Anda di halaman 1dari 6

METODE

3.1 Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan praktikum penanganan dan pengolahan daging dan telur


dilaksanakan setiap hari senin tanggal 4, 11, 18, 25 September, lalu pada tanggal 2
dan 9 Oktober 2017 pada jam 07.00 WIB – 11.00 WIB bertempat di CB olah di
kampus diploma cilebende Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Pembuatan corned:

Alat:

1. Timbangan
2. Panci Presto
3. Sodet Kayu
4. Kompor

Bahan:

1. Daging 1Kg
2. 5 g sendawa
3. 30 g garam dapur
4. 25 g gula pasir
5. 5 g merica
6. 5 g pala bubuk
7. 3-4 buah tomat
8. 2 sdm susu fullcream
9. 10 siung bawang merah.

3.3 Prosedur pembuatan:


Daging curing dicuci bersih berkali-kali, kemudian direbus dalam press
cooker selama 30 menit dengan alat secukupnya. Kemudian dilakukan
pengamatan perubahan warna dan tambahkan bumbu yang terdiri dari merica,
pala bubuk, susu full cream dan bawang merah hingga asat. Angkat dan dilakukan
pengamatan berat, warna, tekstur, aroma dan susut. Kemudian corned disajikan
dengan kreasi masing-masign kelompok.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Hedonik Corned Beef


Indikator Warna Tekstur Aroma Kekenyalan Rasa Kreasi
&
Parameter 2 3 4 3 4 3
*parameter

Kesukaan: 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Normal 4. Suka 5. Sangat suka

Selanjutnya dilakukan penilaian dengan beberapa parameter, menggunakan hasil


corned beef per kelas sehingga didapat hasil sebagai berikut:

c) Parameter Penilaian Corned Beef


Parameter 1 2 3 4 5

Berat awal
340 gr 340 gr 375 gr 386 gr 357 gr
dan bumbu

Berat
sebelum 95 gr 118 gr 111 gr 113 gr 123 gr
diolah

Rendemen 1 27.94 % 34.70 % 29.60 % 29.27 % 34.45 %

Berat setelah
118 gr 122 gr 113 gr 115 gr 179 gr
diolah

Rendemen 2 34.70 % 35.88 % 30.13 % 29.79 % 50.14 %

Uji hedonik 3 3 3 3 3

Kornet merupakan salah satu produk olahan daging yang telah lama
dikenal dan disukai oleh masyarakat. Produk ini merupakan salah satu upaya
untuk membuat umur simpan daging menjadi lebih lama. Namun, dalam
pengolahannya harus tetap memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan oleh
instansi terkait agar hasilnya maksimal dan tidak membahayakan kesehatan.
Produk daging yang berupa kornet ini telah banyak dipasarkan diberbagai
wilayah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh karena itu,dalam
pengolahannya tidak boleh sembarang dalam menjaga mutu dan citarasanya.
Untuk mengetahui mutu dan citarasa kornet yang telah dihasilkan dilakukan
pengujian organoleptik yang meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik.

Proses pembuatan kornet akan dibedakan menjadi dua, yaitu pertama


proses curingdan yang kedua adalah proses pengolahan daging. Menurut
Soeparno (1994), proses curing merupakan cara processing daging dengan
menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit
dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Hasil penilaian
oragnoleptik berdasarkan uji mutu hedonik terhadap daging
hasil curing menunjukkan bahwa aroma agak khas (3), tekstur lembut (4),
kekenyalan agak kenyal (3), dan warnanya agak cerah. Berdasarkan hasil dari
oraganoleptik menunjukkan bahwa aroma pada daging yang telah dicuring selama
24 jam adalah agak khas. Hal ini merupakan pengaruh dari proses curing yang
mampu mempertahankan aroma dari daging. Penyataan ini dukung oleh Soeparno
(1994) yang mengatakan bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan
warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk
daging. Namun, mungkin hasil pratikum ini sedikit berbeda karena aroma yang
dihasilkan adalah agak khas. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor salah
satunya adalah waktu curing yang kurang lama dan mungkin kondisi dari daging
itu sendiri.

Sementara itu, proses curing ini juga telah membuat tekstur daging menjadi
lembut. Tekstur daging yang lembut ini merupakan dampak positif dari proses
curing. Hal ini didukung oleh Soeparno (1994) yang mengatakan bahwa
maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur
dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama
processing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Berdasarkan hasil
praktikum, dapat kita lihat bahwa setelah mengalami proses curing kekenyalan
daging menjadi agak kenyal. Kekenyalan ini tentunya masih terkait dengan
tekstur yang dimiliki oleh daging setelah dicuring. Tekstur dan kekenyalan akan
berkorelasi positif.

Selanjutnya, adalah warna daging. Warna pada daging hasil curing diperoleh
hasilnya adalah agak cerah. Seperti yang telah dinyatakan oleh Soeparno (1994)
bahwa maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma,
tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama
processing serta memperpanjang masa simpan produk daging. Berkat adanya
proses curingtersebut, kecerahan warna daging masih dapat dipertahankan,
walaupun tidak sempurna. Ketidaksempurnaan warna daging mungkin juga
dipengaruhi oleh lamanya waktu dalam proses curing. Seperti pada praktikum
sebelumnya, karena proses curingkurang lama mengakibatkan warna daging
menjadi gelap (proses curing tidak dapat mempengaruhi warna).
Warna daging yang menarik (cerah) tentunya bertujuan untuk meningkatkan
ketertarikan konsumen untuk membeli produk daging tersebut. Pernyataan ini
diperkuat oleh pernyataan Guidi et al. (2006) yang menyatakan bahwa warna pada
makanan, terutama pada produk daging merupakan sebuah parameter kuat yang
mempengaruhi pilihan konsumen. Selain itu, keberhasilan komersial pada produk
daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain harga, promosi (pengenalan),
dan karakterustik organoleptik (bau, warna, dan tenderness). Dari pernyataan
tersebut dapat dapat diketahui bahwa warna memiliki peranan yang sangat penting
pada minat konsumen terhadap produk daging, sehingga dalam melakukan
pengolahan harus sangat memperhatikan hal tersebut. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa proses curing akan membawa dampak positif terhadap
penampilan daging tetapi harus memperhatikan beberapa faktor antara kualitas
daging, proporsi bumbu-bumbu (sendawa, gula, dan garam), dan lamanya
proses curing.

Uji mutu hedonik selanjutnya dilakukan terhadap kornet yang memberikan hasil
sebagai berikut: aroma khas (2), tekstur lembut (4), dan warna cerah (2),
sedangkan pada parameter kekenyalan tidak dinilai. Aroma khas pada kornet
menurut penilaian dari para panelis merupakan respon terhadap daging yang telah
diolah menjadi kornet dengan penambahan berbagai bumbu (rempah-rempah),
antara lain pala, merica, bawang merah, susu, tomat, dan penyedap. Sehingga,
dapat diketahui bahwa secara umum penambahan bumbu-bumbu tersebut dapat
meningkatkan aroma dan citarasa daging. Bawang merah biasa digunakan sebagai
bahan penyedap sehari-hari yang disukai karena aroma yang khas (Sunarjono,
1995). Merica/lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap
karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang
khas. Pemberian tomat berfungsi sebagai penambah aroma khas pada kornet
(Zeitsev et al., 1969).

Penilaian terhadap tekstur menunjukkan bahwa setelah proses pengolahan, tekstur


kornet menjadi lembut. Tekstur ini merupakan dampak positif dari proses curing.
Selain itu, kelembutan kornet ini mungkin juga dapat dipengaruhi oleh pemasakan
dengan prinsip presto. Presto merupakan metode pemasakan dengan
menggunakan suhu tinggi (mencapai 1200) dan tekanan tinggi (mencapai 1
sampai 2 atm). Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan
alat kukus bertekanan (autoclaf) atau dalam skala rumah tangga menggunakan
“pressure cooker”. Suhu dan tekanan yang tinggi inilah yang menyebabkan
tekstur daging menjadi lebih lembut (Arifudin, 1993). Selain dapat mempengaruhi
tekstur, ternyata pengolahan dengan presto dapat mempengaruhi nilai gizi daging.
Hal ini didukung oleh pernyataan Tapotubun et al. (2008) bahwa kandungan
protein presto ikan mengalami peningkatan akibat adanya proses pengolahan
dengan menggunakan garam serta penggunakaan suhu tinggi karena adanya
pengeluaran dari daging ikan yang menyebabkan protein lebih terkonsentrasi.
Selanjutnya, dari warna daging diperoleh hasil bahwa warna kornet adalah cerah.
Warna cerah ini merupakan dampak dari proses curing sehingga dapat
menstabilkan warna daging. Hal inilah yang menjadi dampak positif dari
proses curing. Selain aroma khas, warna yang cerah ini akan menjadi sisi positif
pada saat kornet tersebut dipasarkan. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa warna
sangat mempengaruhi daya terima daging. Guidi et al. (2006) yang menyatakan
bahwa warna pada makanan, terutama pada produk daging merupakan sebuah
parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen. Selain itu, keberhasilan
komersial pada produk daging dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain harga,
promosi (pengenalan), dan karakterustik organoleptik (bau, warna,
dan tenderness).

Selain melakukan uji mutu hedonik, dilakukan pula uji hedonik tetapi hanya pada
kornet. Hal ini karena uji hedonik tersebut untuk melihat tingkat kesukaan
konsumen, sehingga melibatkan indra pengecapan. Sementara itu, uji hedonik
tidak dilakukan terhadap daging curing karena masih mentah, sehingga tidak
dapat dicicip. Berdasarkan hasil uji hedonik, secara umum panelis suka terhadap
rasa, aroma, tekstur, dan warna dari kornet. Rasa, aroma, tekstur, dan warna ini
tentunya merupakan pengaruh dari proses pengolahan, baik proses curing maupun
pada saat pengolahan daging. Rasa dan aroma yang disukai oleh panelis
merupakan dampak dari penambahan bumbu-bumbu, seperi gula, garam, pala,
merica, susu, bawang merah, tomat, dan penyedap rasa. Hal inilah yang membuat
rasa dan aroma kornet menjadi khas dan disukai oleh panelis. Selain itu, dapat
diketahui bahwa secara umum panelis menyukai tekstur kornet yang lembek dan
warnanya yang cerah. Sehingga penyataan Guidi et al. (2006) bahwa warna
merupakan parameter kuat yang mempengaruhi pilihan konsumen memang benar
dan telah dibuktikan dalam praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifudin, R. 1993. Bandeng Presto, Kumpulan Hasil-hasil Penelitian
Pascapanen Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Guidi, A., L. Catigliego, O. Benini, A. Armani, G. Iannone, and D. Gianfaldoni.


2006. Biochemical Survei on Episodic Localized Darkening in Turkey
Deboned Thigh Meat Packaged in Modified Atmosphere. Journal of
Poultry Science, 85: 787-793.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Sunarjono, H. 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura badan


Penelitian dan Pengembangan pertanian, Jakarta.

Tapotubun, A., E. E. E. Nanholy, dan J. M. Louhenapessy. 2008. Efek Waktu


Pemanasan Terhadap Mutu Presto Beberapa Jenis Ikan. Jurnal Icthyos vol.
7, No. 2, Juli 2008: 65-70

Zaitsev, V., I. Kizevtter. L. Lagunov, T. Makarova, L. Mimder and V.


Padsevlow. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Uni Soviet.

Anda mungkin juga menyukai