OLEH:
MITA RAHMADEWI
NPM. 1726040279
PENGERTIAN
atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-
60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan
oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang
kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum.
Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan
primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder
terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir.
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat,
tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita
tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam
waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien
telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih
cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah
sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru
tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.
anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk
melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi;
sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik.
Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan
dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang
pascapersalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama
apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak
darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan
- Robekan rahim
- Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat
berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena
kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga
jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin
dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi,
pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERDARAHAN
PASCAPERSALINAN
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi
hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan
pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida
dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi
(lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada
paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental
ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan
mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi
setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin
dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan
jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
ETIOLOGI
1. Atonia uteri
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada
bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri
dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi
sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua
buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan.
Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan. Sekitar
50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi
Grandemultipara
Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB > 4000
gram)
Partus precipitatus
Infeksi uterus
Anemi berat
Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau
1. Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500
ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian,
suntikan prostaglandin.
2. Kompresi bimanuil
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu
yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri
penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada
forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan
memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-
jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan;
tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap
tangan kiri.
Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena
oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian
tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan
pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus
menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan
pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
Robekan Serviks
berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan
darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika
terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan
tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke
bawah hingga cerviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem
dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahitan robekan serviks ini yang penting bukan
Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini
terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah
uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga
tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan,
terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan
yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada
tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan,
dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal
yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi
mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum,
misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke
tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula
Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus
yang kuat.
Tingkatan robekan pada perineum:
Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan
rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan
PENATALAKSANAAN :
3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat
diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
5. Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
7. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa
kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
8. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang
sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara
sub mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2g dan
metronidazol 1g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka
tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang
jelas.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :
Atonia Uteri
Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi)
Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi
3. Retensio plasenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Faktor-
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut
tingkat perlekatannya :
Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding
rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan
Kapan melahirkan ?
Lihat plasenta (bila sudah lahir) secara teliti untuk memastikan bahwa tidak ada
Sebaiknya pelepasan plasenta manual dilakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot
memudahkan pelaksanaannya tertutama bila retensi telah lama, sebaiknya juga dipasang infus
NaCl 0,9% sebelu tindakkan dilakukan. Setelah disinfektan tangan dan vulva termasuk daerah
seputarnynya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan
Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan
dengan posisi obstetrik menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini
Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam
sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian
plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan
sisi tangan kanan sebelah kelingking ( ulner ), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar.
Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual
adalah adanya lingkaran kontriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam
secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan
rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya
plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera lakukan
kompresi bimanual uterus dan dapat disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai
kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, resiko atonia uteri tinggi, oleh karena itu
4. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi
diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya
waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
darah. Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi
kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus
memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri.
Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan
atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran,
dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan
inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lnak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio
uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula
tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa,
sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya
jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup
bulan.
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita
tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat
dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang
Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun
Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.
grande multipara
atoni uteri
kelemahan alat kandungan
Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan
yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang
Pemeriksaan dalam :
Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke
dalam.
Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak.
Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan
yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang
Pemeriksaan dalam :
Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke
dalam.
Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor
lunak.
atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki
keadaan umum.
- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal (operasi
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu dengan
cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan garam fisiologis,
plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu
hamil dengan melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi
atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di
rumah sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal
dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita
sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah
sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus,
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas
pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir
untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg
lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya
lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa
banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi
lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang
tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang
harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi
akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi
perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang
disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg
ergometrin intravena.