Anda di halaman 1dari 43

O

POLRI DAERAH JAWA BARAT


BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS
EPISODE DEPRESIF SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK
diajukan guna melengkapi tugas portofolio

Disusun oleh:

Putri Nisrina Hamdan


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–15 SEPTEMBER 2018

RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

JUDUL : EPISODE DEPRESI SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK


PENYUSUN : PUTRI NISRINA HAMDAN

Bandung, Januari 2018

Menyetujui,

Pembimbing, Pendamping,

dr. Leony Widjaja, SpKJ dr. Leony Widjaja, SpKJ

NRP. 196410301992032001 NRP. 196410301992032001

2
Daftar Isi
COVER ....................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
BAB I LAPORAN KASUS ...................................................................................................... 5

1.1 Identitas pasien............................................................... Error! Bookmark not defined.


1. 2 Anamnesis didapat dari : ............................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Status Fisik .................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Status Psikiatrikus .......................................................... Error! Bookmark not defined.
1.5 Psikodinamika ................................................................ Error! Bookmark not defined.
1.5 Diagnosis Multiaksial .................................................... Error! Bookmark not defined.
1. 6 Penatalaksanaan ............................................................ Error! Bookmark not defined.
1.7 Prognosis ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 24

2.1 Definisi Depresi ........................................................................................................... 24


2.2 Epidemiologi Depresi .................................................................................................. 24
2.3 Etiologi Depresi ........................................................................................................... 25
2.4 Kriteria Diagnostik Depresi ......................................................................................... 27
2.5 Tatalaksana .................................................................................................................. 29
2.6 Gangguan Cemas Menyeluruh ..................................................................................... 31
2.7 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi ................................................................ 31
2.8 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya ...................................................................... 32
2.9 Definisi MMPI 2.........................................................................................................32
2.10 Ego Strength, Dominansi dan Responsibility.............................................................36
2.11 Pembahasan Kasus......................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 41

3
PENDAHULUAN

Depresi adalah gangguan mental yang sangat banyak terjadi. Secara global, lebih dari
300 juta orang dari segala usia menderita depresi. Depresi adalah penyebab utama kecacatan
di seluruh dunia, dan merupakan kontributor utama bagi keseluruhan beban penyakit global.
Lebih banyak wanita terkena depresi dibanding pria. Yang terburuk, depresi dapat
menyebabkan bunuh diri. Sejauh ini sudah ditemukan terapi antidepresi yang efektif dalam
menyembuhkan depresi.

4
BAB I
LAPORAN KASUS

Identitas pasien
Nama Lengkap : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/usia : 13 Mei 1965 / 52 tahun
Alamat : Jl. Sarikaso VII No. 1 Sarijadi Sukasari Kota Bandung
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Kontraktor
No. Rekam Medik : SA-184817
Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2018
Ruang Rawat : Wattah
DPJP : Leony Widjaja, dr., Sp.KJ

Penanggung jawab Pasien


Nama Lengkap : Ny. D
Hubungan : Istri
Alamat : Jl. Sarikaso VII No. 1 Sarijadi Sukasari Kota Bandung

a. Anamnesis didapat dari :


1. Autoanamnesis dengan pasien pada hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018
2. Heteroanamnesis dengan istri pasien Ny. D pada hari Sabtu tanggal 13
Januari 2018

Keluhan Utama : Pusing berputar


Sejak 5 tahun SMRS pasien sering mengeluh pusing berputar dan mempunyai
riwayat darah tinggi. Keluhan dirasakan pertama kali ketika pasien mengalami banyak
pikiran dan stres akan pekerjaannya. Selain pusing berputar, perasaan stres yang dialami

5
pasien disertai dengan rasa gelisah, tidur tidak nyenyak, otot-otot terasa kaku dan keluar
keringat dingin. Pasien merupakan pimpinan suatu perusahaan yang bergerak di bidang
pembangunan konstruksi, instalasi-instalasi dan di bidang jasa lainnya yang memerlukan
asuransi penjaminan untuk menjamin pelaksanaan pekerjaannya. Pada tahun 2013,
pasien mengajukan permohonan Penerbitan Jaminan Pembayaran kepada sebuah
perusahaan asuransi penjaminan untuk membeli barang proyek pengadaan material
tower, konduktor dan isolator di Jambi dengan nilai jaminan sebesar 20 Milyar. Pasien
kesulitan dalam membayar tagihan hutang karena tidak ada dana. Sampai saat ini, pasien
mengaku hanya bisa membayar 5 Milyar, karena keadaan ekonomi nya tiga tahun
belakangan ini sedang turun.

Pasien mengaku sudah beberapa kali dipanggil untuk sidang di Pengadilan pada
tahun 2016, biasanya setelah dilakukan negosiasi pasien diberi kelonggaran untuk
memperpanjang waktu pembayaran. Pasien juga pernah tidak menghadiri sidang
dikarenakan vertigo dan dirawat di RS. Satu minggu sebelum masuk tahanan, pasien
menerima surat panggilan Polda, sejak saat itu timbul perasaan cemas kembali, pasien
merasa sedih karena masih belum dapat membayar hutangnya. Pasien juga merasa tidak
bersemangat dan gampang lelah ketika sedang bekerja. Pada hari Rabu pasien memenuhi
panggilan Polda, kemudian pasien di introgasi dan tidak diperbolehkan pulang untuk
ditahan. Pasien tidak menyangka hal tersebut akan terjadi, tetapi pasien pasrah dan
akhirnya ditahan.

Sejak masuk dalam tahanan, pasien merasa sedih, kecewa dan tertekan karena
keadaan di penjara jauh berbeda dengan keadaan di rumah. Pasien merasa tidak tahan
berada di dalam penjara, pasien takut menjadi gila bila terus berada disana dan khawatir
akan nasib keluarganya karena merupakan tulang punggung keluarga. Pasien juga mulai
merasakan pusing berputar, sulit tidur dan nafsu makan menurun, Keesokan harinya,
pasien dibawa ke klinik di tahanan, pasien mengaku pingsan ketika sedang berobat di
klinik, setelah itu dibawa ke IGD Sartika Asih.

Di IGD, pasien mengeluh pusing berputar sejak malam hari ketika masuk sel,
nyeri menelan, batuk berdahak, tangan dan kaki kesemutan, badan terasa lemas, semua
keluhan dirasakan semenjak pasien masuk ke dalam tahanan. Hasil TTV : TD: 170/100
mmHg, R : 20x/menit,N:100x/menit dan suhu : 36o C, pemeriksaan fisik lainnya dalam
6
batas normal. Pasien mengatakan bahwa ia memang mempunyai riwayat vertigo dan
darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu serta rutin minum obat darah tinggi yaitu Amlodipin
5 mg dan meminum obat vertigo dari dokter ketika pasien sedang mengalami keluhan.
Pasien juga rutin melakukan terapi akupuntur untuk mengatasi pusing berputar. Pasien
bercerita bahwa faktor pemicu keluhan vertigo timbul ketika pasien sedang stres. Pasien
merasa takut dan tertekan akan keadaan di dalam sel yang ruangannya berukuran kecil
tetapi dihuni oleh 20 orang. Pasien juga mengatakan tidak ingin kembali ke dalam sel
tersebut dan mengatakan takut menjadi gila jika berada disana.

Setelah masuk ruangan rawat inap tahanan, keesokan harinya pasien divisit oleh
dokter Spesialis Syaraf, awalnya pasien menunda-nunda diperiksa dengan alasan baru
selesai dari kamar mandi serta tangan dan kaku dan sulit digerakkan karena kaku, tetapi
akhirnya pasien bersedia diperiksa, pasien mengeluh leher terasa nyeri dan tegang serta
kaki dan tangan terasa kaku , masih mengeluh pusing berputar dan keluhan tidak
berkurang, TTV : TD 160/90, R : 20x/menit, S : 36, N : 8O x/menit., pemeriksaan fisik
neurologis dalam batas normal. Lalu dokter Spesiali Syaraf Assesmen : HT anxietas,
Cervical Pain dan Depresi ? Terapi yang diberikan oleh dokter Spesialis Syaraf : Infus
2A + NB, Amlodipin 10 mg dan Gabapentin 2x1. Oleh dokter Spesialis Syaraf, pasien di
konsulkan ke dokter Spesialis Psikiatri,

Pada saat pasien di visit oleh dokter Psikiatri, pasien mengatakan bahwa dokter
Syaraf yang visit sebelumnya tidak mempunyai etika kedokteran yang baik, karena
meminta pasien untuk cepat-cepat diperiksa, tidak sabar menunggu pasien, padahal
pasien yang merasakan sakit, pasien merasa diperlakukan seperti tahanan padahal yang ia
lakukan bukanlah tindak pidana, pasien juga menceritakan bahwa adiknya juga seorang
dokter jadi pasien mengaku mengetahui tentang etika kedokteran. Oleh dokter psikiatri,
pasien diberikan Nudep dengan dosis 2x1/2tablet.

Pada tanggal 13 Januari 2017, ketika akan divisit, pasien meminta waktu untuk
meminum obat dulu, kemudian pasien mau diperiksa. Pasien mengeluh pusing berputar
tidak berkurang, nyeri menelan, nyeri leher dan tegang berkurang namun terasa baal di
daerah kepala sebelah kanan, mengeluh telinga kanan berdenging dan pendengaran
berkurang,pasien mengaku terdapat mual, muntah tadi pagi, nyeri ulu hati, BAK banyak
dan mengatakan kemarin BAB mencret sebanyak 4 kali, tetapi setelah ditanyakan kepada
7
yang supir dan asisten yang menunggu pasien, pasien kemarin sama sekali tidak BAB dan
tidak melihat pasien muntah. Pasien mengatakan sering stres akan pekerjaan, dan sering
vertigo dan sudah beberapa kali dirawat di RS Santosa dan mengatakan terdapat riwayat
rekam medis bahwa pasien sering masuk ke rumah sakit karena vertigo yang dialaminya.
Pasien mengatakan bahwa keadaan dirinya yang sekarang sangat berubah dari keadaan
yang sebelumnya, pasien mengatakan biasanya jika dirawat di rumah sakit pasien di
rawat di ruang VIP, tidak seperti sekarang. Namun pasien merasa lebih baik disini
daripada di dalam sel, dan meminta tolong bantuan dari dokter psikiatri supaya pasien
tidak kembali ke dalam sel karena pasien bisa gila bila berada disana. Pasien tidak biasa
dengan lingkungan seperti di dalam sel, yang ruangannya sempit dan diisi oleh 20 orang.

Pasien mengaku takut berada di tempat yang sepi dan gelap, namun pasien juga tidak
suka dengan keramaian serta takut akan gempa bumi. Pasien mangku masih bisa tidur
namun sering gelisah. Pasien gampang terbangun jika ada suara berisik. Pasien
menyangkal adanya mendengar suara bisikan, menyangkal melihat sesuatu yang tidak
bisa dilihat orang lain, menyangkal disentuh oleh sesuatu yang tidak bisa dilihat,
menyangkal mencium bau-bauan yang tidak ada sumbernya dan menyangkal adanya rasa
pada lidah yang tidak biasa.
Pasien merasa mengalami masalah pada kejiwaannya yaitu stres dan depresi. Pasien
merasa bersalah tidak mampu membayar hutang tetapi tidak mau dipenjara karena takut
gila dan merasa bahwa masalah pasien itu bukan tindak pidana. Pasien tidak kehilangan
minat dalam beraktivitas namun merasa tidak dapat melakukan kegiatan apa-apa setelah
berada di penjara. Pasien merasa sedang diuji dengan masalah yang dihadapinya dan
masih bersemangat untuk mencari jalan keluar supaya bisa keluar dari penjara. Pasien
menyangkal adanya rasa ingin bunuh diri.
Pasien menyangkal ada seseorang yang memata-matai, menyangkal ada orang-orang
yang membicarakan setiap perbuatannya, dan menyangkal memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki orang lain. Pasien menyangkal ada kekuatan yang tiba-tiba mengambil
pikirannya, menyangkal ada pikiran yang memasuki kepalanya, menyangkal ada pikiran
yang diketahui orang lain, menyangkal pikirannya dikontrol orang lain. Pasien tidak takut
saat berada di keramaian atau jalan umum. Pasien takut bila berada di tempat yang sepi.

Riwayat Penyakit Dahulu


8
a. Riwayat Psikiatri
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Namun pasien takut
akan tempat yang sepi dan gelap. Pasien takut terjadi gempa bumi.

b. Riwayat Kondisi Medik


Pasien mempunyai riwayat vertigo dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan
rutin berobat ke dokter serta menjalani akupuntur. Sejak 5 tahun SMRS pasien sering
mengeluh pusing berputar dan mempunyai riwayat darah tinggi. Pasien rutin minum
obat darah tinggi yaitu Amlodipin 5 mg dan meminum obat vertigo dari dokter ketika
pasien sedang mengalami keluhan. Pasien juga rutin melakukan terapi akupuntur
untuk mengatasi pusing berputar.

c. Riwayat Konsumsi Alkohol dan Zat lainnya


Tidak memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol dan zat lainnya seperti ganja.

Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu pasien menikah 1 kali dan memiliki tiga orang anak. Pasien
merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara. Hubungan pasien dengan ibu, ayah dan
saudara baik. Ayah dan ibu masih hidup dan masih dalam keadaan sehat. Pasien
termasuk anak yang dimanja oleh kedua orang tuanya dan tidak pernah marah. Kedua
orang tua pasien membesarkan pasien dengan kasih sayang dan lembut, jika pasien
salah, pasien hanya dinasehati, kedua orang tua pasien juga sangat religius. Pasien
sangat menyayangi ayah dan ibunya. Pasien sangat kagum terhadap ayahnya dan
sangat dekat dengan ibunya. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
Sumber ekonomi berasal dari penghasilan pasien dan istri nya, namun 3 tahun
ke belakang, pendapatan didapatkan dari istri pasien, karena usaha pasien sedang
dalam masalah. Pasien dan keluarga hidup berkecukupan.
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang
anak laki-laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah pada pertengahan
tahun 2017 dan anak yang kedua berumur 23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom.
Hubungan dengan keluarga harmonis, pasien sangat menyayangi istri dan anaknya.
Saat ini pasien tinggal dengan istri, anak keduanya dan satu asisten rumah tangganya.

9
Genogram Keluarga

Riwayat Hidup Penderita


a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan, berat lahir cukup (3000 gr), lahir spontan dan ditolong
bidan. Kondisi emosional ibu pasien saat melahirkan baik, merupakan kehamilan
yang diinginkan.

b. Masa Anak-Anak Awal (sampai usia 3 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, tidak ada yang terhambat. Tidak pernah
mengalami kejang, demam maupun sakit sampai membutuhkan perawatan di Rumah
Sakit.
c. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien bersekolah SD sampai tamat. Pasien memiliki sifat pendiam, tidak ingin
mencari masalah, teman dekat sedikit, sulit untuk mendapatkan teman baru. Ayah dan
ibu pasien sangat menyayangi pasien, apapun yang pasien minta diberikan. Pasien
tidak suka bermain diluar, lebih senang bermain di rumah karena terdapat semua
fasilitas yang diinginkan seperti rumah-rumahan,mobil-mobilan,, dll. Ada beberapa
teman dekat pasien yang sering bermain ke rumah, karena mereka senang banyak
fasilitas di rumahnya. Prestasi di sekolah baik. Pada umur 8 tahun pasien pernah
histeris ketakutan ketika terjadi gempa bumi, sehingga loncat dari jendela. Semenjak
saat itu pasien fobia gempa bumi. Selain itu pasien fobia akan tempat gelap dan sepi,
karena takut ada hantu tetapi belum pernah melihat hantu..

Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai remaja)


Semasa SMP dan SMA pasien tidak pernah melakukan kenakalan seperti membolos
sekolah, merokok, mencoba obat-obatan sebab pasien takut terhadap ayahnya.
Prestasi pasien bagus, selalu mendapatkan ranking dan pasien sudah mulai mengikuti
organisasi dan kegiatan-kegiatan di sekolah. Sempat menjadi ketua OSIS di SMP, dan
mengikuti Pramuka pada waktu SMA. Pasien tidak suka untuk berkumpul dengan
teman di luar sekolah, dan hanya berinteraksi dengan teman di sekolah ataupun jika

10
ada urusan yang berkaitan dengan sekolah. Pasien hanya memiliki beberapa teman
dekat. Pasien sudah mulai menyukai teman lawan jenis.

Masa Dewasa
 Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja sebagai kontraktor sejak umur 25 tahun dan mulai
membangun usaha sendiri dan menjadi direktur di perusahaannya tersebut sejak
tahun 2011. Pasien adalah orang yang giat bekerja. Hubungan dengan teman kerja
baik namun hanya sebatas bisnis saja. Tidak suka berkumpul dengan teman di luar
hal yang menyangkut pekerjaan. Menurut istri pasien, pasien kurang tegas terhadap
bawahannya dan banyak karyawan yang akhirnya bekerja dengan seenaknya tetapi
tidak dipecat. Pasien juga kadangkala mudah tertipu dengan karyawannya sehingga
usaha nya belakangan ini kurang maju, terdapat banyak kesalahan dalam
manajemen dan sering mengalami kerugian.
 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang anak
laki-laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah dan anak yang kedua
berumur 23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom. Hubungan dengan keluarga
harmonis, pasien sangat menyayangi istri dan anaknya.
 Riwayat Psikoseksual
Pasien melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
 Keagamaan
Pasien melaksanakan solat 5 waktu dan mengaji. Pasien juga melakukan amalan
amalan ibadah lainnya dan mempelajari ilmu agama Islam. Pasien menganggap
bahwa Tuhan menyayangi pasien dan menganggap bahwa masalah yang
dihadapinya sekarang adalah salah satu bentuk ujian dari Tuhan.
 Aktivitas Sosial
Aktivitas diluar hanya aktivitas yang menyangkut pekerjaan misalnya dalam
urusan bisnis. Pasien lebih senang berdiam di rumah dan berkumpul dengan istri
dan anaknya. Pasien tidak suka sepi dan tidak suka kadaan yang terlalu ramai.
Pasien lebih suka suasana yang tenang.
 Riwayat Hukum
11
Pasien sebelumnya belum pernah bermasalah dengan hukum ataupun pihak
kepolisian.

Kepribadian Sebelum Sakit


Menurut istri pasien termasuk orang yang tenang, jarang marah dan tertutup
terutama masalah pekerjaan. Jika sedang marah atau tersinggung pasien hanya diam
dan menghindar kadang-kadang pergi ke rumah ibunya untuk menenangkan diri.
Pasien menyayangi istri dan anak anaknya. Hobi pasien adalah bermain golf dan
mendengarkan musik jazz. Pasien sering kaget, jika sedang tidur lalu tersentuh sedikit
atau ada suara berisik pasien kaget dan terbangun. Istri pasien mengatakan bahwa
ayah pasien juga mengalami keluhan yang sama. Menurut istri pasien, pasien
mempunyai perasaan yang sangat halus. Pasien jarang marah tetapi sangat sensitif,
sehingga istri dan anak-anak pasien jarang bercanda dengan pasien. Jika berbicara
dengan pasien, harus berkata dengan baik-baik, pelan dan detail. Jika berbicara agak
cepat, pasien sering meminta untuk diulang dan dijelaskan kembali dengan pelan-
pelan. Jika merasa tersinggung dengan orang lain, pasien sering menceritakannya
terhadap istri pasien. Namun pasien agak tertutup tentang masalah pekerjaan karena
takut membebani istrinya.
Istri pasien mengatakan bahwa pasien takut akan suasana yang baru, sepi dan
gelap, sehingga selalu meminta untuk ditemani. Pasien merasa jijik dengan tempat
yang kotor. Pasien tidak suka dengan anak kecil, karena tidak suka keadaan yang
berisik ketika menangis. Sewaktu anaknya masih kecil, pasien jarang menggendong
anaknya, karena menurut istri pasien, pasien terlihat ketakutan dengan caranya
menggendong anak. Pasien jarang tidur dengan anak-anaknya ketika masih anaknya
masih kecil karena takut rewel. Sehingga anaknya tidur hanya ditemani istrinya.
Hubungan pasien dengan anak-anak pasien baik, namun kurang akrab karena pasien
tidak bisa diajak bercanda.

1.3 Status Fisik


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis, GCS 15
12
 Tanda Vital
 Tekanan Darah : 170/100 mmHg
 Nadi : 80x/m
 Respirasi : 18x/m
 Suhu : 36,9oC
 Kepala : Normocephal
 Mata : Bulat, isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, reflek cahaya (+/+)
 Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak
membesar
 Thorax : Simetris, retraksi (-)
 Paru-paru : VBS kanan = kiri, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
 Jantung : Bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, soepel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2”

1.5 Status Psikiatrikus


 Penampilan : Laki-laki usia 52 tahun, tampak sesuai dengan usia,
penampilan biasa, berpakaian rapi, rambut hitam,
tenang
 Tingkah laku & psikomotor : keadaan pasien tenang, aktivitas psikomotor
normoaktif
 Attitude : pasien kooperatif terhadap lawan bicara
 Bicara : pasien berbicara secara spontan, artikulasi bicara
jelas, lambat, nada yang monoton, membicarakan
tentang pemikiran dan perasaannya
 Mood dan Afek : mood depresif / afek sesuai

 Pikiran
Bentuk : realistis
Isi : Waham : tidak ditemukan waham kebesaran, waham

13
kejar, waham kendali, dan waham dosa
Idea of reference : (-)
Thought : tidak ada thought withdrawl, thought
insertion, thought broadcasting, thought control
Fobia : seismophobia, phasmofobia
Jalan : koheren
 Persepsi :
Ilusi : (-)
Halusinasi : Auditorik (-), visual (-), taktil (-), olfaktori (-), gustatori (-)
 Sensoris
a. Kewaspadaan : baik
b. Orientasi (orang, tempat, waktu) : baik
c. Konsentrasi : baik
d. Memori (immediate, recent, long term) : baik
c. Kalkulasi : baik
f. Fund of knowledge : baik
g. Abstract reasoning : baik
 Insight of illness : baik, pasien mengetahui dirinya “sakit”
 Penilaian : baik, pasien mengetahui dirinya sakit, pasien mencoba
mencari pertolongan, ingin sembuh dari
sakit mentalnya
 Dekorum
 Kebersihan : Baik
 Sopan santun : Baik
 Kooperatif : Baik
 Penampilan : Baik

1.6 Psikodinamika
Keterangan Pembahasan
Pola asuh pemanjaan menyebabkan
Tn. A, anak pertama dari 3 bersaudara, pasien menjadi pribadi yang  faktor
pasien selalu diberi kasih sayang lebih predisposisi

14
oleh kedua orang tuanya, keinginan pasien
selalu dipenuhi

Semenjak kecil, pasien selalu dididik


dengan bahasa yang halus dan lemah
lembut, tidak pernah dimarahi dan
dikasari, sehingga pasien cenderung Perasaan sensitif faktor predisposisi
sensitif terhadap perkataan orang lain yang
menyinggung pasien dan menghindari diri
dari permasalahan

Bersekolah hingga tamat kuliah S1,


tumbuh menjadi pribadi yang pendiam,
tidak suka menceritakan masalahnya Kepribadian tertutup  faktor
dengan orang lain, sulit bergaul dengan predisposisi
banyak orang dan hanya memiliki sedikit
teman dekat

Pada waktu kecil, pasien trauma dengan


gempa bumi, dan takut dengan hantu,
menyebabkan pasien fobia dengan gempa Asthenofobia dan Phasmofobia
bumi dan takut dengan ruangan yang gelap
dan sepi
Menurut istri pasien, sewaktu anaknya
masih bayi, pasien jarang menggendong
anaknya, karena kelihatan takut dengan
cara menggendong dan rumit. Pasien tidak
suka dengan anak kecil karena sering Tidak menyukai keadaan yang sulit dan
menangis dan berisik. Di rumah pun cenderung menghindar
pasien jarang tidur dengan anaknya ketika
masih bayi, karena takut rewel di malam
hari dan membuat pasien gampang
terbangun.
Sejak tahun 2011, pasien mengalami
banyak masalah dengan pekerjaannya,
terjadi kesalahan manajemen, sehingga
tidak mampu membayar hutang, disaat Masalah dengan pekerjaan  faktor
stres pasien mengalami vertigo, sempat predisposisi
dirawat beberapa kali di rumah sakit,
pasien juga mempunyai riwayat tekanan
darah tinggi

15
Disaat stres pasien muncul perasaan cemas
yang disertai dengan keluar keringat,
pasien juga sering mengalami vertigo,
sempat dirawat beberapa kali di rumah Gejala anxietas
sakit, pasien juga mempunyai riwayat
tekanan darah tinggi

Satu minggu sebelum masuk tahanan,


pasien menerima surat panggilan Polda,
sejak saat itu timbul perasaan cemas
kembali, pasien merasa sedih karena
masih belum dapat membayar hutangnya.
Pasien juga merasa tidak bersemangat dan
gampang lelah ketika sedang bekerja. Pada
hari Rabu pasien memenuhi panggilan
Polda, kemudian pasien di introgasi dan
tidak diperbolehkan pulang untuk ditahan. Gejala depresi
Pasien tidak menyangka hal tersebut akan
terjadi, tetapi pasien pasrah dan akhirnya
ditahan. Sejak masuk dalam tahanan,
pasien merasa sedih, kecewa dan tertekan
karena keadaan di penjara jauh berbeda
dengan keadaan di rumah.

Muncul perasaan sedih disertai dengan


gangguan tidur. Selain gangguan tidur,
pasien juga sulit berkonsentrasi dan sulit
fokus. Pasien merasa tidak ada semangat Gejala depresi
dan tidak ada gairah dalam menjalani
kehidupan dan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.

Saat masuk penjara timbul keluhan-


keluhan fisik seperti pusing berputar,
pingsan, sesak nafas, lemas, tangan dan
kaki kesemutan, selama di rumah sakit Gejala somatik
mengeluh mual, muntah, telinga
berdenging, nyeri ulu hati, BAB cair
selama di rumah sakit

16
Pasien seorang laki-laki berumur 52 tahun, yang merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. Pasien dilahirkan di rumah oleh bidan dan keadaan emosional ibu saat itu biasa-
biasa saja. Pasien dekat dengan kedua orang tuanya, selalu diberikan kasih sayang yang lebih
oleh orang tua dan hubungan dengan adik-adiknya harmonis. Pasien hidup berkecukupan
semenjak kecil dan semua keinginan pasien dipenuhi oleh orang tuanya, sehingga pasien
lebih senang berada di rumah karena terdapat banyak fasilitas permainan. Pasien bersekolah
dari TK sampai Sarjana dan prestasi pasien baik. Semenjak kecil pasien selalu dididik dengan
bahasa yang halus dan lemah lembut, tidak pernah dimarahi dan dikasari, sehingga pasien
cenderung sensitif terhadap perkataan orang lain yang menyinggung pasien dan menghindari
diri dari permasalahan. Kedaan ini membuat pasien sulit untuk bergaul dengan banyak orang
dan hanya dekat dengan beberapa teman saja yang sudah mengerti karakter pasien. Pasien
fobia pada keadaan yang gelap dan sepi sejak kecil karena takut ada hantu, sehingga hingga
saat ini pasien tidak ingin sendiri dan selalu ingin ditemani dan di kamar harus selalu tersedia
senter dan lampu darurat. Pasien juga pernah merasakan gempa bumi pada saat kelas 4 SD,
pasien kaget dan langsung loncat dari jendela rumah dan memeluk Hansip, semenjak saat itu
pula pasien fobia terhadap gempa bumi. Pasien juga gampang terbangun jika ada suara
berisik atau tersentuh.Pada masa remaja, pasien ikut tergabung dalam organisasi dan kegiatan
sekolah, sewaktu SMP pernah menjadi ketua OSIS dan pada saat SMA tergabung dalam
kegiatan Pramuka. Pasien mengatakan bahwa pasien cukup mampu dalam berorganisasi
tetapi tidak mudah akrab dengan banyak teman. Pasien hanya memiliki sedikit teman dekat
dan tidak suka berkumpul dan bermain dengan teman-temannya diluar. Pasien hanya
bergabung dengan teman-temannya jika ada urusan-urusan penting misalnya urusan bisnis.

Sewaktu kuliah, pasien mengambil jurusan elektro dan mulai menjalin hubungan
dengan seorang wanita selama 5 tahun lalu menikah pada saat itu pasien berusia 26 tahun dan
istri berusia 23 tahun. Pasien menikah 1x dan mempunyai 2 orang anak laki-laki yang
pertama berusia 26 tahun sudah menikah dan yang kedua umr 23 tahun sedang kuliah di
Jurusan Fikom. Hubungan pasien dengan keluarga harmonis. Walaupun terkadang terdapat
perbedaan pendapat namun pasien memandang bahwa hal itu adalah hal yang wajar. Menurut
istri, jika sedang ada perdebatan,. pasien jarang marah tetapi memilih untuk diam dan jika
sudah tersinggung pasien lebih sering menghindar dan pergi ke rumah ibunya seharian untuk
17
menenangkan diri setelah itu kembali lagi ke rumah. Dalam suatu pertengkaran, biasanya istri
pasien yang lebih sering meminta maaf terlebih dahulu karena hanya istri pasien yang sering
marah.

Menurut istri pasien, sewaktu anaknya masih bayi, pasien jarang menggendong
anaknya, karena kelihatan takut dengan cara menggendong dan rumit. Pasien tidak suka
dengan anak kecil karena sering menangis dan berisik. Di rumah pun pasien jarang tidur
dengan anaknya ketika masih bayi, karena takut rewel di malam hari dan membuat pasien
gampang terbangun. Hubungan dengan kedua anaknya baik tetapi kurang akrab karena jarang
bercanda dan takut pasien tersinggung. Pasien tidak sepenuhnya terbuka mengenai masalah
pekerjaan karena takut menjadi beban bagi istrinya.

Pada usia 25 tahun pasien sudah bekerja sebagai kontraktor dan tahun 2011 pasien
membangun perusahaan dan menjadi direktur utama di perusahaan tersebut. Sejak saat itu
pasien sering banyak masalah dengan pekerjaannya dan mengalami stres. Sejak saat itu pula
pasien sering mengalami vertigo dan mempunyai tekanan darah tinggi. Pada tahun 2014
pasien mengajukan permohonan Penerbitan Jaminan Pembayaran kepada sebuah perusahaan
asuransi penjaminan untuk membeli barang proyek pengadaan material tower, konduktor dan
isolator di Jambi dengan nilai jaminan sebesar 20 Milyar. Namun karena ada kesalahan
manajemen di perusahannya selama 3 tahun ke belakang, pasien tidak mampu membayar
hutangnya tersebut sampai saat ini dan hanya mampu membayar 5 Milyar saja. Karena pasien
sudah mengadakan negosiasi berkali-kali, perusahaan penjamin tidak memberikan
kelonggaran kembali, sehingga pasien dilaporkan ke polisi dan langsung dimasukkan ke
dalam penjara, langsung sesaat setelah di introgasi.

Pasien dipanggil ke Polda pada tanggal 10 Januari 2018 untuk di introgasi pada pukul
11.00 sampai pukul 19.00, setalah itu t tidak diperbolehkan pulang dan langsung dimasukkan
ke dalam penjara pada pukul 21.00 WIB. Pasien sebelumnya tidak menyangka akan kejadian
ini dan mengira hanya akan diminta keterangan saja oleh penyidik. Pasien merasa kaget dan
terpukul. Melihat keadaan di penjara sangat jauh berbeda dengan keadaan di rumah, dimana
hanya sebatas ruangan sempit, kotor dan berdebu yang dihuni oleh sekitar 20 orang. pasien
merasa stres sehingga vertigo pasien kambuh, sesak nafas dan badan lemas. Keesokan
harinya, pasien dibawa ke klinik tahanan dan pasien mengaku pingsan ketikasedang berobat.

18
Tetapi menurut keterangan polisi, pasien tidak pingsan. Menurut istri pasien, pasien memang
mempunyai riwayat vertigo, darah tinggi dan asthma.

Faktor predisposisi :
- Masalah dengan pekerjaan
- Sensitif
- Kepribadian tertutup

Faktor presipitasi :

- Stres akibat masalah dalam pekerjaan


- Stres akibat masalah hukum yang dihadapinya
- Takut akan kembali lagi ke dalam penjara

Mekanisme pertahanan utama :


Somatisasi  keluhan fisik seluruh tubuh

1.8 Penatalaksanaan
Observasi tanda-tanda vital, makan, minum dan perilaku
Terapi : Terapi non farmakologis : psikoterapi suportif
Terapi farmakologis : sertraline 1x25 mg

Edukasi : Konseling keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada pasien, dan
memberi nasihat kepada pasien untuk selalu tabah dalam menghadapi masalah
dan menerima setiap keputusan karena setiap kejadian dalam hidup
merupakan takdir TuhanYME, memperbanyak beribadah supaya terhindar dari
rasa stres.
Diet : biasa

1.9 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia
Quo ad Functionam : dubia
19
ALAT UKUR : MMPI

20
FOLLOW UP

Tanggal 12 Januari 2018 pukul 11.55

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-
nyeri menelan, TD : 130/90 mmHg, Aksis II : tanda vital, makan,
batuk berdahak, R : 20x/menit, S : Aksis III : minum dan perilaku
mual (-), 37, N : 90x/menit Aksis IV : Masalah Terapi :
muntah (-), Roman muka : psikososial : Edukasi : Diet :
nyeri menelan tampak cemas Masalah berkaitan
(+), tangan dan Kontak : adekuat interaksi dengan
kaki kesemutan Emosi :mood  hukum/kriminal :
hipotimik, afek  Aksis V :
sesuai
Persepsi : ilusi (-),
halusinasi (-)

Tanggal 13 Januari 2018 pukul 07.00

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-
mual, muntah TD : 130/90 mmHg, Aksis II : tanda vital, makan,
1x, nyeri leher R : 20x/menit, S : Aksis III : minum dan perilaku
dan kepala 37, N : 90x/menit Aksis IV : Masalah Terapi :
sebelah kanan Roman muka : psikososial; : Edukasi : Diet :
terasa kebas, Kontak : adekuat Masalah berkaitan
nyeri menelan, Emosi : mood  interaksi dengan
batuk berdahak,, hipotimik, afek  hukum/kriminal :
telinga sesuai Aksis V :
berdenging, Persepsi : ilusi (-),
pendengaran halusinasi (-)
berkurang,
BAB mencret
4x kemarin, 1x
hari ini, makan
dan minum
21
masih masuk
tetapi
dipaksakan

Tanggal 14 Januari 2018 pukul 11.55


Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)
Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-
BAB mencret TD : mmHg, R : Aksis II : tanda vital, makan,
kemarin 4x, 20x/menit, S : , N : Aksis III : minum dan perilaku
mual muntah, 90x/menit Aksis IV : Masalah Terapi :
nyeri ulu hati Roman muka : psikososial : Edukasi : Diet :
Kontak : adekuat Masalah berkaitan
Emosi : mood  interaksi dengan
hipotimik, afek  hukum/kriminal :
sesuai Aksis V :
Persepsi : ilusi (-),
halusinasi (-)

Tanggal 15 Januari

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-
BAB mencret TD : mmHg, R : Aksis II : tanda vital, makan,
kemarin 4x, 20x/menit, S : , N : Aksis III : minum dan perilaku
mual 90x/menit Aksis IV : Masalah Terapi :
Roman muka : psikososial : Edukasi : Diet :
tampak lemas Masalah berkaitan
Kontak : adekuat interaksi dengan
Emosi : mood  hukum/kriminal :
hipotimik, afek  Aksis V :
sesuai
Persepsi : ilusi (-),
halusinasi (-)

Tanggal 16 Januari

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-

22
BAB mencret lemas Aksis II : tanda vital, makan,
11x ,mual, tidur TD : 110/80 mmHg, Aksis III : minum dan perilaku
+ R : 20x/menit, S : Aksis IV : Masalah Terapi :
36 , N : 83x/menit psikososial : Edukasi : Diet :
Roman muka : Masalah berkaitan
lemas interaksi dengan
Kontak : adekuat hukum/kriminal :
Emosi : mood  Aksis V :
hipotimik, afek 
sesuai
Persepsi : ilusi (-),
halusinasi (-)

Tanggal 17 Januari

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar Komposmentis, Aksis I : Observasi tanda-
berkurang, nyeri TD : mmHg, R : Aksis II : tanda vital, makan,
ulu hati, BAB 20x/menit, S : , N : Aksis III : minum dan perilaku
mencret 5x 90x/menit Aksis IV : Masalah Terapi :
Roman muka : psikososial : Edukasi : Diet :
tenang Masalah berkaitan
Kontak : adekuat interaksi dengan
Emosi : mood  hukum/kriminal :
hipotimik, afek  Aksis V :
sesuai
Persepsi : ilusi (-),
halusinasi (-)

23
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Depresi


Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III, gangguan depresi
termasuk dalam gangguan mood (mood disorder). Mood atau suasana hati merupakan
perasaan yang dirasakan di dalam diri seseorang, yang akan mempengaruhi tingkah laku
dan juga persepsi orang tersebut. Mood sendiri bisa normal, meningkat, atau tertekan
(depresif). Gangguan mood adalah sekelompok kondisi klinis yang ditandai dengan
hilangnya kontrol dan pengalaman subyektif tentang perasaan tidak nyaman.
Pasien dengan peningkatan mood akan menunjukkan ekspansifitas, flight of ideas,
penurunan tidur, dan ide-ide muluk. Sedangkan pasien yang menderita mood depresi akan
mengalami kehilangan energi dan minat, mempunyai perasaan bersalah, sulit
berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan mempunyai pikiran mati atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain dari gangguan mood meliputi perubahan aktivitas, perubahan
kemampuan kognitif, perubahan ucapan, dan fungsi vegetatif (misalnya, tidur, nafsu
makan, aktivitas seksual, dan ritme biologis lainnya). Gangguan ini hampir selalu
berakibat pada gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

2.2 Epidemiologi Depresi


Epidemiologi Major Deprresive Disorder menurut DSM-IV
1/100 pria
Insidensi
3/100 wanita
2-3/100 pria
Prevalensi
5-10/100 wanita
Jenis kelamin Wanita : Pria = 2 : 1
Rata-rata usia 40 tahun
Usia 10% usia 60 tahun
50% usia < 40 tahun
Suku bangsa Tidak ada perbedaan
Risiko meningkat pada riwayat keluarga peminum
Sosio kultural alkohol, depresi, kehilangan orangtua pada usia <
13 tahun
Riwayat keluarga Risiko sekitar 10-13%

24
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang.

2.3 Etiologi Depresi


Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah :
1. Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5-
hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-
hidroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien
dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa
gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic.
2. Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuro
aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah
mengajukan bahwa system messengers kedua-seperti regulasi kalsium, adenilat
siklase, dan fosfatidilinositol-dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan
glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat.
Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika
berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi
reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan
hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat 11
bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA
memiliki efek antidepresan.
3. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa terdapat faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi
faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan
mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna
didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat.

25
4. Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan
mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif
berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan
pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan
perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini
dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya
neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang
memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa
stressor eksternal. 12 Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan
utama dalam depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya
memegang peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling
meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan
timbulnya depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan
timbulnya awitan depresi adalah kematian pasangan. Factor ressiko lain adalah PHK-
seseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan
laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja.
5. Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan
predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan
gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline-
mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang
dengan gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian
paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme
eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait
dengan timbulnya gangguan bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang
dengan gangguan distemik dan siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau
gangguan bipolar I kemudian hari.

26
6. Faktor Psikodinamik Depresi
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi.
Teori ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral
(10-18 bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya
terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau
khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang
dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan
objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan
kedalam diri sendiri.

2.4 Kriteria Diagnostik Depresi


PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) membagi gejala
depresi menjadi gajela utama dan lainnya seperti dibawah
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
• Afek depresif
• Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
• Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
• Konsentrasi dan perhatian berkurang
• Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
• Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
• Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
• Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
• Tidur terganggu
• Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

27
F32.0 Episode • Sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama.
depresif ringan • Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
F32.00 = tanpa • Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
gejala somatik • Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
F32.01 = dengan sekitar 2 minggu
gejala somatik • Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukannya.
F32.1 Episode • Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
depresif sedang seperti pada episode depresi ringan (F30.0)
F32.10 = tanpa • Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
gejala somatik lainnya
F32.11 = dengan • Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
gejala somatik sekitar 2 minggu
• Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
F32.2 Episode • Semua 3 gejala utama depresi harus ada
depresif berat tanpa • Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
gejala psikotik beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
• Bila, ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak geja!anya secara
rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh pada
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
• Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
• Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode • Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
depresif berat tersebut di atas,
dengan gejala • Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
psikotik biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa
bertangungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

28
2.5 Tatalaksana
Psikoterapi
Psikoterapi suportif • Memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme.
• Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya.
• Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan membantu
mengoreksi.
• Membantu memecahkan masalah eksternal.
Psikoterapi • Teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik terjadi
psikodinamik akibat konflik perkembangan yang tak selesai.
• Terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang.
• Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang
menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi

Terapi Farmakologi
• Anti depresan
o Trisiklik : Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
o Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
o MAOI-Reversibel : Brofaromine, Caroxazone, Eprobemide
o SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) : Sertraline, Fluoxetine,
Paroxetine, Fluvoxamine, Citalopram
o Atipikal : Trazodone, Mirtazapine, Venflaflaxine

29
30
2.6 Gangguan Cemas Menyeluruh
Pedoman diagnostik untuk F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
A. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb);
B. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
C. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb);
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan somatik berulang yang meonojol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari)
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Cemas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F 32.-), gangguan anxietas fobik ( F 40.-), gangguan panik (F 41.0), atau
gangguan obsesif kompulsif (F 42.-)

2.7 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi


Pedoman diagnostik untuk F 41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
 Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun
tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
 Bila ditemukan anxieas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
 Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan
masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.

31
 Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jela, maka
harus digunakan kategori F 43.2 Gangguan Penyesuaian.

2.8 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya


Pedoman diagnostik untuk F 41.3 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya
 Memenuhi kriteria gangguan anxietas menyeluruh (F 41.1) dan juga menunjukkan
(meskipun hanya dalam jangka pendek) ciri-ciri yang menonjol dari gangguan
F40-F49, akan tetapi tidak memenuhi kriterianya secara lengkap.
 Bila gejala-gejala yang memenuhi kriteria dari kelompok gangguan ini terjadi
dalam kaitan dengan perubahan atau stres kehidupan yang bermakna, maka
dimasukkan dalam kategori F 43.2 Gangguan Penyesuaian.

2.9 Definisi MMPI 2

MMPI adalah suatu tes psikologi untuk mengidentifikasi psikopatologi dan tipe
kepribadian seseorang. Penggunaan MMPI 2 dapat membantu penentuan pola perilaku, pola
berpikir serta kekuatan ego seseorang dimana data tersebut sangat berguna bagi konselor dan
terapis (Polimeni,2010; Kasan,2011).
MMPI merupakan instrumen psikiatri dan psikologi yang cukup popular dan banyak
digunakan untuk penelitian maupun skrining penerimaan atau penempatan pegawai,
pengukuran fungsi mental, prediksi perilaku dengan melihat psikopatologi yang terjadi
(Sepehrmanesh, 2008). MMPI-2 juga sering digunakan sebagai skrining maupun penelitian
dalam penjara (Craig, 2008).
MMPI mulai dikembangkan sejak akhir 1930-an oleh Starke R. Hathaway, PhD
(psikolog) dan J. Charnley Mc Kinley, MD (psikiater), dirumah sakit dari Universitas
Minnesota, Minneapolis, USA. MMPI dipublikasikan pertama kali pada tahun 1943 dengan
beberapa skala yang masih sedikit kemudian berkembang sampai saat ini (Gunawan, 2008).
MMPI sebagai tes kepribadian merujuk pada pembahasan ada tidaknya psikopatologi
karena statemen pertanyaannya membandingkan kelompok normatif normal dengan
kelompok kasus. Pertanyaannya berupa statemen yang dijawab ya atau tidak dan bersifat
umum yang biasanya dimodifikasi sesuai budaya setempat dan terdiri dari 567 pertanyaan.
MMPI-2 versi Indonesia mulai 5 divalidasi tahun 2003, diawali dengan studi kepustakaan
32
pada Januari-Februari 2003, dilanjutkan dengan tes validitas (Maslim, 2003). MMPI 2
disempurnakan kembali dalam buku panduan edisi Januari 2011 sebagai MMPI-2Dx (Kasan,
2011)
Struktur MMPI 2 Dx terdiri dari: (Butcher, 2001; Kasan, 2001; Graham, 2006)
1. Skala Validitas
Merupakan indikator untuk menilai apakah peserta tes telah menjawab pertanyaan
tes sesuai dengan kondisi peserta tes. Peserta tes mungkin menjawab tes dengan berbagai
kemungkinan: banyak jawaban dikosongkan, secara random, tidak konsisten atau distorsi dari
keadaan yang sebenarnya
- Cannot say (soal tes tak terjawab)
- Monitoring inkonsisten (Vrin dan Trin)
- Monitoring infrekwen (F,Fb, Fp)
- Monitoring sikap defensive (L,K,S,FBS,Fs)
- Monitoring overreporting dan underreporting tambahan (Ds, Dsr, Od, Esd,
Wsd, Mp, Ss)
2. Skala Klinik dan Sub SkalaKlinik
- Skala 1: Hypochondriasis (Hs)
- Skala 2: depression (D)
- Skala 3: hysteria (Hy)
- Skala 4: psychopathic deviate (Pd)
- Skala 5: masculinity-feminity (Mf) 6
- Skala 6: paranoid (Pa)
- Skala 7: psychastenia (Pt)
- Skala8: schizophrenia (Sc)
- Skala 9: hypomania (Ma)
- Skala 0: social introversion (Si)

3. Skala Restructured Clinical atau RC (inti dari skala klinik)


Dikembangkan oleh Tellegen dkk (2003) untuk mengurangi kendala pada skala klinik
yang heterogen karena skala klinik sebagian besar dipengaruhi oleh unsur emosional dan
maladjustment. Restructure clinical scale berusaha mengeluarkan faktor general stress,
maladjustment dan demoralization dari skala klinik.

33
Terdiri dari 9 skala yaitu:
- Demoralization (RCd)
Merupakan indikator unhappiness dan dissatisfaction. Skor tinggi ≥ 65
mencerminkan cemas, depresi dan tegang. Merasa tidak aman, pesimistik, rendah diri dan
resiko bunuh diri. Skor sangat tinggi ≥ 75 menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatasi
keadaan.
- Somatic complaints (RC1)
Makin tinggi skor makin kuat interpretasi ke arah faktor psikologis. Skor ≥
menunjukkan banyak keluhan fisik, preokupasi pada kesehatannya, capek, lemah, sakit
kronik dan stress atau kesulitan dalam hubungan interpersonal. Skor sangat tinggi ≥ 75 sangat
mengeluh sakit fisik dan sangat preokupasi sakit fisik serta menolak semua penjelasan
secara psikologik.
- Low positive emotions (RC2)
Indikator yang bagus untuk depresi. Skor tinggi ≥ 65 mengalami depresi anhedonia,
rasa tidak aman, pesimistik, menyendiri, rasa bosan, tak bersemangat dan pasif.
- Cynicism (RC3)
Sulit membina hubungan harmonis dengan orang lain. Skor ≥ 65 adalah orang lain
tidak dapat dipercaya, mementingkan diri dan eksploitatif. Skor ≤ 40 menunjukkan naif,
mudah tertipu dan percaya berlebihan pada orang lain.
- Antisocial behavior (RC4)
Skor tinggi ≥ 65 menunjukkan perilaku antisocial, agresif, marah-marah argumentatif,
sulit mentaati peraturan yang berlaku, resiko tinggi memakai narkoba dan seks bebas serta
cenderung terjadi konflik dengan orang lain.
- Ideas of persecution (RC6)
Indikator untuk kecurigaan sampai dengan waham paranoid. Skor tinggi ≥ 65
menunjukkan ide paranoid menonjol, merasa terancam oleh kedengkian orang lain,
merasa menjadi korban niat jahat orang lain, sangat mencurigai orang lain dan merasa
diperlakukan tidak adil.
-Dysfunctional negative emotions (RC7)
Merupakan indikator emosi negatif. Skor tinggi ≥ 65 menunjukkan cemas, marah,
khawatir berlebihan, sensitif terhadap kritik, sedih, preokupasi pada kegagalan, merasa
bersalah, merasa tidak aman dan merasa sangat terganggu.

34
- Aberrant experiences (RC8)
Indikator pemikiran dan pengalaman yang aneh. Skor ≥ 65 menunjukkan karakter
skizotipal.skor sangat tinggi ≥ 75 untuk melihat kemungkinan skizofrenia, gangguan waham
dan gangguan skizoafektif.
- Hypomanic activation (RC9)
Merupakan indikator gejala hipomanik. Skor ≥ 65 menunjukkan harga diri
melambung, sangat energik, sensation-seeking berani melakukan tindakan beresiko tinggi,
agresif, impulsif, euforia, pencepatan pikiran dan kebutuhan tidur berkurang. Skor sangat
tinggi ≥ 75 kemungkinan manik atau episode hipomanik (mungkin gangguan bipolar).

4. Skala Content dan Skala Content Component


Dikelompokkan menjadi 4 yaitu
- kelompok internal symptom
o Anxiety (ANX)
o Fears (FRS)
o Obsessions (OBS)
o Depressions (DEP)
o Health Concerns (HEA)
o Bizarre Mentation (BIZ)
- kelompok eksternal atau aggressive tendencies
o Anger (ANG)
o Cynicism (CYN)
o Antisocial Pratices (ASP)
o TypeA(TPA)
- kelompok devalued view of the self
o Low self esteem (LSE)
- kelompok general problem areas
o Social Discomfort (SOD)
o Family Problem (FAM)
o Work Interference (WRK)
o Negative Treatment Indicators (TRT)
5. Skala suplemen

35
Dikelompokkan menjadi : - ---
- Broad personality characteristics
Skala ini ada 5 skala yaitu: ansietas (A), Represi (R), Ego strength (Es), Dominansi
(Do), Responsibility (Re)
Skala ini baik apabila nilai ≥65.
Skala ini untuk mengukur ansietas, adaptasi, fleksibilitas, kemampuan
mengatasi masalah, rasa percaya diri, tanggung jawab.
- Generalized emotional distress Skala ini ada 3 yang dilihat yaitu : Maladjustment
(Mt), Post Traumatic Stress Disorder-Keane (PK), Marital Distress (MDS)
- Behavioural dyscontrol
Skala ini terdiri dari 5 skala yaitu : Hostility (Ho), Over-controlled hostility (OH),
Mac–Andrew Alcoholism Revisid (MAC-R), Addiction Admission Scale (AAS),
Addictional Potensial Scale (APS) 10
- Gender role
Terdiri dari 2 macam skala yaitu : Gender Role – Masculine (GM), Gender Role –
Feminine (GF)

6. Skala Personality Psychopathology Five


Psy-5 meliputi aggressiveness (AGGR), psychoticism (PSYC), discotraint (Disc),
negative emotionality/neuroticism (NEGE), introversion/low positive emotionality
(INTR)
7. Skala tambahan
8. Code type adalah skala – skala klinik dengan skor T tertinggi.

2.10 Ego strength, Dominansi dan Responsibility

Ego strength adalah kualitas yang ektif melekat membawa berbagai bentuk energi dan
getaran pada orang selama kehidupan (Sadock, 2010). Ego strength ini mencerminkan inti
dari jiwa dan akhirnya membangun komitmen yang solid menuju ideal, kepercayaan, orang
lain yang signifikan dan masyarakat yang lebih luas (Sadock, 2009).
Menurut prinsip epigenetik, menyatakan bahwa ego strength ada selama masa
kehidupan, namun beberapa meningkat dalam hubungan untuk resolusi positif yang

36
berhubungan dengan krisis psikososial, khususnya harapan dari dasar kepercayaan versus
ketidakpercayaan (masa kanak-kanak), kepercayaan dari otonomi versus malu atau ragu
(anak usia dini),tujuan dari inisiatif versus rasa bersalah (masa kanak awal), kompetensi dari
industri versus rendah diri (masa kanak), kesetiaan dari 11 fase identitas versus kebingungan
identitas (masa remaja), cinta dari keintiman versus isolasi (dewasa awal), perawatan pada
fase generativitas versus stagnasi (dewasa), kebijaksanaan dari integritas versus putus asa
(dewasa tua). Komponen hirarki Erikson juga sesuai dengan kemungkinan ego strength
selanjutnya ditingkatkan melaluui resolusi positif dari krisis psikososial sebelumnya. Ego
dibentuk menurut kebutuhan psikososial (Sadock, 2009; Schneider, 2005).
Ego strength terdiri dari kemampuan untuk mengerti, mengartikan dan melakukan
hubungan langsung, kontrol diri dan apa yang akan dilakukan, konsistensi, koheren dan
harmoni, rekognisi dari potensi.
Pada teori Erikson, terdapat delapan krisis perkembangan yang harus dinegosiasikan
seseorang untuk perkembangan yang sehat dan ego yang kuat (Sadock, 2009). Catatan
tentang suatu krisis menyiratkan bahwa perkembangan normal tidak berlangsung secara
mulus, tetapi lebih cenderung menyatakan bahwa ego hanya dapat berkembang melalui
pemecahan serangkaian konflik (Schneider, 2005). Meskipun terdapat beberapa titik pada
siklus kehidupan di mana krisis tertentu akan menjadi lebih signifikan dibanding yang lain,
semua krisis ada di sepanjang kehidupan seseorang (Sadock, 2009). Yang penting untuk
Erikson, konflik-konflik ini ditentukan oleh masyarakat dan budaya tempat orang itu tinggal
(Schneider, 2005). Namun sementara tantangan sosial ini bersamaan dengan aspek tertentu
perkembangan psikologis, mereka lebih tepat dipahami sebagai konflik emosional
(Schneider, 2005). Jika 12 dinegosiasikan dengan baik, konflik akan menghasilkan
pencapaian ego strength tertentu, yang dapat dipahami sebagai kualitas adaptif primer yang
mengarahkan pada peningkatkan sensasi kekuatan internal dan koherensi dalam diri
seseorang (Markstrom, et al., 2005; Newman, 2009 ). Jika suatu krisis gagal dinegosiasikan,
antipati ego strength tersebut akan terjadi, dan akan tidak produktif terhadap perkembangan.
Namun, sementara tingkat antipati yang tinggi akan menghasilkan derajat ego strength yang
lebih rendah, sejumlah antipati akan diperlukan untuk bertahan hidup, karena baik hal-hal
positif dan negatif secara bersamaan akan berkontribusi pada kapasitas adaptif seseorang
(Sadock, 2009; Newman, 2011). Misalnya, untuk dapat menghargai dan memahami cinta
sepenuhnya, seseorang juga harus mengalami sejumlah penolakan (Maramis, 2010).

37
Ego strength lebih berorientasi ke sifat feminin, misalnya care dan love, sementara
will, purpose dan competence terkait dengan stereotipik karakteristik maskulin. Ego strength
yang lebih tinggi berhubungan dengan konsolidasi ide yang lebih kuat, riset ini
mengantisipasi bahwa kesepakatan yang lebih kuat untuk identitas gender yang lebih kuat
berupa maskulin, feminin, dan androgen akan berhubungan dengan ego strength yang lebih
tinggi. (Schneider, 2005).
Dominansi merupakan salah satu nilai yang dibutuhkan agar berwibawa dalam tatap
muka, mampu mempengaruhi orang lain, tidak mudah diintimidasi, merasa aman dan percaya
diri. Pada dominansi ini 13 dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Selain itu dominansi juga
dipengaruhi oleh lingkungan dan pola asuh (Butcher, 2001).
Responsibility merupakan salah satu nilai yang diperlukan agar siap dan mampu
menerima konsekwensi atas perbuatan sendiri, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan
memiliki tanggung jawab. Pada responsibility ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
lingkungan dan pola asuh (Butcher, 2001).

2.11 Pembahasan Kasus

Keterangan Pembahasan

Tn. A, anak pertama dari 3 bersaudara,


Pola asuh pemanjaan menyebabkan
pasien selalu diberi kasih sayang lebih
pasien menjadi pribadi yang  faktor
oleh kedua orang tuanya, keinginan pasien
predisposisi
selalu dipenuhi

Semenjak kecil, pasien selalu dididik


dengan bahasa yang halus dan lemah
lembut, tidak pernah dimarahi dan
dikasari, sehingga pasien cenderung Perasaan sensitif faktor predisposisi
sensitif terhadap perkataan orang lain yang
menyinggung pasien dan menghindari diri
dari permasalahan

Bersekolah hingga tamat kuliah S1,


tumbuh menjadi pribadi yang pendiam, Kepribadian tertutup  faktor
tidak suka menceritakan masalahnya predisposisi
dengan orang lain, sulit bergaul dengan
banyak orang dan hanya memiliki sedikit
38
teman dekat

Pada waktu kecil, pasien trauma dengan


gempa bumi, dan takut dengan hantu,
menyebabkan pasien fobia dengan gempa Asthenofobia dan Phasmofobia
bumi dan takut dengan ruangan yang gelap
dan sepi
Menurut istri pasien, sewaktu anaknya
masih bayi, pasien jarang menggendong
anaknya, karena kelihatan takut dengan
cara menggendong dan rumit. Pasien tidak
suka dengan anak kecil karena sering Tidak menyukai keadaan yang sulit dan
menangis dan berisik. Di rumah pun cenderung menghindar
pasien jarang tidur dengan anaknya ketika
masih bayi, karena takut rewel di malam
hari dan membuat pasien gampang
terbangun.
Sejak tahun 2011, pasien mengalami
banyak masalah dengan pekerjaannya,
terjadi kesalahan manajemen, sehingga
tidak mampu membayar hutang, disaat Masalah dengan pekerjaan  faktor
stres pasien mengalami vertigo, sempat predisposisi
dirawat beberapa kali di rumah sakit,
pasien juga mempunyai riwayat tekanan
darah tinggi
Disaat stres pasien muncul perasaan cemas
yang disertai dengan keluar keringat,
pasien juga sering mengalami vertigo,
sempat dirawat beberapa kali di rumah Gejala anxietas
sakit, pasien juga mempunyai riwayat
tekanan darah tinggi

Satu minggu sebelum masuk tahanan,


pasien menerima surat panggilan Polda,
sejak saat itu timbul perasaan cemas
kembali, pasien merasa sedih karena
masih belum dapat membayar hutangnya.
Gejala depresi
Pasien juga merasa tidak bersemangat dan
gampang lelah ketika sedang bekerja. Pada
hari Rabu pasien memenuhi panggilan
Polda, kemudian pasien di introgasi dan
tidak diperbolehkan pulang untuk ditahan.
39
Pasien tidak menyangka hal tersebut akan
terjadi, tetapi pasien pasrah dan akhirnya
ditahan. Sejak masuk dalam tahanan,
pasien merasa sedih, kecewa dan tertekan
karena keadaan di penjara jauh berbeda
dengan keadaan di rumah.

Muncul perasaan sedih disertai dengan


gangguan tidur. Selain gangguan tidur,
pasien juga sulit berkonsentrasi dan sulit
fokus. Pasien merasa tidak ada semangat Gejala depresi
dan tidak ada gairah dalam menjalani
kehidupan dan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.

Saat masuk penjara timbul keluhan-


keluhan fisik seperti pusing berputar,
pingsan, sesak nafas, lemas, tangan dan
kaki kesemutan, selama di rumah sakit
Gejala somatik
mengeluh mual, muntah, telinga
berdenging, nyeri ulu hati, BAB cair
selama di rumah sakit

40
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikoanalitik kontemporer. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang,


P:85-107

Butcher, et al. 2001. MMPI-2 (Minessota Multiphasic personality Inventory-2). Tersedia di:
www.pearsonassessments.com/test/mmpi-2.html

Craig, R.2008.MMPI-Based Forensic Psychological Assessment of Lethal Violence. In: Hall


H, editors. Forensic Psychology and Neuropsychology for Criminal and Civil Cases. New
York. Tailor & Francis Group. P;393-412.

Dahlan, M.S. 2011. Statistik untuk kedokteran Indonesia. Seri Evidence Based Medicine 1.
Jakarta. Salemba medica. Edisi 2. Hal 1-164.

Graham, J. R. 2006. MMPI-2 Assessing Personality and Psychopathology. Fourth Ed. New
York. Oxford Universitty Press.

Gunawan, E. 2008. Hubungan Kecenderungan Psikopatologi Kepribadian MMPI-2 dengan


Kejadian Depresi pada Penderita Cedera Kepala Ringan. Semarang. Universitas Diponegoro.
Tersedia di: http://eprints.undip.ac.id/12890/

Kasan,H. 2011.Buku Panduan dan Kumpulan Kasus Workshop MPI-2Dx. Profesional


Training Center “NL”. Jakarta, Indonesia.

Kolegium Psikiatri Indonesia. 2008. Modul Siklus Kehidupan.

Markstrom,C.A., Li, X., Blackshire, S.L., Wilfong, J.J. 2005 Ego strength Development of
Adolescents Involved in Adult-Sponsored Structured Activities. In: Journal of Youth and
Adolescence.34(2)

Maslim,R. 2003.Manual Pelatihan MMPI-2 Indonesia. Indonesian center for Mental health
Training and Research. Jakarta.

Maslim Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya

MIMS Edisi Bahasa Indonesia, Vol. 7, 2006

Newman, B.;Newman, P. 2011. Development Through Life: A Psychosocial Approach.


Cengage Learning. 25

41
Polimeni, A.M., et al. 2010. MMPI-2 Profiles of Clients with Substance Dependencies
Accessing a Therapeutic Community Treatment Facility. Electronic Journal of Applied
Psychology. 6(1): 1-9.

Saddock’s, & Kaplan. 2001. Pocket Handbook of Clinical Psychiatry. New York. Lippincott
William&Wilkins

Sadock. B. J., Sadock, V.A., Newton, D.S.. (2009): Sadock & Kaplan Comprehensive
Textbook of Psychiatry, Eighth Edition, Lippincot William Wilkin, Philadelphia, p:747-755
Schneider,V. 2005. Chapter three: Ego strength The next key aspect of the present.

42
43

Anda mungkin juga menyukai