1
pendapat terjadi diantara ahli tentang penuaan berkenaan dengan apa yang disebut normal
(Abrams & Berkow, 1990). Bagaimanapun kebanyakan ahli setuju bahwa lansia harus
dipandang dan diperlakukan secara individual untuk mengompensasi kurangnya standar
definitive. Kemudian perawat dapat membandingkan pola kesehatan dan fungsi lansia
sebelumnya dengan status sekarang dalam menentukan keseluruhan rencana
keperawatan.
Penyesuaian pengkajian keperawatan pada lansia
Hal – hal yang perlu dipersiapkan dalam pengkajian :
Posisi duduk nyaman
Ruang yang adekuat, terutama jika klien menggunakan alat bantu mobilisasi
Ruangan cukup terang, hindari cahaya langsung
Dekat kamar mandi
Privasi yang mutlak
Perencanaan pengkajian dilakukan sesuai tingkat energi
Bersikap sabar, relaks, dan tidak tergesa – gesa
Beri lansia kesempatan untuk berpikir sebelum menjawab
Waspadai tanda – tanda keletihan
Penurunan dan kemunduran fungsi lansia mengakibatkan menurunnya validitas
data yang akhirnya diagnosa keperawatan tidak tepat. Untuk mendapatkan kesimpulan
data yang tepat tentang lansia maka perlu dilaksanakan :
Kaji lebih dari satu kali dan pada waktu yang berbeda setiap hari
Gunakan kesempatan saat rutinitas lansia seperti mandi, berdandan, makan
Yakinkan alat bantu sensori dan mobilitas tersedia dan berfungsi
Wawancarai keluarga, teman dan orang terdekat yang terlibat dalam perawatan
lansia untuk memvalidasi data
Gunakan bahasa tubuh, sentuhan, kontak mata dan berbicara untuk meningkatkan
tingkat partisipasi maksimum lansia
Sadari keadaan dan perhatian emosional klien; takut, ansietas, dan bosan dapat
menimbulkan kesimpulan pengkajian yang tidak akurat mengenai kemampuan
fungsional
2
Pengkajian
Anamnesa memberikan suatu nilai subyektif pada status kesehatan lansia. Dalam
melaksanakan pengkajian dapat dipengaruhi oleh sikap dan stereotip perawat tentang
proses penuaan.
Mitos, stereotip
Perilaku
3
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi
berlipat, kendur
Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas,
peningkatan jumlahnya di abdomen
Rambut Penipisan, beruban
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala Tulang nasal, wajah menajam & angular
Mata Pe ↓ ketajaman penglihatan,akomodasi,
adaptasi dalam gelap, sensitivitas thd cahaya
Telinga Pe ↓ membedakan nada, ber<nya refleks
ringan, pendengaran <
Mulut, faring Pe ↓ pengecapan, atropi papilla ujung lateral
lidah
Leher Kelenjar thyroid nodular
Thoraxs & paru - Pe↑ diameter antero-posterior, pe ↑ rigiditas
paru dada, pe ↑ RR dengan pe ↓ ekspansi paru,
pe ↑ resistansi jalan nafas
Sist Jantung & Pe ↑ sistolik, perubahan DJJ saat istirahat,
vaskular nadi perifer mudah dipalpasi, nadi kaki >
lemah, ekstremitas bawah > dingin
Payudara Ber<nya jaringan payudara, kondisi
menggantung & kendur
Sistem Pe ↓ sekresi saliva, peristaltic, enzim digestif,
Gastrointestinal konstipasi
Sistem Reproduksi Wanita Pe ↓ estrogen, ukuran uterus, atrofi vagina
Pria Pe ↓ testosterone, jumlah sperma, testis
Sistem Perkemihan Pe ↓ filtrasi renal, nokturia, pe ↓ kapasitas
kandung kemih, inkontinensia,
Wanita Inkontinensia urgensi & strees o/k pe ↓ tonus
otot perineal
Pria Sering berkemih & retensi urine o/k BPH
Sistem Pe ↓ massa & kekuatan otot, demineralisasi
Muskoloskeletal tulang, pemendekan fosa krn penyempitan
rongga intravertebral, Pe ↓ mobilitas sendi,
rentang gerak
Sistem Neurologis Pe ↓ laju refleks, Pe ↓ kemampuan berespon
terhadap stimulus ganda, insomnia, periode
tidur > singkat
4
yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia
dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur
efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan
pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan
makan.
Tingkat Kemandirian Lansia :
A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi, berpakaian dan
mandi
B : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari fungsi
tambahan
C : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
D : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahan
E : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil
G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
2. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lansia muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan
struktur dan fisiologis yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi
kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (Ebersole & Hess, 1994)
Sel neurofisiologis berubah bervariasi pada setiap individu. Meskipun kehilangan
selular nyata, beberapa lansia tidak memperlihatkan deteorisasi mental, bahkan beberapa
klien dg kehilangan sel serebral yang signifikan berespon baik pada penanganan
psikoterapi dan farmakologis.
Adakalanya saat terjadi disfungsi serebral, tendensi perilaku yang sebelumnya ada
diperberat. Oleh karena itu seseorang yang kompulsif saat dewasa awal & tengah menjadi
5
lebih kompulsif saat lansia. Perubahan kognitif terjadi pada lansia saat terjadi disfungsi
atau trauma serebral.
Dimensia adalah kerusakan umum fungsi intelektual yang mengganggu fungsi
social dan okupasi. Sindrom ini dicirikan oleh adanya disfungsi serebral ireversibel dan
progresif. Dimensia senilis tipe Alzheimer dicirikan terdapat atropi otak, timbulnya plak
senile dan lilitan neurofibril dalam hemisfer serebral. Penyebab pasti belum diketahui.
Dimensia merupakan tahap ireversibel yang ditandai dengan penurunan fungsi
intelektual, perubahan kepribadian, kerusakan penilaian dan perubahan afek yang
diakibatkan perubahan metabolisme serebral secara permanen. Progresi penyakit
Alzheimer dibagi dalam tiga tahap (Brady, 1993). Pada tahap awal gejala utama adalah
hilang memori. Tahap pertengahan meliputi kerusakan ketrampilan bahasa, aktivitas
motorik dan pengenalan benda. Inkontinensia urine dan fekal, ketidakmampuan ambulasi
& hilangnya ketrampilan bahasa secara lengkap merupakan gejala tahap akhir.
Dimensia multi infark merupakan penyebab umum dimensia yang kedua.
Ditandai dengan periode remisi, preservasi kepribadian, pandangan, labilitas emosi &
serangan epileptoid. Penyebab pasti belum diketahui diduga berkaitan dengan gangguan
vascular dalam otak dan mungkin akibat stroke dan hipertensi berat.
Delirium atau tingkat konfusi akut adalah sindrom otak menyerupai dimensia
ireversibel, tetapi secara klinis dibedakan oleh adanya tingkat kesadaran tidak jelas atau
lebih tepatnya perubahan perhatian dan kesadaran (APA, 1994). Gejala lain meliputi
kurang perhatian, ilusi, halusinasi, kadang bicara inkoheren, gangguan siklus tidur dan
disorientasi. Awitan delirium secara khas mendadak dan terdapat fluktuasi yang cepat
pada gejala dan keparahan. Delirium dapat menyerupai dimensia ireversibel;
bagaimanapun penyebabnya dapat ditangani dan kemungkinan bisa sembuh.
Penyebab delirium dari segi fisiologis atau psikologis.
6
tersebut adalah masalah serius pada lansia karena strees dan kehilangan terkait penuaan,
kehilangan pasangan dan kesepian.
Penyalahgunaan alcohol dan obat – obatan dalam waktu lama dapat
mempengaruhi fungsi kognitif. Setelah 15 sampai 20 tahun penyalahgunaan alcohol,
toleransi terhadap mabuk menurun.Penyalahgunaan yang lama sejumlah besar alcohol
menyebabkan kerusakan serebral, serebelum, sensori dan SST. Banyak pecandu alcohol
kronis juga mengalami defisiensi vitamin B1.
7
3. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kepasifan dan pengasingan. Dalam
kenyataannya, pension adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan
perubahan peran yang dapat menyebabkan stress psikososial. Stres ini meliputi
perubahan peran pada pasangan atau keluarga dan masalah isolasi social. Faktor paling
kuat yang mempengaruhi kepuasan hidup seseorang yang pensiun adalah status
kesehatan, pilihan untuk bekerja, pendapatan yang cukup (Ebersole, Hess, 1994)
Isolasi social
Banyak lansia mengalami isolasi social yang meningkat sesuai pertambahan usia.
Tipe isolasi social yaitu sikap, penampilan, perilaku dan geografi.
Isolasi sikap terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap
yang berlaku yang menstigmatisasi lansia. Suatu bias yang menentang dan menolak
lansia. Karena itu isolasi social sikap terjadi ketika lansia tidak secara mudah diterima
dalam interaksi social karena hal tersebut. Seiring lansia semakin ditolak harga diripun
berkurang sehingga usaha bersosialisasi berkurang.
Isolasi penampilan diakibatkan oleh penampilan yang tidak dapat diterima atau
factor lain yang termasuk menampilkan diri sendiri pada orang lain. Faktor kontribusi
lain adalah citra tubuh, hygiene, tanda penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi
(Ebersole & Hess, 1990). Seseorang diisolasi karena penolakan orang lain atau karena
sedikit interaksi yang dapat dilakukan akibat kesadaran diri.
Isolasi perilaku diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada semua
kelompok usia dan terutama pada lansia, perilaku yang tidak dapat diterima secara social
menyebabkan seseorang menarik diri. Perilaku yang biasanya dikaitkan dengan
pengisolasian pada lansia meliputi konfusi, dimensia, alkoholisme, dan inkontinensia.
Isolasi geografis terjadi karena jauh dari keluarga, kejahatan di kota dan barier
institusi. Dalam masyarakat kini yang mobilitasnya tinggi, umumnya anak hidup jauh
dari orang tua. Sehingga kesempatan untuk bertemu dengan anak jarang. Hal ini
8
menyebabkan isolasi lebih lanjut jika orang tua yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mengalami kematian pasangan.
Di daerah perkotaan angka criminal yang tinggi menghalangi lansia bersosialisasi.
Hidup di daerah angka criminal yang tinggi dapat menyebabkan ketidakinginan untuk
keluar rumah karena takut akan terjadi kejahatan. Salah satu barier institusi adalah
kurangnya kemudahan akses bagi orang yang menggunakan kursi roda, walker atau
tongkat. Juga bila lansia memerlukan perawatan di institusi lansia harus berpisah dengan
teman – temannya. Interaksi social bergantung pada mereka yang datang mengunjungi.
Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk
mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk
digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman –
temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat tinggi,
nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada resiko cidera. Faktor lingkungan
yang harus diperhatikan :
Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
Jalan bersih
Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
Alas kaki stabil dan anti slip
Kain anti licin atau keset
Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi
9
Masalah Keperawatan
Ketegangan peran pemberi asuhan
Gangguan interaksi social
Kerusakan memori
Koping individu tak efektif
Strees relokasi
Distress spiritual
Inkontinensia fungsional
Perubahan pola seksualitas
1. Distress spiritual
Definisi : Keadaan individu / kelompok mengalami/beresiko mengalami gangguan dlm
sistem keyakinan atau nilai yg memberikan kekuatan, harapan & arti kehidupan
Faktor – factor yang berhubungan : penyakit terminal,kehilangan org terdekat,
keyakinan yg ditentang keluarga, hambatan dlm melaksanakan ibadah
Mayor : mengalami suatu gangg dlm sistem keyakinan
Minor :
mempertanyakan makna kehidupan, kematian & penderitaan
menunjukkan keputusasaan
tidak melaksanakan ritual keagamaan
ragu thd keyakinan
perasaan kekosongan spiritual
Intervensi :
1. Tunjukkan sikap tidak menghakimi
2. Nyatakan pentingnya keb spiritual
3. Berikan privasi & ketenangan
4. Selalu bersedia & berkeinginan u/ mendengarkan keluhan klien
5. Ajarkan ritual keagamaan
6. Hubungi pemuka agama
2. Perubahan pola seksualitas
Definisi :
10
Individu mengalami suatu perubahan dalam kesehatan seksual. Kesehatan seksual
merupakan integrasi aspek somatik, emosional, intelektual & sosial dari seksualitas dlm
cara mencapai & meningkatkan kepribadian, komunikasi & cinta
Faktor yg berhubungan :
• Penyakit, obat – obatan
• Masalah pasangan, depresi, nyeri
• Menopouse
Kriteria hasil :
• Menceritakan masalah fungsi seksual
• Mengidentifikasi stresor dlm hidup
• Mengekspresikan peningkatan kepuasan
• Melanjutkan aktivitas seksual sebelumnya
Intervensi :
Intervensi :
Memberikan empati
Bicarakan pengaruh ttg jadwal yg ada & tanggung jawab pd kes fisik, emosi
Bantu u/ mengidentifikasi bantuan aktivitas yg diperlukan
11
Identifikasi sumber bantuan yg ada
Buat jadwal pengasuhan
4. Kerusakan interaksi sosial
Definisi :
Individu mengalami respon negatif, ketdkadekuatan, ketdkpuasan dari interaksi
Batasan :
Tdk mampu mempertahankan hub
Ketdkpuasan dg jaringan social
Isolasi sosial
Menghindari orang lain
Menyalahkan orla
Perasaan ttg penolakan, tdk dimengerti
Orla melaporkan ttg interaksi bermasalah
Intervensi menarik diri
Berkomunikasi dengan lansia harus dengan kontak mata
Ajak lansia untuk melakukan kegiatan sesuai kemampuan fisiknya
Menyediakan waktu untuk berbincang dengan lansia
Beri kesempatan lansia untuk mengekspresikan perasaannya
Hargai pendapat lansia
12