Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
DATA KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. BD
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sayangan, Gunung Kidul, Yogyakarta
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 30/12/2017

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Perut kencang-kencang
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke RS Bethesda dengan keluhan kencang-kencang yang dirasakan
sejak pagi pukul 10.00 selama 15 menit. Keluhan disertai dengan keluarnya darah
dan lendir. Gerak janin dirasakan masih baik. Riwayat trauma dan panas badan
disangkal oleh pasien. Keluhan sakit kepala dan mual muntah dikatakan tidak ada.
BAK dan BAB juga tidak mengalami gangguan. HPHT tanggal 01/04/2017
dengan HPL tanggal 8/01/2018.

Riwayat Menstruasi:
 Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5-7
hari dengan volume berkisar antara 20 cc tiap kali menstruasi
 Keluhan nyeri saat haid dikatakan tidak ada

Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah satu kali saat berusia 25 tahun dengan suami pertama dan usia
pernikahannya sudah memasuki usia 1 tahun.

Riwayat Kehamilan:
1. Hamil ini
2

Riwayat Ante Natal Care (ANC):


Pasien mengikuti ANC di sebanyak 6x di RS Bethesda

Riwayat Penggunaan KB:


Pasien tidak menggunakan KB

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien pernah mengalami fibroadenoma.
Riwayat menderita asma, penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes melitus
disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada
Riwayat Alergi
Alergi makanan : (-)
Alergi obat : ranitidine, ceftriaxone
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu maupun
memperoleh pengobatan dalam jangka panjang selama kehamilan.
Riwayat Imunisasi
Pasien mengatakan telah menerima imunisasi tetanus 1x di awal kehamilan,
namun belum melakukan imunisasi HPV ataupun imunisasi lainnya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit Suhu aksila : 36,4°C
Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 51 kg

2. Status Lokalis
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), secret hidung dan telinga (-), sianosis bibir (-)
Mamae : Simetris, pengeluaran: ada, kebersihan: cukup
3

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)


Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi
 Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae
 Tampak perut membesar dengan striae gravidarum
 Tidak tampak bekas luka SC
Palpasi:
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 29 cm. Teraba bagian bulat dan
lunak (kesan bokong).
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan
bagian kecil di kanan
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah sudah masuk 1/5 bagian dari pintu atas
panggul
 Kontraksi (+), 1-2 kali per 10 menit, durasi 15 detik
Auskultasi:
DJJ (+) 137 kali/menit dengan punctum maksimum pada abdomen
bawah bagian kiri
Inspekulo: tidak dilakukan
VT : PØ 3-4 cm, efficement 100%, presentasi kepala tinggi, ketuban (+)
penurunan Hodge I, Tidak teraba UUK-UUB.

Assesment: G1P0A0, 39 minggu 3 hari, preskep T/H, PK I fase aktif

Ekstremitas : Simetris dan tidak ada edema pada ekstremitas bawah


4

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 12,1 g/dl 11,7 – 15,5
Leukosit 11,12 Ribu/mmk 4,5 – 11,5
Eritrosit 4.47 Juta/mmk 4.2 – 5.4
Trombosit 307 ribu/mmk 150 – 450
Hematokrit 37,17 % 35 – 49
Hitungjenis
Eosinofil L 0.7 % 2–4
Basofil 0.5 % 0–1
Segmen neutrophil H 83.8 % 50 – 70
Limfosit L 11.7 % 18 – 42
Monosit 3.3 % 2–8
MCV L 78.3 fl 80 – 94
MCH L 25.7 pg 26 – 32
MCHC 32.9 g/dl 32 – 36
Immunologi/serologi
Non reaktif Non reaktif
HbsAG
0,8 0,0-0,99
Golongan darah A

USG
Janin IU T/H preskep, dorso post
Lilitan tali pusat leher (+)
Plasenta fundus grade III
Ketuban cukup, berpartikular
BPD 9,29 (37+6)
AC 33,72 (37+4)
FL 7,41 (38)
PBL : 3300 gr
5

1.5 DIAGNOSIS
Parturien G1P0A0, 38 minggu 5 hari, T/H, PK I fase aktif pres puncak kepala tinggi +
occipital poste, lilitan tali pusat

1.6 PENATALAKSANAAN
Terapi : Pro SC cito, pemberian cefuroxime (celocid) 2 gr dan ketorolac pre
op
Monitoring : Keluhan dan Vital Sign
KIE : Pasien dan keluarga

1.7 PERJALANAN PENGOBATAN


 Tanggal 30/12/2017 Pukul 18.00 WIB
Telah dilakukan SC
Lahir bayi perempuan, 2700 gram, AS: 7-9, kelainan kongenital (-)
A/ : P1A0 post SC
Pdx/ : Hb dan hematokrit post SC
Tx/ : Infus RL + Ketorolac 10mg IV
Mx/ : Keluhan dan VS
KIE Pasien dan Keluarga
 Tanggal 31/12/2017
S/ : Keluhan (-), flatus (+), ASI (-), BAK (+), mobilisasi (+) baik
St. Present : TD: 110/70 mmHg ND: 82 kali/menit Tax: 37,0oC, Hb : 11,6g/dl,
35,1%
St. Obstetri :
Abd : TFU sepusat, Distensi (-), BU (+) N, luka operasi terawat baik
Vag : Lokia (+), Perdarahan aktif (-)
A/ : P1A0 post SC hari-I
Pdx/ : -
Tx/ : - Aff DC
- Vitamin A 1x1
- Ketorolac 3x1
- Yekaflu 3x1
- Celocid 2x1
6

Mx/ : Keluhan dan VS


KIE Pasien dan Keluarga
 Tanggal 1/01/2018
S/ : Keluhan (-), flatus (+), ASI (+), BAK (+), mobilisasi (+) baik
St. Present : TD: 100/60 mmHg ND: 78 kali/menit Tax: 36,7oC
St. Obstetri :
Abd : TFU sepusat, Distensi (-), BU (+) N, luka operasi terawat baik
Vag : Lokia (+), Perdarahan aktif (-)
A/ : P1A0 post SC hari-II
Pdx/ : -
Tx/ : Lanjutkan pengobatan
- Vitamin A 1x1
- Ketoprofen 3x1
- Yekaflu 3x1
Mx/ : Keluhan dan VS
KIE Pasien dan Keluarga, Kontrol Poliklinik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI JALAN LAHIR


2.1.1 Tulang-Tulang Panggul
Panggul tersusun atas empat tulang, yaitu sakrum, koksigis, dan dua tulang
inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang
inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi
dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis. Panggul dibagi menjadi
dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari promontorium sakrum ke pinggir
atas simfisis pubis, yaitu:
7

a. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
b. Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yang harus dilewati bayi
selama persalinan pervaginam, yaitu arpertura pelvis superior (pintu atas
panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).3

Gambar 1. Gambaran Anteroposterior Panggul Normal Wanita Dewasa.


(AP= Diameter Anteroposterior, T= Diameter Transversal)3

2.1.2 Bidang Diameter Panggul


2.1.2.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari
pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara klinis, konjugata diagonalis
dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum. Promontorium teraba
sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium,
tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arkus pubis dan ditandai dengan jari
8

telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.4

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5cm, panjangnya kurang
lebih 11cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu
jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium. Umumnya
selisih nilai antara konjugata vera dan konjugata obstetrika sangatlah sedikit.4

Gambar 2. Tiga Diameter Anteroposterior Pintu Atas Panggul.


(P = Promontorium Sakrum; Sim = Simfisis Pubis)3

2.1.2.2 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


9

Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Panggul tengah tidak dapat
diukur secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina iskiadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua

spina ini yang biasa diisebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul
terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina iskiadika
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, yaitu jarak antara sakrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.3,4

Gambar 3. Diameter Anteroposterior dan Transversal Pintu Atas Panggul Serta


Diameter Transversal (Interspinosus) Panggul Tengah.3

2.1.2.3 Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber iskiadikum kiri
dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis
adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak
dari ujung sakrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis
posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simfisis ke ujung sakrum (11,5
cm).4
10

Gambar 4. Pintu Bawah Panggul.3


2.1.3 Bentuk-Bentuk Panggul
Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini
dengan ciri-ciri pentingnya ialah:3,4
1. Panggul ginekoid, ditandai dengan pintu atas panggul yang bundar, atau
diameter transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero-
posterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup
luas. Panggul ini dianggap sebagai panggul normal pada wanita.
2. Panggul antropoid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang lebih
panjang daripada diameter transversa dan sedikit penyempitan arkus pubis.
3. Panggul android, ditandai dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti
segitiga, berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina
ischiadica menonjol kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid, ditandai dengan diameter antero-posterior yang jelas
lebih pendek dari pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan
arcus pubis yang luas.
11

Gambar 5. Jenis-Jenis Panggul.3

2.2 CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)


2.2.1 Definisi
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah suatu kondisi dimana kepala bayi
terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan ukuran pelvis ibu. CPD yang murni
jarang terjadi. Hal ini terlihat dari dua pertiga atau lebih perempuan yang
menjalani persalinan sesar dengan indikasi CPD selanjutnya dapat melahirkan
bayi pervaginam. Namun sebagian besar kasus kegagalan kemajuan persalinan
didiagnosis sebagai CPD. 2,3,5

2.2.2 Insiden
Prevalensi CPD di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan merupakan
indikasi tersering dilakukannya tindakan seksio sesarea di Indonesia. Menurut
laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, CPD menyumbang
sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian ibu di seluruh dunia.6

2.2.3 Faktor Resiko


12

CPD merupakan salah satu penyebab terjadinya distosia atau kemacetan pada
persalinan. Menurut American College of Obstericians and Gynecologists
(ACOG), distosia dapat terjadi akibat abnormalitas dari 3 faktor, yaitu:
a. Power (kekuatan) – kontraktilitas uterus dan daya ekspulsif ibu.
b. Passanger – melibatkan janin.
c. Passage (jalan lahir) – melibatkan panggul.3

Sementara itu, faktor risiko terjadinya CPD dapat dibedakan atas 2 faktor, yaitu:
1. Ibu
Faktor ibu yang dapat menyebabkan CPD adalah kapasitas pelvis yang tidak
memadai. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi
kapasitasnya dapat membuat distosia selama persalinan. Penyempitan
tersebut dapat terjadi pada pintu atas panggul, panggul tengah, dan pintu
bawah panggul.
a. Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter transversa kurang dari 12
cm. Pada panggul sempit kemungkinan besar kepala tertahan oleh pintu
atas panggul. Hal ini menyebabkan serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala sehingga dapat terjadi inersia uteri dan lambatnya
pembukaan serviks.4

b. Kesempitan panggul tengah


Ukuran distansia interspinarum kurang dari 9,5 cm memerlukan
kewaspadaan akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan, terutama
jika ukuran diameter sagitalis juga pendek.4

c. Kesempitan pintu bawah panggul


Pintu bawah panggul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang
yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila
distansia tuberum dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm,
maka dapat timbul kemacetan pada kelahiran ukuran normal.4

2. Janin
13

Faktor janin yang dapat menyebabkan CPD adalah ukuran bayi yang terlalu
besar serta kelainan letak janin berupa malposisi ataupun malpresentasi
kepala.
a. Ukuran Janin
Janin yang besar adalah janin dengan berat melebihi 4000 gram, atau
disebut juga dengan makrosomia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
faktor herediter, ibu yang menderita diabetes mellitus, postmaturitas, dan
multiparitas. Ukuran janin saja jarang menimbulkan distosia. Bahkan
dengan kemajuan teknologi saat ini, batas ukuran janin untuk
memprediksi adanya CPD masih sulit dilakukan. Sebagian besar kasus
disproporsi timbul pada janin yang berat badannya baik dalam jangkauan
populasi obstetri secara umum. Dua pertiga neonatus yang
membutuhkan kelahiran sesar setelah kegagalan forseps, beratnya
kurang dari 3700 gram. Dengan itu, faktor-faktor lain, seperti malposisi
kepala, merupakan faktor yang turut menghambat penurunan janin.5

b. Malposisi atau malpresentasi kepala


Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan
lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala.
Dengan adanya malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala,
presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat menimbulkan
kemacetan dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan karena kepala tidak
dapat masuk PAP karena diameter kepala pada malpresentasi lebih besar
dibanding ukuran panggul khususnya panjang diameter anteroposterior
panggul.3,4 Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent atau presentasi
ubun-ubun kecil persisten adalah suatu keadaan yang disebabkan
kegagalan rotasi interna. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kelainan
panggul, kesempitan panggul tengah, KPD, fleksi kepala kurang, serta
inersia uteri. Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir
dengan muka di bawah simfisis. Hal ini terutama terjadi bila fleksi
kepala kurang. Penyulit yang timbul dalam persalinan yaitu kala II yang
lebih panjang.7
14

2.2.4 Mekanisme Persalinan


Pada panggul sempit, kepala dapat tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya
yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput
ketuban yang menutupi serviks. Hal ini menyebabkan pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban
pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim
sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak
sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa
buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.3,8

Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam
rongga panggul sebelum persalinan. Penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
mengubah presentasi janin. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat
sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau
luas.3

Pada panggul normal, biasanya janin yang beratnya kurang dari 4500 gram tidak
menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan. Kesulitan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin
dapat meninggal selama proses persalinan karena terjadinya asfiksia dimana
selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu
mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam proses melahirkan bagian janin yang
lain. Sementara itu penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.8

2.2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis CPD dapat dilakukan dengan melakukan proses anamnesis
yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.
15

1. Anamnesis
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan
dilahirkannya janin dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan
bahwa wanita yang tersebut menderita kesempitan panggul yang berarti.8

2. Pemeriksaan Antepartum
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan pikiran
pemeriksa akan kemungkinan kesempitan panggul. Adanya tuberkulosis
pada kolumna vertebra atau pada panggul, luksasio koksa kongenitalis
dan poliomielitis dalam anamnesis memberi petunjuk penting. Demikian
pula ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah
kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik. Pada wanita yang
lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya , kemungkinan
panggul kecil perlu diperhatikan pula.8

b. Pelvimetri
Pelvimetri terdiri dari dua jenis yaitu pelvimetri klinis dan radiologis.
Pelvimetri radiologis menggunakan X-ray, CT-Scan, MRI dan USG
transvaginal, namun tidak rutin dikerjakan. Untuk pelvimetri klinis,
kriteria diagnosisnya adalah:4,8
1) Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
2) Kesempitan panggul tengah
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan
spina os ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas
sakral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
 Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
 Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan
ruas sakral ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
16

 Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua


spina ke pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Bidang tengah panggul dikatakan sempit jika :
 Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5
cm atau kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
 Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara
klinis, melainkan harus diukur secara rontgenologis, tetapi kesempitan
bidang tengah panggul dapat diduga akan terjadi jika:
 Spina ischiadica sangat menonjol.
 Dinding samping panggul konvergen.
 Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
3) Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischii 8 cm atau kurang.

c. USG untuk mengukur diameter kepala bayi:


Pemeriksaan dengan USG relatif lebih aman dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgenologis, dimana pada pemeriksaan USG ini akan
dilakukan pengukuran Biparietal diameter (BPD), Occipto-frontal
diameter (OFD), dan Head circumference (HC).8

d. Perasat untuk Mendeteksi CPD


1) Perasat Osborn8
Teknik perasat Osborn:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
 Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
 Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada
permukaan anterior dari simfisis.
 Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke
bawah dan ke belakang.

Interpretasi perasat Osborn:


 Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang
tindih dari tulang parietal, berarti CPD (-).
17

 Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari


tulang parietal, sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan
dilanjutkan dengan perasat Muller.
 Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang
parietal menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti
CPD positif.

2) Perasat Muller8
Teknik perasat Muller:
 Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
 Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
 Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai
pintu atas panggul.
 Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.

Interpretasi perasat Muller:


 Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).
 Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+). (panggul
sempit)

e. Pemeriksaan Intrapartum
1) Posisi Janin
Posisi oksipitoposterior berhubungan dengan kemacetan persalinan.
Defleksi kepala yang terjadi pada posisi oksipitoposterior
mengakibatkan diameter kepala lebih besar terpresentasikan pada
pelvis.7
2) Dilatasi Serviks
Dilatasi serviks dapat dipantau sesuai partograf WHO. Jika grafik
melewati garis bertindak, dapat diberikan drip oksitosin. Kegagalan
kemajuan persalinan dengan pemberian drip mengindikasikan adanya
Cephalopelvic Disproportion.9
3) Penurunan Kepala
Penurunan kepala dapat dinilai dengan sistem perlimaan sesuai
18

partograf WHO. Debby, Rotmensch, Girtler, et al. dari Israel


mendapatkan bahwa 100% kasus dimana kepala bayi belum turun
pada dilatasi 7 cm memerlukan persalinan dengan operasi sesar.10
4) Molase
Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras panggul ibu. Semakin
besar derajat molase semakin menunjukkan risiko CPD.11
Derajat-derajat molase:11
0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi
1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipisahkan
3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan
5) Caput Succedanium
Caput merupakan pertanda persalinan yang lama, yang dapat
disebabkan oleh adanya CPD.13
Menurut ACOG Practice Bulletin: Dystocia and Augmentation of Labour tahun
2003 diagnosis distosia tidak dapat ditegakkan sebelum persalinan percobaan
(trial of labor) yang adekuat tercapai.3

Tabel 1. Derajat Molase pada Saat Persalinan (Mean + Standard Error) Terkait
Dengan Persalinan Normal, Disfungsi Uterus Primer, CPD Minor dan CPD
Mayor.12
19

Tabel 2. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria dan Penanganan3

2.2.6 Penanganan
Penanganan pada pasien dengan kecurigaan terjadinya distosia atau kemacetan
pada persalinan akibat CPD adalah dengan melakukan seksio sesarea. Sementara
pada pasien yang belum terbukti akan mengalami distosia, suatu persalinan
percobaan dapat dilakukan terlebih dahulu.
1. Seksio Sesarea8,14
Seksio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni
setelah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesaria elektif
direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan
karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdapat CPD
yang nyata.

Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila


ada faktor- faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua,
20

kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang
mengalami infertilitas yang lama, penyakit jantung, dan lain-lain.

Seksio sesaria sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap


gagal, atau karena timbul komplikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan pervaginam tidak
atau belum dipenuhi.2,3

2. Persalinan Percobaan8,14
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil
tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran panggul dalam
semua bidang dan hubunga antara kepala janin dan panggul, dan setelah
dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung
pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan.

Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his
dan daya akomodasi, termasuk molase kepala janin, kedua faktor ini tidak
dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu. Pemilihan
kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat.
Diatas sudah dibahas indikasi- indikasi untuk seksio sesaria elektif, keadaan-
keadaan ini dengan sendirinya menjadi kontra indikasi untuk persalinan
percobaan. Selain itu beberapa hal perlu pula mendapat perhatian. Janin
harus berada dalam presentasi kepala dan lamanya kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu.

Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar
serta lebih sukar mengadakan molase, dan berhubung dengan kemungkinan
adanya disfungsi plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi
kesukaran yang dapat timbul pada persalinan percobaan. Perlu disadari pula
bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak,
lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang.
21

2.2.7 Komplikasi dan Prognosis


Terdapat beberapa komplikasi yang dapat diakibatkan oleh CPD, dimana
komplikasi ini terbagi menjadi komplikasi yang terjadi terhadap kehamilan,
komplikasi pada saat persalinan, serta komplikasi pada janin.
1. Komplikasi pada kehamilan 8,14
a. Pada kehamilan lanjut, pintu atas panggul yang sempit tidak dapat
dimasuki oleh bagian terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap
tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas, terasa penuh di ulu hati dan
perut besar.
b. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
c. Kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
d. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung.

2. Komplikasi pada saat persalinan8,14


Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat
kesempitan panggul.
a. Persalinan akan berlangsung lama
b. Ketuban pecah dini
c. Tali pusat menumbung
d. Molase kepala berlangsung lama
e. Inersia uteri sekunder
f. Pada panggul sempit menyeluruh sering terjadi inersia uteri primer
g. Partus yang lama akan menyebabkan peregangan SBR dan dapat
menyebabkan ruptur uteri
h. Simfisiolisis, infeksi intrapartal
i. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.

3. Komplikasi pada janin8,14


a. Infeksi intrapartal
b. Kematian janin intrapartal (KJIP)
c. Prolaps funikuli
d. Perdarahan intracranial
22

e. Kaput suksedaneum dan sefalohematoma yang besar


f. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena molase
yang hebat dan lama

Prognosis dari kejadian CPD sangat tergantung pada derajat komplikasi yang
dialami oleh ibu dan janin. Apabila tidak ditangani secara tepat, CPD dapat
menimbulkan bahaya pada ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
23

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini akan dibahas beberapa masalah terkait diagnosis, etiologi, dan
prognosis dari cephalopelvic disproportion (CPD).

3.1 MASALAH DIAGNOSIS


Diagnosis CPD dapat diarahkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dilakukan juga dapat dibagi lagi
menjadi pemeriksaan antepartum dan pemeriksaan intrapartum.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan kenceng-kenceng


keluar lendir. Nyeri perut hilang timbul dikatakan ada yang terasa dari pinggang
hingga ke perut dan gerak janin dirasakan masih baik. HPHT tanggal 5/11/2016
dengan HPL tanggal 12/08/2017, dimana saat ini usia kehamilan pasien adalah 39
minggu. Kehamilan ini dikatakan merupakan kehamilan pertama. Pasien
mengatakan melakukan ANC selama 6 kali untuk memonitor perkembangan janin
dan kehamilannya sehingga kemungkinan adanya kelainan kongenital atau
kelainan posisi pada janin sudah diketahui oleh pasien.
Sementara itu, tinggi ibu 156 cm ditambah dengan berat badan 84 kg
memasukkannya ke dalam obesitas. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
ketika pasien datang, pada abdomen didapatkan TFU 32 cm, letak kepala,
punggung kiri dengan penurunan kepala 1/5, kontraksi (+) 1 x/10’, DJJ (+) 142
kali/menit dan pada VT didapatkan PØ 3-4 cm, efficement 75%, ketuban (-)
Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I, teraba UUK-UUB
yang berarti sikap janin tidak fleksi maksimal dan posisi kepala seperti itu
membuat ukuran presentasi kepala janin di dalam pelvis sangat besar, yang berarti
dapat mempersulit jalannya persalinan.

Kemajuan persalinan yang dialami pasien, setelah evaluasi 10 jam berikutnya


yaitu his adekuat, pembukaan serviks sudah 4 cm, efficement 75% agak kaku, dan
penurunan Hodge II. Pembukaan serviks terhitung cukup lama dan penurunan
kepala harusnya lebih dalam lagi terhitung karena His pasien sudah adekuat.
24

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien


kemudian didiagnosis dengan G1P0A0, 39 minggu 4 hari, preskep T/H, PK I fase
aktif suspek CPD pro SC.

3.2 MASALAH ETIOLOGI


Cephalopelvic Disproportion (CPD) akan terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian
ukuran kepala janin dengan ukuran pelvis ibu. Secara umum faktor resiko
terjadinya CPD ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu faktor ibu (kesempitan pintu atas
panggul, panggul tengah dan pintu bawah panggul) serta faktor janin (ukuran
janin dan malposisi atau malpresentasi kepala). Pada Tanggal 08/8/2017 Pukul
01.15 IB ketika di VT teraba serviks agak kaku pada efficement 75%, pada
primigravida faktor psikis dapat berperan dalam hal itu. Serviks yang kaku
sebagai passage dapat menghambat jalannya persalinan.

3.2 MASALAH PROGNOSIS


Prognosis dari ibu dan janin sendiri sangat tergantung pada komplikasi yang
dialami oleh ibu ataupun janinnya. Beberapa komplikasi yang telah dialami oleh
pasien adalah macetnya persalinan yang bila tidak segera ditangani akan
mengkibatkan partus lama. Sedangkan pada janin dapat terjadi komplikasi berupa
caput succedanium maupun cephalhematoma akibat penekanan kepala pada jalan
lahir. Pada laporan operasi ternyata pada bayi terdapat 2 lilitan tali pusat, hal ini
dapat mengakibatkan asfiksi pada bayi jika tidak segera di intervensi, salah
satunya dengan SC.

Melihat kondisi ibu dan janin, maka terminasi dilakukan dengan SC cito.
Prognosis ibu dan janin ini baik karena kondisi ibu dan janin yang stabil pasca
tindakan.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B. Kematian Ibu dan Perinatal. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi K
eempat. Jakarta: BP-SP, 2008. Hal. 61-65
2. Nicholson, James M. dan Lisa C. Kellar. The Active Management of
Impending Cephalopelvic Disproportion in Nulliparous Women at Term: A
Case Series. Journal of Pregnancy 2010;706815:1-5
3. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics 23rd Ed. The McGraw-Hill
Companies. 2010. Hal 464-465
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elstar, 1983. Hal. 11-40
5. American College of Nurse Midwife. 2007. Cephalopelvic Disproportion.
http://www.ancm.org [4 September 2013]
6. World Health Organization. 2005. Maternal Mortality in 2005
7. Siswishanto Rukmono. Malpresentasi dan Malposisi. Dalam: Ilmu Kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 581-598
8. Wiknjosastro, H. Distosia karena Kelainan Panggul. Dalam: Ilmu kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta: BP-SP, 2006. Hal. 637-647.
9. World Health Organization Maternal Health and Safe Motherhood
Programme. World Health Organization Partograph in Management of
Labour. Lancet 1994;343:1399-404.
10. Debby A, Rotmensch S, Girtler O, Sadan O, Golan A, Glezerman M. Clinical
Significance of the Floating Fetal Head in Nulliparous Women in Labor. J
Reprod Med 2003;48:37-40.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Asuhan Persalinan Normal. 2008.
Hal. 54-65
12. Stewart KS, Philpott RH. Fetal response to cephalopelvic disproportion. Br J
Obstet Gynaecol 1980;87:641-649
13. Odendaal HJ. Poor Progress During the First Stage of Labour. In: Cronje HS,
Grobler CJF, eds. Obstetrics in Southern Africa. 2nd ed. Pretoria: Van Schaik,
2003:303-13.
14. Mochtar,R. Panggul Sempit (Pelvic Contraction), Lutan,D. Synopsis obstetri:
edisi 2. Jakarta. EGC. 1998. Bab 9. Hal: 332-328.

Anda mungkin juga menyukai