Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH BUDIDAYA ANEKA UNGGAS


Dosen :

1. Rukmiasih, M.Si
2. Fitriani, S.Pt

BUDIDAYA UNGGAS AIR (ENTOK, ITIK, DAN ANGSA) DAN PUYUH

Oleh :

Kelompok 1

Adhan

Dias

Sipli

Putri

Sifa

Gepi

Mas e Putri

Ojan
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Unggas merupakan jenis hewan bertulang belakang ( chordata ) masuk


dalam kelas aves (bersayap) yang telah mengalami domestikasi (diternak) untuk
memenuhi kebutuhan manusia seperti daging dan telur. Unggas masuk dalam
ordo Anseriformes ( entok, angsa, itik, dan undan), serta Galliformes ( puyuh,
kalkun, ayam ). Contoh hewan unggas adalah, semua jenis burung, ayam, itik,
angsa, mntog, dan binatang sejenisnya. (Wahju,1992).
Di dalam ordo Anseriformes (bebek, angsa, itik dan entok) termasuk
kedalam unggas air. Mereka juga merupakan sumber makanan, mereka diburu
sebagai permainan atau dipelihara dalam peternakan untuk telur dan dagingnya.
Dan di dalam ordo Galliformes terdapat unggas berukuran kecil yang biasa
dimanfaatkan telur maupun dagingnya yang memiliki kandungan gizi yang cukup
tinggi dibandingkan dengan jenis unggas lainnya, yaitu puyuh. Puyuh merupakan
jenis unggas berukuran kecil yang tidak bisa terbang seperti ayam,
Pembudidayaan aneka ternak unggas mulai dari unggas air (itik, entok,
angsa) atau pun unggas lainya (ayam, puyuh) dilakukan demi memenuhi
kebutuhan pangan manusia di dunia. Di dalam pembudidayaan aneka ternak
unggas ini kita harus membuat lingkungan kandang seperti habitat aslinya seperti
halnya kandang bagi unggas air ada kolam untuk aktivitas unggas air tersebut
seperti mandi dan berenang. Kita juga dapat membuat penyesuaian lingkungan
yang kita buat terhadap unggas yang kita pelihara agar mendapat produksi yang
maksimal dari ternak unggas yang kita pelihara. Dan hal yang terpenting yang
tidak boleh kita lupakan dalam budidaya aneka unggas adalah kenyaman dalam
semua hal (kandang, pakan, dll) bagi ternak dan peternak, sehingga ternak yang
nyaman akan memberikan produksi yang maksimal dan peternak tidak sulit
dalam pemeliharaan dan juga kita harus menghitung titik impas dan pendapatan
diluar biaya pakan.
1.2. Tujuan
Di dalam praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
budidaya aneka unggas (itik, entok, angsa, dan puyuh) dan untuk memenuhi tugas
matakuliah Budidaya Aneka Unggas
BAB II
MATERI DAN METODE

2.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum Budidaya Aneka Unggas ini dilakukan di kandang unggas air
dan kandang puyuh Diploma IPB kampus Gunung Gede. Praktikum dilaksanakan
pada setiap hari Jumat jam 14.00-selesai, piket unggas air dilakukan dimulai pada
tanggal 21 Februari 2015-19 Mei 2015 pada jam 06.00 dan 16.00, dan piket puyuh
yang dilakukan selama 11 minggu pemeliharaan dengan waktu piket pada jam
06.00, 13.00, dan 16.00.

2.2 Materi dan Metode


2.2.1 Materi dan Metode Pemeliharaan Unggas Air (Itik, Entok, dan
Angsa)
A. Persiapan Kandang (Itik, Entok, dan Angsa)
o Alat dan Bahan :
Alat dan bahan yang digunakan saat persiapan kandang
unggas air adalah sapu, ember, selang, air, sekop, cangkul,
penyemprot, desinfektan, detergen, sikat, sekam, alkohol 10%, dan
karung
o Cara Kerja :
Bersihkan kandang unggas air dengan peralatan yang ada
dan sebagian mahasiswa menyiapkan sekam baru yang disemprot
dengan alkohol 10%. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
membuang bekas litter yang ada di dalam kandang dengan
menggunakan sekop atau cangkul dan taruh di dalam karung lalu
keluarkan dalam kandang. Setelah liter bekas di keluarkan dari
dalam kandang, lakukan pembersihan kering. Bersihkan kandang
dari debu, sarang laba-laba, atau kotoran lainnya, lalu lakukan
pencucian kandang. Cuci kandang dengan perlatan yang telah
disediakan, cuci kandang dengan sikat menggunakan detergen yang
sudah di campur dengan air. Setelah itu siram kandang dengan air.
Setelah melakukan pembersihan kering dan pencucian kandang,
semprot kandang menggunakan desinfektan. Setelah itu taburkan
sekam baru yang sudah disemprot alkohol 10% ke dalam kandang,
taburkan sampai tinggi nya 3-5cm.

B. Piket Unggas Air (Itik, Entok, dan Angsa)


o Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama piket adalah tempat pakan
(feeder tray), ember, selang, air, timbangan, dan pakan (pakan
petelur, penampungan, dan dedak)
o Cara Kerja
Dalam piket yang harus dilakukan peratama-tama adalah
membersihkan tempat pakan dan tempat minum yang akan
digunakan. Setelah itu keluarkan ternak dan hitung jumlah ternak
dan kebutuhan pakan ternak, untuk itik berikan pakan sebanyak
150 g/ekor/hari dengan pakan petelur sedangkan entok berikan 100
g/ekor/hari dengan campuran 50% dedak dan 50% pakan ayam
penampungan. Setelah menghitung kebutuhan pakan ternak
timbang pakan sesuai yang dihitung, lalu campur pakan dengan air
sehingga bentuk pakan berubah menjadi pasta lalu siapkan air
minum, catat pemberian airnya dan persentasekan. Usahakan 1
ember tempat pakan dan tempat minum untuk 10 ekor ternak (itik,
entok, atau angsa). Lalu berikan pakan dan minumnya lalu tunggu
selama ±30 menit dan ambil telur dalam kandang untuk ternak itik
(jika entok cukup dihitung saja), setelah itu lihat sisa pakannya.
Jika terdapat sisa pakan, timbang sisa tersebut. Setelah itu biarkan
sisa pakan tersebut supaya dimakan oleh ternak (di biarkan luar
kandang saat pagi, jika sore di dalam kandang). Setalah itu cuci
tempat pakan dan tempat minum yang tadi digunakan lalu taruh
dengan posisi terbalik. Lalu bersihkan teras kandang dari daun,
pakan yang berceceran, atau kotoran yang lainnya. Catat pemberian
pakan, KA pakan, sisa pakan basah, sisa kering, dan produksi telur.
Cara menghitung :

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑎𝑠𝑡𝑎


% Air = 𝑋 100%
𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔+𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛


% Pakan kering =𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔+𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑋 100%

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ = 𝑃. 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑘𝑎n

Sisa Pakan Kering = % 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑋 100%

C. Pemotongan Sayap (Entok)


o Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah gunting
o Cara Kerja
Pertama-tama satu orang mengambil entok yang akan dipotong
sayapnya, handling dengan benar. Satu orang yang lainnya
memotong sayap primer entok, jangan sampai terkena bulu yang
masih ada pembuluh darahnya.
2.2.2 Materi dan Metode Pemeliharaan Puyuh

A. Persiapan kandang
o Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan kandang yaitu
sangkar, tempat pakan, tempat minum, tempat pakan, kawat, sapu,
ember, sikat, selang, detergen, air,
o Cara kerja
Pada saat proses persiapan kandang, pertama-tamayang
dilakukan yaitu membersihkan bagian kandang, maupun halaman
disekitar kandang.Pertama siapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, kemudian keluarkan sangkar dari kandang. Kemudian
bersihkan kandang dengan cara pembersihan kering terlebih dahulu
dengan cara menggunakan sapu, kemudian bersihkan kawat yang
berada di kandang.Siapkan detergen, larutkan dengan air. Kemudian
lakukan pembersihan basah mulai dari kandang, kemudian bersihkan
sangkar yang tadi dikeluarkan, kemudian tunggu hingga kering,
setelah kering masukan kembali sangkar kedalam kandang.
Kemudian bersihkan tempat pakan dan tempat minum, keringkan di
tempat yag terkena sinar matahari, setelah kering simpan tempat
pakan dan tempat minum dan siap untuk digunkkan.
B. Seksing ternak puyuh
o Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada saat seksing yaitu 2
keranjang, dan beberapa ternak puyuh.
o Cara kerja
Pertama-tama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
kemudian keranjang yang kosong diisi dengan beberapa ternak
puyuh, kemudian lakukan seksing dengan cara melihat warna bulu
pada bagian dada, dan pada organ reproduksi, apabila puyuh tersebut
jantan, maka ternak tersebut memiliki foambol, kemudian setelah itu
pisahkan ternak jantan dan betina dalam keranjang yang berbeda.
Kemudian masukan kedalam masing masing rak pada kandang yang
berbeda.
C. Pemotongan paruh
o Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada saat pemotongan paruh
yaitu debeaker, keranjang, vitamin, tempat minum dan ternak puyuh,
o Cara kerja
Pemotongan paruh dilakukan dengan cara pertama, siapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Kemudian hidupkan debeaker atau
alat pemotong paruh.Hitung jumlah ternak puyuh yang ada di dalam
rak, kemudian ambil satu ekor puyuh dan handling dengan benar.
Setelah itu paruh di potong dengan menggunakan debeaker dengan
cara letakkan jempol pada bagian kepala puyuh dan jari telunjuk
pada bagian bawah kepala, agak tarik bagian kepala, lalu letakkan
paruhnya di debeaker, potong paruhnya, jangan ragu.Setelah selesai
puyuh diletakkan di dalam ranjang yang sudah disiapkan, tutup
keranjang tersebut dengan menggunakan triplek.Siapkan vitamin dan
berikan pada puyuh yang sudah dipotong paruh nya sama seperti
pada saat memberikan air minum. Kemudian simpan kembali ternak
puyuh kedalam rak, setelah itu ambil vitamin yang sudah dibuat dan
berikan pada puyuh.
D. Piket Puyuh
o Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakkan yaitu timbangan, baki kecil,
tempat pakan, air, karung, tempat minum, eag tray, dan pakan untuk
puyuh.
o Cara kerja
Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari,
dengan cara pagi diberikan 10 gr, siang 5gr dan sore 5gr, pertama
siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.Bersihkan tempat
minum, kemudian isi dengan air. Sisa pakan ditimbang kemudian
tambahkan dengan pakan yang baru sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian masukkan pakan kedalam tempat pakan berikan kawat di
atas pakan. Setelah itu bersihkan kotoran puyuh dan buang kedalam
karung.Timbang dan hitung telur yang di produksi pada hari itu,
kemudian catat hasilnya.
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛
Menghitung FCR Bobot = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛
Menghitung FCR Butir = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛
Menghitung BEP Harga = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛
Menghitung BEP Produk= 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟

Menghitung IOFC = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛


2.2.3 Materi dan Metode Piket Entok Muda
 Materi :
Materi yang digunakan saat pemeliharaan adalah alat timbang, alat tulis,
entog muda, sekam, tempat minum, dan pakan BR511.
 Cara Kerja :
Piket dilaksanakan pada pagi, siang, dan sore dengan pemberian pakan
yang disesuaikan dengan umur hari entog muda tersebut, namun untuk
minum diberikan ad-libitum. Kegiatan piket yang dilakukan seperti
membersihkan tempat pakan, tempat minum, mengganti sekam, memberi
pakan, dan memberi minum.

Pencampuran Pakan DOD :


F1 : Full Komersil 0-3 Mg
F2 : 40% Dedak : 60% Komersil 4-8 Mg
F3 : 60% Dedak : 40% Komersil 9-12 Mg

Penyesuaian Pakan 3-4 Mg


Hari ke- F2 (%) F1 (%)
1-2 25 75
3–4 50 50
5–6 75 25
>7 100

Penyesuaian Pakan 8-9 Mg


Hari ke- F3 (%) F2 (%)
1-2 25 75
3–4 50 50
5–6 75 25
>7 100
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Itik Cihateup dan Itik Alabio


A. Profil
Itik Cihateup

Ciri-ciri Umum :

 Warna kombinasi dari coklat, hitam, dan putih


 Tubuh terlihat langsing, dan tegak
 Leher panjang
 Paruh dan Kaki berwarna hitam
 Telur berwarna putih kehijauan
Jantan Betina
 Bagian Kepala-Leher berwarna  Warna seluruh tubuh berwarna
hitam-gelap coklat kecuali paruh dan kaki
 Warna tubuh bagian bawah agah  Tidak ada bulu yang mencuat
cerah-putih keatas di bagian ekor
 Corak sayap primer berwarana
coklat cerah-putih
 Ada bulu mencuat ke atas di bagian
ekor
 Corak warna ekor hitam-gelap
Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, hidup dan beradaptasi pada daerah
ketinggian 378 m dpl dan sering disebut dengan itik gunung. Itik Cihateup
penyebarannya sudah sampai di daerah Kabupaten Garut.
Itik Cihateup memiliki kemiripan dengan itik-itik lainnya yang ada di
Jawa, seperti itik Kerawang, itik Cirebon, maupun itik Tegal. Walaupun
demikian, secara genetik terdapat keragaman di antara itik-itik tersebut.
Lebih dekatnya kesamaan sifat antara itik Cihateup dengan beberapa itik
disekitar Jawa Barat dan Jawa Tengah dibandingkan dengan itik Alabio,
sebab dalam denogram jarak genetika antara itik Cihateup dengan itik-itik
lokal yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih dekat dibandingkan
dengan itik Alabio.
Itik Alabio

Ciri umum :

 Leher lebih pendek (seperti entok)


 Badan tidak terlalu tegap (sudut 45o, seperti entok)
 Paruh kuning dengan ujung paruh hitam
 Kaki berwarna kuning
 Warna ujung sayap primer hijau kehitaman mengkilap
 Corak tubuh coklat-putih-hitam
 Kepala bagian atas dan samping terdapat alur warna coklat-hitam
 Warna mata hitam dikelilingi lingkaran putih-coklat
Jantan Betina
 Bulu ekor berwarna hitam-gelap  Corak kepala coklat cerah
 Corak kepala bagian atas hitam-  Bulu ekor warna coklat cerah
gelap  Bulu ekor terlihat agak
 Leher corak warna lebih cerah- mendatar dibandingkan dengan
putih jantan
 Bulu ekor lebih mengarah ke  Corak warna leher coklat
atas dibanding dengan betina
 Ada bulu yang mencuat ke atas
dibagian ekor
 Bulu ekor warna coklat agak
gelap
Itik alabio (Anas Plathycus Borneo) dulu dikenal dengan sebutan itik
banar atau itik bujur. Pemberian nama itik alabio dilatar belakangi kebiasaan
orang yang ingin membeli bibit itik di pasar Alabio. Itik alabio merupakan
flasma nutfah daerah Kalimantan selatan yang berkembang didaerah Alabio
Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan SelatanItik alabio disebut juga
sebagai itik dwiguna, karena disamping penghasil telur juga menghasilkan
daging yang mempunyai rasa lezat dan kaya akan protein, terutama daging
itik pejantan.
Lokasi pemeliharan itik tidak terlalu spesifik, mirip dengan pemeliharaan
unggas air lainnya, sebaiknya berada di lokasi yang dekat dengan parit,
sungai atau persawahan karena sifat itik yang mencari makan di tempat yang
basah. Apabila itik ditempatkan dikandang yang permanen maka sebaiknya di
sediakan pekarangan serta kolam untuk tempat entok minum serta berenang.

B. Pakan
Pakan Cihateup

Rata-rata
Pakan Kering
Konsumsi
Minggu ke- ∑ Cihateup yang
Pakan
diberikan
Kering
1 234 35100 92,15
2 270 40500 89,07
3 271 40650 108,88
4 190 28500 118,93
Total 965 35850
Rata-rata 241,25 8962,5 102,26
Pakan Alabio

Rata-rata
Hari/ Pakan yang
∑ Alabio Konsumsi
Tanggal diberikan
Pakan

05/05/2015 58 8700 150


06/05/2015 58 8700 131,67
07/05/2015 58 8700 150,00
08/05/2015 58 8700 146,19
09/05/2015 58 8700 150,00
10/05/2015 58 8700 123,33
11/05/2015 58 8700 150,00
12/05/2015 58 8700 150,00
13/05/2015 58 8700 150,00
14/05/2015 58 8700 127,50
15/05/2015 58 8700 150,00
16/05/2015 58 8700 142,92
17/05/2015 58 8700 150,00
18/05/2015 58 8700 135
19/05/2015 58 8700 150
Total 870 130500
Rata-rata 58 8700 143,77

Pakan yang kami berikan adalah pakan ayam petelur atau layer dengan
pemberian kering 150 g/e/hari dan diencerkan dengan air sampai berbentuk
pasta dengan KA 50-60%. Akan tetapi dalam data diatas dapat dilihat rata-
rata konsumsi pakan kering dalam 4 minggu yang rata-rata nya 102,26
g/e/hari pada itik cihateup dengan jumlah koloni >30 ekor. Hal ini bisa
dikarenakan pemberian air yang terlalu banyak sehingga membuat pakan
lebih basah dan itik memakan nya lebih cepat kenyang. Dan mengingat sifat
makan itik yang bergerombol sehingga jika beberapa itik berhenti makan
maka yang lainnya akan berhenti makan, sehingga itik tidak makan dengan
maksimal.

Akan tetapi pada itik alabio konsumsi rata rata hampir mendekati 150
g/e/hari yaitu 143,77 g/e/hari. Hampir dalam pemberian setiap hari tidak ada
sisa. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah koloni itik alabio lebih banyak
yaitu >55 ekor sehingga banyak persaingan makan dan mengingat sifat
makan itik yang rakus dan bergerombol.

Dari tabel diatas, kita mengetahui bahwa pemberian pakan yang kita
berikan adalah benar atau pas dengan takaran. Dalam pemberian pakan itik
harus diberi dengan takaran, tidak boleh berlebih sehingga bisa membuang-
buang pakan dan tidak boleh kurang agar mencukupi kebutuhan gizi bagi itik
tersebut.

C. Produksi Telur

Produksi Cihateup

Produksi Telur
Minggu ke- ∑ Cihateup
bobot telur
Butir HD %
Jumlah rataan
1 234 0 0% 0 0
2 270 114 42,22% 0 0
3 271 146 53,87% 0 69,33
4 190 96 50,53% 0 71,22
Total 965 356 0
Rata-rata 241,25 89,00 36,89% 0 70,28
Grafik HD
HD
60%
53.87%
50% 50.53%

42.22%
40%

30%
HD

20%

10%

0% 0%
1 2 3 4

Produksi Alabio

Produksi Telur
Hari/
∑ Alabio
Tanggal bobot telur
Butir HD %
jumlah rataan
05/05/2015 58 0 0 0 0
06/05/2015 58 0 0 0 0
07/05/2015 58 0 0 0 0
08/05/2015 58 8 13,79 0 0
09/05/2015 58 0 0 0 0
10/05/2015 58 5 8,62 0 0
11/05/2015 58 10 17,24 0 0
12/05/2015 58 19 32,76 0 0
13/05/2015 58 0 0 0 0
14/05/2015 58 20 34,48 1300 65
15/05/2015 58 21 36,21 0 0
16/05/2015 58 20 34,48 0 0
17/05/2015 58 22 37,93 0 0
18/05/2015 58 20 34,48 0 0
19/05/2015 58 21 36,21 1500 71,43
Total 870 166 2800 68,21
Rata-rata 58 11,07 19,08 350
Grafik HD

HD
40
37.93
35 36.21 36.21
34.48 34.48 34.48
32.76
30
25
20
17.24
15 13.79 HD
10
8.62
5
0 0 0 0 0 0

Dalam grafik HD diatas dapat dilihat peningkatan produksi dapat dilihat


dari peningkatan HD itik cihateup yang berada pada kandang itik cihateup
Diploma IPB kampus Gunung Gede. Peningkatan ini dikarenakan itik
cihateup yang kita pelihara dalam fase prelayer dan pantas saja terlihat
peningkatan HD dari minggu pertama yang HD 0% meningkat di minggu ke
2 sampai 42,22% dengan rata-rata bobot telur 70,28 gram dengan sistem
pemeliharaan semi intensif.
Dan dalam grafik HD itik alabio dapat dilihat grafik HD dalam setiap
harinya yang naik turun, akan tetapi jika kita melihat dalam perminggu yang
pemeliharaan yang hanya dilkaukan hanya dalam 2 minggu maka dapat
dilihat peningkatan HD yang awalnya 0% menjadi ±35%.

SETIOKO (1990) melaporkan bahwa tingkat produktivitas itik petelur


yang digembalakan hanya sekitar 26,9 − 41,3% sedangkan tingkat produksi
telur itik terkurung dapat mencapai 55,6% dan bahkan KETAREN dan
PRASETYO (2000) melaporkan bahwa produksi telur itik selama setahun
adalah sebanyak 69,4%. Rendahnya produksi telur tersebut sebagian
disebabkan oleh pakan yang tidak memadai. Nyatanya produksi telur itik
gembala tersebut dapat ditingkatkan dari 38,3% menjadi 48,9% dengan
memberi pakan tambahan (SETIOKO et al., 1992; SETIOKO et al., 1994).

Menurut Susanti & Prasetyo (1997) itik Cihateup dapat memproduksi telur
sampai 200 butir/ekor/tahun, sedangkan itik Alabio dan Mojosari masing-
masing dapat mencapai 248,8 dan 238 butir/ekor/tahun. Hal ini dikarenakan
pengembangan dan perbaikan genetik melalui seleksi terhadap itik Alabio dan
Mojosari sudah lebih maju dibandingkan dengan itik Cihateup yang sampai
sekarang belum ada sentuhan seleksi untuk perbaikan genetik ke arah yang
baik.

D.FCR

FCR Cihateup

FCR PAKAN
Produksi Telur KERING
Minggu ∑ JANTAN +BETINA
ke- Cihateup
bobot telur FCR FCR
Butir HD %
jumlah rataan Butir BOBOT
1 234 0 0% 0 0 0 0
2 270 114 42,22% 0 0 210,96 0
3 271 146 53,87% 0 69,33 202,10 1,80
4 190 96 50,53% 0 71,22 235,38 2,54
Total 965 356 0
Rata-rata 241,25 89,00 36,89% 0 70,28 277,19 2,17
FCR Alabio

FCR PAKAN
KERING
Hari/ JANTAN
∑ Alabio
Tanggal +BETINA
FCR FCR
Butir BOBOT
05/05/2015 58 0 0
06/05/2015 58 0 0
07/05/2015 58 0 0
08/05/2015 58 1059,88 0
09/05/2015 58 0 0
10/05/2015 58 1430,63 0
11/05/2015 58 870 0
12/05/2015 58 457,895 0
13/05/2015 58 0 0
14/05/2015 58 369,75 5,69
15/05/2015 58 414,286 0
16/05/2015 58 414,468 0
17/05/2015 58 395,455 0
18/05/2015 58 391,5 0
19/05/2015 58 414,286 5,80
Total 870
Rata-rata 58 753,51 5,74

FCR adalah penentu dari keberhasilan suatu usaha peternakan. FCR adalah
banyaknya nilai atau jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dirubah dalam
satu-satuan produksi. Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata FCR butir
277,19 yang artinya untuk membentuk 1 butir telur diperlukan pakan
sebanyak 277,19 gram pakan. Dan rata-rata fcr bobot 2,17 yang artinya
membutuhkan 2,17 gr pakan untuk membentuk 1 gram telur. Nilai rataan fcr
bobot 2,17 dengan rataan bobot telur 70,28 gram ini sangat bagus tentunya
dibandingkan dengan fcr bobot itik laiinnya.

Dan rataan FCR butir itik alabio 753,51 yang artinya untuk membentuk 1
butir telur diperlukan pakan sebanyak 753,51 gram pakan. Dan rata-rata fcr
bobot 5,74 yang artinya membutuhkan 5,74 gr pakan untuk membentuk 1
gram telur. Hal ini termasuk buruk dikarenakan kita akan mengalami
kerugian jika nilai FCR kita semakin besar. Berbeda dengan FCR itik
cihateup yang relatif jauh lebih kecil yang dikarenakan konsumsi yang sedikit
akan tetapi menghasilkan produk yang dengan jumlah yang lebih banyak dan
bobot telur lebih tinggi.

Produksi telur itik silang Mojosari dan Alabio yang dikenal dengan itik
MA mencapai 69,4% atau 253 butir selama 365 hari dengan mutu pakan yang
baik. Itik tersebut menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan pakan yang
diukur dengan Feed Conversion Ratio (FCR) 4,10 dengan rataan bobot telur
69,7 g/butir (KETAREN dan PRASETYO, 2000). KETAREN dan
PRASETYO (2002) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan pakan itik
petelur selama empat bulan produksi pertama dapat diperbaiki dari 5,67
(KETAREN dan PRASETYO, 2000) menjadi 2,88 dengan memberi pakan
bentuk pelet pada tingkat konsumsi pakan sebanyak 154 g/ekor/hari.
E. BEP
BEP Itik Cihateup

BEP
Produksi Telur
Minggu
∑ Cihateup
ke- bobot telur Harga Produksi
Butir HD %
jumlah rataan
Rp
1 234 0 0% 0 0 22
-
Rp
2 270 114 42,22% 0 0 2.132 23

Rp
3 271 146 53,87% 0 69,33 1.671 24

Rp
4 190 96 50,53% 0 71,22 1.781 23

Rp
965 356 0 337
Total 927
Rp
241,25 89,00 0 23
Rata-rata 36,89% 70,28 927

BEP Itik Alabio

BEP
Produksi Telur
Hari/
∑ Alabio
Tanggal bobot telur Harga Produksi
Butir HD %
jumlah rataan
05/05/2015 58 0 0 0 0 Rp - 22
06/05/2015 58 0 0 0 0 Rp - 23
07/05/2015 58 0 0 0 0 Rp - 24
08/05/2015 58 8 13,79 0 0 Rp 6.525 23
09/05/2015 58 0 0 0 0 Rp - 23
10/05/2015 58 5 8,62 0 0 Rp 10.440 23
11/05/2015 58 10 17,24 0 0 Rp 5.220 24
12/05/2015 58 19 32,76 0 0 Rp 2.747 22
13/05/2015 58 0 0 0 0 Rp - 23
14/05/2015 58 20 34,48 1300 65 Rp 2.610 23
15/05/2015 58 21 36,21 0 0 Rp 2.486 23
16/05/2015 58 20 34,48 0 0 Rp 2.610 23
17/05/2015 58 22 37,93 0 0 Rp 2.373 23
18/05/2015 58 20 34,48 0 0 Rp 2.610 23
19/05/2015 58 21 36,21 1500 71,43 Rp 2.486 23
Total 870 166 2800 68,21 Rp 4717 337
Rata-rata 58 11,07 19,08 350 23
BEP atau biasa kita sebut titik impas adalah acuan dalam berwirausaha dalam
penentuan harga dan menentukan target produksi.di atas terdapat 2 jenis BEP,
yaitu BEP Harga dan BEP Produk. BEP Harga didapat dari hasil membagikan
Biaya Pakan dengan Produksi Telur dan BEP Produk didapat dari membagikan
Biaya Pakan dengan Harga Telur Itik. Dari data diatas dapat dilihat rataan BEP
Harga itik Cihateup berkisar Rp 927,- dan rataan BEP Harga Itik Alabio adalah
Rp 4717,- yang artinya jika kita ingin mendapatkan balik modal dari biaya pakan
yang kita keluarkan, minimal kita harus menjual telur itik alabio dan cihateup
dengan harga segitu, dan jika menginginkan keuntungan maka kita harus menjual
lebih dari nilai tersebut. Dan dari data diatas dapat dilihat juga rataan BEP Produk
itik Cihateup berkisar 23 dan rataan BEP Harga Itik Alabio adalah 23. Artinya
jika mengingkan balik modal atau tidak rugi maka kita harus memproduksi
minimal 23 butir telur setiap harinya mengingat produk yang kita jual adalah
telur. Dan jika produksi lebih dari itu maka kita akan mendapat keuntungan.

F. IOFC
IOFC Itik Cihateup

Produksi Telur
Pakan Kering
∑ Cihateup IOFC Biaya Pakan pendapatan
yang diberikan bobot telur
Butir HD %
jumlah rataan
Rp Rp
234 35100 0 0% 0 0 -Rp210.600
210.600 -
Rp Rp
270 40500 114 42,22% 0 0 Rp30.600
243.000 273.600
Rp Rp
271 40650 146 53,87% 0 69,33 Rp106.500
243.900 350.400
Rp Rp
190 28500 96 50,53% 0 71,22 Rp59.400
171.000 230.400
Rp Rp
965 35850 356 0 -Rp14.100
215.100 854.400
Rp Rp
241,25 8962,5 89,00 0 -Rp3.525
36,89% 70,28 53.775 4.800

Pakan Produksi Telur


Hari/ ∑
yang IOFC
Tanggal Alabio
diberikan Biaya
HD bobot telur pendapatan
Butir Pakan
% jumlah rataan
Rp Rp
05/05/2015 58 8700 0 0 0 0 -Rp52.200
52.200 -
06/05/2015 58 8700 0 0 0 0 -Rp52.200 Rp Rp
52.200 -
Rp Rp
07/05/2015 58 8700 0 0 0 0 -Rp52.200
52.200 -
Rp Rp
08/05/2015 58 8700 8 13,79 0 0 -Rp33.000
52.200 19.200
Rp Rp
09/05/2015 58 8700 0 0 0 0 -Rp52.200
52.200 -
Rp Rp
10/05/2015 58 8700 5 8,62 0 0 -Rp40.200
52.200 12.000
Rp Rp
11/05/2015 58 8700 10 17,24 0 0 -Rp28.200
52.200 24.000
Rp Rp
12/05/2015 58 8700 19 32,76 0 0 -Rp6.600
52.200 45.600
Rp Rp
13/05/2015 58 8700 0 0 0 0 -Rp52.200
52.200 -
Rp Rp
14/05/2015 58 8700 20 34,48 1300 65 -Rp4.200
52.200 48.000
Rp Rp
15/05/2015 58 8700 21 36,21 0 0 -Rp1.800
52.200 50.400
Rp Rp
16/05/2015 58 8700 20 34,48 0 0 -Rp4.200
52.200 48.000
Rp Rp
17/05/2015 58 8700 22 37,93 0 0 Rp600
52.200 52.800
Rp Rp
18/05/2015 58 8700 20 34,48 0 0 -Rp4.200
52.200 48.000
Rp Rp
19/05/2015 58 8700 21 36,21 1500 71,43 -Rp1.800
52.200 50.400
68,21 Rp Rp
870 130500 166 2800 -Rp384.600
Total 783.000 398.400
Rp Rp
58 8700 11,07 350 -Rp25.640
Rata-rata 19,08 52.200 26.560

IOFC adalah pendapatan yang kita dapat tanpa biaya pakan. IOFC dapat
dicari dari pendapatan penjualan produk kuta dikurangi dengan biaya pakan yang
sudah dikeluarkan. Dari data diatas dapat dilihat IOFC yang didapat dari
pemeliharaan itik cihateup selama ini adalah –Rp 14.100,- dan pada pemeliharaan
Itik Alabio mendapat –Rp 384.600,-. Hal ini tentunya sangat buruk jika memulai
usaha sebagai peternak, walaupun nilai minus nya sedikit pada pemeliharaan itik
cihateup tetapi tetap saja kita akan mendapat rugi, dan jika suatu usaha tersebut
diteruskan maka akan tinggal menunggu bangkrut saja.
3.2. Pemeliharaan Entok

A. Profil Entok

Entok atau Mentok atau nama lainn ya Itik Manila / Itik Serati adalah
ternak yang berasal dari benua Amerika tropis yaitu Meksiko, Amerika Tengah
dan Amerika Selatan. Nama latin entok adalah Cairina moschata.. Di luar negeri
entok biasa disebut Muscovy Duck. Entok pertama kali datang ke Indonesia
dibawa oleh bangsa Portugis. Sebelum sampai ke Indonesia dibawa terlebih
dahulu ke Manila Filipina sehingga entok terkenal dengan nama Itik Manila.Pada
dasarnya entog merupakan hewan daerah tropis, namun entok dapat beradaptasi
dan hidup disuhu sampai 12 º C.Biasanya entok diternakkan untuk pengambilan
dagingnya.

Ciri-Ciri Entok :
• Kepala besar, pada kepala sebelah kiri dan kanan terdapat gumpalan
• kulit atau kutil berwarnamerah terang.
• Paruh pendek, sempit dan mendatar berwarna kekuningan
• Leher pendek dan besar
• Dada lebar dan besar
• Kaki pendek, kuat berwarna jingga kekuningan
• Sayap panjang dan kuat
• Bulu-
bulu, umumnya berwarna hitam bercampur biru, ada juga yangdominan p
utih
• Di alam liar, mereka dapat terbang jauh.
• Ekor lebar dan pendek
• Badan besar dan mendatar ,Kuku panjang dan tajam ,Kulit tubuh kuning
• Pada pangkal paruh bagian atas terdapat daging tumbuh
Di Indonesia entok banyak disilangkan dengan itik dengan tujuan adaptasi serta
memperbaiki kualitas perdagingan itik-itik lokal Indonesia.Silangan entok di
Indonesia :

 Tiktok (itik entok)

 Tiktok adalah persilangan antara entok dengan itik alabio. Dalam


persilangan ini itik Alabio jantan dipelihara bersama dengan entok betina.
Namun setelah disilangkan tiktok bersifat infertil atau tidak dapat
berkembang biak lagi.

Lokasi pemeliharan entok tidak terlalu spesifik, mirip dengan pemeliharaan


unggas air lainnya, sebaiknya berada di lokasi yang dekat dengan parit, sungai
atau persawahan karena sifat entok yang mencari makan di tempat yang
basah.Apabila entok ditempatkan dikandang yang permanen maka sebaiknya di
sediakan pekarangan serta kolam untuk tempat entok minum serta berenang.

Untuk mencegah entok dewas kabur dari kandang satu ke kandang lain maka
perlu dilakukan potong syap primer untuk mencegah hal tersebut dan untuk
mempermudah dalam penanganan juga.

B. Pakan
Pemberian Pakan Kering : 100 gr/ekor/hari
Dicampur air sampai pasta, rata-rata KA : 53,03 %
Rata-rata konsumsi pakan :
Kandang 3 : 93,52 gr/ekor/hari
Kandang 1 : 97,32 gr/ekor/hari

Dari data diatas dapat dilihat bahwa konsumsi pakan entok berkisar ±95
g/e/hari dengan pemberian 100 gr/e/ hari dengan campuran pakan 50% dedak dan
50% ayam penampungan. Pada pemeliharaan entok, pemberian pakan tidak
memiliki syarat tertentu karena tujuan pemeliharaan untuk memperoleh
perdagingan yang baik.Pemberian pakan pada entok secara umum diberikan
secara adlibitum. Pemberian air minum pada entok juga diberikan secara
adlibitum.

C. BEP Produk
BEP produk diperoleh dari hasil bagi antara biaya pakan dan harga telur.
BEP Produk diatas dapat menunjukkan kita target minimum produksi telur kita
jika ingin mendapat balik modal atau tidak rugi. Dari data diatas didapat BEP
Produk total sebanyak 47 butir / mg untuk kandang 1 dan kandang 3. Maksudnya
kita harus minumum memproduksi sebanyak 47 butir telur entok per minggu
untuk menutupi biaya pakan yang sudah diberikan. Jika produksi lebih dari itu
maka kita akan mendapatkan untung.

3.3. Pemeliharaan DOD

Yang dimaksud dengan periode starter yaitu itik yang berumur 1 hari yang
dikenal dengan sebutan DOD (day old duck) hingga itik umur 2 bulan. Dalam
pemeliharaan DOD hal hal yang harus diperhatikan adalah menjaga indukan
supaya bisa menghangatkan DOD dan jangan sampai telat memberikan pakan.
Dan yang perlu diperhatikan lagi pada saat peralihan pemberian ransum.
Penyesuaian ransum harus di lakukan agar suapaya DOD tidak kaget akan
perubahan ransum, karena sistem pencernaan DOD masih belum stabil.

B. Pakan DOD

Pakan DOD yang diberikan adalah pakan komersil BR511 dan dedak
dengan formula :

F1 : Full Komersil 0-3 Mg


F2 : 40% Dedak : 60% Komersil 4-8 Mg
F3 : 60% Dedak : 40% Komersil 9-12 Mg
Pemberian disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi pakan DOD
pada tabel yang sudah disediakan. Dan setiap mau pergantian formula ransum
dilakukan penyesuaian ransum agar suapaya DOD tidak kaget akan perubahan
ransum, karena sistem pencernaan DOD masih belum stabil. Pemberian piket
pada DOD sebaiknya semakin sering semakin baik, untuk mengefektifkan
pertumbuhan DOD.

C. Pertumbuhan DOD

Bobot Badan Entog Muda


2000
96
1800
123
1600 142
143
1400
145
bobot badan (gr)

1200
146
1000 147
149
800
151
600 152
400 153
157
200
168
0 1
1 2 3 4 5 6
2
minggu

Pada pemeliharaan entog muda, pakan yang diberikan selalu habis tanpa
tersisa. Hal ini merupakan faktor yang menyebabkan grafik pertumbuhan entog
selalu naik. Dengan pertumbuhan bobot badan yang tinggi dalam perharinya,
entog digunakan sebagai ternak yang di manfaatkan dagingnya. Pada entog nomor
157 mengalami penurunan bobot badan yang sangat drastis, kemungkinan
terjadinya sistem herarki dalam mengonsumsi pakan bersama kelompoknya pada
saat itu sehingga ternak tersebut tidak kebagian pakan dengan sesuai
kebutuhannya.
3.4 Pemeliharaan Puyuh

A. Profil Puyuh

Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi,
ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Burung puyuh merupakan
burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.
Burung puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail,
Colinus Virgianus sedangkan di China disebut dengan Blue Breasted Quail,
Coturnix Chinensis (Tetty, 2002). Masyarakat Jepang, China, Amerika dan
beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi telur dan da gingnya karena burung
puyuh bersifat dwiguna. Burung puyuh terus dikembangkan keseluruh penjuru
dunia, sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak
tahun 1979 (Progressio, 2003).
Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut
:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianidae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix coturnix japonica

Burung puyuh merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia disebut juga


Gemak. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya Coturnix
coturnix japonica, Coturnix chinensis atau Bluebreasted quail, Turnic susciator,
Arborophila javanica dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias
karena memiliki jambul yang indah (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung
puyuh sekarang banyak diternakkan adalah Coturnix coturnix japonica.
Coturnix coturnix japonica adalah burung puyuh yang telah lama
didomestikasi sehingga kehilangan naluri untuk mengerami telurnya (Nugroho
dan Manyun, 1986). Burung puyuh mempunyai ciri-ciri badannya kecil, bulat dan
ekornya sangat pendek (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh memiliki
warna bulu bercak-bercak coklat. Kebutuhan pakannya sangat sedikit, sesuai
dengan ukuran tubuhnya yang kecil yaitu 14-24 gram/ekor/hari (Sunarno, 2004).
Burung puyuh memiliki kesuburan yang tinggi, mencapai dewasa kelamin dalam
waktu singkat, sekitar 6 minggu, lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Tetty,
2002)
Sistem pemeliharaan yang digunakan adalah Sistem Sangkar Baterai.
Dinding dan lantai sangkar sistem ini terbuat dari kawat kasa/ram. Hal ini
menyebabkan di bawah lantai setiap sangkar perlu disediakan alas guna
menampung kotoran (dropping board). Ukuran sangkar tinggisangkar 20-30 cm,
bagianatassangkarpasangjala, pintu di bagiansamping, alas dibuat darikawatloket
1.5 x 1.5 cm.
Dengan kepadatan kandang sebagai berikut
Umur Luas Kandang (cm/ekor)
(Minggu)

0-1 Minggu 160 – 180

1-4 Minggu 180 – 200

4-7 Minggu 180 – 200

> 7 Minggu 180 – 200

B. Pakan

Pakan yang diberikan adalah pakan ayam petelur atau layer dengan
pemberian 20gr/ekor/hari dikarenakan puyuh yang kami pelihara memasuki fase
prelayer. Dari data diatas dapat dapat dilihat konsumsi pakan perhari berkisar
antara 15-20 gr/ ekor/ hari. Pemberian pakan puyuh masa produksi harus benar-
benar diperhatikan dengan teliti. Sebab pemberian pakan yang berlebihan tidak
akan meningkatkan produksi justru merupakan suatu pemborosan. Burung puyuh
membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda pada tiap periode.
Pada periode starter minimal kandungan protein kasar 24 % dan energi
termetabolis 2900 Kkal/kg. Pada periode grower minimal kandungan protein
kasar 20 % dan energi termetabolis 2700 Kkal/kg. Pada periode layer minimal
kandungan protein kasar 22 % dan energi termetabolis 2900 Kkal/kg (SNI, 1995).
Pada masa pertumbuhan, protein digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yaitu
membentuk otot, kuku, sel darah dan tulang te tapi pada masa bertelur protein
tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk
materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994).

C. Produksi Telur

Dari data diatas dapat dilihat produksi puyuh meningkat dari minggu
pertama-sampai minggu ke 4 selanjutnya mengalami naik turun sampai minggu ke
11 dan mengalami puncak produksi pada minggu ke 7. Burung puyuh merupakan
salah satu jenis unggas yang cukup produktif (Sunarno, 2004), dapat bertelur
sebanyak 300 butir/tahun (Helinna dan Mulyantono, 2002). Produksi telur yang
optimum dapat ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu breeding, feeding dan
management
D. FCR
FCR Bobot

Dari data di atas dapat dilihat FCR bobot puyuh pada minggu pertama
sangat tinggi >70 dan pada minggu berikunya turun sehingga berkisar antara 5-10
pada minggu ke 3 sampai minggu ke 11. Pada minggu pertama FCR Bobot tinggi
diakibatkan oleh puyuh kelompok kami masih sedikit yang sudah masuk fase
bertelur, sehingga telur yang di produksi oleh puyuh kelompok kami masih
sedikit. Pada minggu ke 7 FCR bobot sangat kecil dikarenakan pada saat itu
terjadi puncak produksi dari puyuh kami.

Dari data di atas dapat dilihat FCR butir puyuh pada minggu pertama
sangat tinggi >700 dan pada minggu berikunya turun sehingga berkisar antara 50-
100 pada minggu ke 3 sampai minggu ke 11. Pada minggu pertama FCR Bobot
tinggi diakibatkan oleh puyuh kelompok kami masih sedikit yang sudah masuk
fase bertelur, sehingga telur yang di produksi oleh puyuh kelompok kami masih
sedikit. Pada minggu ke 7 FCR bobot sangat kecil dikarenakan pada saat itu
terjadi puncak produksi dari puyuh kami.
Makund (2006) menyatakan bahwa, pemberian pakan pada umur 9-19
minggu dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg konversi pakannya adalah 3,43,
sedangkan pada kandungan energi 2900 Kkal/kg konversi pakan tidak berbeda
yaitu 3,34. Sumbawati (1992) mela porkan bahwa, pada puyuh petelur umur 10-
20 minggu pada penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein
dalam ransum burung puyuh dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 109,69-
135,59 g/ekor/minggu dengan konversi pakan 3,00-3,61.
E. BEP

BEP Harga

BEP Produk

Dari data diatas dapat dilihat rataan BEP Harga selama pemeliharaan Rp
1450,- yang artinya jika kita ingin mendapat kembali modal atau tidak mendapat
rugi maka kita harus menjual telur puyuh dengan harga Rp 1.450,-/butir. Dan
rataan BEP Produk adalah 60 butir maksudnya jika kita ingin mendapat kembali
modal atau tidak mendapat rugi maka kita harus memproduksi telur puyuh
sebanyak 60 butir per minggu.
F.IOFC

Dari data diatas dapat diperoleh IOFC selama pemeliharaan sebesar –


Rp126.960,. Hal ini merugikan bagi kita sebagai peternak, perlu adanya perbaikan
dalam segi manajemen pemeliharaan atau perbaikan peralatan. Jika diteruskan
merugi maka peternakan yang kita bangun lama-lama akan bangkrut.
BAB IV
Kesimpulan

4.1 Kesimpulan

Dalam pemeliharaan aneka unggas yang kami lakukan mengalami


kerugian pada semua pemeliharaan (Entok, Itik, dan Puyuh). Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal seperti kurang jelinya kami dalam piket dan adanya faktor lain
seperti pencuri telur entah itu hewan ataupun manusia. Dalam pemeliharaan
unggas air kami mengalami kesulitan dalam piket seperti terbatasnya alat seperti
tempat dan tempat minum, pakan yang tidak selalu tersedia, timbangan yang tidak
selalu tersedia, dan faktor lainnya seperti pencuri telur. Kesulitan dalam
pemeliharaan juga dirasakaan pada pemeliharaan puyuh dengan kandang yang
tidak sesuai atau tidak nyaman bagi puyuh atau peternak, tidak selalu adanya
pakan dan timbangan, dan adanya faktor lain seperti pencuri telur.
Daftar Pustaka

Helinna dan Mulyantono. 2002. Bisnis puyuh juga bertumpu pada DKI. Majalah
Poultry Indonesia. Edisi Juli.

KETAREN, P.P. dan L.H. PRASETYO. 2000. Produktivitas itik silang MA di


Ciawi dan Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.
Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.

KETAREN, P.P. dan L.H. PRASETYO. 2002. Pengaruh pemberian pakan


terbatas terhadap produktivitas itik silang Mojosari X Alabio (MA) selama
12 bulan produksi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (in
progress).

Makund, K,M, et al. 2006. Response of laying japanese quail to dietary calcium
levels at two levels energy. The Journal of Poultry Science, 43 : 351-356,
2006

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National


Academy of Science. Washington D. C.

Nugroho, dan I. G. K. Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Penerbit Eka


Offset, Semarang.

Pappas, J. 2002. “Coturnix Japonica” (On-line), Animal Diversity Web.


http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Coturnix/j
a ponica.html. (25 Mei 2006)

PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 1997. Persilangan timbal balik antara itik
Tegal dan Mojosari: I. Awal pertumbuhan dan awal bertelur. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner 2(3):152-156.

Progressio, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id. (25 Mei


2006)

SETIOKO, A.R. 1990. Pola pengembangan peternakan itik di Indonesia.


Prosiding Temu Tugas Sub-Sektor Peternakan No.5: Pengembangan usaha
ternak itik di Jawa Tengah, Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.

SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, dan A. LASMINI. 1994.


Pemberian pakan tambahan untuk pemeliharaan itik gembala di Subang-
Jawa Barat. Ilmu dan Peternakan 8(1):27-33.
SETIOKO, A.R., A.P SINURAT, P. SETIADI, A. LASMINI, P. KETAREN, dan
A. TANUWIDJAJA. 1992. Pengaruh perbaikan nutrisi terhadap
produktivitas itik gembala pada masa boro. Prosiding Agroindustri
peternakan di pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Standar Nasional Indonesia, 01-3905-1995. Ransum Puyuh Petelur Pemula (Quail


Starter )

Standar Nasional Indonesia, 01-3906-1995. Ransum Puyuh Petelur Dara (Quail


Grower )

Sumbawati. 1992. Penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein


dalam ransum burung puyuh terhadap produksi telur, indeks putih telur
dan indeks kuning telur. Skripsi . Fakultas peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Sunarno. 2004. Potensi Burung Puyuh. Majalah Poultry indonesia Edisi Pebruari
hal.61.

Tetty. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata.

Wahju, J. 1992. Budidaya Aneka Unggas. Cetakan III. Gadjah Mada University

Anda mungkin juga menyukai