Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Harga Diri
Pengertian harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri
yang merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukan seberapa besar
individu percaya pada dirinya, merasa mampu, berarti, berhasil dan berharga
(Coopersmith, 2012) dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal
dirinya (Stuart dan Sundeen, 1991). Dimana evaluasi ini diartikan sebagai penilaian
yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga
diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga
sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Jika seseorang dapat melihat secara
positif terhadap dirinya, maka orang tersebut dikatakan memiliki harga diri yang
tinggi, begitupun sebaliknya (Menurut Lerner dan Spanier, dalam Ghufron, 2010).
Seseorang akan menyadari dan menghargai dirinya jika ia mampu menerima diri
pribadinya.

2.2 Faktor yang mempengaruhi harga diri


Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan menurut Dariuszky (2004) yang menghambat
perkembangan harga diri adalah : Perasaan takut , yaitu kekhawatiran atau
ketakutan (fear).
Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-
tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh
kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak
berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun
merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu
selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya
sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu
suatukeadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak
berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri
yang dipersepsikan secara salah.

Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab


diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat
dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah
bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembanganharga dirinya.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Diri (Self Esteem) Menurut Para Ahli

Menurut Coopersmith (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri,
yaitu:
1. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan.
Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting
dalam kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan
keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan.
Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali
terjadi dalam kehidupan seseorang.
2. Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (2012),
kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan
tempat tinggal. Individu yang memiliki pekarjaan yang lebih
bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses
dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya.
Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi
meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.
3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi
Pengalaman.Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak
mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan disaring
terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh
individu.
4. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat
meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari
luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang
memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.
2.4 Harga diri dapat diperoleh melalui SAPTONOKO :
Ø Keturunan
Ø Kekayaan
Ø Kekuasaan
Ø Keagamaan
Ø Kependidikan
Ø Kecerdasan
Ø Kejujuran
2.5 Contoh Harga Diri dalam Kehidupan
Manusia sering salah dalam menilai harga dirinya, kadangkala terlampau
tinggi, kadangkala terlalu rendah. Sangat jarang seseorang dapat dengan tepat
menilai harga dirinya. Sebagai sebuah contoh perenungan mari kita lihat kesalahan
orang dalam menilai harga dirinya, yaitu dalam keluarga
Seorang suami cenderung merasa bahwa dia lebih bernilai dari istrinya,
sebab suami merasa dia adalah orang yang mencari uang. Jadi karena suami merasa
semua kebutuhan keluarga baru bisa dipenuhi karena uang yang diperolehnya maka
dia berpikir dirinya lebih berharga daripada istrinya. Perasaan lebih berharga ini
kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang menempatkan istrinya
lebih rendah dari suami. Ketika makan harus dilayani istri, jika tidak dilakukan
suami marah. Ketika istri minta uang, dengan gaya interogasi menanyakan untuk
keperluan apa uang yang diminta tersebut. Bahkan tidak jarang ada suami yang
tidak mengijinkan istrinya mengambil putusan apapun dalam keluarga, semua harus
suami yang memutuskan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Hal ini
dianggap wajar dalam sebuah hubungan suami istri, padahal ini adalah wujud dari
penilaian suami yang terlampau tinggi pada dirinya. Suami merasa wajar kalau
harga dirinya lebih utama dari istrinya.
Situasi ini dalam kasus tertentu bisa berganti posisi yaitu istri yang merasa dirinya
lebih bernilai dibandingkan suaminya. Coba kita pikirkan secara mendalam,
benarkah jika orang yang bekerja lalu menghasilkan uang, dia lebih berharga
dibandingkan orang yang tidak bekerja? Jika perbandingan ini dilakukan diantara
orang bekerja dan pengangguran, maka jawabannya, ya. Namun apabila
perbandingan ini dilakukan dalam hubungan suami istri, maka telah terjadi
kesalahan yang fatal. Suami dan istri dalam sebuah keluarga tidak ada yang lebih
utama, mereka sejajar. Jika hubungan ini tidak sejajar maka keluarga ini tidak beres.
Suami yang bekerja dan mendapatkan uang tidak berhak mengklaim dia lebih
berharga dibanding si istri. Suami bekerja dan punya uang itu sudah menjadi
kewajibannya. Apa yang merupakan kewajiban tidak bisa kita tuntut sebagai sebuah
keunggulan.
Sebagai ilustrasi: tukang becak kita bayar lalu dia antar kita ke tujuan,
sesampai di tujuan apakah boleh tukang becak tersebut berkata saya berjasa sudah
mengantar penumpang. Tukang becak tidak dapat mengatakan dia sudah berjasa,
karena dia wajib mengantar penumpang yang sudah membayarnya. Sebuah
pelaksanaan kewajiban tidak bisa dikatakan perbuatan yang hebat. Orang tua wajib
mengurus anaknya, maka ketika orang tua mengurus anak dengan baik itu bukanlah
hal-hal yang harus mendapat penghargaan, hal itu sudah seharusnya dan biasa saja.
Jadi boleh saja suami minta dilayani istrinya, namun dalam sudut pandang bahwa
suami merasa perlu adanya orang yang menolong dia. Sebaliknya istri mau
melayani suami karena mau menjadi penolong suami.
Kegagalan dalam menilai harga diri secara tepat ini menjadi sumber dari
kehancuran dalam banyak rumah tangga. Ketika seseorang merasa harga dirinya
lebih tinggi dari orang lain maka cenderung orang tersebut akan mendominasi orang
lainnya. Setelah kita melihat fakta bahwa di dalam hubungan suami-istri persoalan
harga diri seringkali salah tempat, tapi untuk selanjutnya pembahasan tidak akan
mengenai persoalan harga diri dalam keluarga. Namun kami ingin mencari akar dari
salahnya persepsi manusia akan harga diri dan bagaimana Tuhan memperbaiki
kesalahan manusia ini.
Sejarah penyimpangan manusia sehingga gagal untuk bisa menilai harga dirinya
dengan tepat adalah saat manusia ingin seperti Allah (waktu kamu
memakannya.kamu akan menjadi seperti Allah Kejadian 3:5). Pada saat Allah
menciptakan manusia, maka terjadi suatu hubungan yang istimewa antara pencipta
dan ciptaan. Namun hubungan istimewa ini tidaklah berarti bahwa terjadi
kesetaraan antara pencipta dan ciptaan. Pencipta adalah otonom, Dia tidak
tergantung kepada ciptaan. Keberadaannya mandiri, bebas dari intervensi siapapun
karena Dia yang berdaulat.
Pencipta tidak bisa diatur karena Dia adalah aturan itu sendiri. Sedangkan
ciptaan adalah makhluk yang bergantung kepada pencipta. Ciptaan tidak mandiri
namun tunduk pada pencipta dan diatur oleh pencipta. Keberadaan manusia dalam
taman eden adalah wujud daripada kesempurnaan Allah dalam menempatkan
ciptaan. Namun kesempurnaan rancangan Allah di hancurkan oleh ambisi manusia.
Ciptaan yang sempurna menjadi gagal dihadapan Allah yaitu ketika menerima
tawaran iblis supaya harga dirinya meningkat menjadi sama dengan pencipta.
Manusia yang dijadikan dari tidak ada menjadi ada ingin supaya menjadi
setara dengan Allah yang maha ada. Ketika pikiran ingin menjadi seperti Allah ini
diwujudkan maka bukan keberhasilan yang diperolehnya namun sebuah kegagalan
yang didapatkan. Ketika manusia gagal dan dinyatakan sudah berdosa, maka
ukuran harga dirinyapun menjadi kacau. Ambisi manusia untuk menjadi seperti
Allah terus tertanam menjadi sifat egois, mau menang sendiri, merasa dirinya lebih
utama dari yang lain dan ini terus diturunkan dari generasi ke generasi. Oleh karena
persoalan harga diri, bangsa dengan bangsa berperang. Karena harga diri Hitler
menjadi pembantai 6 juta orang Yahudi. Demi harga diri terjadi pembantaian suku
suku dan etnis diberbagai belahan dunia. Oleh karena harga diri banyak orang rela
membunuh orang lain demi membela iman kepercayaannya. Harga diri manusia
harus dikembalikan pada posisi yang tepat, untuk hal ini Allah sangat mengerti.
Harga diri manusia oleh Allah mau dikembalikan pada posisi yang sebenarnya yaitu
sebagai ciptaan yang berharga di mata Allah. Apa tindakan Allah yang maha mulia
dan kudus, untuk mengembalikan posisi manusia? Dia datang pada malam natal
menjadi manusia. Ini bukan peristiwa biasa, tetapi ini adalah tindakan Allah yang
mau menurunkan harga dirinya sehingga sama dengan manusia. Ketika Allah
menurunkan harga dirinya ini, Dia sangat mengerti konsekuensinya yaitu
ciptaannya itu bahkan akan menghinanya dan menyalibkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan
sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukan seberapa besar individu
percaya pada dirinya, merasa mampu, berarti, berhasil dan berharga. Harga diri
diperoleh dengan keturunan, kekayaan, kekuasaan, keagamaan, kependidikan,
kecerdasan,dan kejujuran.Faktor yang mempengaruhi harga diri yaituPenghargaan
dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri seseorang
dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan individu yang
bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang
signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali
terjadi dalam kehidupan seseorang.
Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (2012), kedudukan
kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu
yang memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan
tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih
sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini
akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri
mereka lebih berharga dari orang lain.Nilai dan Inspirasi Individu dalam
Menginterpretasi Pengalaman.Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak
mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu
melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh individu.Cara Individu dalam
Menghadapi Devaluasi. Individu dapat meminimalisasi ancaman berupa evaluasi
negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain
yang memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd dan Nihart. (2014). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st
edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (2014). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
Keliat, Budi Anna dll. (2014). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for
Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai