menghemat air. Penghematan air dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
mengubah pola pemberian air namun tidak mengurangi produksi, yaitu dengan mengurangi jumlah air untuk
pengolahan tanah dan pada masa pertumbuhan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui produktivitas air dengan pola
pemberian air untuk budidaya padi sawah (yaitu pada metode SRI, PTT dan konvensional) dalam bentuk demplot
penelitian. Makalah ini menyajikan hasil penelitian tersebut khususnya mengenai produktivitas air dengan mengubah
pola pemberian air untuk budidaya padi sawah. Hasil penelitian menunjukkan kisaran pemberian air irigasi rata-rata di
demplot penelitian pada olah lahan adalah 22-47 mm; PTT 24-47 mm dan konvensional 30-68 mm. Selama masa
pertumbuhan, konsumsi air pada budidaya konvensional adalah yang tertinggi yaitu rerata 577 mm. Perlakuan
budidaya lainnya menunjukkan hasil yang lebih rendah, yaitu rerata SRI 324 mm dan PTT 544 mm, dan produktivitas air
SRI=1,9 Kg/m3, PTT=1,1Kg/m3 dan konvensional =1,0Kg/m3.
Kata kunci : ketersediaan air, konflik, irigasi, produktivitas air, SRI, PTT, konvensional

ABSTRACT
The limitedness water availability and increased water needs can cause a conflict of interest in water
allocation. Thus, efforts to save water usage needs to be done, especially for rice cultivation that requires a lot of
water. Therefore, alternative irrigation and rice cultivation technology which can save water need to be
investigated. Water savings in practice can be done by changing the pattern of irrigation in the field without reducing the
production, i.e. by reducing the amount of water for the land preparation period and plant growth period. The study was
conducted to determine the water productivity of different irrigation and paddy cultivation method
(i.e. the SRI method, ICM and conventional) in the from of research demonstration plot. This paper presents the results of
these studies, especially regarding water productivity in each irrigation and paddy cultivation method. The results
showed irrigation water requirement during land preparation on SRI 22-47 mm; ICM 24-47 mm and conventional 30-
68 mm. During the growth period, water consumption in the conventional cultivation is the highest with a
mean of 577 mm. Other cultivation treatments showed lower results, i.e. SRI 324 mm and ICM 544 mm, and water
productivity for SRI=1,9 Kg/m3; ICM=1,1Kg/m3 and for conventional = 1,0Kg/m3.
Keywords: water availability,conflict, irrigation, water productivity, SRI, ICM, conventional

28 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


I PENDAHULUAN Teknik, Dirjen Pengairan, 1997). Perkembangan
aktifitas dan jumlah penduduk menyebabkan
1.1 Latar Belakang
penggunaan air bertambah dan dengan
Ketersediaan air yang relatif tetap dan bahkan ketersediaan air relatif tetap bahkan menurun,
menurun dewasa ini, berhadapan dengan sehingga untuk memenuhi kebutuhan air guna
kebutuhan air yang terus meningkat. Peningkatan budidaya padi sawah mulai sulit terpenuhi
kebutuhan air ini disebabkan peningkatan terutama pada musim kemarau.
aktifitas dan populasi penduduk. Peningkatan
1.3 Tujuan Penelitian
kebutuhan air yang tidak disertai peningkatan
ketersediaan air pada akhirnya nanti akan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
menyebabkan konflik kepentingan air. pengaruh pemberian air dalam kaitannya dengan
Penambahan ketersediaan air memerlukan produktivitas air untuk tiga teknologi budidaya
infrastruktur dan biaya yang cukup besar. Oleh padi sawah (SRI, PTT dan Konvensional).
karena itu, salah satu cara yang paling tepat
1.4 Lokasi Penelitian
untuk menghindari konflik kepentingan air ini
adalah dengan melakukan penghematan air. Lokasi penelitian berada di lahan petani wilayah
Sistem budidaya padi metode System of Rice Pantura (Pantai Utara) tepatnya di Desa Karang
Intensification (SRI) dilaporkan mampu Sari, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten
menghemat air 25-50% dan bisa meningkatkan Bekasi, Propinsi Jawa Barat.
produksi sekitar 50-100% (Uphoff (2007) dalam
Uphoff (2011)). II TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan bukti-bukti empiris, SRI merupakan 2.1 Irigasi
suatu metode budidaya padi yang memiliki
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai suatu
beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
Proses menyadap/mengambil air dari sumbernya
budidaya padi konvensional. Kelebihan-kelebihan
digunakan untuk keperluan pertanian untuk
tersebut yaitu: (1) tanaman diberikan genangan
memenuhi kebutuhan air tanaman. Arif (2006)
air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak dan
memberikan definisi irigasi yaitu tindakan
ada periode irigasi terputus/berselang);(2)
intervensi manusia mengubah agihan air dari
hemat biaya (hanya membutuhkan benih 5
sumbernya menurut ruang dan waktu serta
kg/Ha, tenaga tanam berkurang, dll); (3) hemat
mengelola sebagian atau seluruhnya untuk
waktu (bibit muda, 10 hari setelah semai dan
menaikan produksi tanaman. Sedangkan
panen lebih awal);(4) produksi bisa lebih tinggi.
menurut PP 20 Tahun 2006 irigasi adalah usaha
Kendala pada umumnya pada penyiangan yang
penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
lebih banyak dari pada metode konvensional.
irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
Sebagai badan penelitian dan pengembangan, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi
Balai Irigasi mencoba meneliti metode SRI, air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
pengelolaan tanaman terpadu (PTT), tambak. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh
konvensional genangan dangkal, sampai sejauh besarnya kehilangan air akibat evaporasi,
mana penghematan air, efisiensi pemakaian air, transpirasi, perkolasi, drainase dan kebocoran.
serta produktvitas air. Penelitian ini relevan Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air
dalam kondisi saat ini, yang ketersediaan air menjadi uap air yang bergerak dari permukaan
relatif tetap bahkan menurun, sehingga perlu tanah ke udara. Transpirasi adalah kehilangan air
efisien dalam penggunaan air, terutama air melalui proses penguapan dari tumbuhan-
irigasi. tumbuhan. Sedangkan perkolasi adalah
perembesan air kedalam lapisan tanah bagian
1.2 Permasalahan
dalam, baik secara vertikal maupun horizontal.
Pola pemberian air untuk budidaya padi sawah Besarnya perkolasi pada petakan sawah
yang diterapkan petani selama ini (konvensional) dipengaruhi oleh tinggi genangan yang diberikan.
adalah menggunakan genangan (5 – 10 cm)
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang
secara kontinyu pada fase pertumbuhan tanaman
dibutuhkan untuk menambah curah hujan guna
vegetatif, generatif, dan pengisian bulir. Pola
memenuhi keperluan pertumbuhan tanaman.
pemberian air tersebut membutuhkan air yang
cukup banyak sekitar 1 lt/s/ha (Direktorat Bina

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 29


Kebutuhan air irigasi untuk suatu periode musim Hasil padi sawah dengan budidaya metode SRI
tanam dirumuskan dalam bentuk : dapat meningkatkan produksi, dengan
teknik irigasinya intermittent selama fase
IR = E + T + S + D + P – Re ........................ ( 1 )
vegetatif . Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
Keterangan: tingkat produktivitas tanaman yang dicapai
IR : kebutuhan air irigasi (mm), relatif beragam, hal ini menunjukkan bahwa
E : evaporasi (mm), dalam pengembangan budidaya padi metode SRI
T : transpirasi (mm), perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan
S : penjenuhan (mm), fisik maupun sosial petani setempat.
D : penggenangan (mm),
2.3 Produktivitas Air
P : perkolasi (mm),
Re : hujan efektif (mm). Produktivitas air merupakan perbandingan
antara output produksi dengan air yang
Pada budidaya padi yang menggunakan
digunakan (Waqar et.al., 2004; Cai dan Rosegrant,
pengairan berselang (pengairan berkala) aerasi
2003; Clemmens dan Molden, 2007). Parameter
tanah menjadi baik dan suhu tanahnya pun
output produksi dan jumlah air yang digunakan
sedikit naik. Kenaikan suhu yang disertai dengan
dalam perhitungan produktivitas air perlu
banyaknya oksigen ini akan lebih memperbaiki
disesuaikan tujuan penggunaan nilai
penyerapan air (bersama hara) oleh akar, sebab
produktivitas air. Clemmens dan Molden (2007)
permeabilitas dinding sel makin tinggi dan
berpendapat bahwa parameter output produksi
viskositas air makin rendah (Martin et.al, 1976).
dapat saja berupa berat hasil panen atau nilai
2.2 Kebutuhan Air Tanaman ekonomisnya dan parameter jumlah air dapat
saja berupa air yang digunakan atau air yang
Karena sulit untuk dibedakan, proses evaporasi
disuplay (irigasi dan hujan). Untuk penggunaan
(E) dan transpirasi (T) dirumuskan sebagai satu
analisis suatu jaringan irigasi secara individual
kesatuan sebagai evapotranspirasi (ETc).
dengan tujuan untuk meningkatkan
Menurut Brouwer dan Heibloem (1986)
output/produktivitas jaringan tersebut,
kebutuhan air tanaman dirumuskan dalam
penggunaan parameter jumlah air sebagai air
bentuk :
yang disuplay diduga akan lebih tepat (Clemmens
ETc = ETo x Kc ..............................( 2 ) dan Molden, 2007). Dalam makalah ini,
produktivitas air dihitung berdasarkan
Keterangan: ETc : evapotranspirasi tanaman
parameter output produksi berupa berat hasil
potensial (mm/hari), ETo : evaporasi tanaman
panen (Gabah Kering Giling/GKG) dan jumlah air
acuan (mm/hari), Kc : koefisien karakteristik
berupa air yang disuplai (irigasi dan hujan).
tanaman.
2.4 Budidaya Tanaman Padi Konvensional
Nilai ETo dapat diduga berdasarkan data unsur
cuaca yakni lama jam penyinaran harian Padi (Oryza sativa L) termasuk keluarga
(jam/hari), kelembaban udara (%), rerata suhu graminae. Tanaman padi telah beradaptasi pada
udara harian (OC), dan kecepatan angin (m/jam). lahan yang tergenang air karena memiliki
Nilai Kc tergantung pada jenis tanaman dan jaringan parenchim dalam batang yang dapat
tahapan pertumbuhannya. mendifusi oksigen ke daerah perakaran. Dengan
morfologi yang demikian, padi mampu tumbuh
ETo merupakan evapotranspirasi tanaman acuan
dengan baik walaupun kondisi perakaran
yaitu rumput setinggi 10 cm yang tumbuh subur
anaerob.
dan tidak kekurangan air. ETo hanya bergantung
kepada faktor iklim, oleh karena itu telah banyak Tanaman padi merupakan tanaman yang mampu
dikembangkan rumus-rumus pendekatan yang tumbuh dengan baik pada lahan yang tergenang
umumnya berupa rumus-rumus empiris air, karena tanaman padi memiliki kemampuan
berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. untuk mengoksidasi daerah perakarannya
Rumus-rumus tersebut antara lain: Blaney melalui jaringan parenkim yang dapat mendifusi
Criddle, Hergreaves, Penman, Penman Modifikasi, oksigen ke daerah perakaran. Oksigen dari daun
Penman Mounteith, Radiasi, Panci Evaporasi, dialirkan melalui proses difusi ke bagian akar dan
Thornthwaite, Wickman, IRRI, Lowry Johnson, batang melalui korteks. Sehingga dengan adanya
Christiansen, dan lain-lainnya. proses ini, tanaman padi mampu mencukupi

30 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


kebutuhan terhadap oksigen untuk pernafasan manual dengan penyiangan atau semi
akarnya walaupun dalam keadaan tergenang. mekanis dengan alat bantu seperti landak,
Penanaman padi secara konvensional dilakukan kiskis atau rotary weeder dan pemberian
pada kondisi lahan yang tergenang air karena herbisida. Penyiangan umumnya dilakukan
dianggap dapan menjamin kestabilan hasil. 2-3 kali selama tanam.
Tahapan budidaya padi (secara konvensional)
Pengendalian hama dan penyakit dapat
adalah sebagai berikut:
dilakukan melalui cara mekanis yaitu
a. Pengolahan Tanah gropyokan untuk tikus, pemberian pestisida
Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan (alami atau manufaktur), musuh alami dan
tanah, penggaruan atau pelumpuran dan kultur teknis atau budidaya. Pengaturan
perataan. Pengolahan tanah bertujuan untuk tinggi genangan dapat juga mengendalikan
pelumpuran sehingga terbentuk lapisan serangan tikus.
kedap air untuk mencegah infiltrasi.
d. Panen
Pengolahan juga mengkondisikan tanah
Setiap padi memiliki umur panen tertentu,
menjadi gembur sehingga akar tanaman
waktu panen yang tepat sangat tergantung
mudah berkembang. Secara umum
pada kondisi budidaya dan input yang
pengolahan tanah pada tanaman padi,
diberikan. Tanaman yang kekurangan unsur
memiliki beberapa tujuan yaitu pengendalian
hara makro umumnya memiliki waktu panen
gulma, keseragaman pemupukan, menaikan
lebih cepat walaupun dengan kualitas dan
porositas tanah, pelumpuran tanah dan
produktivitas yang lebih rendah.
menaikkan daya serap tanah terhadap unsur
hara (De Datta, 1981). Panen biasanya ditandai dengan bulir-bulir
padi yang telah menguning atau dengan
b. Persemaian dan Penanaman
perhitungan hari. Keberhasilan panen juga
Bibit padi umumnya ditanam di sawah
dipengaruhi oleh cara panen, varietas yang
dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm , 25 cm x
digunakan dan alat panen. Cara panen dapat
25 cm atau 30 cm x 30 cm. Penentuan jarak
dikelompokkan menjadi 3 yaitu panen
tanam dipengaruhi oleh varietas, kesuburan
manual (ani-ani), semi manual
lahan dan tingkat ketersediaan tenaga kerja
(menggunakan sabit bergerigi lalu dilakukan
untuk perawatan. Varietas yang memiliki
penggebotan), dan cara mekanis
batang tinggi dan rimbun ditanam pada
(menggunakan mesin). Panen menggunakan
populasi yang lebih jarang dibandingkan
mesin belum lazim dilakukan di Indonesia,
dengan tanaman pendek atau anakan yang
cara panen yang paling banyak dilakukan
jarang. Penentuan jarak tanam yang kurang
adalah dua cara pertama.
tepat dapat berakibat tanaman rebah dan
mudah terkena serangan hama penyakit. 2.5 Budidaya tanaman Padi Metode
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
c. Penyiangan atau Pengendalian Gulma
Penyiangan adalah usaha untuk melindungi PTT terinspirasi oleh SRI, sejak pertama kali
tanaman padi dari gulma (tanaman Norman Uphoff mempresentasikan masalah SRI
pengganggu yang tumbuh disekitarnya). di Bogor pada bulan Oktober 1997. Kemudian
Gulma berkompetisi dengan tanaman padi pada tahun 2000 muncul ide menggabungkan
dalam zat makanan, ruang dan potensi pola pikir SRI dengan IPM (Integrated Pest
sebagai tanaman inang bagi hama-penyakit Management) yang lebih dikenal dengan PHT
tertentu. (Pengelolaan Hama Terpadu), dengan beberapa
perbaikan dan adanya spesifik lokasi maka kami
Upaya untuk mengatasi kerugian akibat
memberi nama ICM (Integrated Crop
gulma adalah dengan menekan pertumbuhan
Management) yang lebih dikenal dengan PTT.
gulma. Caranya dengan penyiangan secara
Tiga komponen utama dalam PTT adalah irigasi
rutin dari awal pertumbuhan hingga tajuk
berselang, tanam bibit muda dan penambahan
tanaman padi menutup pada 10 MST
bahan organik. Untuk menghasilkan produksi
(minggu setelah tanam), menekan
yang maksimum ketiga komponen itu harus
pertumbuhan gulma dengan menanam jarak
dilaksanakan bersamaan (Gani et.al. 2002).
tanam rapat dan meninggikan genangan air.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 31


Pada dasarnya PTT bertujuan untuk 1) dinding sel makin tinggi dan viskositas air makin
meningkatkan pendapatan petani, dan 2) rendah (Martin et.al, 1976).
meningkatkan produktivitas dan produksi padi
2.6 Budidaya Tanaman Padi Metode SRI
secara berkelanjutan (Kartaatmadja dan Fagi.
2000). SRI adalah teknik budidaya padi dengan cara
mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan
Pendekatan yang ditempuh dalam PTT adalah
unsur hara. Metode ini dikembangkan pertama
berdasarkan Sistem dan analisis kebutuhan dan
kali tahun 1983-1984 di Madagaskar oleh
peluang (NOA) atau pemahaman pedesaan secara
biarawan Yesnif asal Prancis bernama FR. Henri
partisipatif (PPSP) dengan menelusuri akar
de Laulani, SJ. Pada tahun 1990 FR. Henri de
permasalahan spesifik lokasi secara terpadu dan
Laulani, SJ bersama teman-temannya mendirikan
partisipatif sehingga teknologi dapat diterapkan
sebuah LSM yang diberi nama Tety Saina
untuk mengatasinya secara efisien dan efektif
Association. Pada tahun 1994 Tety Saina
dan menerapkan komponen–komponen
bekerjasama dengan Cornell International
teknologi yang menghasilkan efek sinergis dalam
Institute for Food, Agriculture and Development
meningkatkan produktivitas tanaman, sehingga
(CIIFAD) di Ithaca, NY memperkenalkan SRI
mampu memberi pendapatan yang layak bagi
kepada masyarakat yang tinggal di sekitar Taman
petani dan berusaha tani ( Makarim, 2003)
Nasional Ramomanfana di Madagaskar Timur
Selanjutnya berkembang dengan waktu PTT dan mendapat dukungan dari United State Agency
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) mengalami for International Development.
beberapa perubahan. Komponen yang dapat
Konsep dasar budidaya padi metode SRI terdiri
digunakan pada konsep PTT :
dari 2 aspek yaitu: cara penanaman bibit dan
1. Penggunaan varietas padi unggul atau pengelolaan airnya. Pada proses penanaman,
varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bibit yang digunakan merupakan bibit muda
bernilai ekonomi tinggi berumur kurang dari 14 hari (menggantikan bibit
2. Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu tua berumur 21 hari), tiap lubang ditanam 1 bibit
bibit tinggi dengan jarak tanam lebih lebar (misal 30 x 30 cm
3. Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi atau lebih lebar) menggantikan jarak tanam
4. Penggunaan kompos bahan organik dan atau konvensional (20x20 cm) untuk memberikan
pupuk kandang sebagai pupuk dan ruang pertumbuhan akar. Pengelolaan air diatur
pembenah tanah secara intermittent antara digenangi dan
5. Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat dikeringkan. Uphoff (2002) menyatakan prinsip
pengaturan tanam sistem legowo, tegel utama SRI adalah:
maupun sistem tebar benih langsung dengan
1. Padi bukan tanaman air
tetap mempertahankan populasi minimum,
2. Umur bibit muda , jangan tanam lebih dari 14
penggunaan bibit dengan daya tumbuh
hari
tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh
3. Pada saat tanam , kerusakan pada bibit dan
melalui pemisahan benih padi bernas (berisi
terutama pada akar harus diperkecil, karena
penuh); penanaman bibit umur muda dengan
dengan adanya stress (kerusakan) pada akar-
jumlah bibit terbatas yaitu antara 1- 3 bibit
akan memperlambat pertumbuhan tanaman
per lubang; pengaturan irigasi berselang
dan mengurangi jumlah anakan dan akar,
6. Pengendalian hama penyakit dengan konsep saat tanam harus hati-hati.
PHT 4. Jarak tanam lebar untuk pertumbuhan akar
dan menunjang anakan.
7. Penggunaan alat perontok gabah mekanis
5. Aerasi tanah dan bahan organik sangat
ataupun mesin
penting untuk pertumbuhan akar tanaman.
Pada konsep PTT menggunakan pengairan Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat
berselang (pengairan berkala). Dengan produktivitas tanaman yang dicapai relatif
pengeringan berselang maka aerasi tanah beragam, hal ini menunjukkan bahwa dalam
menjadi baik dan suhu tanahnya pun sedikit naik. pengembangan metode SRI perlu adanya
Kenaikan suhu yang disertai dengan banyaknya penyesuaian dengan kondisi lingkungan fisik
oksigen ini akan lebih memperbaiki penyerapan maupun sosial petani setempat.
air (bersama hara) oleh akar, sebab permeabilitas

32 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


2.7 Budidaya Padi Metode SRI di Jawa Barat dengan limbah pasar yang merupakan sumber
bahan organik dan di sebagian besar perkotaan
SRI di Jawa Barat dikembangkan oleh personil
masih menjadi masalah.
berlatar belakang Pengelolaan Hama Terpadu
(PHT). Pengelolaan air dilakukan tanpa 2.8 Budidaya Padi Metode SRI di Luar Jawa
penggenangan, hanya pada kondisi macak-macak
SRI di luar Jawa dikembangkan oleh Nippon Koei,
dan pada interval waktu tertentu dilakukan
agak berbeda dengan yang dikembangkan di Jawa
pengeringan. Sawah diberi bahan organik sebagai
Barat. Pengelolaan air yang diterapkan dengan
pengganti pupuk anorganik dan selama
memberikan genangan 2-3 cm di lahan dibiarkan
pertumbuhan ditambahkan MOL (Mikro
sampai kondisi macak-macak. Pupuk yang
Organisme Lokal) ke tanah dan tanaman.
digunakan pupuk organik yang diberikan selama
Metode SRI Jawa Barat memiliki beberapa pengolahan tanah dan anorganik (Urea, SP-36
manfaat, yaitu tanaman lebih tahan roboh dan KCl) yang diberikan sebanyak 3 kali selama
terhadap terpaan angin dan hujan, mengurangi tanam.
serangan hama dan penyakit, hemat benih,
memanfaatkan pupuk kandang dan pupuk buatan
petani, tidak menggunakan obat kimia sehingga III METODOLOGI
ramah lingkungan dan meningkatkan
3.1 Pembuatan Demplot
produktivitas. Kendalanya adalah memerlukan
tenaga kerja yang lebih banyak dan kesulitan Petakan lahan dibuat sedemikian rupa empat
dalam memperoleh pupuk kandang atau kompos persegi panjang, dengan lebar 9,6 m dan panjang
untuk penerapan skala luas. Akan tetapi hal ini 18 m dengan denah sebagai berikut :
sebenarnya menjadi peluang untuk
menyinergikan pengelolaan limbah peternakan

Gambar 1 Tata Letak Lahan dan Penempatan alat dalam petakan (tanpa skala )

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 33


Gambar 2 Penempatan Alat dalam petakan

3.2 Rancangan Percobaan penggunaan benih yang bersertifikat dari


varietas unggul baru, penanaman bibit muda
Rancangan Percobaan pada penelitian ini yang
dengan 1-2 bibit per lubang, penggunaan pupuk
digunakan adalah rancangan faktorial petak
organik (kompos), penggunaan bagan Warna
terpisah dengan anak petak. Perlakuan pada
Daun (BWD) dalam pemberian pupuk anorganik,
penelitian ini, sebagai berikut :
sistem tanam legowo, pengendalian hama
1) Perlakuan Budidaya (main plot) terpadu; (c) Konvensional yaitu budidaya padi
yang sering dilakukan oleh petani setempat.
Main plot perlakuan budidaya padi yang
Beberapa ciri sistem budidaya padi konvensional
diujicobakan yaitu budidaya padi: (a) SRI yang
yaitu: umur bibit 20–25 hari setelah semai, tanam
diaplikasikan di Jawa Barat yang mempunyai ciri-
benih satu lubang lebih dari satu (sekitar 3-5
ciri sebagai berikut : jarak tanam lebar 30 cm x
benih), penggunaan pupuk anorganik (urea,TSP).
30 cm, 40 cm x 40 cm, penggunaan pupuk
organik (kompos), penyiangan minimal empat 2) Perlakuan Pemberian Air
kali, pengendalian hama terpadu; (b) Pengelolaan
Pelaksanaan pemberian air diskenariokan seperti
Tanaman Terpadu (PTT) yaitu metode yang
pada Gambar 3.
dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian.
Metode ini memiliki beberapa komponen, yaitu:

34 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


SRI
7 HST 40 HST 75 HST Panen
2
1
0
80% JL
60% JL
Alternasi Alternasi jenuh Alternasi genangan 2 Alternasi jenuh
tanah jenuh lapang sampai cm sampai 80% jenuh lapang sampai
lapang 80% jenuh lapang lapang 80% jenuh lapang

PTT
3 10 15 45 50 70 95 Panen
5
2
0
80% JL
60% JL
Pengge- Intermitten Penggenangan Pengeringan

nangan Intermitten
Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Konvensional/tergenang
7 HST 40 HST 75 HST Panen
5
2
0
80% JL
60% JL
Alternasi Alternasi genangan Alternasi genangan 2 Alternasi jenuh
tanah jenuh 2 cm sampai jenuh cm sampai jenuh lapang sampai
lapang lapang lapang 80% jenuh lapang

Gambar 3 Perlakuan pemberian air

3) Rancangan percobaan IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pola faktorial terdiri atas 12 kombinasi x 3 4.1 Pemberian Air untuk pengolahan tanah
ulangan (36 satuan) percobaan. Kombinasi
Untuk mendapatkan media yang baik untuk
perlakuan terdiri atas: perlakuan budidaya SRI
pertumbuhan tanaman padi terlebih dahulu
Jabar dengan pola pemberian air SRI Jabar,
dilakukan pengolahan tanah. Kegiatan
perlakuan budidaya SRI Jabar dengan pola
pengolahan tanah untuk budidaya padi
pemberian air PTT, perlakuan budidaya SRI Jabar
memerlukan air irigasi. Hubungan perlakuan
dengan pola pemberian air konvensional.
budidaya dengan perlakuan pemberian air
Perlakuan budidaya PTT dengan pola pemberian
terhadap jumlah pemberian air irigasi untuk
air SRI Jabar, perlakuan budidaya PTT dengan
pengolahan tanah dapat dilihat pada Gambar 4.
perlakuan budidaya PTT, perlakuan budidaya
PTT dengan pola pemberian air konvensional.
Perlakuan budidaya Konvensional dengan pola
pemberian air SRI Jabar, perlakuan budidaya
Konvensional dengan pola pemberian air PTT,
perlakuan budidaya Konvensional dengan pola
pemberian air konvensional.

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 35


80
70

Irigasi pengolahan lahan (mm)


60
50
40
67
30
46 49
20
10
0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 4 Grafik pemberian air irigasi untuk pengolahan tanah MT II 2008

Dari Gambar 4 di atas terlihat air irigasi untuk dengan genangan 5 cm. Pengurangan tinggi
pengolahan tanah dari ketiga metode budidaya genangan ini tidak berpengaruh terhadap
masing-masing adalah SRI 46 mm, PTT 49 mm kualitas hasil pengolahan tanahnya untuk
dan Konvensional 68 mm. Pada penelitian MT II mendukung pertumbuhan tanaman.
2008 ini, metode budidaya SRI dan PTT pada
Untuk mengetahui keterkaitan antara
saat pengolahan tanah kedua diberikan
penelitian sebelumnya maka dibuat grafik.
genangan 2 cm sedangkan pada konvensional
Perbandingan kebutuhan air irigasi untuk
diberikan genangan seperti kebiasaan petani
pengolahan tanah pada percobaan sebelumnya
setempat yaitu 5 cm. Berdasarkan Gambar 2,
yaitu pada MT.II 2007, MT.I 2008,dan MT. II
ketinggian penggenangan 2 cm menghasilkan
2008, dapat dilihat pada Gambar 5.
kebutuhan air yang lebih rendah dibandingkan

70
MT II 2007
Irigasi pengolahan lahan (mm)

60 MT I 2008
MT II 2008
50

40
67
30
46 46 49 45
20 45
30
10 22 24

0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 5 Perbandingan Air Irigasi Untuk Pengolahan Tanah pada Percobaan MT II 2007, MT I 2008, MT II 2008

36 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


Dari Gambar 5 dapat dilihat pada MT II 2007, lipat dari MT I 2008. Peningkatan ini
air irigasi untuk pengolahan tanah dari ketiga disebabkan percobaan dilakukan pada musim
metode budidaya hampir sama berkisar 45 mm. kemarau. Sebelum dilakukan pengolahan lahan
Pada MT I 2008 air irigasi untuk olah tanah kondisi tanah sangat kering sehingga perlu
ketiga metode budidaya mengalami penurunan, penjenuhan yang memerlukan air irigasi cukup
hal ini bisa terjadi karena pada saat itu masuk banyak. Walaupun demikian metode budidaya
musim penghujan, kondisi tanahnya sudah SRI dan PTT masih bisa menghemat air irigasi
jenuh oleh air hujan. Dengan demikian dibandingkan cara konvensional.
kebutuhan air irigasi untuk olah lahan menjadi
4.2 Pemberian air Irigasi Selama
sedikit. Dari ketiga metode budidaya tersebut
Budidaya
yang paling sedikit adalah metode budidaya SRI
yaitu 22 mm, ini disebabkan diterapkannya Irigasi diberikan selain untuk pengolahan tanah
penghematan air saat pengolahan, yaitu pada juga untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.
saat olah tanah hanya diberi genangan 2 cm, Pemberian air Irigasi ke dalam petakan
sedangkan PTT diberi genangan 3 cm dan dilakukan dengan cara air di pompa dari
konvensional 5 cm, sesuai dengan rekomendasi saluran tersier menggunakan pompa air ukuran
penelitian sebelumnya. Dengan diterapkannya 2”. Air selanjutnya dimasukkan ke dalam
penghematan ini bisa menghemat air irigasi petakan melalui jaringan pipa, sebelum masuk
sekitar 25% bila dibandingkan dengan cara ke dalam petakan air diukur menggunakan
konvensional. Pada MT II 2008 air irigasi untuk water meter (Gambar 6, 7 dan 8).
pengolahan tanah meningkat sekitar dua kali

Gambar 6 Pemompaan Air dari Saluran Tersier

Gambar 7 Pemasukan Air ke dalam Petakan

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 37


Gambar 8 Water Meter

Perlakuan pemberian air irigasi SRI. (SRI Jabar) menggunakan metode gravimetri. Pada periode
pada penelitian musim ini berbeda dengan ini untuk mengetahui batas bawah didekati
penelitian musim-musim sebelumnya. Untuk secara visual, yaitu dengan melihat parit
mengetahui waktu pemberian air atau saat keliling di dalam petakan (lebar 20 cm,
mencapai batas bawah (80% jenuh lapang) kedalaman 20 cm), batas bawah tercapai pada
pada penelitian sebelumnya didekati dengan saat parit keliling tersebut di atas sudah tidak
melihat kadar air tanah pada petakan berisi air lagi atau kosong (Gambar 9).

Gambar 9 Parit Kosong/Batas Bawah

Pemberian air irigasi sampai batas atas macak- basah, tetapi tidak terjadi genangan
macak dilakukan dengan mengisi parit keliling (Gambar 10).
sampai penuh sampai permukaan tanah hingga

Parit Penuh Permukaan Tanah Basah

Gambar 10 Pemberian Air di Parit Penuh sama dengan Permukaan Tanah Basah/Macak-Macak

38 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


Besarnya pemberian air irigasi total selama budidaya dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.

700

600

Kebutuhan air (mm)


500

400

300
495 511
200
278
100

0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 11 Pemberian Air Irigasi Total pada Berbagai Metode Budidaya

Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa metode rentang standar deviasi pada Gambar 9
budidaya SRI menggunakan air irigasi paling tersebut, terlihat bahwa budidaya pola
sedikit (278 mm) dibandingkan dengan dua pemberian air SRI berbeda nyata (lebih rendah)
metode budidaya lainnya (PTT 495 mm dan dibandingkankan pemberian air PTT dan
Konvensional 511 mm). Untuk PTT, maupun Konvensional.
konvensional tidak menggunakan parit keliling
4.3 Jumlah Anakan
untuk memonitor tinggi airnya. Pada percobaan
metode budidaya SRI bisa menghemat air Jumlah anakan untuk berbagai budidaya seperti
irigasi sekitar 44% dibandingkan dengan terlihat dalam Gambar 12.
metode budidaya konvensional. Berdasarkan

60

50

40
Jumlah anakan

30
48 47
20 42

10

0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 12 Jumlah Anakan Maksimal pada Berbagai Metode Budidaya

Jumlah anakan maksimal berdasarkan Gambar sangat pesat dibandingkan dengan metode SRI
12 terbanyak diperoleh pada metode budidaya dan PTT, tetapi kemudian berhenti, berbeda
SRI (48 anakan) dan paling sedikit pada metode dengan metode SRI dan PTT setelah umur 35
budidaya konvensional (42 anakan). Jumlah HST masih beranak sampai umur 55 HST dan
anakan maksimal pada metode budidaya SRI jumlah anakannya lebih banyak. Perbedaan ini
dan PTT di capai pada umur 55 hari setelah disebabkan pada penggunaan bibit yang
tanam (HST), sedangkan metode budidaya ditanam dan cara penanamannya. Pada metode
konvensional pada umur 35 HST. Metode konvensional bibit yang digunakan umur 21
budidaya konvensional pada umur 15 HST hari setelah semai (HSS), sedangkan SRI dan
sampai 35 HST perkembangan anakannya PTT digunakan bibit berumur 7 HSS. Cara

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 39


penanaman metode konvensional bibit ditanam membentuk ruas yang panjang terlebih dahulu.
dalam, sedangkan SRI dan PTT bibit ditanam Dari kenyataan di atas dapat dikatakan metode
dangkal. Keuntungan dari penggunaan bibit budidaya dapat meningkatkan jumlah anakan
muda adalah tanaman lebih cepat adaptasi maksimal.
dengan lingkungan daripada bibit tua dan
4.4 Hasil Produksi Gabah
keuntungan dari tanam dangkal adalah akar
dapat berkembang lebih baik dan tanaman padi Hasil produksi Gabah Kering Panen (GKP) dapat
lebih cepat beranak karena tidak perlu dilihat pada Gambar 13.

7,0

6,0

5,0
Produksi (ton/Ha)

4,0

3,0 6,0 6,0 5,6


2,0

1,0

0,0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 13 Hasil Produksi pada Berbagai Metode Budidaya

Dari Gambar 13 dapat dilihat hasil produksi sehingga dapat disimpulkan bahwa produksi
gabah kering panen, metode budidaya SRI dan SRI, PTT dan Konvensional relatif sama.
PTT hasilnya terbesar (6 ton/Ha) dibandingkan
4.5 Water Productivity (WP)
dengan Konvensional (5,6 ton/Ha), hal ini
terjadi karena jumlah anakannya SRI lebih Water productivity atau produktivitas air
banyak dari pada metode konvensional. Dengan merupakan berat gabah kering giling (kg GKG)
memperhatikan rentang standar deviasi data yang dihasilkan dari 1 m3 air. Hasil perhitungan
pada Gambar 13, perbedaan hasil produksi ini WP dapat dilihat pada Gambar 14.
tidak berbeda nyata antar perlakuan budidaya

2,5

2,0
Produktifitas air (kg/m3)

1,5

1,0
1,9

0,5 1,1 1,0

0,0
SRI PTT Konvensional

Metode

Gambar 14 Water Productivity pada Berbagai Metode Budidaya

40 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012


Dari Gambar 14 dapat diketahui metode Laboratorium Lapangan, MT II. Pusat Litbang
budidaya SRI memiliki nilai water productivity Sumber Daya Air, Balai Irigasi. Bekasi
paling tinggi (1,9 kg/m3), dan terendah metode
Brouwer, C., M. Heibloem.1986. Irrigation Water
budidaya konvensional (1 kg/m3). Nilai water
Management Training Manual No. 3. Land and
productivity berbanding lurus dengan hasil
Water Development Division. FAO. Rome,
produksi dan berbanding terbalik dengan
Italy.
konsumsi air. Oleh karena itu metode budidaya
SRI konsumsi airnya sedikit sehingga nilai water Cai, Ximing dan Mark W. Rosegrant. 2003. World
productivity menjadi tinggi. Dengan Water Productivity: Current Situation and
memperhatikan rentang standar deviasi pada Future Options. Water Productivity in
Gambar 14, nilai produktifitas air metode SRI Agriculture: Limits and Opportunities for
dapat disimpulkan berbeda nyata dibandingkan Improvement. CAB International Publishing,
dengan metode lainnya. Produktivitas air metode UK.
PTT dan Konvensional tidak berbeda nyata
Clemmens, A.J. dan D.J. Molden. 2007. Water uses
(relatif sama).
and productivity of irrigation systems.
V KESIMPULAN DAN SARAN Irrigation Sicence 25:247-261.
5.1 Kesimpulan De Datta, S. K. 1981. Principles and Practice of
Rice Production. John Wiley and Sons New
1. Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan
York.
tanah pada MT II 2007, MT I 2008 dan MT II
2008, dalam penelitian ini metode SRI dan Gani, A. Triny . S.K., Jatiharti, A. Wardhana, I.P.,
PTT dapat menghemat air sekitar 44 % dan Las, I. 2002. The system of rice Intensification
PTT menghemat air sekitar 6% dibandingkan in Indonesia. In Asessments of the System of
dengan metode konvensional rice Intensification. Proceedings of an
2. Hasil produksi Gabah Kering Giling SRI, International Conference, Sanya, China, April
maupun PTT yaitu 6 ton/ha dan 1-4. 2002. Cornell International Institute for
konvensional 5,6 ton/ha. Food Agriculture and Development. Yuan
3. Water productivity tertinggi diperoleh pada Longping and Peng Jiming, China National
metode budidaya SRI (1,9 gr/l = 1,9 kali WP. Hybrid, Rice Research and Development
Konvensional). Centre, Sebastien Rafaralahy and Justin
Rabenandrasana. Association Tefi Saina,
5.2 Saran Madagascar.
1. Caren/parit keliling sangat membantu untuk Kartaatmadja, S. dan A.M. Fagi. 2000. Pengelolaan
mempermudah mengetahui batas bawah Tanaman Terpadu: Konse dan Penerapan .
(80% JL) , batas bawah tercapai saat caren Dalam A.K. Makarim et.al. (eds). Tonggak
sudah kering. Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman
2. Apabila penelitian dilakukan pada saat Pangan : Konsep dan Strategi Peningkatan
musim hujan, penggunaan varietas sintanur Produksi Pangan. Simposium Penelitian
perlu dipikirkan kembali, karena resiko Tanaman Pangan IV. P. 75 – 89.
kerusakan mekanis pada tanaman (rebah)
Makarim, A.K. 2003. Modeling Pengelolaan
cukup besar.
Tanaman Padi. Dalam kebijakan perberasan
3. Apabila nanti diterapkan pada tingkat
dan inovasi teknologi padi. Dalam Pusat
Tersier maupun DI, bangunan – bangunan
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
irigasi dan pintu-pintu pengukur maupun
Pangan. Badan Penelitian dan
pengatur harus dalam kondisi baik dan
Pengembangan Pertanian.
berfungsi.
DAFTAR PUSTAKA Martin, H. J., W.H. Leonard and tamp. 1976.
Principles of field crop production. Mac.
Arif, S.S. 2006. “Irigasi dan Drainase”. Bahan
Millan Publishing. Co. Inc. New York.
Kuliah. Program Pasca Sarjana. Teknik
Pertanian UGM. Pemerintah RI. 2006. Peraturan Pemerintah No.
20. Jakarta
Balai Irigasi. 2008. Penelitian Irigasi Hemat Air
pada Budidaya padi dengan Metode SRI di

Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1, Mei 2012 41


Uphoff, 2002. What Is The System Of Rice and Justin Rabenandrasana, Association Tefi
Intensification ? in Asessments of the System of Saina, Madagascar.
Rice Intensification. Proceedings of an
Waqar A. Jehangis, H. Turral dan I. Masih. 2004.
International Conference, Sanya, China. April
Water productivity of rice crop in irrigated
1-4. 2002. Cornell International Institute for
areas. Proceeding of the 4th International
Food Agriculture and Development, and China
Crop science Congress, Brisbane, Australia, 26
National Hybrid Rice Research and
Sep-1 Oct 2004.
Development Center. Sebastian Rafaralahy

42 Jurnal Irigasi – Vol.7, No.1,Mei 2012

Anda mungkin juga menyukai