BAB I
DATA KASUS
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Perut kencang-kencang
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke RS Bethesda dengan keluhan kencang-kencang yang dirasakan
sejak pagi pukul 10.00 selama 15 menit. Keluhan disertai dengan keluarnya darah
dan lendir. Gerak janin dirasakan masih baik. Riwayat trauma dan panas badan
disangkal oleh pasien. Keluhan sakit kepala dan mual muntah dikatakan tidak ada.
BAK dan BAB juga tidak mengalami gangguan. HPHT tanggal 01/04/2017
dengan HPL tanggal 8/01/2018.
Riwayat Menstruasi:
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5-7
hari dengan volume berkisar antara 20 cc tiap kali menstruasi
Keluhan nyeri saat haid dikatakan tidak ada
Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah satu kali saat berusia 25 tahun dengan suami pertama dan usia
pernikahannya sudah memasuki usia 1 tahun.
Riwayat Kehamilan:
1. Hamil ini
2
2. Status Lokalis
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), secret hidung dan telinga (-), sianosis bibir (-)
Mamae : Simetris, pengeluaran: ada, kebersihan: cukup
3
USG
Janin IU T/H preskep, dorso post
Lilitan tali pusat leher (+)
Plasenta fundus grade III
Ketuban cukup, berpartikular
BPD 9,29 (37+6)
AC 33,72 (37+4)
FL 7,41 (38)
PBL : 3300 gr
5
1.5 DIAGNOSIS
Parturien G1P0A0, 38 minggu 5 hari, T/H, PK I fase aktif pres puncak kepala tinggi +
occipital poste, lilitan tali pusat
1.6 PENATALAKSANAAN
Terapi : Pro SC cito, pemberian cefuroxime (celocid) 2 gr dan ketorolac pre
op
Monitoring : Keluhan dan Vital Sign
KIE : Pasien dan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
b. Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yang harus dilewati bayi
selama persalinan pervaginam, yaitu arpertura pelvis superior (pintu atas
panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).3
telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.4
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5cm, panjangnya kurang
lebih 11cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu
jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium. Umumnya
selisih nilai antara konjugata vera dan konjugata obstetrika sangatlah sedikit.4
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Panggul tengah tidak dapat
diukur secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina iskiadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua
spina ini yang biasa diisebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul
terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, yaitu jarak antara sakrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4
2.2.2 Insiden
Prevalensi CPD di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan merupakan
indikasi tersering dilakukannya tindakan seksio sesarea di Indonesia. Menurut
laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, CPD menyumbang
sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh dunia.6
CPD merupakan salah satu penyebab terjadinya distosia atau kemacetan pada
persalinan. Menurut American College of Obstericians and Gynecologists
(ACOG), distosia dapat terjadi akibat abnormalitas dari 3 faktor, yaitu:
a. Power (kekuatan) – kontraktilitas uterus dan daya ekspulsif ibu.
b. Passanger – melibatkan janin.
c. Passage (jalan lahir) – melibatkan panggul.3
Sementara itu, faktor risiko terjadinya CPD dapat dibedakan atas 2 faktor, yaitu:
1. Ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah kapasitas pelvis yang tidak
memadai. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi
kapasitasnya dapat membuat distosia selama persalinan. Penyempitan
tersebut dapat terjadi pada pintu atas panggul, panggul tengah, dan pintu
bawah panggul.
a. Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter transversa kurang dari 12
cm. Pada panggul sempit kemungkinan besar kepala tertahan oleh pintu
atas panggul. Hal ini menyebabkan serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala sehingga dapat terjadi inersia uteri dan lambatnya
pembukaan serviks.4
2. Janin
13
Faktor janin yang dapat menyebabkan CPD adalah ukuran bayi yang terlalu
besar serta kelainan letak janin berupa malposisi ataupun malpresentasi
kepala.
a. Ukuran Janin
Janin yang besar adalah janin dengan berat melebihi 4000 gram, atau
disebut juga dengan makrosomia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
faktor herediter, ibu yang menderita diabetes mellitus, postmaturitas, dan
multiparitas. Ukuran janin saja jarang menimbulkan distosia. Bahkan
dengan kemajuan teknologi saat ini, batas ukuran janin untuk
memprediksi adanya CPD masih sulit dilakukan. Sebagian besar kasus
disproporsi timbul pada janin yang berat badannya baik dalam jangkauan
populasi obstetri secara umum. Dua pertiga neonatus yang
membutuhkan kelahiran sesar setelah kegagalan forseps, beratnya
kurang dari 3700 gram. Dengan itu, faktor-faktor lain, seperti malposisi
kepala, merupakan faktor yang turut menghambat penurunan janin.5
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam
rongga panggul sebelum persalinan. Penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
mengubah presentasi janin. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat
sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau
luas.3
Pada panggul normal, biasanya janin yang beratnya kurang dari 4500 gram tidak
menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan. Kesulitan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin
dapat meninggal selama proses persalinan karena terjadinya asfiksia dimana
selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu
mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam proses melahirkan bagian janin yang
lain. Sementara itu penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.8
2.2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis CPD dapat dilakukan dengan melakukan proses anamnesis
yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.
15
1. Anamnesis
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan
dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan
bahwa wanita yang tersebut menderita kesempitan panggul yang berarti.8
2. Pemeriksaan Antepartum
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan pikiran
pemeriksa akan kemungkinan kesempitan panggul. Adanya tuberkulosis
pada kolumna vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenitalis
dan poliomielitis dalam anamnesis memberi petunjuk penting. Demikian
pula ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah
kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik. Pada wanita yang
lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya , kemungkinan
panggul kecil perlu diperhatikan pula.8
b. Pelvimetri
Pelvimetri terdiri dari dua jenis yaitu pelvimetri klinis dan radiologis.
Pelvimetri radiologis menggunakan X-ray, CT-Scan, MRI dan USG
transvaginal, namun tidak rutin dikerjakan. Untuk pelvimetri klinis,
kriteria diagnosisnya adalah:4,8
1) Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
2) Kesempitan panggul tengah
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan
spina os ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas
sakral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan
ruas sakral ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
16
2) Perasat Muller8
Teknik perasat Muller:
Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai
pintu atas panggul.
Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.
e. Pemeriksaan Intrapartum
1) Posisi Janin
Posisi oksipitoposterior berhubungan dengan kemacetan persalinan.
Defleksi kepala yang terjadi pada posisi oksipitoposterior
mengakibatkan diameter kepala lebih besar terpresentasikan pada
pelvis.7
2) Dilatasi Serviks
Dilatasi serviks dapat dipantau sesuai partograf WHO. Jika grafik
melewati garis bertindak, dapat diberikan drip oksitosin. Kegagalan
kemajuan persalinan dengan pemberian drip mengindikasikan adanya
Cephalopelvic Disproportion.9
3) Penurunan Kepala
Penurunan kepala dapat dinilai dengan sistem perlimaan sesuai
18
Tabel 1. Derajat Molase pada Saat Persalinan (Mean + Standard Error) Terkait
Dengan Persalinan Normal, Disfungsi Uterus Primer, CPD Minor dan CPD
Mayor.12
19
2.2.6 Penanganan
Penanganan pada pasien dengan kecurigaan terjadinya distosia atau kemacetan
pada persalinan akibat CPD adalah dengan melakukan seksio sesarea. Sementara
pada pasien yang belum terbukti akan mengalami distosia, suatu persalinan
percobaan dapat dilakukan terlebih dahulu.
1. Seksio Sesarea8,14
Seksio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni
setelah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesaria elektif
direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan
karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdapat CPD
yang nyata.
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang
mengalami infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan lain-lain.
2. Persalinan Percobaan8,14
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil
tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran panggul dalam
semua bidang dan hubunga antara kepala janin dan panggul, dan setelah
dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung
pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan.
Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his
dan daya akomodasi, termasuk molase kepala janin, kedua faktor ini tidak
dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu. Pemilihan
kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat.
Diatas sudah dibahas indikasi- indikasi untuk seksio sesaria elektif, keadaan-
keadaan ini dengan sendirinya menjadi kontra indikasi untuk persalinan
percobaan. Selain itu beberapa hal perlu pula mendapat perhatian. Janin
harus berada dalam presentasi kepala dan lamanya kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu.
Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar
serta lebih sukar mengadakan molase, dan berhubung dengan kemungkinan
adanya disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi
kesukaran yang dapat timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari pula
bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak,
lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang.
21
Prognosis dari kejadian CPD sangat tergantung pada derajat komplikasi yang
dialami oleh ibu dan janin. Apabila tidak ditangani secara tepat, CPD dapat
menimbulkan bahaya pada ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
23
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas beberapa masalah terkait diagnosis, etiologi, dan
prognosis dari cephalopelvic disproportion (CPD).
Melihat kondisi ibu dan janin, maka terminasi dilakukan dengan SC cito.
Prognosis ibu dan janin ini baik karena kondisi ibu dan janin yang stabil pasca
tindakan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, A.B. Kematian Ibu dan Perinatal. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi K
eempat. Jakarta: BP-SP, 2008. Hal. 61-65
2. Nicholson, James M. dan Lisa C. Kellar. The Active Management of
Impending Cephalopelvic Disproportion in Nulliparous Women at Term: A
Case Series. Journal of Pregnancy 2010;706815:1-5
3. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics 23rd Ed. The McGraw-Hill
Companies. 2010. Hal 464-465
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elstar, 1983. Hal. 11-40
5. American College of Nurse Midwife. 2007. Cephalopelvic Disproportion.
http://www.ancm.org [4 September 2013]
6. World Health Organization. 2005. Maternal Mortality in 2005
7. Siswishanto Rukmono. Malpresentasi dan Malposisi. Dalam: Ilmu Kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 581-598
8. Wiknjosastro, H. Distosia karena Kelainan Panggul. Dalam: Ilmu kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 637-647.
9. World Health Organization Maternal Health and Safe Motherhood
Programme. World Health Organization Partograph in Management of
Labour. Lancet 1994;343:1399-404.
10. Debby A, Rotmensch S, Girtler O, Sadan O, Golan A, Glezerman M. Clinical
Significance of the Floating Fetal Head in Nulliparous Women in Labor. J
Reprod Med 2003;48:37-40.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Asuhan Persalinan Normal. 2008.
Hal. 54-65
12. Stewart KS, Philpott RH. Fetal response to cephalopelvic disproportion. Br J
Obstet Gynaecol 1980;87:641-649
13. Odendaal HJ. Poor Progress During the First Stage of Labour. In: Cronje HS,
Grobler CJF, eds. Obstetrics in Southern Africa. 2nd ed. Pretoria: Van Schaik,
2003:303-13.
14. Mochtar,R. Panggul Sempit (Pelvic Contraction), Lutan,D. Synopsis obstetri:
edisi 2. Jakarta. EGC. 1998. Bab 9. Hal: 332-328.