Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia

seutuhnya serta pembangunan seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh

karena itu, pembangunan di bidang kesehatan harus dilaksanakan sebagai bagian

integral dari pembangunan nasional, karena pada dasarnya pembangunan nasional di

bidang kesehatan berkaitan erat dengan peningkatan mutu sumber daya manusia

yang merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembangunan.(1)

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa

ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Hal ini merupakan

suatu fenomena yang menpunyai pengaruh besar terhadar keberhasilan pembangunan

kesehatan.(1)

Menurut Sulistyawati(2), angka kematian ibu dan bayi merupakan tolok

ukur dalarn melihat derajat kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah

sangat menekankan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui program

kesehatan. Dalam pelaksanaan, program kesehatan sangat dibutuhkan sumber daya

manusia yang kompeten, sehingga apa yang menjadi tujuan dapat tercapai.

Bidan sebagai salah satu sumber daya manusia bidang kesehatan

merupakan ujung tombak atau orang yang berada di depan garis terdepan yang

berhubungan langsung dengan wanita sebagai sasaran program. Dengan peran yang

cukup besar ini maka sangat penting kiranya bagi bidan untuk senantiasa
2

meningkatkan kompetensinya melalui pemahaman mengenai asuhan

kebidanan mulai dari wanita hamil sampai nifas serta kesehatan bayi.(2)

Upaya penuranan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada

periode lima tahun terakhir telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Hal ini apabila dilihat pada tahun 2002 sebesar 307/100.000 kelahiran hidup

(KH), turun menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007. Angka ini relatif

sudah mendekati sasaran RPJM 2004-2009 yaitu 226/100.000 KH dan pada

tahun 2012 meningkat hingga 359/100.000 KH. Namun demikian untuk

mencapai target MDGs pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 KH masih

diupayakan terus melalui berbagai terobosan untuk mengatasinya.(3)

Menurut Kementerian Kesehatan RI (3), faktor yang berkontribusi

terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi

penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu

adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan

dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia/enlampsia, infeksi, persalinan

macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-

faktor yang memperberat keadaan ibu seperti empat terlalu (terlalu muda,

terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kehamilan).

Kehamilan risiko tinggi merupakan keadaan yang dapat menganggu

optimalisasi ibu maupun janin selama masa kehamilan. Pelayanan Antenatal

Care (ANC) dilakukan untuk mengetahui secara dini keadaan risiko tinggi

ibu dan janin secara lebih intensif, memberi pengobatan sehingga risikonya
3

dapat dikendalikan, melakuakn rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat,

atau segera dilakukan terminasi kehamilan yang diperlukan.(2)

Penurunan AKI memerlukan berbagai upaya-upaya kesehatan yang

berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Warn hal meningkatkan

pelayanan KIA meliputi pelayanan Antenatal Care, persalinan, nifas, dan perawatan

bayi baru lahir.

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai standar pelayanan

antenatal yang ditetapkan. Indikator pelayanan antenatal yang dicari dalam

Riskesdas 2010 meliputi K1 (kunjungan ibu pertama kali ibu hamil), K4

(kunjungan ibu hamil empat kali) dan komponen ANC. Istilah kunjungan ibu

hamil tidak mengandung ariti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas

kesehatan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan/mendapat akses (di Posyandu,

Pondok Bersalin Desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan

pelayanan antenatal sesuai standar.(4)

Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap

pelayanan antenatal adalah cakupan K1- kontak pertama dan K4- kontak empat kali

dengan tenga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar. Secara

nasional angka cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, K1 mencapai

94,24% dan K4 84,36%. Walaupun demikian, masih terdapat disparitas antar

provinsi dan antar kabupaten/kota yang variasinya cukup besar. Selain adanya

kesenjangan, juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima pelayanan dimana

seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga kesehatan (missed

opportunity).(3)
4

Indikator KI (kontak pertama pada trimester pertama) adalah akses

ibu hamil untuk mendapat pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan.

Sedangkan indikator K4 adalah akses/kontak ibu hamil dengan tenaga

kesehatan dengan syarat minimal satu kali kontak pada triwulan I (usia

%ehamilan 0-3 bulan), minimal satu kali kontak pada triwulan II (usia

kehamilan 4-6 bular) dan minimal dua kali kontak pada triwulan III (usia

kehamilan 7-9 bulan).(4)

Komponen antenatal minimal meliputi "10T" yaitu Timbang berat

badan dan ukur tinggi badan, Pemeriksaan tekanan darah, Nilai status gizi

(ukur lingkar lengan atas), Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri),

Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), Skr-ining status

imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan,

Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehantilan, Test

laboratorium (rutin dan khusus), Tatalaksana kasus, Temu wicara (konseling),

termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB

paska persalinan.(5)

Kunjungan antenatal sangat penting untuk kelangsungan pertumbuhan

dan perkembangan janin serta kondisi ibu selama ma,sa kehamilan. Dengan

kunjungan antenatal yang rutin, dapat dideteksi gangguan yang terjadi pada

masa kehamilan. Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan

kesejahteraan ibu dan anak dilakukan minimal empat kali selama kehamilan(6).

Melakukan kunjungan saat hamil secara teratur minimal kunjungan

K4 akan menyehatkan ibu dan bayi yang dikandungnya. Dalam pemeriksaan

kehamilan tersebut jika ada tanda, keluhan, atau gangguan kehamilan baik pada ibu
5

maupun janin dapat segera diketahui dan dilakukan tindak lanjut(7)

Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan menetapkan

peningkatan jangkauan serta mutu pemeriksaan KIA secara efektif dan efisien.

Pemantapan pemeriksaan KIA dewasa ini diutamakan pada keinginan pokok yaitu

peningkatan pemeriksaan antenatal di semua fasilitas pemeriksaan dengan mutu

yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya(1).

Peran suami dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu selama hamil seperti

mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik, menganjurkan

ataupun memilihkan tempat pelayanan serta bidan atau dokter sekaligus

mengantarkan istrinya ketika berkonsultasi. Ketika suami mcngantarkan istrinya

untuk pemeriksaan dar. konsultasi, suami dapat belajar untuk mengenal tanda-tanda

komplikasi kehamilan sehingga ketika kondisi istri membutuhkan pertolongan

kesehatan, suami dapat ikut berperan.

Suami merupakan pemegang keputusan utama dalam keluarga yang

memiliki peranan besar dalam penentuan perencanaan kesehatan istrinya agar tidak

mengalami keterlambatan dalam mencari pertolongan, keterlambatan mendapatkan

pelayanan pada fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapatkan pertolongan yang

memadai pada fasilitas kesehatan.

Ketidaktahuan suami dalam mengenal komplikasi, keterlambatan mengenal

bahaya di rumah, keterlambatan fasilitas pelayanan kesehatan cukup berakibat

fatal. Pada umumnya suami tidak mengetahui adanya tanda bahaya di rumah,

walaupun suami atau anggota keluarga mengetahui adanya keluhan yang dirasakan

oleh ibu hamil. Selama ANC suaminya tidak mengetahui jadwal ANC,

sehingga suami terkadang mengantar istrinya periksa hamil jika kebetulan ia


6

berada di rumah. Disamping itu suaminya tidak pernah bertanya atau

mencari informasi kepada bidan, teman atau orangtua perihal kehamilan

istrinya. Suami juga tidak mengetahui tanda bahaya yang terjadi di rumah dan

kondisi ibu hamil serta risiko yang dapat muncul secara tiba-tiba, sebagai akibat

dari faktor usia, jarak kehamilan, jumlah anak dan beban kerja.

Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Stabat

dengan melakukan wawancara kepada ibu hamil sebanyak 10 orang, 6 dari

ibu hamil yang diperiksa di puskesmas, polindes dan posyandu hanya datang

sendiri tanpa ditemani suami atau anggota keluarga lainnya. Selama antenatal

care suami tidak mengetahui jadwal antenatai care, sehiugga suami tidak

pemah menemani istri untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Disamping

itu suami tidak pernah bertanya atau mencari informasi kepada bidan, teman

atau orang tua perihal kehamilan istrinya. Suami tidak tahu kapan istrinya

hamil dan tidak tahu tanda-tanda kehamilan sehingga dalam pemenuhan

kebutuhan nutrisi ibu tidak berbeda dengan sebelum hamil. Sebagian dari ibu

hamil yang memeriksakan kehamilannya mengatakan bahwa suaminya sibuk

dan mengatakan hal itu merupakan urusan perempuan. Dengan menemani istri

setiap kali periksakan hamil, suami mendapatkan informasi yang sangat

penting bagi kehamilan, sehingga suami dapat memberikan dukungan kepada

istri yang sedang hamil. Yang pada kenyataannya tidak dilakukan oleh

sebagian besar para suami di Puskesmas Stabat.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu faktor penyebab tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)


7

adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan,

persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia/eklampsia,

infeksi, persalinan macet dan abortus. Penurunan AKI memerlukan

berbagai upaya-upaya kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan

yaitu meningkatkan pelayanan Antenatal Care. Dalam hal ini peran

suami sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu selama

hamil seperti mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal

yang baik, menganjurkan ataupun memilihkan tempat pelayanan serta

bidan atau dokter sekaligus mengantarkan istrinya ketika berkonsultasi.

Berdasarkan uraian dan latar belakang, peneliti tertarik untuk meneliti

Apakah ada Hubungan Pengetahuan Dan Partisipasi Suami Dengan

Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat

Tahun 2017.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Pengetahuan Suami tentang Pemeriksaan Kehamilan

Di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Tahun 2017.

2. Untuk mengetahui Partisipasi Suami dalam Perneriksaan Kehamilan Di

Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Tahun 2017.

3. Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dan Partisipasi Suami

Dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Stabat Tahun 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden
8

Sebagai bahan informasi bagi suami untuk lebih meningkatkan

pengetahuan dan ikut berpatispasi dalam pemeriksaan kehamilan.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk

seluruh petugas kesehatan terutama KIA yang berada di Puskesmas

Stabat dalam menangani kunjungan K4. Dimana dapat lebih

meningkatkan pengetahuan ibu hamil untuk mengikuti kegiatan

kunjungan antenatal.

3. Bagi STIKes Helvetia Medan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmu Partisipasi

Suami Dalam Pemeriksaan Kehamilan dan menambah wawasan

mahasiswa D-IV Kebidanan dan dapat memberi manfaat untuk

pengembangan ilmu dan praktek kebidanan yang akan datang.

4. Bagi Penelitian Lanjutan

Diharapkan sebagai langkah awal penelitian berikutnya untuk penelitian

lanjutan dari penelitian tersebut diatas untuk Hubungan Pengetahuan

Dan Partisipasi Suami Dalam Pemeriksaan Kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai