Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)

Dosen Pembimbing: Ns. Ana Nistiandani, S.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4:

1. Diah Rizky Oktavia (14201.06.14008)


2. Fathur Rozak B (14201.06.14011)
3. Istatutik Nabillah (14201.06.14022)
4. Kamelia Firdausi (14201.06.14024)
5. Nurdiana Kholidah (14201.06.14031)

PROGRAM STUDI SI-KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2016
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

SISTEM RESPIRASI

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Ns. Ana Nistiandani, S.Kep


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Sistem


Respirasi yang disusun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA)” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami
juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok


pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep. Ns., M.Kes. sebagai Ketua STIKES
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat. sebagai Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Ns. Ana Nistiandani, S.Kep. sebagai Dosen Mata Ajar Sistem Respirasi.
5. Santi Damayanti, A.Md. sebagai Ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen
dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, September 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................
1.4 Mamfaat ...........................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi .............................................................................

2.2 Definisi .............................................................................................

2.3 Klasifikasi .........................................................................................

2.4 Etiologi .............................................................................................

2.5 Patofisiologi ......................................................................................

2.6 Manifestasi Klinis .............................................................................

2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................

2.9 Komplikasi........................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian.........................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................


3.3 Intervensi Keperawatan ....................................................................

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan ....................................................................................

4.2 Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi akut saluran nafas atas adalah salah satu penyakit yang paling
sering menyerang manusia, dan terutama bermanifestasi sebagai “common cold”
(masuk angin). Gambarannya klinisnya sudah dikenal luas: hidung tersumbat
disertai duh cair; bersin; tenggorokan kering, nyeri, dan gatal; dan peningkatan
ringan suhu yang lebih mencolok pada anak. Patogen tersering adalah rinovirus,
tetapi coranovirus, respiratory syncytial virus, virus parainfluenza dan influenza,
adenovirus, enterovirus, dan bahkan streptokokus β hemolitikus grup A juga dapat
menjadi penyebab. Pada sejumlah kasus (sekitar 40%) penyebab tidak dapat
dipastikan; mungkin virus baru akan ditemukan. Sebagian besar infeksi terjadi
pada musim gugur dan dingin serta swasirna (biasanya berlangsung seminggu
atau kurang). Pada sebagian kecil kasus, masuk angin ini mengalami penyulit
otitis media atau sinusitis bakterialis (Kumar dkk 2007).

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena


menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya. 40% - 60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup
20% - 30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan
pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah, 2004).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat
dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi .
Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10% -
20% dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan
(Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%; Kabupaten Indramayu adalah 9,8%).
Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, ini berarti setiap tahun
jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang
dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya
berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia
didapat pada kelompok umur 0-6 bulan (Rasmaliah, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja anatomi fisiologi dari system respirasi bagian atas?
1.2.2 Apa definisi dari penyakit ISPA?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari penyakit ISPA?
1.2.4 Apa saja etiologi dari penyakit ISPA?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari penyakit ISPA?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis dari penyakit ISPA?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita
ISPA?
1.2.8 Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita ISPA?
1.2.9 Apa saja komplikasi dari penyakit ISPA?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan tentang ISPA
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi dari system respirasi bagian atas
2. Untuk mengetahui definisi dari ISPA
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari ISPA
4. Untuk mengetahui etiologi dari ISPA
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari ISPA
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ISPA
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita ISPA
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
penderita ISPA
9. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit ISPA

1.4 Manfaat

1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan

Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk


mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik
dalam menelaah suatu fenomena kesehatan yang spesifik tentang
penyakit ISPA.

1.4.2. Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)


Makalah ini bagi tenaga kesehatan khususnya untuk perawat adalah
untuk mengetahui pentingnya bagaimana pelayanan yang tepat kepada
penderita ISPA.
1.4.3. Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca
adalah untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang
penyakit ISPA.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

2.1.1 Anatomi

2.1.2 Fisiologi

1. Hidung

Terdapat 3 fungsi utama hidung, yaitu sebagai penyaring, pelembap, dan


penghangat udara yang dihirup. Saat menghirup napas (inhalasi) udara yang akan
mengalami penyaringan terhadap partikel-partikel debu dan kotoran oleh bulu-
bulu yang setiap saat lembap, sehingga kotoran udara akan menempel pada bulu
hidung dan juga pada mukosa hidung. Bulu hidung (vibrissae) efektif untuk
menyaring debu atau partikel yang terkandung dalam udara dalam ukuran hingga
10 mm. mukosa hidung setiap saat mengeluarkan mucus yang diproduksi oleh sel-
sel goblet dan glandula serosa yang juga berfungsi untuk memerangkap kotoran
udara. Adanya turbulasi udara yang masuk ke hidung akibat struktur konka,
menyebabkan udara berputar dan terpapar secara maksimal dengan dinding
mukosa. Akibatnya, kotoran yang mungkin terkandung dalam udara akan
menempel pada dinding mukosa (Tamsuri, 2008).

Udara yang masuk juga akan dilembapkan. Hamper seluruh proses


pelembapan udara dilakukan di hidung dan untuk seluruh proses pelembapan
udara ini, setiap hari tubuh kehilangan air sekitar 200 ml. umumnya pelembapan
udara baru mencapai keadaan saturasi 100% ketika udara telah sampai pada
alveoli (Tamsuri, 2008).

Proses penghangatan udara dilakukan pada suhu udara yang masuk ke


dalam tubuh sama atau hamper sama dengan suhu tubuh. Proses penghangatan
dimungkinkan karena di dinding hidung banyak terdapat vaskuler yang mampu
menimbulkan efek radiasi untuk melembapkan udara yang dihirup (Tamsuri,
2008).

Penciuman. Pada pernapasan, biasa 5-10% udara pernapasan melalui celah


alfaktori. Dalam menghirup udara dengan keras, 20% udara pernapasan melalui
celah alfaktori (Syaifuddin, 2011).

2. Faring

Faring atau tenggorokan adalah rongga yang menghubungkan antara


hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi dalam 3 area, yaitu nasal, oral,
dan laring. Faring nasal atau disebut nasofaring terletak disisi posterior hidung,
diatas palatum. Pada nasofaring terdapat kelenjar adenoid dan muara tuba
eustachii. Faring oral atau disebut juga orofaring berlokasi di mulut. Area
orofaring dibatasi secara superior oleh palatum, inferior oleh pangkal lidah, dan
lateral oleh lengkung palatum. Tonsil terdapat pada orofaring. Faring laryngeal
atau disebut juga laringofaring atau hipofaring terletak bagian inferior, pada
daerah ini terdapat epiglottis, kartilago aritenoid, sinus piriformis. Fungsi faring
adalah sebagai tempat lewatnya udara menuju paru atau lewatnya makanan
menuju lambung (Tamsuri, 2008).
3. Laring

Laring merupakan unit rongga terakhir pada jalan napas atas. Laring
disebut juga sebagai kotak suara karena pita suara terdapat disini. Laring terletak
disisi inferior faring dan menghubungkan faring dengan trakea. Batas bawah dari
laring sejajar dengan vertebra servikalis keenam. Bagian atas terdapat glottis yang
dapat bergerak menutup pintu laring oleh epiglottis saat terjadi proses menelan.
Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan kartilago ariteroid. Epiglottis
merupakan daun katup kartilago yang menutup ostium selama menelan, glottis
merupakan ostium antara pita suara dan laring. Terdapat juga kartilago tiroid,
yang merupakan kartilago terbesar pada faring dan sebagian bentuk jakun.
Kartilago krikoid merupakan satu-satunya cincin kartilago yang lengkap dalam
laring. Kartilago aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara, sedangkan pita
suara itu sendiri merupakan ligament yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara. Pita suara melekat pada lumen laring (Tamsuri, 2008).

Fungsi laring adalah memisahkan makanan dan udara, fonasi atau


menghasilkan suara, dan inisiasi timbulnya batuk dari saluran napas bagian atas.
Laring bertanggung jawab dalam mengatur dan memisahkan makanan yang
ditelan dengan udara yang dihirup. Pengaturan ini dilakukan dengan
menggunakan mekanisme penutupan jalan napas oleh epiglottis ketika terjadi
proses menelan, sehingga makanan atau minuman yang ditelan tidak dapat
memasuki jalan napas dan diteruskan ke esophagus. Kegagalan epiglottis untuk
menutup pintu jalan napas berakibat masuknya makana atau minuman ke dalam
jalan napas (aspirasi) (Tamsuri, 2008).

2.2 Definisi

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.


Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru (Rasmaliah, 2004).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan
akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung
kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi
kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan
atau berurutan (Muttaqin, 2008).

ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan
pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan


1. Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60x per menit atau lebih.
2. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan,
yaitu:
 Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
 Kejang
 Kesadaran menurun
 Stridor
 Wheezing
 Demam atau dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan - 5 Tahun
1. Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau
meronta).
2. Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
 Untuk usia 2 bulan - 12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
 Untuk usia 1 - 4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan - 5 tahun
yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi
buruk.

2.4 Etiologi

ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri penyebab ISPA antara
lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus,
Bordetelia, dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikonavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.

Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya
bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan
dan hidung.

Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2


tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian


ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan.
(Muttaqin, 2008).

2.5 Patofisiologi

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu:


1. Tahap prepatogenesis: penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi: virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit: dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan
gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat
pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel
epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal
yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap
rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag banyak
terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap
rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan
alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang ada di
saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan
antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang
terjadi pada anak. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen,
limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Pathway
Bakteri dan virus

Invasi saluran napas bagian atas

Kuman berlebih di bronkus Kuman masuk ke Infeksi saluran perna-

Proses inflamasi saluran pencernaan pasan bagian bawah

Akumulasi secret di bronkus Infeksi saluran Dilatasi Peradangan

Ketidakefektifan pencernaan pembuluh darah Suhu


bersihan jalan
Peningkatan flora Eksudat tubuh
napas
normal di usus masuk Hipertermi

Peristaltik usus meningkat alveoli

Mucus di bronkus Malabsorpsi Gangguan difusi gas

Bau mulut tak sedap Frekuensi BAB >3x/hari Suplai O2

Anoreksia Ketidakseimbangan dalam darah

cairan dan elektrolit


Intake Hipoksia

Ketidakseimbangan Fatique

nutrisi kurang dari


Gangguan Intoleransi
kebutuhan tubuh
pertukaran gas aktivitas
2.6 Manifestasi Klinis
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur
fungsi siliare (Muttaqin, 2008).
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda- tanda laboratoris.
a. Tanda-tanda klinis
1. Pada system respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada system cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah: letih dan berkeringat banyak.
b. Tanda-tanda laboratoris
1. Hypoxemia
2. Hypercapnia
3. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin.
(Rasmaliah, 2004).
Manifestasi klinis ISPA menurut Corwin, 2009:

1. Batuk
2. Bersin dan kongesti nasal
3. Pengeluaran mucus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorok
4. Sakit kepala
5. Demam derajat ringan
6. Malaise (tidak enak badan)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis
ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum dan sampel
darah (Rasmaliah, 2004).

2.8 Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup
pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
a. Pencegahan dapat dilakukan dengan:
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2. Immunisasi.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Prinsip perawatan ISPA antara lain:
1. Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2. Meningkatkan makanan bergizi
3. Bila demam beri kompres dan banyak minum
4. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat
6. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI
c. Pengobatan antara lain:
1. Suportif: meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik:
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
 Menurut WHO: Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat:
Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin
 Antibiotik baru lain: Sefalosforin, quinolon dll.
(Rasmaliah, 2004)
Penatalaksanaan pada penderita ISPA menurut Corwin, 2009:
1. Istirahat untuk menurunkan kebutuhan metabolic tubuh.
2. Hidrasi tambahan untuk membantu mengencerkan mucus yang kental
sehingga mudah dikeluarkan dari saluran napas. Hal ini perlu dilakukan
karena mucus yang terakumulasi merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dapat terjadi infeksi bakteri
sekunder.
3. Dekongestan, antihistamin, dan supresan batuk dapat mengurangi
beberapa gejala yang mengganggu.
4. Beberapa penelitian menyarankan zinc lozenges atau meningkatkan
konsumsi vitamin C dapat menurunkan tingkat keparahan atau
kemungkinan infeksi beberapa virus tertentu.
5. Diperlukan antibiotic apabila penyebabnya adalah bakteri atau sekunder
terhadap infeksi virus.
2.9 Komplikasi
1. Sinusitis dan otitis media akut dapat terjadi
2. Infeksi saluran napas bawah, termasuk pneumoni dan bronchitis, dapat
menyertai ISPA
(Corwin, 2009)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur, terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada
usia tua. Jenis kelamin bisa terjadi pada pria dan wanita.
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga
Menurut pengakuan klien, anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
e. Riwayat social
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu
dan padat penduduknya
3. Pemeriksaan Fisik
Difokuskan pada pengkajian system pernafasan:
Tanda-tanda vital :
TD : 90/70 mmHg
S : 390C
RR : 100 x/mnt
RR : 30 x/mnt
Inspeksi :
 Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, tampak
adanya pernafasan cuping hidung
Palpasi :
 Adanya demam.
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher atau
nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi :
 Suara paru normal (resonance).
Auskultasi :
 Suara nafas vesikuler atau tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab); hasil yang
didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kuman
berlebih di bronkus yang ditandai dengan akumulasi secret di bronkus
2. Hipertermi berhubungan dengan peradangan yang ditandai dengan infeksi
saluran pernapasan bagian bawah
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi gas yang
ditandai dengan eksudat masuk ke alveoli
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia yang ditandai dengan mucus di bronkus meningkat
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan frekuensi
BAB meningkat yang ditandai dengan infeksi saluran pencernaan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen dalam darah
menurun

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kuman
berlebih di bronkus yang ditandai dengan akumulasi secret di bronkus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
jalan napas menjadi efektif
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dipsnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah)
2. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
Intervensi :
1. Monitor respirasi dan satus oksigen pasien
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
4. Pastikan kebutuhan oral atau tracheal suctioning
5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suction nasotrakeal
2. Hipertermi berhubungan dengan peradangan yang ditandai dengan infeksi
saluran pernapasan bagian bawah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
suhu tubuh pasien tidak panas lagi / normal
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. HR dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada keluhan pusing

Intervensi :

1. Monitor suhu sesering mungkin


2. Monitor tekanan darah, HR dan RR
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor intake dan output
5. Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi gas yang
ditandai dengan eksudat masuk ke alveoli

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam


pertukaran gas di bronkus kembali normal

Kriteria Hasil :

1. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress


pernafasan
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dipsnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah)
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1. Lakukan fisioterapi dada jika perlu


2. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
6. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.


Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru. ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia, dan Korinebakterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,
Pikonavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Tanda dan gejala dari ISPA
meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler,
bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih


mengenai konsep medis dan asuah keperawatan pada Atelektasis.

4.2.2 Bagi Mahasiswa

Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun


ketidaklengkapan materi mengenai pengkajian pada sitem respirasi, kami
mohon maaf. Kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah
sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang
membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction


Publishing

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC


Kumar dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya. Sumatera Utara: Digital Library
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernapasan.
Jakarta: EGC
Saengcharoen, Woranuch. 2012. Knowledge, Attitudes, and Behaviors Regarding
Antibiotic Use For Upper Respiratory Tract Infections: A Survey Of Thai
Students. Thailand: Department of Clinical Pharmacy

Anda mungkin juga menyukai