Anda di halaman 1dari 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam laporan World Health Organization (WHO) yang dikutip dari State of The World’s Mother
2007 dikemukakan bahwa sebesar 36% dari kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi,
diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus dan diare. Sebesar 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang
bulan dan berat badan lahir rendah, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, serta sebesar 7%
disebabkan oleh kelainan bawaan (WHO, 2007).
Di era globalisasi saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya derajat kesehatan yang
serius, antara lain masih tingginya Angka Kematian bayi (AKB) yang dijadikan indikator dalam menilai
derajat kesehatan masyarakat. Masalah tingginya AKB di Indonesia terlihat pada Hasil Survei
Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan, AKB tahun 2012 sebesar
32 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) mengalami penurunan dibandingkan AKB tahun 2007 yaitu 34 per
1.000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 KH. 60% dari kematian bayi terjadi pada
umur dibawah 1 bulan atau pada periode neonatus. Dari kematian neonatus yang berusia satu bulan
tersebut, dua pertiganya merupakan kematian neonatus dengan usia kurang dari satu minggu,
sedangkan dua pertiga dari jumlah neonatus yang meninggal pada usia kurang dari satu minggu
tersebut, meninggal pada 24 jam pertama kehidupan (Depkes RI, 2009).
Prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah
sebesar 17,9 persen diantaranya 4,9 persen yang gizi buruk. Prevalensi balita gizi kurang menurut
provinsi yang tertinggi adalah Provinsi NTB (30,5%), dan terendah adalah Provinsi Sulut (10,6%).
Sementara itu prevalensi balita pendek (stunting) secara nasional adalah sebesar 35,6 persen,
dengan rentang 22,5 persen (DI Yogyakarta) sampai 58,4 persen (NTT). Prevalensi balita kurus
(wasting) secara nasional adalah sebesar 13,3 persen, dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi
Jambi (20%), dan terendah adalah Bangka Belitung (7,6%). ( Rikesdas, 2010 )

Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2012 sebesar
48,6%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar
69,84%, diikuti oleh Gorontalo sebesar 67,01%, dan Bali sebesar 66,94%. Sedangkan persentase
pemberian ASI eksklusi

Asi eksklusif didefinisikan sebagai konsumsi dan asupan makanan bagi bayi, asupan makan tersebut
adalah air susu ibu tanpa suplemen jenis apapun baik itu air, juice, makanan dalam bentuk apapun
kecuali untuk vitamin, mineral, dan pengobatan. Selain definisi diatas ASI eksklusif juga didefinisikan
sebagai perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu saja kepada bayi sampai umur 6 bulan
tanpa makanan ataupun tanpa minuman lain kecuali sirup obat. ( Baskoro, 2008 )

Anda mungkin juga menyukai