Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembahasan aliran-aliran filsafat dan kaitannya dengan ilmu pengetahuan,
merupakan penelahan dua aspek sekaligus menyangkut dengan faham dan pandangan para
ahli pikir atau filosuf.Dari kajian ini para ahli pikir melihat sesuatu atau menyeluruh,
mendalam dan sisitematis. Sedangkan ilmu pengetahuan dalam mengkaji atau mempelajari
sesuatu tidak secara menyeluruh, akan tetapi mempelajari bagian-bagian tertentu saja.
Oleh karena itu makalah ini membahas dua hal tersebut yang paling berbeda dalam
proses dan metode kajiannya masing-masing. Untuk menelusuri secara seksama tentang
bahasan itu, maka penulisan mengangkat beberapa aliaran-aliran filsafat Realisme,
Rasionalisme, Emperisme Positivisme, Idealisme, Materialisme, Eksistensialisme, Monisme,
Dualisme dan Pluralisme. Selanjutnya agar lebih jelas, kiranya kita dapat mengikuti
pembahasan berikutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan aliran realisme ?
2. Apakah yang dimaksud dengan aliran rasionalisme ?
3. Apakah yang dimaksud dengan aliran emperisme ?
4. Apakah yang dimaksud dengan aliran positivisme ?
5. Apakah yang dimaksud dengan aliran idealisme ?
6. Apakah yang dimaksud dengan aliran materialisme ?
7. Apakah yang dimaksud dengan aliran eksistensialisme ?
8. Apakah yang dimaksud dengan aliran monisme ?
9. Apakah yang dimaksud dengan aliran dualisme ?
10. Apakah yang dimaksud dengan aliran pluralism ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran realisme
2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran rasionalisme
3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran empirisme
4. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran positivisme
5. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran idealisme
6. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran matetialisme
7. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran eksistensialisme
8. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran monisme
9. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran dualisme
10. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aliran pluralisme
BAB II
PEMBAHASAN

Aliran-Aliran dalam filsafat


1. Aliran Realisme
Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Menurut aliaran ini ia
mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme memandang bahwa obyek
pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia, contohnya:
1. Pengetahuan tentang pohon
2. Pengetahuan tentang binatang
3. Pengetahuan tentang bumi
4. Pengetahuan tentang kota. Semua contoh diatas tidak hanya ada dalam pikiran manusia
yang mengamatinya, malaikan juga ada dengan sendirinya dan tidak tergantung pada
jiwa manusia.
Aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan Realisme Rasional. Aliran realisme rasional dibagi dua lagi (a) realisme
klasik, (b) realisme relegius. Kedua aliran ini (aliran realisme klasik dan aliran realisme
relegius) berpangkal pada filsafat Aristoteles. Namun demikian ada perbedaan antara
dua aliran ini. Perbedaanya adalah aliran realisme klasik langsung dari pandangan
Aristoteles, sedangkan aliran realisme religius tidak langsung, ia berkembang pada
filsafat Thomas Aquina, yaitu filsafat kristen yang kemudian dikenal dengan aliran
Thomisme, pandangan dari kedua aliran realisme ini setuju bahwa dunia materi adalah
nyata dan berada diluar orang yang mengamatinya. Selanjutnya penganut aliran
Thomisme ini berpendapat bahwa jiwa itu penting walaupun tidak nyata seperti badan.
Maka aliran ini juga berpendapat bahwa jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan yang
Maha Esa. Aliran Thomisme juga berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui
wahyu, berpikir dan pengalaman. Penganut aliran realisme religius juga berpandangan
bahwa aturan-aturan keharminisan alam semesta ini merupakan ciptaan Tuhan, maka
kita harus mempelajarinya.
2. Golongan aliran realisme alam atau realisme ilmiah berkembangnya ilmu pengetahuan
alam. Aliran realisme alam ini bersifat skeptis dan eksperimentil. Aliran ini
berpandangan bahwa dunia di sekeliling kita nyata, maka yang menjadi tugas ilmu
pengetahuan adalah menyelidiki semua isinya, dan ini bukan tugas dari filsafat. Tugas
filsafat tidak lain adalah mengkoordinasi konsep-konsep dan penemuan-penemuan dari
ilmu pengetahuan yang bermacam-macam itu, menurut aliran ini alam bersifat menetap,
memang ada perubahan nya, akan tetapi perubahannya langsung sesuai dengan hukum-
hukum alam yang bersifat menetap yang membuat alam semesta ini terus berlangsung
menurut susunannya yang teratur.
Pada umumnya penganut aliran realisme alam ini menolak adanya spiritual, dan
dia juga mengatakan bahwa dunia spiritual ini tidak dapat dibuktikan, sehingga hal ini
secara filosofi tidak penting.Mereka hanya berfikir fungsi yang koplek dari susunan tubuh,
saraf dan lainnya kemauan bebas. Mereka juga mengakui bahwa manusia dipengaruhi dua
lingkungan: (1) Lingkungan Sosial, (2) Lingkungan fisik. Akibat kebebasan memilih
dipandang sebagai ketergantungan manusia dengan lingkungannya. Pandangan dari kaum
realist, dunia tidak tergantung pada manusia, akan tetapi alam diatur oleh hukum-hukum
alam yang mampu di kontrol oleh manusia. Aliran realisme di kenal pula sebagai aliran
empirisme, yaitu aliran filsafat dalam ilmu pengetahuan yang memandang bahwa
pengalaman adalah sumber atau dasar pengetahuan manusia.Sebaliknya aliran yang
mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah resiko disebut rasionalisme.
Tokoh-tokoh dari aliran realisme alam antara lain Francis Bacon (1561-1626), John Locke
(1632-1704), David Hume (1711-1776), John Stuart Mill(1773-1836), Alfred North
Wihitehead (1861-1947) dan Bertrand Russel (1872-1970). Semua tokoh ini berasal dari
Eropa pada abad 15 dan 16.Sedangkan tokoh realisme ilmiah adalah Kulpe (1862-1915).

2. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang memandang bahwa akal pikiran
atau resiko adalah sebagai dasar pengetahuan manusia.Menurut seseorang tokoh
rasionalisme yaitu Ploto mengatakan bahwa pengetahuan diri atas penangkapan aspek-aspek
dari dunia sekitar kita.Aspek-aspek itu bersifat menetap dan telah ada pada kita, itulah yang
disbut dengan idea. Oleh karena itu balajar menurutnya bukan lah memperoleh pengetahuan
baru, akan tetapi menyadarkan kita kepada pengetrahuan yang ada pada kita. Dengan kata
lain memperoleh pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengingat kembali. Contohnya
bagaimana kita dapat membuat segitiga dua kali lebih besar.Untuk menjawab pertanyaan
tersebut kita harus mengingat prinsip-prinsip ilmu ukur yang ada pada kita.
Dari uraian diatas maka muncul pertanyaan kalau memang pengetahuan itu telah
ada pada kita, maka idea itu datangnya dari mana?Kemudian Plato menjawab bahwa idea itu
sudah dibawa sejak lahir, yang disebut dengan Doktrin Innate Ideas.Selanjutnya Plato
membedakan pengetahuan yang didasarkan atas alat indera dengan pengetahuan yang
didasarkan atas akal.Pengetahuan yang didasarkan pada akal sehat disebut pengetahuan
sejati. Sedangkan pengetahuan yang didasarkan pada alat indera hanya menghasilkan
pengetahuan bayangan atau pendapat. Selanjutnya tokoh rasionalisme yang lain Descartes
mengatakan bahwa ia selalumeragu-ragukan sesuatu. Menurutnya segala pengetahuan yang
dimilikinya selalu meragukannya. Dengan kesangsian terhadap kebenaran, maka Descartes
memutuskan untuk mempersoalkan segala sesuatu dengan metode kesaksian, yaitu dimulai
dengan metode kesaksian yang sistematik tentang sesuatu, dan berusaha untuk mendapatkan
apa yang mustahil dapat disangsikan. Menurut kesangsian metodis adalah metode yang
cocok untuk mempengaruhi sistem filsafat.Selanjutnya Descartes berusaha untuk mencari
kebenaran mutlak.Ia ingin menncari pengetahuan, keyakinan-keyakinan yang tidak dapat
digoyahkan lagi, dan ia juga ingin mencari dasar yang kokoh tentang kebenaran, sesuatu
yang menetap, dan yang pasti, itulah tujuannya.
Descartes juga menemukan kreteria pngetahuan yang tidak diragukan lagi,
sehingga tercapai pada suatu kepastian yang di dambakannya. Unbtuk tercapainya suatu
kepastian ia mengajukan suatu test. Descartes mengatakan bahwa kalau saya menemukan
bahwa satru segi saja dari pengetahuan yang meragu-ragukan saya, maka saya akan menolak
pengetahuan yangdidasarkan pada pengalaman, karena pengetahuan itu dipandangnya tidak
kokoh, tidak memenuhi tiga macam kreteria yang di kemukakannya, yaitu: (1) Apa yang
disebut silap mata, yaitu sebagai manusia pasti ada keterbatasan dari alat indera dimilikinya
(2) berkhayal atau bermimpi, yaitu bahwa manusia dapat tidak sadar dan bermimpi. Dengan
demikian kita tidak bida menjamin bahwa manusia tidak bermimpi atau tidak sadar pada
suatu saat.Jadi dunia kita ini, baik dunia jaga maupun dunia impian, selalu di dasrakan pada
aturan tertentu. (3) Manusia diciptakan olah Tuhan, tetapi siapa yang menjamin bahwa
Tuhan itu memberi kemungkinan pada manusia dapat mengalami sesuatu yang benar. Maka
demikian ucapan Deacartes itu tidak sesuai ddengan keyakinan agama bahwa Tuhan Maha
Sempurna dan Maka Kuasa. Karena pengetahuan melalui alat dria tidak memuaskan
Descartes, maka ia sampai pada suatu kegelisahan. Ia mengatakan bahwa karap kali
keyakinan yang suatu pada diri kita, yang senangi, teryata tidak benar. Namun bagaimana
Descartes sampai kepada kepastian bahwa “ ia berfikirmaka ia ada “ (corgito ergo sum),
yaitu bahwa manusia itu adalah makhluk berfikir? Mengapa hal itu dianggap muktlak dan
tidak pasti? Descartes menjawab ia memperoleh kepastian itukarena hal itu bagiannya sudah
jelas dan tegas, atau tidak meragukannya lagi.
Pengertian jelas dan tegas yang di maksudkan Descrates adalah sebagai berikut:
saya akan menyebut sesuatu drengan tegas kalau hal itu dapat saya batasi pada hal yang jelas
itu, dan dapat dibedakannya dari hal-hal yang lain. Pengetahuan itu barujelas bila telah
mennjadi masalah bagi kita, dan ia akan menjadi tegas apabila dapat dibatasi pada hal-hal
yang jelas dari pengetahuan itu.menghubungkan konsep jelas dan tegas itu dengan
pengalaman. Menurutnya ada dua jenis pengalaman, yang keduanya sudah jelas dan tegas
yaitu: (1) pengalaman yang di perolehdengan alat dria. Misalnya, kita lihat sesuatu, demikian
kita jelaskan tentang. (2) selain itu ada pengalaman yang di peroleh dengan berpikir. Saya
memikirkan sesuatu dan ini juga sudah jelas. Menurut Descartes, pengalaman berdasarkan
akal adalah berbeda hakiki, dan ini sudah tegas. Jadi ada dua pokok pikiran yang penting:
“jelas dan “tegas”. Sebelum descartes harus diakui bahwa belum ada orang yang
merumuskan sesuatu itu dengan jelas dan tegas. Selanjutnya descartes mengemukakan
bahwa, untuk mencapai kebenaran kebenaran yang mutlak itu harus ada yang menjamin.
Yang menjamin itu di katakannya adalah Tuhan.Menurut Tuhan adalah idea tentang
makhluk hidup yang semperna, dan hal itu sudah mutlak baginya.Kalau Tuhan berdusta
maka itu bukan makhluk yang sempurna.Untuk mencari kebenaran yang di kemukakan oleh
tuhan itu. Kita mencari dengan akal kita, dan kebenaran itu akan kita kemukakan sebagai
idea-idea yang tegas. Akan tetapi Descartes tidak dapat membuktikan dari mana kita ketahui
bahwa tuhan itu tidak berdusta atau makhluk semperna.
3. Aliran Empirisme
Emperisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang tertuju pada keduniaan,
yang menentang sikap mentingkan dogma agama yang kaku. Berikut akan dikemukankan
pandangan tiga orang pendukung aliran emperismen yang terkenal. (1) John Locke. Menurut
John Locke mengarang buku yang terpenting yaitu “Essay Concerning Human
Understanding” berpendapat bahwa pengetahuan itu bukanlah telah ada pada kita, tetapi ada
diluar diri kita dan datang kepada kita melalui alat indra. (2) George Berkeley. Dalam buku
karangan George Berkeley yang terkenal adalah a treatise Concerning the Principles of
Understanding dan Three Dialogues between Hylas and Philonous. Beliau menganut paham
emperisme dan menolak baik realisme maupun materialisme. Menurut George Berkeley
sesuatu ada karena diamati. Kalau tidak di amati maka tidak ada (“Ess est Persipi”).
Pendirian Berkeley itu dapat pula disebut idealisme. (3) David Hume. Karya filsafatnya yang
paling terkenal adalah A treatise on Human Nature, Philosophical Essays Concerning
Human Understanding dan An Inguiry Concerning the Phriciples of Morals. David hume
adalah penganut Sketisisme dan sesorang Agnostik. Skeptisisme adalah sikap menangguhkan
pertimabngan tentang sesuatu sampai analisa kritik tentangnya menjadi sempurna dan segala
bukti yang mungkin sudah diperoleh. Agnostik adalah orang yang berpendirian bahwa
adanya Tuhan itu tidak dapat di buktikan dan tidak dapat dibohongkan.

4. Aliran Positivisme
Positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada ilmnu pengetahuan alam.
Menurut positivisme Comte, kita harus menjahui diri dari pertanyaan yang melampai bidang-
bidang ilmu positif. Positivisme ingin mengetahui tentang gejala, bukan hakikat kenyataan.
Hubungan antara gejala-gejala disebut comte sebagai. “ konsep-konsep” atau “hukum-
hukum” dan hukum-hukum itu bersifat positif. Pandangan metafisis dan spekulatif di
pandangan oleh comte sebagai tidak positif, tapi negatif. Karena itu filsafat comte bersifat
anti matematika.
Neo-positivisme Filsafat positifisme telah sangat berjasa bagi Timbulnya filsafat
positivisme adalah sebagai reaksi tehadap spekulasi theologis dan metafisis filsafat
hegel.Aliran positivisme ini memberi tekanan kepada fakta, kepada bukti-bukti yang konkrit
kepada sesuatu yang diverifikasi.Tokoh-tokohutama aliran positivisme ini adalah Auguste
Comte (1798-1857), john Stuart Mill (1806-1903). Auguste Comte berpandangan bahwa
alam pikiran manusia berkembang menjadi tiga tahap: (1) religius, (2) metafisis, (3)
positivisme. Pada tahap relegius segala sesuatu diterangkan dari sudut pandangan adanya
pengaruh dan sebab-sebab yang melampaui kemampuan dan kondrat manusia. Manusia
memandang sesuatu dari sudut keyakinan baik politheisme atau mototheisme. Pada taraf
metafisis, segala sesuatu diterangkan oleh manusia melalui abstrak, melalui perenungan
metafesis.pada tingkat positivistis segala sesuatu ingin diterapkan dari sudut pengetahuan
yang bertolak dari hukum sebab akibat yang sudah determinitis. Menurut Comte, ilmu
pengetahuan termasuk ilmu masyarakat, haruslah bersemangat positivisme, artinya dapat
dialami dan dapat dibuktikan dengan fakta-fakta berdasarkan hukum kausalitet. Comte
sendiri adalah ahli sosiologi dan dipandang sebagai bapak ilmu sosiologi modern.
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini positivisme masih hidup dalam
aliran neo-positivisme sebagaimana yang di kembangkan oleh kelompok sarjana yang
tergabung dalam Wiener Kreis atau Vienna Circle (lingkaran wina), atau disebut juga dengan
sebutan: logika positivisme, logica empiricism dan scientific empiricism. Pendirinya ialah
Moritz Schilick (1882-1936), dan tokoh yang lain ialah Hans Hahn (1879-1934) dan Rudolf
Carnap (1891-1979).Menurut Neo-positivisme pengalaman itu hendaknya dijadikan sebagai
sumber satu-satunya bagi pengetahuan.Karena kurang tertib dalam perumusan bahasa, maka
neo-positivisme menurut analisa daripada istilah-istilah yaitu penertiban dalam penggunaan
bahasa.Pandangan mereka erat hubungannya dengan logika modern.Banyak
anggota”lingkaran wina” adalah orang yahudi yang melarikan diri ke Amerika dan Inggris
sebelu Hilter menduduki Australia, sehingga kelompok ini tidak lama dalam hidupnya.

5. Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh
(spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata
idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai
dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara
lain:Seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta
menghayatinya;Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program
yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide
daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih
tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan
kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada
materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya
adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa,
terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam
jiwa” juga merupakan “yang terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan
alam; ia bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang
logis dan spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang
lebih baik. Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang
sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya
sebagai aktivis, akal, jiwa, atau perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam
menunjukkan struktur alam dalam kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang
utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi
adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan
materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang
ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu,
apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada
karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia
lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka
peralatan yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya
peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru
akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
a. Jenis-Jenis Idealisme
Sejarah idealisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai teori yang
berlainan walaupun berkaitan. Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif,
idealisme objektif, dan idealisme personal.
1. Idealisme Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada
ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia.
Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau
karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan
masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang dari inggris yang bernama
George Berkeley (1684-1753 M). Menurut Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap
oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.
2. Idealisme Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.
Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat
dalam susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah
hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui
sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan
materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala
pikiran dan perasaannya.Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia
membagi dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini
adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang sesungguhnya, melainkan bayangan
alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yakni alam konsep,
idea, universal atau esensi yang abadi.
3. Idealisme Personal (personalisme)
Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.
Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme
monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak
atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang
pemikir.
b. Tokoh-Tokoh Idealisme
1. J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun
1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah
mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan
manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan
prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial
dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.
Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah “saya
yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek
memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan
antitesis. Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu
yang ada berasal dari tindak perbuatan sang Aku.
2. G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah
seorang pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak
terkenal itu bernama Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin,
kemudian gymnasium. Hegel muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada
usia 18 tahun ia memasuki Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia
menjadi seorang tutor, selain mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan
Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga pernah
menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di Heidelberg dan
kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin (1830).Pokok-
Pokok Pikiran (Filsafat) Hegel.
Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak
terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun
titik awal dan titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut
filsafat idealis, suatu filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).
a. Rasio, ide, dan roh
Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang idealis. Yang
dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tetapi rasio pada
subjek absolut karena Hegel juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas
seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian
terkenal berbunyi: “ Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional
bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas
seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang
memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah
Roh yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio,
Hegel sengaja beraksi terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang
mencurigai rasio sambil mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh
agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah
sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai
bentuk sebagai world of spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-
objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga
esensi sejarah manusia.
Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam fase ini, mula-
mula roh itu merupakan roh subjektif, kemudian roh objektif, dan akhirnya roh
mutlak.
Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan:
antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan
dirinya dalam penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan
dirinya dalam perbedaannya dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal
dirinya dalam kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis
dan akhirnya merdekalah roh itu.
Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang
menjelma pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum
kesusilaan dan kebajikan. Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka
itu pada hukum-hukum umum. Di samping itu adalah kesusilaan yang merupakan
kebatinan. Pada sintesis keduanya itu terlahirlah kebajikan.
Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah idea yang mengenal
dirinya dengan sempurna itu merupakan sintesis dari roh subjektif dan objektif.
Tak ada lagi, pertentangan antara subjek dan objek antara berpikir dan ada.
Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak juga, maka dia menunjukkan
perkembangan juga: seni (tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis).
Seni itu memperlihatkan idea dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya
masih di luar subjek. Adapun agama tidak lagi mempunyai subjek di luar objek,
melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian dan gambaran agama itu
dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis dari seni dan agama merupakan
paduan yang lebih tinggi. Di sinilah idea mengenal dirinya dengan sempurna.
Dalam sejarah filsafat ternyata benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan
akhirnya sintesis. Misalnya: Parmenides (tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato
(sintesis).|
b. Dialektika
Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode.
Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan,
mengompromikan hal-hal yang berlawanan.
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antitesis
(fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis
dan antitesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang, dia masih ada, tetapi sudah
diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis
segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis
baru lagi, dan seterusnya.
Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang
dikemukakan, lalu antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan.
Sedangkan sintetis adalah paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal
sehingga merupakan kesatuan yang selaras.Contoh tesis, antitesis, dan sintesis.
1. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan “tak ada”
(not being) sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming)
sebagai sintesis.
2. Dalam keluarga, suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa
tesis dan antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan
antitesis.
3. Mengenai bentuk Negara
Tesis : Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur dengan
baik, tetapi para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.
Antitesis : Negara anarki. Dalam Negara anarki para warganya mempunyai
kebebasan tanpa batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau.
Sintesis : Negara konstitusional. Sintesis ini mendamaikan antara
pemerintahan diktator dengan anarki menjadi demokrasi.

6. Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau
hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika,
namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.Materialisme adalah merupakan istilah
dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual
dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya,
suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak.
Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa
pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.Materi dan alam
semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-
entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi
atau natura dan dunia fisik. Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain :
a. Karl Marx (1818-1883)
Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi
dan pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam
tahun. Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian
Berlin. Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan
Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut
Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur Koran Rheinich
Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap revolusioner.
Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan
disinilah ia bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan
Engels bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah,
mereka mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal
yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang
berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas,
perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa
disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak
berkelas, yang menurut Marx adalah masyarakat komunis.
b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena
keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme
menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
c. Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist
(teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).
Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada
hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada,
tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti
bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti tujuan,
kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya. Jadi, materialisme
tidak mengakui adanya entitas nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme
juga tidak mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut
aturan ini menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah materi. Segala
perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada ekselasi material menjadi
suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan bahwa materi dan
segala perubahannya bersifat abadi.
d. Van Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa
materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-
hukum fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari
himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya
hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otakyang bersifat sangat organik-materialistis.
Macam-Macam Materialisme :
 Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh
realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
 Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan
bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia.
Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
 Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang
material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
 Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu
tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau
perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
 Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas
seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat
dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di
materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu,
perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau
dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup
termasuk manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang
terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau
manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke
hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :
 Asas gerak;
 Asas saling berhubungan: Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
 Asas kontradiksi intern.
 Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah
terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme
histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut
sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan refleksi-
refleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik,
maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme
histories.Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah,
sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat
imaterial.

7. Eksistensialisme
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis
sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun
demikian, ada sesuatu yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat
eksistensialisme sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun
tidak ada salahnya, untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut
akan dipaparkan pengertiannya.Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal
dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi
adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri,
manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam
ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).Dari uraian
di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia
merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia
selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu
dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya
dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-
benar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema
sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa
cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon
juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami
beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi
dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon,
batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya
bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang
yang disadarinya disebut obyek.
a. Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang mengguncangkan dunia
walaupun filsafat ini tidak luar biasa dan akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan dari
berbagai kritik.
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang
biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan
uji. Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu
juga filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran
filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
1. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti
halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia
sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada
prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang
material; dengan kata lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang
manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja
dengan sapi.
2. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran;
menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi
seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain
selain pikiran.
3. Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa
Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak
menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan
manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama
yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian
merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya sendiri sedang
mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak
mampu memberikan makna pada kehidupan.
b. Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Ajarannya
Tokoh-tokoh eksistensialisme ini cukup banyak, di antaranya: Kierkegaard, Friedrich
Nietzsche, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Sartre. Namun dalam
makalah ini penulis membatasi pada dua tokoh ini yang dipandang mewakili tokoh-tokoh
lainnya, yaitu Soren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.
1. Soren Aabye Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika
ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di
Universitas Kopenhagen. Ia menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di
Universitas tersebut. Dalam kurun waktu ini ia apatis terhadap agama, ingin hidup
bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah mengalami masa krisis religius, ia
kembali menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi Pastor Lutheran.
Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet
Ironi (The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan
kecemerlangan pemikirannya. Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel
yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig
Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan ajaran-
ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya lainnya adalah Enten
Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang bernada
kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler
(Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death)
tahun 1948).
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
a. Tentang Manusia.
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang
“bereksistensi” bersama dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius
seperti iman, pilihan, keputusasaan, dan ketakutan. Pandangan ini berpengaruh
luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia mempengaruhi sejumlah ahli
teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh, Heidegger, Jaspers,
Marcel, dan Buber.
Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah
artinya menjadi seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan “wujud” secara
umum, ia memperhatikan eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar
kita perlu memahami agama Kristen yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh
bagi agama Kristiani ada dua, yaitu filsafat Hegel yang berpengaruh pada saat itu.
Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk filsafat Descartes atau Hegel akan
menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita kepada kedangkalan
makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan
jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya,
yang akhirnya ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya
menjadi seorang kristiani.
Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya
adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel)
mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak
pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual” yang
sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan agama Kristen
sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan
terhadap agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya,
pendeta-pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak
menerima faktor perantara seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi
penengah antara seorang yang percaya dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
b. Pandangan tentang Eksistensi
Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan
pernyataan ini; bagi manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya
atau eksistensi dirinya. Eksistensi manusia bukanlah statis tetapi senantiasa
menjadi, artinya manusia itu selalu bergerak dari kemungkinan kenyataan. Proses
ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang mungkin, maka besok akan berubah
menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki kebebasan, maka gerak
perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri. Eksistensi
manusia justru terjadi dalam kebebassannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka
perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti berani mengambil keputusan
yang menentukan bagi hidupnya. Konsekuensinya, jika kita tidak berani
mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita tidak bereksistensi
dalam arti sebenarnya.Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu
estetis, etis, dan rligius.
Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam
lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat
dinikmati manusia sepuasnya. Di sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap
hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu.
Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman
yang menentukan.
 Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga
memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak
hanya condong pada hal-hal yang konkrit saja tapi harus memperhatikan
situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh
untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur
perkawinan (etis).
 Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi
sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada
yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal
manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat
dijembatani lewat iman religius.
2. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari
keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan
ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas
Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya
dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik
secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya
dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak
inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup
masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan
menjadi katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut
agama apapun. Ia atheis. Ia memngaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya
Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra
adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya
sebagai pengarang.
Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa
nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu
lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran
kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga
mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme.
Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini
ia bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi
dalam mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui
karya-karya novel dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat
terkenal adalah Being and notthingness, buku ini membicarakan tentang alam dan
bentuk eksistensinya.
Eksistensialisme dan Humanism yang berisi tentang manusia. Ia juga termasuk tokoh
yang membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan pembela kebebasan manusia.
Dengan lantang ia mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai sandaran
keagamaan atau tidak dapat mengendalikan pada kekuatan yang ada di luar dirinya,
manusia harus mengandalkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Karya-karya yang
lain adalah Nausea, No Exit, The Files, dan The Wall.Ide-ide pokok Sartre adalah
sebagai berikut:
a. Tentang Manusia
Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya,
dengan kemauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak
mengandung arti dan bahkan mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang jelas,
manusia dapat hidup dengan aturan-aturan integritas, keluhuran budi, dan
keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat manusia. Dalam novel
semi-otobiografi La Nausee (1938) dan essei L’Eksistensialisme est un
Humanism (1946), ia menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi
manusiawi dan kebebasan kehendak. Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-
apa sejak ia lahir. Dan sepertinya, dari kodratnya manusia bebas dalam pilihan-
pilihan atas tindakannya atau memikul beban tanggung jawab.
Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada
hubungannya dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih
lanjut, yakni memandang manusia sebagai kurang memiliki watak yang
semestinya. dia harus membentuk pribadinya dan memilih kondisi yang sesuai
dengan kehidupannya. Maka dari itu “tak ada watak manusia”, oleh karena tak
ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia hanya sekedar ada.
Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah ada seperti apa yang
ia inginkan sesudah meloncat ke dalam eksistensi”. Sartre mengingkari adanya
bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus bersandar pada sumber-sumbernya
sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu
bagi Sartre, pandangan eksistensialis adalah suatu doktrin yang memungkinkan
kehidupan manusia. Eksistensialime mengajarkan bahwa tiap kebenaran dan tiap
tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan subyektifitas manusia.
b. Kebebasan
Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia
mendefinisikan manusia sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan
bahwa pada manusia itu eksistensi mendahului esensi, maksudnya setelah
manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang. Perumusan ini menjadi
intisari aliran eksistensialisme dari Sartre.
Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari
sekedar menjadi obyek. Kebebasan manusia tampak dalam rasa cemas.
Maksudnya karena setiap perbuatan saya adalah tanggung jawab saya sendiri.
Bila seseorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia menjauhi kebebasan.
Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat kehendak.
Posisi kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada
kebebasan itu sendiri.
Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan
satu-satunya filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan
kesatuan konkrit dan dialektis antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat.
Mark telah menekankan konsep keberadaan sosial ketimbang kesadaran sosial.
Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir yang berhasil meletakkan makna
yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski demikian, Sartre tidak
menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat, karena
setelah cita-cita masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan
filsafat bukan lagi soal kebutuhan manusia akan makan dan pakaian, tetapi
persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema yang baru, seperti soal
kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu dinilai relevan
untuk masa kini.

8. Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal)
secara istilah monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala
sesuatu adalah unsur yang bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini bisa berupa materi,
pikiran, Allah, energi dll. Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum
idealis unsur itu roh atau ide. Orang yang mula-mula menggunakan terminologi monisme
adalah Christian Wolff (1679-1754). Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat.
Mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai
subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Enstein, energi hanya
merupakan bentuk lain dari zat.Atau dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan
bahwa hanya ada satu kenyataan yang fundamental.Adapun para filsuf yang menjadi tokoh
dalam aliran ini antara lain: Thales (625-545 SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang
terdalam adalah satu subtansi yaitu air. Pendapat ini yang disimpulkan oleh Aristoteles (384-
322 SM) , yang mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang cair itu merupakan pangkal,
pokok dan dasar (principle) segala-galanya. Semua barang terjadi dari air dan semuanya
kembali kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal manusia di dunia,
sebagaian besar terdiri dari air yang terbentang luas di lautan dan di sungai-sungai. Bahkan
dalam diri manusiapun, menurut dr Sagiran, unsur penyusunnya sebagian besar berasal dari
air. Tidak heran jika Thales, berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air, karena memang
semua mahluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
Sementara itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar
alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron
yaitu suatu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada
persamaannya dengan suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales, Anaximandros,
menyatakan bahwa dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari
jenis benda alam seperti air. Karena menurutnya segala yang tampak (benda) terasa dibatasi
oleh lawannya seperti panas dibatasi oleh yang dingin. Aperion yang dimaksud
Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa
pendapat Anaximandros yang mengatakan bahwa terbentuknya alam dari jenis yang tak
terbatas dan tak terhitung, dibentuk oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan
Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997) bahwa yang dimaksud aperion adalah Tuhan.
Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu yang ada
dan tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu adalah yang
satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara
maka tidak ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh gurunya
Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara. Sebagai
kesimpulan ajaranya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak lain dari udara,
menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia ini menjadi satu. Sedang filsuf
moderen yang menganut aliran ini adalah B. Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada
satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans naturata).

9. Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah
ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak
belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya
substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa
dengan badan dll. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang
menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud
ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani.Dapat dikatakan
pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang ada,
bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri. Orang yang pertama
kali menggunakan konsep dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang mengungkapkan
bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi adanya segala
sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran. Yang termasuk dalam aliran ini adalah Plato
(427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu
berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai
bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini
berubah-ubah dan bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna
dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua
ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi yang masing-masing mandiri
dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan dunia yang dapat
dimengerti, dunia tipe kedua adalah dunia idea yang bersifat kekal dan hanya ada satu.
Sedang dunia tipe pertama adalah dunia nyata yang selalu berubah dan tak sempurna. Apa
yang dikatakan Plato dapat dimengerti seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa
dia membedakan antara dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang
terbuka bagi rasio manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filsuf Prancis,
mengatakan bahwa pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan substansi
luasan (badan). Jiwa dan badan merupakan dua sebstansi terpisah meskipun didalam diri
manusia mereka berhubungan sangat erat.Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara
substansi pikiran dan substansi keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata
adalah pikiran. Sebab dengan berpikirlah maka sesuatu lantas ada, cogito ergo sum! (saya
berpikir maka saya ada). Leibniz (1646-1716) yang membedakan antara dunia yang
sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant (1724-1804) yang membedakan
antara dunia gejala (fenomena) dan dunia hakiki (noumena).
10. Pluralisme
Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata Pluralis (jamak). Aliran ini menyatakan
bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi
yang bersifat independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada
dasarnya tidak memiliki kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional,
fundamental.
Didalamnya hanya terdapat pelbagi jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat diredusir.
Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa diantaranya teori para filosuf
yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari
pemahaman di atas dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi, karena menurutnya manusia tidak
hanya terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang
merupakan unsur substansial dari segala wujud.
Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain: Empedakles (490-430 SM), yang
menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, air dan tanah.
Anaxogoras (500-428 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur
yang tidak terhitung banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu
tenaga yang dinamakannodus yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai
bergerak dan mengatur.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aliran-aliran filsafat dan kaitannya
dengan ilmu, pengetahuan,dan ilmu pengetahuan. Terutama aliran realisme, aliran
rasionalisme, aliran emparisme dan ailran positivisme.
 Aliran realisme memandang bahwa obyek pengetahuan berada di luar diri manusia.
 Aliran rasionalisme memandang bahwa akal pikiran atau rasio adalah sebagai daasar
pengetahuan manusia.
 Aliran emparisme memandang bahwa pengetahuan ini bukanlah ada pada kita, akan
tetapi ada diluar diri kita, dan datang kepada kita melalui panca indera.
 Aliran positivisme memandang bahwa pengetahuan ini lebih memberi tekanan pada
fakta, kepada bukti-bukti yang konkrit ke sesuatu yang diverifikasi.
 Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil
dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif, dan idealisme
personal.Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak
pada ide manusia atau ide sendiri. Sedangkan idealisme objektif adalah idealisme yang
bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.Idealisme personal yaitu nilai-nilai
perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes
terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik.
Tokoh-tokoh idealisme diantaranya: Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Wilhelm Josep
Schelling, dan George Wilhelm Friedrich Hegel.
Proses dialektika menurut Hegel terdiri dari tiga fase, yaitu: Fase pertama (tesis) dihadapi
antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis).
 Materialisme adalah keyakinan bahwa didunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang
sedang bergerak. Pernyataanya, bahwa roh keasadran dan jiwa hanyalah materi yang
sedang bergerak.
Materialisme : pikiran atau roh hanyalah materi yang sedang bergerak
Eksistensialisme adalah paham filsafat yang memandang bahwa segala gejala berpangkal
pada eksistensi. Meski bermacam-macam pandangan dan metode dan sikap dalam
gerakan eksistensialisme, para filsuf dari kelompok ini senantiasa memperhatikan
kedudukan manusia. Titik sentral pembicaraan mereka adalah soal keterasingan manusia
dengan dirinya dan dengan dunia.
Gerakan eksistensialisme ini muncul sebagai protes atau reaksi dari aliran filsafat
terdahulu, yaitu materialisme dan idealisme serta situasi dan kondisi dunia pada
umumnya yang tidak menentu. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang
merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau
tradisi.Kierkegaard dan Sartre merupakan tokoh yang mewakili aliran eksistensialime ini.
Dari latar belakang yang berbeda yang satu agamawan dan lainnya atheis, mereka
mengusung konsep tentang keberdaan manusia sebagai subyek di dunia ini.
 Monisme, Dualisme dan Pluralisme, yang pada intinya masing-masing aliran memiliki
argumen yang rasional. Dari apa yang telah diuraikan, pendapat atau pemikiran masing-
masing filsuf dalam setiap aliran sangat dipengaruhi corak kehidupan atau latar belakang
hidupnya. Sebagai contoh Thales, karena dia seorang saudagar yang banyak berlayar
kenegeri Mesir, maka pemikiran yang diungkapkanya yaitu bahwa semuanya adalah air.
Karena hidup Thales kesehariannya tidak pernah luput dari air atau dengan kata lain
pengamatannya selalu dipenuhi dengan nuansa air. Mungkin alasan ini (corak pemikiran
yang dipengaruhi latar belakang kehidupan) tidak bisa digeneralisasikan terhadap
munculnya pemikiran-pemikiran para filosuf yang lain. Dari ketiga aliran yang telah
disebutkan seolah terdapat pertentangan yang begitu tajam tentang ”keadaanya”, tetapi
ketika direnungkan dan dipahami lebih dalam bahwasanya ketiga aliran tersebut sejatinya
bersifat komplementer, yang tidak mungkin meniadakan yang satu atas yang lainnya.
Mungkin seperti itu.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang dan dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Zainal Arifin, Perkembangan pemikiran terhadap Agama, Jakarta: Pustaka al-
khusna, 1984
Achmad Dardiri. Aspek-aspek Filsafat dan Kaitannya Dengan Pendidikan.Majalah
Ilmiah Fondasi Pendidikan, Volume 1.
Ahnan Maftuh (1990) Filosof Manusia, Medan, CV Bintang Pelajar.
A,Qadir c. Filsafat Ilmu Pengetahuan dalam islam, Jakarta:Pustaka obor Indonesia. 2002
Dimiyati Muhammad, landasan kependidikan suatu Pengantar Pemikiran Keilmuan
tentang kegiatan Pendidikan Jakarta: Depdikbud, 1988.
A, Sulaiman, Darwis (1987) Filsafat Pendidikan Barat, Darussalam Banda Aceh,Syiah
Kuala University Press.
Fuad ihsan, Drs. Dasar-Dasar kependidikan, PT. Rineka Cipta Psuss, Semarang, 1995.
http://wahyu09110241008.blogspot.com/2012/03/makalah-aliran-filsafat.html

Knight, George. R, 1982.Issues and Alternatives in Educational Philosophy. Michigan:


Andrews University Press.

Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan. Refika Aditama,Bandung, 2013.

Munasco (1998) Pengantar Filsafat Ilmu, Banda Aceh, Syiah Kuala University.
Rukiyati. Pemikiran Pendidikan Menurut Eksistensialisme. Fondasia, Nomor 9/Vol.
I/Th.VII/Maret 2009
Nasir Budiman. MA. Dr.dkk ilmu Pendidikan 1. CV Sepakat Baru, Darussalam Banda
Aceh, 1999

Suriasumatri, Jujun (1991) Filsafat Ilmu. Sebuah pengantar populer, Jakarta, Yayasan
Uber, PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai