Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur femur adalah salah satu jenis fraktrur yang sering terjadi. Insidden terjadinya
fraktur femur di USA diperkirakan 1 orang setiap 10.000 pendudk setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu Fakultas
Kedokteran Universits Indonesia pada tahun 2006 di Indonesia dari 1.690 kasus
kecelakaan lalu lintas 249 kasus atau 14,7 %nya mengalami fraktur femur.
Femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar yang merupakan ¼ dari tinggi badan
seseorang. Fraktur pada femur dapat terjadi pada colum, intertrookanter, subtrokanter, shaft
femur, suprakondiler, dan interkondiler.
Fraktur adalah terputusnya jaringan kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan patah tulang dapat berupa
trauma langsung atau tidak langsung.
Penyebab fraktur adalah trauma, yang di bagi atas trauma langsung, trauma tidak
langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya
penderita terjatuh pada posisi diamana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan
benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur
berjahuan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang
dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying desease atau
fraktur patologis.
Menurut Black dan Matasarin (1977), fraktur dibagi berdarakan kontak dunia luar, yaitu
meliputi fraktru tertutup dan terbuka. Fraktru tertutup adalah fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit, fraktur terbuka adalah fraktur
yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Pembagian fraktur terbuka berdasarkan Gustillo
dan Anderson dibagi menjadi drajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Patah tulang terjadi jika tenaga
yang melawan kekutan tulang lebih besar dari tenaga tulang. Penyebab tersering dari fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas (70 %), jatuh (11%), kena tembakan(8%), dan lain – lain.
Penganan fraktur terdiri dari atas penangan preopertif, intraoperatif, dan pascaopertif.
Preopertif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan singkatan
ABC, ABC pada trauma meliputi A untuk airway atau jalan nafas yaitu pembebasan jalan
napas, B untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan pemberian o2 memperhatikan
adakah tanda-tanda hemothoraks, pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau
sirkulasi/fungsi jantung mencegah atau menangani syok D untuk disability yaitu

1
mengevaluasi status neurologik secara cepat; dan E untuk exposure/enviormnet yaitu
melakuakn pemeriksaan secara teliti.
Selanjutnya prinsip dalam penanganan pertama pada patah tulang adalah jangan membuat
keadaan lebih jelek (do no harm) dengan menghindari gesekan – gesekan pada bagian yang
patah. Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian / pasang spalk dengan menggunakan kayu
atau benda padat yang dapat menahan agar kedua fraksi yang patah tidak saling bergesekan.
Khusus pada patah tulang terbuka, harus dicegah agar luka tidak terinfeski yang seharusnya
dilakuakn dalam 6-8 jam pertama dikenal sebagai golden period disertai pemberian antibiotik
spektrum luas dan anti tetanus.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn J. W
Umur : 16 tahun
Tempat Tanggal Lahir : 27 Januari 1999
Jenis Kelamin : Laki – laki
Suku : Serui
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Alamat : Dok VIII
Pekerjaan : Pelajar
Status marital : Lajang
Tanggal MRS : 20 November 2017
Nomor Rekam Medik : 43 22 52

2.2 Anamnesa
Keluhan Utama
- Nyeri pada paha kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan akibat kecelakaan lalu lintas,
awalnya pasien membawa kendaran bermotor dari sekolah SMA N 2 Jayapura
menuju ke rumhanya di dok 8 bawah, pasien membawa motor dengan kecepatan ± 70
km / jam dan jalan dalam keadaaan licin, saat itu pasien tiba – tiba rem mendadak di
karenakan pejalan kaki yang menyebrang saat jalan turun-turunan sehingga
menyebabakan ban belakang goyang dan terselip, pasien lalu terjatuh ke arah sebelah
kiri menyebrangi got dan kaki pasien duluan terjatuh ka tanah dan mengenai tembok,
pasien sempat pingsan ± 2 menit,saat pasien sadar pasien merasakan nyeri di daerah
kaki kanan dan tidak dapat digerakan, muntah (-), mual (-), keluar dara dari
hidung/telinga (-)
Primary survey
A: bebas
B: RR 16 x/m, Dada simetris kiri = kanan

3
BP vesiculer, Ronchi -/-, wheezing -/-
C: Ttekan Darah 120 / 80 mmHg, Nadi 88x/m
D: GCS 15 (E4V5M6)
E : Suhu Aksila 36,7 C
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernaha menderita keluhan seperti ini sebelumnya
- Riwayat kebiasaan
Merokok (-)
Konsumsi alkohol (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Vital sign
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
TTV : T D = 110/70 mmHg, N= 88 x/m, regule, kuat angkat, RR = 20 x/m, S= 37 c
b. Status interna
kepala / leher : pupil siokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), gerakan bola
mata normal
Thoraks
Paru – Paru
Inspeksi : simetris ikut gerak nafas (+), retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : saonor pada paru kanan dan kiri
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : datar (+)
Auskultasi : bising usus normal 3- 4 x/m
Perkusi : Tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) turgor kulit normal
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba

4
Ekstremitas
Superior : akral teraba hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : akral hangat (+), sianosis (-/-), edema (+/-)

Status Generalis
Status Lokalis Regio Femur D
Look : deformitas (+), edema
Feel : nyeri tekan (+), pulsasi a. Dorsalis Pedis Dextra (+), sensibilitas (+)
Movement : gerak aktif terbatas nyeri (+)

2.4 Diagnosa Semnentara


Close fractur Femur D 1/3 midelle
2.5 Terapi Pada saat MRS (IGD)
IVFD RL 2000 CC/ 24 jam
Inj. Raniridin 50 mg / 12 jam
Inj. Antrain 100 mg / 8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Hasil Uji Hematologi Rutin (SMRS 20 November 2017)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

1 Eritrosit 3juta/ul 4,4 – 5,9 juta/ul

2 Leukosit 4,78 ribu/ul 3,8 – 10,6 ribu/ul


3 Hemoglobin 12,3 g/dl 12,2 – 14,3 g/dl
6 Hematokrit 37,8 40 – 52
7 Trombosit 150 150– 400
ribu/ul

5
b. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (13 Mei 2016)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1 Kreatinin 0,84 mg/dl 0,95 mg/dl
2 Ureum 18,7 mg/dl 7,0 – 18,0 mg/dl
3 Natrium 136 mmol/L 130 - 143 mmol/L
4 Kalium 3,4 m mol/L 4,6 – 5,3 mmol/L
5 ALT 15,1 U/L < 41,0 U/L
6 AST 35.2 U/L <40,0 U/L
7 Klorida 106 meq/L 98 – 106 meq/L
8 PT
9 APTT

2.7 Follow Up Ruangan Pasien Tn. J W (18 tahun)


Tanggal Catatan Tindakan Keterangan
3/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 110 / 70 mmHg, N: 12 jam
72 x/m, R; 18 x/m Sb : 36,5 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - inj Ceftriaxone 1
Thoraks : I : simetris ikut gram / 12 jam
gerak nafas (+), P : V/F D=S - skin traksi 3 kg
P: Sonor, A: suara nafas - Pro Orif
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : deformitas (+)
- Feel :nyeri tekan (+)

6
- Move ; gerak terbatas (+)

A: Close Fractur 1/3 middle


Femur (D)

4/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000


0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 110 / 80 mmHg, N: 12 jam
78 x/m, R; 16 x/m Sb : 36,7 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - inj Ceftriaxone 1
Thoraks : I : simetris ikut gram / 12 jam
gerak nafas (+), P : V/F D=S - skin traksi 3 kg
P: Sonor, A: suara nafas - pro orif
vesikuler (+/+), rho (-/-), - konsul anestesi (-)
wheezing (-/-) tunggu keluarga
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin traksi
3 kg, edema (↓)
- Feel : nyeri tekan (+)
- Move ; gerakan terbatas

A: Close Fractur 1/3 middle


Femur (D)
5/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 120 / 70 mmHg, N: 12 jam

7
80 x/m, R; 20 x/m Sb : 36,5 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - inj Ceftriaxone 1
Thoraks : I : simetris ikut gram / 12 jam
gerak nafas (+), P : V/F D=S - skin traksi 3 kg
P: Sonor, A: suara nafas - pro orif
vesikuler (+/+), rho (-/-), - konsul anestesi (-)
wheezing (-/-) tunggu keluarga
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin traksi
3 kg
- Feel : nyeri tekan (+)
Move ; gerakan aktif dan pasif
terbatas (+)
A: Close Fraktur 1/3 Middle D
6/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 110 / 60 mmHg, N: 12 jam
77x/m, R; 20 x/m Sb : 36, 9 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - inj Ceftriaxone 1
Thoraks : I : simetris ikut gram / 12 jam
gerak nafas (+), P : V/F D=S - skin traksi 3 kg
P: Sonor, A: suara nafas - pro orif
vesikuler (+/+), rho (-/-), - konsul anestesi (-)
wheezing (-/-) tunggu keluarga
Abdomen : I: datar, A: BU (+)

8
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : terpasng skin traksi
3 kg
- Feel : nyeri tekan (+)
Move ; gerakan aktif dan pasif
terbatas karena nyeri (+) ;
7/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 110 / 70 mmHg, N: 12 jam
72 x/m, R; 18 x/m Sb : 36,5 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - skin traksi 3 kg
Thoraks : I : simetris ikut - pro orif
gerak nafas (+), P : V/F D=S konsul anestesi (-)
P: Sonor, A: suara nafas tunggu keluarga
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin traksi
(+)
- Feel : nyeri tekan (+)
- Move ; gerakan aktif dan
pasif terbatas karena nyeri
(+)
8/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000

9
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 120 / 70 mmHg, N: 12 jam
88 x/m, R; 22 x/m Sb : 36,9 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - skin traksi 3 kg
Thoraks : I : simetris ikut - pro orif
gerak nafas (+), P : V/F D=S konsul anestesi (-)
P: Sonor, A: suara nafas tunggu keluarga
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin traksi
- Feel : nyeri tekan (+)
Move ; gerakan aktif dan pasif
terbatas karena nyeri (+)
9/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000 Tunggu
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam jadwal
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg / operasi
Ttv : Td 110 / 80 mmHg, N: 12 jam
77 x/m, R; 19 x/m Sb : 36,8 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - skin traksi 3 kg
Thoraks : I : simetris ikut - pro orif
gerak nafas (+), P : V/F D=S konsul anestesi (+)
P: Sonor, A: suara nafas
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)

10
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin traksi
- Feel : nyeri tekan (+)
- Move ; gerakan aktif dan
pasif terbatas karena nyeri
(+) ;
10/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000 Tunggu
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam Jadwal
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg / Operasi
Ttv : Td 110 / 70 mmHg, N: 12 jam
72 x/m, R; 18 x/m Sb : 36,5 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - skin traksi 3 kg
Thoraks : I : simetris ikut - pro orif
gerak nafas (+), P : V/F D=S
P: Sonor, A: suara nafas
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Status Lokalis :
- Look : terpasang skin trkasi
(+)
- Feel : nyeri tekan (+)
- Move ; gerakan aktif dan
pasif terbatas (+)

11
11/12/2017 S : nyeri pada paha kanan (+) - INFD RL 2000
0 : KU : Tampak sakit sedang CC/24 jam
Kesadaran : Compos mentis - Inj ranitidin 50 mg /
Ttv : Td 110 / 70 mmHg, N: 12 jam
72 x/m, R; 18 x/m Sb : 36,5 - Inj antrain 100 mg /
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), OC 8 jam
(-), P>KGB (-) - skin traksi 3 kg
Thoraks : I : simetris ikut - pro orif
gerak nafas (+), P : V/F D=S
P: Sonor, A: suara nafas
vesikuler (+/+), rho (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen : I: datar, A: BU (+)
Normal, P: NT (-) P: Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
- Look : deformitas (+)
- Feel : nyeri tekan (+)
Move ; gerakan aktif dan pasif
terbatas karena nyeri (+)

2.8 foto Rongten

12
2.9 Diagnosa Terakhir
Close Fractur 1/3 Middle Femur Dextra
2.10 Resume
Seorang pria berumur 16 tahun datang Ke IGD dengan keluhan nyeri pada paha
kanan ± 30 menit SMRS akibat kecelakaan lalu lintas pasien lalu terjatuh ke arah
kanan. Pada pemeriksaan fisik Lokalis Regio Femur D : Look : deformitas (+),
edema (+), feel : nyeri tekan (+), edema (+), movement : gerak terbata dikarenakan
nyeri, dari foto rongten didaptkan fractur 1/3 midlle femur dextra, dari pemeriksaan
lab di daptkan 3,4 mol/dl,pasien didiagnosa dengan close fractur 1/3 midlle dextra dan
hipokalemi, sudah tepasang skin traksi 3 kg dan direncanakan orif

13
BAB III

TINJAUN PUSTAKA

3.1 Anatomi Femur

OS Femur merupakan tulang yang paling panjang dan paling berat dalam tubuh
manusia. Panjangnya kira – kira ¼ sampai 1/3 dari panjang tubuh terdiri dari corpus,
ujung proximal dan ujung distal. Pada ujung proximal terdapat caput,collim,
trochanter major, trochanter minor. Pada ujung distal terdapat condylus medialis dan
condylus lateralis. Collum femoris terletak di antara caput dan corpus ossis femoris,
ukuran panjang 5 cm dan membentuk sudut 125 derajat 6 corpus ossis femoris
melengkung ke ventral, membentuk sudut sebesar 10 derajat. Bentuk corpus ossis
femoris di bagian proximal bulat dan makin ke distal menjadi agak pipih dalam arah
anterior – posterior. Ujung distal corpus ossis femoris membentuk 2 buah tonjoloan
yang melengkung disebut condylus medialis dan condylus lateralis.

Bagian caput merupakan lebih kurang 2/3 boal dan berartikulasi dengan
acetabulum dari 0s coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput.
Sebagaian suplai darah untuk caput femoris dihantarakan sepanjang ligament ini dan
memasukui tulang pada fovea

3.1.1 Vaskularisasi pada femur

Sistem perdarahan dari sepanjang tungkai atas atau paha atas yaitu pembuluh
darah arteri dan vena

1. Arteri
a. Arteria femoralis
Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament
inguinlae dan merupakan lanjutan dari illiace externa, yang terletak
dipertengahan antara SIAS (spina illiaca anterior superior) dan
sympiphis pubis. Arteria femoralis merupakan pemasok darah utama
bagian tungkai, berjalan menurun hampir bertemu ke tuberculum
adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot magnus
denganmemasuki spatica poplitea sebagai arteri poplitea

14
b. Arteria profunda femoralis.
Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis
dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha melalui bagian
belakang otot adductor, ia berjalan turun di antara otot adductor brevis dan
kemudian terletak pada otot adductor magnus
c. Arteria profunda femoralis
Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis
dari bagian belakang otot adductor, berjalan turun diantara otot adductor
brevis dan kemudian terletak pada otot adductor magnus
d. Arteri obturatoria
Merupakan cabang arteri illiaca interna, berjalan ke bawah dan ke
depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus obturatoria
melalui canalis onturatorius, yaitu bagian atas foramen obturatum
e. Arteri poplitea
Arteri poplitea berjalan melalui canalis adductorius masuk ke fossa
bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa poplitea
dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena poplitea, arteri
poplitea
2. Vena
a. Vena femoralis
Vena vemoralis memasuki paha melalui lubang pada otot adductor
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia menaiki paha mula – mula
pada sisi lateral dari arteri. Meningalkan paha dalam ruang medial dari
selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum inguinale menjadi
vena illiaca externa
b. Vena profunda femoralis
Vena profunda femoralis menampung cabang yang dapat disamakan
dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir kedalam vena femoralis
c. Vena obtutoria
Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat disamakan
dengan cabang – cabang arterinya, dimana mencurahkan isinya ke dalam
vena illiaca internal
d. Vena saphena magna

15
Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum dorsalis
pedis dan berjalan naik tepat di dalam melleollus medialis, venosum
dorsalin vena ini berjalan ke belakang lutut, melengkung kedepan melalui
sisi medial paha. Berjalan melalui bagian bawah n.saphensus pada fascia
profunda dan bergabung dengan vena femoralis

Ruang anterior fascia tungkai femur dialiri pembuluh darah arteri femoralis.
Ruang fascia medial diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria.
Ruang fascia posterior tungkai diperdarahi oleh cabang – cabang arteri porfunda
femoris

3.2 Fraktur Femur


Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks;
biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka
yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit
diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini
disebut fraktur terbuka. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis.1,3

3.3 Etiologi
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat
fraktur mungkin tidak ada.

16
Fraktur akibat peristiwa trauma tunggal
Kekuatan dapat berupa :
 Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
 Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
 Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang
tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
 Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
 Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
terpisah

Tekanan yang berulang-ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.

Kelemahan abnormal pada tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget)1,2,3

3.4 . Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :3

a. Fraktur collum femur :

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden1,3

17
 Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
 Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
 Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
 Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden2

A. Stadium I C. Stadium III


B. Stadium II D. Stadium IV

Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun
merupakan fraktur leher femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan
cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV. Selain Garden, Pauwel juga membuat
klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada

18
gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: 2

 Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.


 Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
 Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

A B C

Gambar Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel2

A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III

 Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. Fraktur trochanter femur :

Ialah semua fraktur yang terjadi antara trokanter minor dan trokanter mayor.
Fraktur ini bersifat ekstra artikuler dan sering terjadi pada orang tua diatas umur
60th.

Dibagi atas :

1. Fr. Stabil

2. Fr. Tidak stabil

Diklasifikasikan atas empat tipe :

tipe 1 : fraktur melewati trokanter mayor dan trokanter minor tanpa pergeseran
tipe 2 : fraktur melewati trokanter mayor dan disetai pergeseran trokanter minor
tipe 3 : fraktur disertai fraktur komunitif

tipe 4 : fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.

19
c. Fraktur subtrochanter femur :

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,
dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah
dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor


tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

d. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat


kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi
menjadi :

- Frakture Tertutup

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan


jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
 Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
 Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
- Frakture Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.

20
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

e. Fraktur supracondyler femur :

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke


posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. Fraktur intercondyler femur :

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga


umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. Fraktur condyler femur :

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi


disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

3.5 Gambaran Klinik

RiwayatAnamnesis

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan


tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu
pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela,
ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur
terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan
pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak
membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.1,3

Tanda – tanda local :

a) Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,


angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

21
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka

b) Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh
darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan

c) Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih


penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi
dibagian distal cedera.

3.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat
radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
 Untuk konfirmasi adanya fraktur
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
 Untuk menentukan teknik pengobatan
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
 Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral

22
 Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur
 Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke
dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
 Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.
 Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.2

Pemeriksaan radiologis lainnya :


CT-Scan : suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail
mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi
lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.8
MRI : MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua
tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk
mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang.9

3.7 Diagnosis
Terdapat tanda klinis yang menunjang adanya fraktur:
Pemeriksaan penunjang :Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2
proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering
menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada
kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang
belakang.3

3.8 Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip pengobatan fraktur

1. Pertolongan pertama  membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban


yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar

23
penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans
2. Penilaian klinis  nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi  kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat
anti nyeri.

Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :

1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)


Awal pengobatan perlu diperhatikan :
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
 Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik
yaitu:
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Tujuan Pengobatan fraktur :


1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
 Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
 Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal

24
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologi
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
 Ekternal / OREF
 Gips ( plester cast)
 Traksi

Indikasi :
· Pemendekan (shortening)
· Fraktur unstabel : oblique, spiral
· Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

1. Traksi Gravitasi :
U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit
akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada
tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)

Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi à tmpat masuknya pin
Terapi operatif dengan membuka frakturnya

 ORIF (Open Reduction internal fixation)

25
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
Keuntungan :
 Reposisi anatomis
 Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi :
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya tinggi.
Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan fraktur
dislokasi
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis

Gambar. Fiksasi internal

26
3.9 Proses Penyembuhan

Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :

1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.

2. Fase Proliferasi Sel


Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan
proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan
hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.

3. Fase Pembentukan Kalus


Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut
juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler
yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk
suatu tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda
pada radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur

27
4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan

membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.

5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap
terjadi osteoblastik pada tulang.

28
3.10 Komplikasi

Komplikasi fraktur antara lain:


1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
`lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang

29
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat
ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
b. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan kelainan penyatuan tulang
karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau
pergeseran.
c. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.

30
3.11Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang
sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki – laki degan inisial J.W yang berusia 16 tahun, datang k RS

dengankeluhan nyeri pada paha kanan. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Tn. J. W didagnosis dengan closed fraktur 1/3 midele femur dextra

rsebut tiTn. J. W didiagnosa dengan close fraktur karena berdasrkan pemeriksaan fisik,

fraktur tersebut tidak menembus kulit dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.

Berdasarkan anamnesa, penyebab close fraktur pada Tn JW adalahtraumatik yang bersifat

langsung, tiba – tiba dan berkuatan besar karena trauma tersbut menyebabkan tekanan

langsung pada tulang dan menyebabkan fraktur yang ditandai dengan temuan klinis yaitu

adanya nyeri yang dirasakan sesaat setelah terjadi kecelakaan serta gamabaran radiologis

yang ditemukan fraktur yang tepat berada pada lokasi radiologis.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. pola garis fraktur tulang adalah simple

fraktur karena berdasarkan gambaran radiologis yang di dapat. Berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan klinis, manifestasi klinis yan di dapat pada Tn. JW antra lain nyeri, berkurang

atau hilngnya fungsi, feel ditemukan adanya nyeri tekan di daerah paha, sedangkan untuk

menilai move, pemeriksaan tidak di evaluasi. Penatalakasaan pada pasien ini di lakukan skin

traksi 3 kg Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur untuk menjaga mobilisasi

Selain pemsangan traksi pada pasien ini, juga di lakukan penaganan simtomatis berupa

pemberian analgetik berupa antarin untuk menghilangkannyeri.

Selian itu pasien diberikan juga diberikan terapi medikamentosa dengan ranitidine.

Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin

secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asama lambung. Prognosis pada

pasien ini baik untuk vitam, functionam, dan sanationam adalahbonam karena dari

32
pemeriksaan fisik tidak didaptkan adanya gangguan fungsi vital pasien yang berkaitan

dengan fraktur yang di alami oleh pasien dan dengan penanganan yang cepat dan tepat dan di

dukung dengan kepatuhan pasien untuk menjalani pengobtan maka fungsi anggota gerak

pasien akan kembali seperi sedia kala

33

Anda mungkin juga menyukai