Anda di halaman 1dari 69

O

POLRI DAERAH JAWA BARAT


BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

LAPORAN KASUS
INTERPRETASI MMPI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
diajukan guna melengkapi tugas portofolio

Disusun oleh:

Putri Nisrina Hamdan


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–15 SEPTEMBER 2018

RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG

JUDUL : INTERPRETASI MMPI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA


PENYUSUN : PUTRI NISRINA HAMDAN

Bandung, Februari 2018

Menyetujui,

Pembimbing, Pendamping,

dr. Leony Widjaja, SpKJ dr. Leony Widjaja, SpKJ

NRP. 196410301992032001 NRP. 196410301992032001

ii
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB I LAPORAN KASUS......................................................................................................2

1.1 Identitas pasien.................................................................................................................2


1.2 Anamnesis........................................................................................................................2
1.3 Status Fisik......................................................................................................................9
1.4 Status Psikiatrikus............................................................................................................9
1.5 Pemeriksaan Penunjang MMPI-2...................................................................................11
1.6 Psikodinamika................................................................................................................17
1.7 Diagnosis Multiaksial.....................................................................................................21
1.8 Penatalaksanaan.............................................................................................................21
1.9 Prognosis........................................................................................................................22

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................26

2.1 Definisi MMPI............................................................................................................26


2.2 Skala Validitas.............................................................................................................26
2.3 Skala Klinis.................................................................................................................29
2.4 Skala Suplementari......................................................................................................43
2.5 Skala Content..............................................................................................................46
2.6 Skala Subklinis.............................................................................................................46
2.7 Defini Depresi.............................................................................................................60
2.8 Epidemiologi Depresi..................................................................................................60
2.9 Etiologi Depresi.........................................................................................................61
2.10 Kriteria Diagnostik Depresi.......................................................................................63
2.11 Tatalaksana...................................................................................................................65
2.12 Gangguan Kepribadian Paranoid.................................................................................67
2.13 Pembahasan Kasus.......................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................71
LAMPIRAN............................................................................................................................73

iii
PENDAHULUAN

Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) adalah uji psikologis yang


digunakan untuk menilai karakter kepribadian dan psikopatologi. Psikopatologi adalah istilah
yang menuju kepada ilmu dari kesehatan jiwa atau manifestasi dan gejala dari perilaku yang
mengindikasikan adanya gangguan kesehatan jiwa atau gangguan kepribadian. MMPI
umumnya digunakan untuk deteksi awal seseorang yang dicurigai menderita gangguan
kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom atau pola perilaku atau psikologik
seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia.Gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu gangguan mental
organik ( misalnya demensia dan delirium), gangguan mental non organik (skizofrenia, waham,
gangguan suasana perasaan dan lainnya ) dan gangguan non psikotik (gangguan cemas,
depresi, gangguan somatoform dan gangguan psikoseksual).
Penggunaan MMPI dapat membantu penentuan pola perilaku, pola berpikir serta
kekuatan ego seseorang dimana data tersebut sangat berguna bagi konselor dan terapis. Test
MMPI terdiri dari 567 pernyataan (item). Dari semua item ini disusun apa yang dinamakan 4
skala validitas (skala ?, skala F, skala L, dan skala K) dan 10 skala klinis (skala 1 sampai
dengan skala 0), skala suplementari, skala konten dan skala subklinis. Hasil skoring dari
masing-masing skala digambarkan dalam bentuk grafik MMPI. Berdasarkan grafik tersebut
kita dapat menginterpretasikan gejala, perilaku dan kepribadian seseorang.

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas pasien


Nama Lengkap : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/usia: 13 Mei 1965 / 52 tahun
Alamat : Jl. Sarikaso VII No. 1 Sarijadi Sukasari Kota Bandung
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Kontraktor
No. Rekam Medik : SA-184817
Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2018
Ruang Rawat : Wattah
DPJP : Leony Widjaja, dr., Sp.KJ

Penanggung jawab Pasien


Nama Lengkap : Ny. D
Hubungan : Istri
Alamat : Jl. Sarikaso VII No. 1 Sarijadi Sukasari Kota Bandung

1.2 Anamnesis didapat dari :


1. Autoanamnesis dengan pasien pada hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018
2. Heteroanamnesis dengan istri pasien Ny. D pada hari Sabtu tanggal 13 Januari
2018

Keluhan Utama : Pusing berputar


Sejak 5 tahun SMRS pasien sering mengeluh pusing berputar dan mempunyai
riwayat darah tinggi. Keluhan dirasakan pertama kali ketika pasien mengalami banyak
2
pikiran dan stres akan pekerjaannya. Selain pusing berputar, perasaan stres yang dialami
pasien disertai dengan rasa gelisah, tidur tidak nyenyak, otot-otot terasa kaku dan keluar
keringat dingin. Pasien merupakan pimpinan suatu perusahaan yang bergerak di bidang
pembangunan konstruksi, instalasi-instalasi dan di bidang jasa lainnya yang memerlukan
asuransi penjaminan untuk menjamin pelaksanaan pekerjaannya. Pada pertengahan tahun
2013, pasien mengajukan permohonan penerbitan jaminan pembayaran kepada sebuah
perusahaan asuransi penjaminan untuk membeli barang proyek pengadaan material tower,
konduktor dan isolator di Jambi dengan nilai jaminan sebesar 20 Milyar. Pasien kesulitan
dalam membayar tagihan hutang karena tidak ada dana di perusahaannya. Sampai saat ini,
pasien mengaku hanya bisa membayar 5 Milyar. Pasien mengatakan keadaan ekonomi di
perusahaannya mengalami penurunan sejak tiga tahun yang lalu. Hal ini terjadi karena ada
kesalahan manajemen akibat ulah pegawai-pegawainya., Pasien merasa pegawai-
pegawainya banyak yang menipu pasien dan tidak ada yang peduli dengan kondisi pasien
yang sekarang.

Pasien mengaku sudah beberapa kali dipanggil untuk sidang di Pengadilan pada
tahun 2016, biasanya setelah dilakukan negosiasi pasien diberi kelonggaran untuk
memperpanjang waktu pembayaran. Pasien juga pernah tidak menghadiri sidang
dikarenakan vertigo dan dirawat di RS.

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien menerima surat panggilan Polda,
sejak saat itu timbul perasaan cemas kembali, pasien merasa sedih karena masih belum
dapat membayar hutangnya. Pasien juga merasa tidak bersemangat dan gampang lelah
ketika sedang bekerja. Pada tanggal 10 Januari 2018, pasien memenuhi panggilan Polda,
kemudian pasien di introgasi dan tidak diperbolehkan pulang untuk ditahan. Pasien tidak
menyangka hal tersebut akan terjadi, tetapi pasien pasrah dan akhirnya ditahan.

Sejak hari pertama masuk dalam tahanan, pasien merasa sedih, kecewa dan
tertekan karena keadaan di penjara jauh berbeda dengan keadaan di rumah. Pasien merasa
tidak tahan berada di dalam penjara, pasien takut menjadi gila bila terus berada disana dan
khawatir akan nasib keluarganya karena merupakan tulang punggung keluarga. Pasien juga
mulai merasakan pusing berputar, sulit tidur dan nafsu makan menurun, Keesokan harinya
pada tanggal 11 Januari 2018, pasien dibawa ke klinik di tahanan, pasien mengaku pingsan
ketika sedang berobat di klinik, setelah itu dibawa ke IGD Sartika Asih. Selama berada di

3
rumah sakit, selain pusing berputar pasien juga mengeluh mual, muntah, nyeri ulu hati,
nyeri leher, telinga berdenging dan BAB cair.

Pasien mengaku takut berada di tempat yang sepi dan gelap sejak kelas 4 SD, namun
pasien juga tidak suka dengan keramaian serta takut akan gempa bumi. Pasien mengaku
masih bisa tidur namun sering gelisah. Pasien gampang terbangun jika ada suara berisik.
Pasien menyangkal adanya mendengar suara bisikan, menyangkal melihat sesuatu yang
tidak bisa dilihat orang lain, menyangkal disentuh oleh sesuatu yang tidak bisa dilihat,
menyangkal mencium bau-bauan yang tidak ada sumbernya dan menyangkal adanya rasa
pada lidah yang tidak biasa.
Saat ini pasien merasa mengalami masalah pada kejiwaannya yaitu stres dan depresi.
Pasien merasa bersalah tidak mampu membayar hutang tetapi tidak mau dipenjara karena
takut gila dan merasa bahwa masalah pasien itu bukan tindak pidana. Pasien tidak
kehilangan minat dalam beraktivitas namun merasa tidak dapat melakukan kegiatan apa-
apa setelah berada di penjara. Pasien merasa sedang diuji dengan masalah yang
dihadapinya dan masih berupaya mencari jalan keluar supaya bisa keluar dari penjara.
Pasien menyangkal adanya rasa ingin bunuh diri.
Pasien menyangkal ada seseorang yang memata-matai, menyangkal ada orang-orang
yang membicarakan setiap perbuatannya, dan menyangkal memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki orang lain. Pasien menyangkal ada kekuatan yang tiba-tiba mengambil
pikirannya, menyangkal ada pikiran yang memasuki kepalanya, menyangkal ada pikiran
yang diketahui orang lain, menyangkal pikirannya dikontrol orang lain.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Psikiatri
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya.

b. Riwayat Kondisi Medik


Pasien mempunyai riwayat vertigo dan tekanan darah tinggi (hipertensi) sejak 5
tahun SMRS dan rutin berobat ke dokter serta menjalani akupuntur.. Pasien rutin
minum obat darah tinggi yaitu Amlodipin 5 mg dan meminum obat vertigo dari dokter
ketika pasien sedang mengalami keluhan. Pasien juga rutin melakukan terapi akupuntur
untuk mengatasi pusing berputar.

c. Riwayat Konsumsi Alkohol dan Zat lainnya


Tidak memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol dan zat lainnya seperti ganja.

4
Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu pasien menikah 1 kali dan memiliki tiga orang anak. Pasien
merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara. Hubungan pasien dengan ibu, ayah dan saudara
baik. Ayah dan ibu masih hidup dan masih dalam keadaan sehat. Pasien termasuk anak
yang dimanja oleh kedua orang tuanya dan tidak pernah marah. Kedua orang tua pasien
membesarkan pasien dengan kasih sayang dan lembut, jika pasien salah, pasien hanya
dinasehati, kedua orang tua pasien juga sangat religius. Pasien sangat menyayangi ayah
dan ibunya. Pasien sangat kagum terhadap ayahnya dan sangat dekat dengan ibunya.
Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
Sumber ekonomi berasal dari penghasilan pasien dan istri nya, namun 3 tahun
ke belakang, pendapatan didapatkan dari istri pasien, karena usaha pasien sedang dalam
masalah. Pasien dan keluarga hidup berkecukupan.
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang anak
laki-laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah pada pertengahan tahun 2017
dan anak yang kedua berumur 23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom. Hubungan
dengan keluarga harmonis, pasien sangat menyayangi istri dan anaknya. Saat ini pasien
tinggal dengan istri, anak keduanya dan satu asisten rumah tangganya.

Genogram Keluarga

Riwayat Hidup Penderita


a. Riwayat Pranatal dan Perinatal

5
Pasien lahir cukup bulan, berat lahir cukup (3000 gr), lahir spontan dan ditolong bidan.
Kondisi emosional ibu pasien saat melahirkan baik, merupakan kehamilan yang
diinginkan.

b. Masa Anak-Anak Awal (sampai usia 3 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, tidak ada yang terhambat. Tidak pernah
mengalami kejang, demam maupun sakit sampai membutuhkan perawatan di Rumah
Sakit.
c. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien bersekolah SD sampai tamat. Pasien memiliki sifat pendiam, tidak ingin mencari
masalah, teman dekat sedikit, sulit untuk mendapatkan teman baru. Ayah dan ibu pasien
sangat menyayangi pasien, apapun yang pasien minta diberikan. Pasien tidak suka
bermain diluar, lebih senang bermain di rumah karena terdapat semua fasilitas yang
diinginkan seperti rumah-rumahan,mobil-mobilan,, dll. Ada beberapa teman dekat
pasien yang sering bermain ke rumah, karena mereka senang banyak fasilitas di
rumahnya. Prestasi di sekolah baik. Pada umur 8 tahun pasien pernah histeris ketakutan
ketika terjadi gempa bumi, sehingga loncat dari jendela. Semenjak saat itu pasien fobia
gempa bumi. Selain itu pasien fobia akan tempat gelap dan sepi, karena takut ada hantu
tetapi belum pernah melihat hantu..

Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai remaja)


Semasa SMP dan SMA pasien tidak pernah melakukan kenakalan seperti membolos
sekolah, merokok, mencoba obat-obatan. Prestasi pasien bagus, selalu mendapatkan
ranking dan pasien sudah mulai mengikuti organisasi dan kegiatan-kegiatan di sekolah.
Sempat menjadi ketua OSIS di SMP, dan mengikuti Pramuka pada waktu SMA. Pasien
tidak suka untuk berkumpul dengan teman di luar sekolah, dan hanya berinteraksi
dengan teman di sekolah ataupun jika ada urusan yang berkaitan dengan sekolah.
Pasien hanya memiliki beberapa teman dekat. Pasien sudah mulai menyukai teman
lawan jenis.

Masa Dewasa
 Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja sebagai kontraktor sejak umur 25 tahun dan mulai membangun
usaha sendiri dan menjadi direktur di perusahaannya tersebut sejak tahun 2011.
Pasien adalah orang yang giat bekerja. Hubungan dengan teman kerja baik namun
hanya sebatas bisnis saja. Tidak suka berkumpul dengan teman di luar hal yang
menyangkut pekerjaan. Menurut istri pasien, pasien kurang tegas terhadap
6
bawahannya dan banyak karyawan yang akhirnya bekerja dengan seenaknya tetapi
tidak dipecat. Pasien juga kadangkala mudah tertipu dengan karyawannya sehingga
usaha nya belakangan ini kurang maju, terdapat banyak kesalahan dalam manajemen
dan sering mengalami kerugian.
 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang anak laki-
laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah dan anak yang kedua berumur
23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom. Hubungan dengan keluarga harmonis,
pasien sangat menyayangi istri dan anaknya.
 Riwayat Psikoseksual
Pasien melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
 Keagamaan
Pasien melaksanakan solat 5 waktu dan mengaji. Pasien juga melakukan amalan
amalan ibadah lainnya dan mempelajari ilmu agama Islam. Pasien menganggap
bahwa Tuhan menyayangi pasien dan menganggap bahwa masalah yang
dihadapinya sekarang adalah salah satu bentuk ujian dari Tuhan.
 Aktivitas Sosial
Aktivitas diluar hanya aktivitas yang menyangkut pekerjaan misalnya dalam urusan
bisnis. Pasien lebih senang berdiam di rumah dan berkumpul dengan istri dan
anaknya. Pasien tidak suka sepi dan tidak suka kadaan yang terlalu ramai. Pasien
lebih suka suasana yang tenang.
 Riwayat Hukum
Pasien sebelumnya belum pernah bermasalah dengan hukum ataupun pihak
kepolisian.

Kepribadian Sebelum Sakit


Menurut istri pasien termasuk orang yang tenang, jarang marah dan tertutup
terutama masalah pekerjaan. Jika sedang marah atau tersinggung pasien hanya diam
dan menghindar kadang-kadang pergi ke rumah ibunya untuk menenangkan diri. Pasien
menyayangi istri dan anak anaknya. Hobi pasien adalah bermain golf dan
mendengarkan musik jazz. Pasien sering kaget, jika sedang tidur lalu tersentuh sedikit
atau ada suara berisik pasien kaget dan terbangun. Istri pasien mengatakan bahwa ayah
pasien juga mengalami keluhan yang sama. Menurut istri pasien, pasien mempunyai
perasaan yang sangat halus. Pasien jarang marah tetapi sangat sensitif, sehingga istri
dan anak-anak pasien jarang bercanda dengan pasien. Jika berbicara dengan pasien,
harus berkata dengan baik-baik, pelan dan detail. Jika berbicara agak cepat, pasien
sering meminta untuk diulang dan dijelaskan kembali dengan pelan-pelan. Jika merasa
tersinggung dengan orang lain, pasien sering menceritakannya terhadap istri pasien.
7
Namun pasien agak tertutup tentang masalah pekerjaan karena takut membebani
istrinya.
Istri pasien mengatakan bahwa sejak kecil pasien takut akan suasana yang baru,
sepi dan gelap, sehingga selalu meminta untuk ditemani. Pasien merasa jijik dengan
tempat yang kotor. Pasien tidak suka dengan anak kecil, karena tidak suka keadaan
yang berisik ketika menangis. Sewaktu anaknya masih kecil, pasien jarang
menggendong anaknya, karena menurut istri pasien, pasien terlihat ketakutan dengan
caranya menggendong anak. Pasien jarang tidur dengan anak-anaknya ketika masih
anaknya masih kecil karena takut rewel. Sehingga anaknya tidur hanya ditemani
istrinya. Hubungan pasien dengan anak-anak pasien baik, namun kurang akrab karena
pasien tidak bisa diajak bercanda.

1.3 Status Fisik


 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis, GCS 15
 Tanda Vital
 Tekanan Darah : 170/100 mmHg
 Nadi : 80x/m
 Respirasi : 18x/m
 Suhu : 36,9oC
 Kepala : Normocephal
 Mata : Bulat, isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
reflek cahaya (+/+)
 Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar
 Thorax : Simetris, retraksi (-)
 Paru-paru : VBS kanan = kiri, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
 Jantung : Bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, soepel, bising usus (+), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2”

1.4 Status Psikiatrikus


 Penampilan : Laki-laki usia 52 tahun, tampak sesuai dengan usia,
penampilan biasa, berpakaian rapi, rambut hitam,
tenang
 Tingkah laku & psikomotor : keadaan pasien tenang, aktivitas psikomotor
normoaktif
 Attitude : pasien kooperatif terhadap lawan bicara
 Bicara : pasien berbicara secara spontan, artikulasi bicara
jelas, lambat, nada yang monoton, membicarakan
tentang pemikiran dan perasaannya
 Mood dan Afek : mood hipotimik/ afek depresif / keserasian sesuai
8
 Pikiran
Bentuk : realistis
Isi : Waham : tidak ditemukan waham kebesaran, waham
kejar, waham kendali, dan waham dosa
Idea of reference : (-)
Thought : tidak ada thought withdrawl, thought
insertion, thought broadcasting, thought control
Fobia : seismophobia, phasmofobia
Jalan : koheren
 Persepsi :
Ilusi : (-)
Halusinasi: Auditorik (-), visual (-), taktil (-), olfaktori (-), gustatori (-)
 Sensoris
a. Kewaspadaan : baik
b. Orientasi (orang, tempat, waktu) : baik
c. Konsentrasi : baik
d. Memori (immediate, recent, long term) : baik
c. Kalkulasi : baik
f. Fund of knowledge : baik
g. Abstract reasoning : baik
 Insight of illness : baik, pasien mengetahui dirinya “sakit”
 Penilaian : baik, pasien mengatakan bahwa masalah yang dihadapinya
sekarang, merupakan ujian dari Tuhan
 Dekorum
 Kebersihan : Baik
 Sopan santun : Baik
 Kooperatif : Baik
 Penampilan : Baik

1.5 Hasil pemeriksaan penunjang psikometri menggunakan alat ukur MMPI-2

9
INTERPRETASI

1. Skala Validitas

Skala Interpretasi
10
? Pasien tampak kooperatif

VRIN Pasien konsisten dalam merespon pertanyaan yang berlawanan

TRIN Pasien konsisten dalam merespon pertanyaan semua benar/semua


salah

F Kebenaran tes kurang dapat dipercayai, pasien banyak menjawab


pertanyaan dengan cara yang menyimpang, cara berpikir non
konvensional

F(b) Pasien berpura-pura atau melebih-lebihkan keadaan dirinya yang


sebenarnya

F(p) Pasien melebih-lebihkan gejala psikopatologi yang sebenarnya

L Pasien berusaha menampakkan diri sebaik mungkin di hadapan


orang lain, menyembunyikan hal-hal yang kurang baik tentang
dirinya

K Pasien terlalu terbuka, terlalu kritis terhadap dirinya, kurang puas


dengan kedaannya, serta bersedia mengakui gangguan dan gejala-
gejalanya

2. Skala Klinis

Skala Interpretasi

1 : Hs Pasien terlalu memperhatikan kesehatan tubuhnya dan merasakan


keluhan-keluhan somatik lebih dari yang biasa (ekstrim)

2:D Pasien sedang dalam perasaan sedih dan tidak bahagia. Pasien mengalami
depresi sedang, rasa takut dan mengalami keluhan somatik

3 : Hy Pasien bereaksi terhadap stres dengan mengembangkan


gejala somatik yang mungkin hilang saat stres mereda,
keluhan somatik ekstrim
4 : Pd Pasien tidak konvensional, tidak dewasa, egois dan memiliki hubungan
yang dangkal dengan orang lain

5: Mf Pasien merupakan orang yang suka berpetualang, lebih suka bersikap dan
bertindak aktif.

6 : Pa Pasien mempunyai sifat curiga yang sangat besar, disertai dengan


kurangnya perhatian terhadap lingkungannya, kurang ada kontak
sosial dan keras kepala, gejala psikotik, ideas of reference

11
7 : Pt Tidak ada interpretasi

8 : Sc Minat terbatas pada orang lain, tidak praktis, perasaan


tidak mampu dan tidak aman. Tidak ada gaya hidup skizoid dan
gejala psikotik. Waham (-), halusinasi (-)
9 : Ma Aktif, energik, kreatif, pemberontak, giat, impulsif

10 : Si Pasien merupakan seorang yang pemalu, kurang percaya diri, dapat


diandalkan

3. Skala Supplementary

Skala Interpretasi

A Pasien sedang tidak dalam keadaan cemas

R Pasien cenderung menekan atau memendam emosi yang ada dalam


dirinya

Es Pasien memiliki kelemahan dalam kekuatan ego saat menghadapi


masalah atau tantangan sehingga tidak mampu memecahkan masalah

Do Pasien memiliki sikap dominansi yang baik, pasien dapat mempengaruhi


orang lain dan tidak mudah diintimidasi.

Re Pasien memiliki tanggung jawab dan konsekuensi atas perbuatan sendiri.

Mt Pasien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan

PK Pasien tidak pernah mengalami stres akibat riwayat trauma yang berat
sebelumnya.

MDS Pasien tidak mengalami masalah dalam rumah tangga

Ho Pasien bukan tipe orang yang pemarah dan pembenci

OH Jika sudah marah meledak-ledak.

MAC-R Pasien bukan pecandu alkohol

AAS Pasien bukan penyalahguna zat

APS Tidak ada kecenderungan untuk menjadi penyalahguna zat

GM Tidak dapat menolak rasa takut dan anxietas

12
4. Skala Content

FRS : Pasien memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang spesifik (fobia) misalnya darah,
tempat yang tinggi, uang, binatang seperti ular, tikus, laba-laba, api, badai, bencana, air,
tempat yang gelap, di dalam ruangan atau sesuatu yang kotor.

HEA : Pasien mencemaskan kesehatan fisik dan melaporkan berbagai keluhan fisik.
Misalnya gejala gastrointestinal (konstipasi, mual, muntah), gejala kardiovaskular (nyeri
dada), gejala neurologis (konvulsi, pusing, pingsan dan paralisis), masalah sensori
(penglihatan atau pendengaran menurun), masalah kulit, masalah pernafasan, nyeri kepala
atau nyeri leher.

5. Skala subklinis

D2 (retardasi psikomotor) : malas bergerak dan tidak ramah, kekurangan energi untuk
mengatasi masalah sehari-hari, menghindari orang lain, menangkal rasa benci atau
impuls agresif atau aksi-aksi.

D3 (malfungsi fisik) : pasien cenderung sibuk dengan fungsi fisiknya, menyangkal


kesehatannya baik dan melaporkan bermacam gejala somatik spesifik yang mungkin
termasuk kelemahan, hay fever atau asma, nafsu makan turun, konstipasi, mual
muntah, dan kejang.

D4 (mental dullness): Kekurangan energi untuk mengatasi masalah sehari-hari, merasa


tegang, mengeluh kesulitan konsentrasi, mengeluh daya ingat menurun, kekurangan
percaya diri, merasa rendah dibandingkan yang lain, merasa tidak nyaman dengan
hidupnya, menyimpulkan hidupnya tidak layak diperhatikan.

Hy 1 (penolakan kecemasan sosial) : tertutup secara sosial, malu dalam situasi sosial,
sulit berbicara dengan orang lain, mudah dipengaruhi oleh standar dan kebiasaan
masyarakat.
Hy 2 (need for affection) : memiliki sikap yang sangat negatif, selalu mengkritik, dan
curiga terhadap orang lain, melihat orang lain tidak jujur, egois, dan tidak bisa diterima,
mengakui perasaan negatif terhadap orang lain yang disadarinya sedang mengobati
keburukannnya.
Hy 3 (lassitude-malaise) : secara umum tidak merasa nyaman dan tidak merasa sehat
merasa lemah, lelah, dan lesu, tidak menyebutkan keluhan somatic yang spesifik,
melaporkan kesulitan dalam berkonsentrasi, kurang nafsu makan, dan gangguan tidur,
merasa tidak bahagia dan sedih, menggambarkan lingkungan rumah tidak nyaman dan
tidak menarik.

13
Hy 4 (keluhan somatik) : menampilkan keluhan somatik yang multiple, keluhan nyeri
kepala dan/atau dada, keluhan lemah, pusing, dana masalah keseimbangan, keluhan
mual muntah, penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu panas atau terlalu
dingin, represi kegunaan dan perubahan afek mengungkapkan sedikit atau tidak ada
kebencian terhadap orang lain.
Hy 5 (hambatan bermusuhan) : menyangkal kebencian dan melawan impuls,
mengatakan dia tidak tertarik membaca tentang kejahatan dan kematian, sensitif
tentang bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya, mengatakan bahwa dirinya
adalah orang yang teguh

Pa1 (ide penyiksaan) : melihat dunia sebagai tempat penuh ancaman, merasa dirinya
diperlakukan tidak adil oleh hidup, merasa tidak dimengerti, merasa orang lain
menyalahkan dirinya secara tidak adil, curiga dan tidak percaya terhadap orang lain,
menyalahkan orang lain atas masalah dirinya, pada kasus ekstrim mungkin memiliki
delusi penganiayaan

Si2 (social avoidance) : tidak suka dengan kegiatan berkelompok, menghindari berada
di keramaian dan kontak dengan orang lain

Kesimpulan :

Berdasarkan pemeriksaan MMPI-2, didapatkan bahwa jawaban pasien yang konsisten


namun kurang dapat dipercaya karena jawaban pasien menyimpang dari keadaan pasien yang
sebenarnya. Pasien melebih-lebihkan penyakitnya dan memperlihatkan keadaan fisik yang
lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.
Dari skala klinis dapat dilihat bahwa pasien sedang dalam perasaan sedih dan tidak
bahagia. Pasien merasakan keluhan-keluhan somatik lebih dari yang biasa. Pasien menjadi
malas bergerak dan tidak ramah, kekurangan energi untuk mengatasi masalah sehari-hari,
menghindari orang lain, menangkal rasa benci atau impuls agresif atau aksi-aksi Pasien
cenderung sibuk dengan fungsi fisiknya, menyangkal kesehatannya baik dan melaporkan
bermacam gejala somatik spesifik, merasa tegang, mengeluh kesulitan konsentrasi, mengeluh
daya ingat menurun, kekurangan percaya diri, merasa rendah dibandingkan yang lain, merasa
tidak nyaman dengan hidupnya, menyimpulkan hidupnya tidak layak diperhatikan.
Pasien mudah terpengaruh oleh sugesti-sugesti dan mudah bereaksi secara emosional.
Pasien tertutup secara sosial, malu dalam situasi sosial, sulit berbicara dengan orang lain,
mudah dipengaruhi oleh standar dan kebiasaan masyarakat, memiliki sikap yang sangat negatif,
selalu mengkritik, dan curiga terhadap orang lain, melihat orang lain tidak jujur, egois, dan
tidak bisa diterima, mengakui perasaan negatif terhadap orang lain yang disadarinya sedang

14
mengobati keburukannnya, secara umum tidak merasa nyaman dan tidak merasa sehat merasa
lemah, lelah, dan lesu, menampilkan keluhan somatik yang multiple, keluhan nyeri kepala
dan/atau dada, keluhan lemah, pusing, dan masalah keseimbangan, keluhan mual muntah,
penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu panas atau terlalu dingin, sensitif tentang
bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya, mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang
teguh.
Pasien juga mempunyai sifat curiga yang sangat besar, disertai dengan kurangnya
perhatian terhadap lingkungannya, kurang ada kontak sosial dan keras kepala. Pasien melihat
dunia sebagai tempat penuh ancaman, merasa dirinya diperlakukan tidak adil oleh hidup,
merasa tidak dimengerti, merasa orang lain menyalahkan dirinya secara tidak adil, curiga dan
tidak percaya terhadap orang lain, menyalahkan orang lain atas masalah dirinya, pada kasus
ekstrim mungkin memiliki delusi penganiayaan.
Pasien cenderung pemalu dan kurang percaya diri. Pasien tidak suka dengan kegiatan
berkelompok, menghindari berada di keramaian dan kontak dengan orang lain.
Pasien memiliki sikap dominansi yang baik, pasien dapat mempengaruhi orang lain dan
tidak mudah diintimidasi, memiliki tanggung jawab dan konsekuensi atas perbuatan sendiri.
Pasien memiliki kelemahan dalam kekuatan ego saat menghadapi masalah atau tantangan
sehingga tidak mampu memecahkan masalah.
Pasien cenderung menekan atau memendam emosi yang ada dalam dirinya. Pasien
buka tipe orang yang pemarah dan pembenci tetapi jika sudah marah meledak-ledak.
Kemampuan menyesuaikan diri pasien baik. Pasien tidak mengalami masalah dalam
rumah tangga. Pasien tidak pernah mengalami stres akibat riwayat trauma yang berat
sebelumnya. Pasien bukan penyalahguna zat dan alkohol dan tidak ada kecenderungan untuk
menjadi penyalahguna zat dan alkohol. Pasien memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang
spesifik.

1.6. Psikodinamika
Keterangan Pembahasan
Tn. A, anak pertama dari 3 bersaudara,
pasien selalu diberi kasih sayang lebih
oleh kedua orang tuanya, keinginan pasien
Pola asuh pemanjaan faktor
selalu dipenuhi, pasien dididik dengan
predisposisi
bahasa yang halus dan lemah lembut, tidak
pernah dimarahi dan dikasari

Bersekolah hingga tamat kuliah S1,pasien Gangguan kepribadian paranoid faktor


cenderung sensitif terhadap perkataan predisposisi
orang lain yang menyinggung pasien,
tidak suka menceritakan masalahnya
dengan orang lain, sulit bergaul dengan
banyak orang dan hanya memiliki
beberapa teman dekat, pasien juga

15
mengatakan banyak yang tidak peduli
dengan keadaan pasien sekarang

Pada waktu kecil, pasien trauma dengan


gempa bumi, dan takut dengan hantu,
menyebabkan pasien fobia dengan gempa
Asthenofobia, Agorafobia, Phasmofobia
bumi dan takut dengan ruangan yang
gelap, sepi dan terbuka

Sejak tahun 2011, pasien mengalami


banyak masalah dengan pekerjaannya,
terjadi kesalahan manajemen, pegawai
banyak yang menipu dan bekerja semena-
mena sehingga tidak mampu membayar Masalah dengan pekerjaan  faktor
hutang, disaat stres pasien mengalami predisposisi
vertigo, sempat dirawat beberapa kali di
rumah sakit, pasien juga mempunyai
riwayat tekanan darah tinggi

Disaat stres pasien muncul perasaan cemas


yang disertai dengan keluar keringat,
pasien juga sering mengalami vertigo,
sempat dirawat beberapa kali di rumah
sakit, pasien juga mempunyai riwayat Gejala anxietas
tekanan darah tinggi

Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, Gejala depresi


pasien menerima surat panggilan Polda,
sejak saat itu timbul perasaan cemas
kembali, pasien merasa sedih karena
masih belum dapat membayar hutannya.
Muncul gangguan tidur, pasien sulit
berkonsentrasi dan sulit fokus.. Pasien
juga merasa tidak bersemangat dan
gampang lelah ketika sedang bekerja. Pada
tanggal 10 Januari 2018 pasien memenuhi
panggilan Polda, kemudian pasien di
introgasi dan tidak diperbolehkan pulang
untuk ditahan. Pasien tidak menyangka hal
tersebut akan terjadi, tetapi pasien pasrah
dan akhirnya ditahan. Sejak masuk dalam
tahanan, pasien merasa sedih, kecewa dan
16
tertekan karena keadaan di penjara jauh
berbeda dengan keadaan di rumah.

Saat masuk penjara  timbul keluhan-


keluhan fisik seperti pusing berputar.
Keesokan harinya pada tanggal 11 Januari
2018 pasien berobat ke klinik tahanan lalu
pingsan dan dibawa ke IGD RSBSA. Gejala somatik
Selain itu pasien mengeluh sesak nafas,
lemas, tangan dan kaki kesemutan, mual,
muntah, telinga berdenging, nyeri ulu hati,
BAB cair selama di rumah sakit

Pasien seorang laki-laki berumur 52 tahun, yang merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. Pasien dilahirkan di rumah oleh bidan dan keadaan emosional ibu saat itu biasa-
biasa saja. Pasien dekat dengan kedua orang tuanya, selalu diberikan kasih sayang yang lebih
oleh orang tua dan hubungan dengan adik-adiknya harmonis. Pasien hidup berkecukupan
semenjak kecil dan semua keinginan pasien dipenuhi oleh orang tuanya, sehingga pasien lebih
senang berada di rumah karena terdapat banyak fasilitas permainan. Pasien bersekolah dari TK
sampai Sarjana dan prestasi pasien baik. Semenjak kecil pasien selalu dididik dengan bahasa
yang halus dan lemah lembut, tidak pernah dimarahi dan dikasari, sehingga pasien cenderung
sensitif terhadap perkataan orang lain yang menyinggung pasien dan menghindari diri dari
permasalahan. Kedaan ini membuat pasien sulit untuk bergaul dengan banyak orang dan hanya
dekat dengan beberapa teman saja yang sudah mengerti karakter pasien. Pasien fobia pada
keadaan yang gelap dan sepi sejak kecil karena takut ada hantu, sehingga hingga saat ini pasien
tidak ingin sendiri dan selalu ingin ditemani dan di kamar harus selalu tersedia senter dan
lampu darurat. Pasien juga pernah merasakan gempa bumi pada saat kelas 4 SD, pasien kaget
dan langsung loncat dari jendela rumah dan memeluk Hansip, semenjak saat itu pula pasien
fobia terhadap gempa bumi. Pasien juga gampang terbangun jika ada suara berisik atau
tersentuh.Pada masa remaja, pasien ikut tergabung dalam organisasi dan kegiatan sekolah,
sewaktu SMP pernah menjadi ketua OSIS dan pada saat SMA tergabung dalam kegiatan
Pramuka. Pasien mengatakan bahwa pasien cukup mampu dalam berorganisasi tetapi tidak
mudah akrab dengan banyak teman. Pasien hanya memiliki sedikit teman dekat dan tidak suka
berkumpul dan bermain dengan teman-temannya diluar. Pasien hanya bergabung dengan
teman-temannya jika ada urusan-urusan penting misalnya urusan bisnis.

17
Sewaktu kuliah, pasien mengambil jurusan elektro dan mulai menjalin hubungan
dengan seorang wanita selama 5 tahun lalu menikah pada saat itu pasien berusia 26 tahun dan
istri berusia 23 tahun. Pasien menikah 1x dan mempunyai 2 orang anak laki-laki yang pertama
berusia 26 tahun sudah menikah dan yang kedua umr 23 tahun sedang kuliah di Jurusan Fikom.
Hubungan pasien dengan keluarga harmonis. Walaupun terkadang terdapat perbedaan pendapat
namun pasien memandang bahwa hal itu adalah hal yang wajar. Menurut istri, jika sedang ada
perdebatan,. pasien jarang marah tetapi memilih untuk diam dan jika sudah tersinggung pasien
lebih sering menghindar dan pergi ke rumah ibunya seharian untuk menenangkan diri setelah
itu kembali lagi ke rumah. Dalam suatu pertengkaran, biasanya istri pasien yang lebih sering
meminta maaf terlebih dahulu karena hanya istri pasien yang sering marah.

Menurut istri pasien, sewaktu anaknya masih bayi, pasien jarang menggendong
anaknya, karena kelihatan takut dengan cara menggendong dan rumit. Pasien tidak suka
dengan anak kecil karena sering menangis dan berisik. Di rumah pun pasien jarang tidur
dengan anaknya ketika masih bayi, karena takut rewel di malam hari dan membuat pasien
gampang terbangun. Hubungan dengan kedua anaknya baik tetapi kurang akrab karena jarang
bercanda dan takut pasien tersinggung. Pasien tidak sepenuhnya terbuka mengenai masalah
pekerjaan karena takut menjadi beban bagi istrinya.

Pada usia 25 tahun pasien sudah bekerja sebagai kontraktor dan tahun 2011 pasien
membangun perusahaan dan menjadi direktur utama di perusahaan tersebut. Sejak saat itu
pasien sering banyak masalah dengan pekerjaannya dan mengalami stres. Sejak saat itu pula
pasien sering mengalami vertigo dan mempunyai tekanan darah tinggi. Pada tahun 2014 pasien
mengajukan permohonan Penerbitan Jaminan Pembayaran kepada sebuah perusahaan asuransi
penjaminan untuk membeli barang proyek pengadaan material tower, konduktor dan isolator di
Jambi dengan nilai jaminan sebesar 20 Milyar. Namun karena ada kesalahan manajemen di
perusahannya selama 3 tahun ke belakang, pasien tidak mampu membayar hutangnya tersebut
sampai saat ini dan hanya mampu membayar 5 Milyar saja. Karena pasien sudah mengadakan
negosiasi berkali-kali, perusahaan penjamin tidak memberikan kelonggaran kembali, sehingga
pasien dilaporkan ke polisi dan langsung dimasukkan ke dalam penjara, langsung sesaat setelah
di introgasi.

Pasien dipanggil ke Polda pada tanggal 10 Januari 2018 untuk di introgasi pada pukul
11.00 sampai pukul 19.00, setalah itu tidak diperbolehkan pulang dan langsung dimasukkan ke
dalam penjara pada pukul 21.00 WIB. Pasien sebelumnya tidak menyangka akan kejadian ini
18
dan mengira hanya akan diminta keterangan saja oleh penyidik. Pasien merasa kaget dan
terpukul. Melihat keadaan di penjara sangat jauh berbeda dengan keadaan di rumah, dimana
hanya sebatas ruangan sempit, kotor dan berdebu yang dihuni oleh sekitar 20 orang. pasien
merasa stres sehingga vertigo pasien kambuh, sesak nafas dan badan lemas. Keesokan harinya,
pasien dibawa ke klinik tahanan dan pasien mengaku pingsan ketikasedang berobat. Tetapi
menurut keterangan polisi, pasien tidak pingsan. Menurut istri pasien, pasien memang
mempunyai riwayat vertigo, darah tinggi dan asthma.

Faktor predisposisi :
- Pola asuh pemanjaan
- Gangguan kepribadian paranoid
- Masalah dengan pekerjaan

Faktor presipitasi :

- Tuntutan untuk membayar hutang


- Masuk penjara

Mekanisme pertahanan utama :


- Somatisasi

1.7. Diagnosis Multiaksial


 Aksis I : F32.3 Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik
 Aksis II : F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
 Aksis III : G00 – G99 : Penyakit susunan syaraf
I00-I99 – Penyakit sistem sirkulasi
 Aksis IV : Masalah pekerjaan : banyak mengalami kerugian, tidak mampu
membayar hutang
Masalah terkait hukum dan kriminal : banyak mengalami kerugian,
tidak mampu membayar hutang sesuai dengan batas
waktu perjanjian sehingga masuk penjara
 Aksis V : GAF scale saat pemeriksaan 60-51, gejala sedang (moderate),
disabilitas sedang
GAF scale 1 tahun yang lalu 70-61, beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

1.8. Penatalaksanaan
Observasi tanda-tanda vital, makan, minum dan perilaku
Terapi : Terapi non farmakologis : psikoterapi suportif
19
Terapi farmakologis : sertraline 1x25 mg
Edukasi : Konseling keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada pasien, dan
memberi nasihat kepada pasien untuk selalu tabah dalam menghadapi masalah
dan menerima setiap keputusan karena setiap kejadian dalam hidup
merupakan takdir TuhanYME, memperbanyak beribadah supaya terhindar dari
rasa stres.
Diet : biasa

1.9. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal 12 Januari 2018 pukul 11.55 WIB


Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)
Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
nyeri menelan, TD : 130/90 mmHg, Episode Depresi tanda vital, makan,
batuk berdahak, R : 20x/menit, S : Sedang dengan minum dan perilaku
mual (-), 37, N : 90x/menit Gejala Somatik Terapi : Sertralin
muntah (-), Roman muka : Aksis II : 2x25mg
nyeri menelan tampak cemas F60.0Gangguan Edukasi : Konseling
Kontak : adekuat keluarga
(+), tangan dan Kepribadian
Emosi :mood  Diet : Biasa
kaki kesemutan Paranoid
hipotimik, afek 
Aksis III : Vertigo
depresif
Persepsi : ilusi (-), + Hipertensi
halusinasi (-) Aksis IV : Masalah
pekerjaan dan
Masalah berkaitan
interaksi dengan
hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
scale 60-51

Tanggal 13 Januari 2018 pukul 07.00 WIB


Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)
Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
mual, muntah TD : 130/90 mmHg, Episode Depresi tanda vital, makan,
1x, nyeri leher R : 20x/menit, S : Sedang dengan minum dan perilaku
dan kepala 37, N : 90x/menit Gejala Somatik Terapi : Sertralin
sebelah kanan Roman muka : Aksis II : 2x25 mg
Kontak : adekuat F60.0Gangguan Edukasi : Konseling
terasa kebas,
20
nyeri menelan, Emosi : mood  Kepribadian keluarga
batuk berdahak,, hipotimik, afek  Paranoid Diet : Biasa
telinga depresif, keserasian Aksis III : Vertigo
berdenging,  sesuai + Hipertensi
pendengaran Persepsi : ilusi (-), Aksis IV : Masalah
berkurang, halusinasi (-) pekerjaan dan
BAB mencret Masalah berkaitan
4x kemarin, 1x interaksi dengan
hari ini, makan hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
dan minum
scale 60-51
masih masuk
tetapi
dipaksakan

Tanggal 14 Januari 2018 pukul 11.55 WIB


Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)
Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
BAB mencret TD : mmHg, R : Episode Depresi tanda vital, makan,
kemarin 4x, 20x/menit, S : , N : Sedang dengan minum dan perilaku
mual muntah, 90x/menit Gejala Somatik Terapi : Sertralin
nyeri ulu hati Roman muka : Aksis II : 2x25 mg
Kontak : adekuat F60.0Gangguan Edukasi : Konseling
Emosi : mood  keluarga
Kepribadian
hipotimik, afek  Diet : Biasa
Paranoid
depresif, keserasian Aksis III : Vertigo
 sesuai + Hipertensi
Persepsi : ilusi (-), Aksis IV : Masalah
halusinasi (-) pekerjaan dan
Masalah berkaitan
interaksi dengan
hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
scale 60-51

Tanggal 15 Januari pukul 12.00 WIB

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
BAB mencret TD : mmHg, R : Episode Depresi tanda vital, makan,
kemarin 4x, 20x/menit, S : , N : Sedang dengan minum dan perilaku
mual 90x/menit Gejala Somatik Terapi : Sertralin
Roman muka : Aksis II : 2x25 mg
tampak lemas Edukasi : Konseling
21
Kontak : adekuat F60.0Gangguan Diet : Biasa
Emosi : mood  Kepribadian
hipotimik, afek  Paranoid
depresif, keserasian Aksis III : Vertigo
 sesuai + Hipertensi
Persepsi : ilusi (-), Aksis IV : Masalah
halusinasi (-) pekerjaan dan
Masalah berkaitan
interaksi dengan
hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
scale 60-51

Tanggal 16 Januari pukul 11.30 WIB

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar, Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
BAB mencret lemas Episode Depresi tanda vital, makan,
11x ,mual, tidur TD : 110/80 mmHg, Sedang dengan minum dan perilaku
+ R : 20x/menit, S : Gejala Somatik Terapi : Sertralin
36 , N : 83x/menit Aksis II : 2x25 mg
Roman muka : F60.0Gangguan Edukasi : Konseling
lemas Kepribadian Keluarga
Kontak : adekuat Paranoid Diet : Biasa
Emosi : mood  Aksis III : Vertigo
hipotimik, afek  + Hipertensi
depresif, keserasian Aksis IV : Masalah
sesuai pekerjaan dan
Persepsi : ilusi (-), Masalah berkaitan
halusinasi (-) interaksi dengan
hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
scale 60-51

Tanggal 17 Januari pukul 11.00 WIB

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)


Pusing berputar Komposmentis, Aksis I : : F32.3 Observasi tanda-
berkurang, nyeri TD : mmHg, R : Episode Depresi tanda vital, makan,
ulu hati, BAB 20x/menit, S : , N : Sedang dengan minum dan perilaku
22
mencret 5x 90x/menit Gejala Somatik Terapi : Sertralin
Roman muka : Aksis II : 2x25 mg
tenang F60.0Gangguan Edukasi : Konseling
Kontak : adekuat Kepribadian Keluarga
Emosi : mood  Paranoid Diet : Biasa
hipotimik, afek  Aksis III : Vertigo
sesuai + Hipertensi
Persepsi : ilusi (-), Aksis IV : Masalah
halusinasi (-) pekerjaan dan
Masalah berkaitan
interaksi dengan
hukum/kriminal :
Aksis V : GAF
scale 60-51

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Minessota Multiphasic personality Inventory (MMPI)

MMPI adalah suatu tes psikologi untuk mengidentifikasi psikopatologi dan tipe
kepribadian seseorang. Penggunaan MMPI 2 dapat membantu penentuan pola perilaku, pola
23
berpikir serta kekuatan ego seseorang dimana data tersebut sangat berguna bagi konselor dan
terapis (Polimeni,2010; Kasan,2011).
MMPI merupakan instrumen psikiatri dan psikologi yang cukup popular dan banyak
digunakan untuk penelitian maupun skrining penerimaan atau penempatan pegawai,
pengukuran fungsi mental, prediksi perilaku dengan melihat psikopatologi yang terjadi
(Sepehrmanesh, 2008). MMPI-2 juga sering digunakan sebagai skrining maupun penelitian
dalam penjara (Craig, 2008).
MMPI mulai dikembangkan sejak akhir 1930-an oleh Starke R. Hathaway, PhD
(psikolog) dan J. Charnley Mc Kinley, MD (psikiater), dirumah sakit dari Universitas
Minnesota, Minneapolis, USA. MMPI dipublikasikan pertama kali pada tahun 1943 dengan
beberapa skala yang masih sedikit kemudian berkembang sampai saat ini (Gunawan, 2008).
MMPI sebagai tes kepribadian merujuk pada pembahasan ada tidaknya psikopatologi
karena statemen pertanyaannya membandingkan kelompok normatif normal dengan kelompok
kasus. Pertanyaannya berupa statemen yang dijawab ya atau tidak dan bersifat umum yang
biasanya dimodifikasi sesuai budaya setempat dan terdiri dari 567 pertanyaan. MMPI-2 versi
Indonesia mulai divalidasi tahun 2003, diawali dengan studi kepustakaan pada Januari-Februari
2003, dilanjutkan dengan tes validitas (Maslim, 2003). MMPI 2 disempurnakan kembali dalam
buku panduan edisi Januari 2011 sebagai MMPI-2Dx (Kasan, 2011). Struktur MMPI 2 terdiri
dari skala validitas, skala klinis, skala suplementari, skala konten dan skala subklinis (Butcher,
2001; Kasan, 2001; Graham, 2006) .

2.2. Skala Validitas


Merupakan indikator untuk menilai apakah peserta tes telah menjawab pertanyaan tes
sesuai dengan kondisi peserta tes. Peserta tes mungkin menjawab tes dengan berbagai
kemungkinan: banyak jawaban dikosongkan, secara random, tidak konsisten atau distorsi dari
keadaan yang sebenarnya
- Cannot say (soal tes tak terjawab)
- Monitoring inkonsisten (Vrin dan Trin)
- Monitoring infrekwen (F,Fb, Fp)
- Monitoring sikap defensive (L,K,S,FBS,Fs)
- Monitoring overreporting dan underreporting tambahan (Ds, Dsr, Od, Esd,
Wsd, Mp, Ss)

24
1. Skala “?” atau Cannot Say (SC)

Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi sekedar
merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar profil. Kegunaan
mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah memberikan salah satu dari beberapa
indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu
kemungkinan besar tidak valid dan tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal
ini semata-mata karena jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi
yang tersedia untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk
meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk menjawab seluruh
pertanyaan.

2. Skala VRIN

VRIN terdiri dari pasangan-pasangan pertanyaan terpilih yang diharapkan untuk dijawab
secara konsisten jika orang itu mendekati tes dengan cara yang valid. Setiap pasangan item
memiliki isi yang mirip atau berlawanan.

3. Skala TRIN

Skala ini sama sepperti skala VRIN akan tetapi, hanya pasangan-pasangan dengan isi
berlawanan yang di masukan.

4. Skala F

Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal dan
menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dan MMPI-2 diseleksi berdasarkan dukungan
oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic, mereka merefleksikan cara
berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F biasanya disertai oleh skor-skor yang
tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi sering dapat digunakan sebagai indicator umum
patologi. Seseorang yang mempunyai skor tinggi mungkin juga “faking bad”, yang bisa
menginvilidasi protokolnya.

5. Skala Fb

Keempat puluh item Fb MMPI-2 dirancang untuk mengidentifikasi cara merespon “fake bad”
(pura-pura sakit) untuk 197 item terakhirnya. Tanpa skala Fb, tidak aka nada pengecekan pada
validitas beberapa item selanjutnya.
25
6. Skala Fp

Oleh karena skala F biasanya terelevasi pada pasien-pasien psikiatrik, sering kali sulit untuk
membedakan antara para penyandang psikopatologi sejati dengan mereka yang menyandang
sedikit patologi, tetapi berpura-pura sakit.

7. Skala FBS

Fake bad scale (FBS) dikembangkan dengan harapan bahwa skala ini akan dapat mendeteksi
pihak yang mengajukan tuntutan cedera pribadi yang membesar-besarkan masalahnya . studi-
studi lain mengindikasikannya sebagai salah satu skala terbaik MMPI-2 untuk mendeteksi
kepura-puraan.

8. Skala L

Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan sejauh mana seorang
klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif yang tidak realistis. Jadi, mereka
yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya secara terlalu perfeksionis dan idealis.

9. Skala K

Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam mendeskripsikan
dirinya. Jadi, skala ini mempunyai kesamaan dengan skala L. akan tetapi, skala K, lebih subtil
dan efektif. Bila hanya individu-individu yang naïf, moralistic dan tidak rumit saja yang akan
mendapatkan skor tinggi pada skala L, orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis
mungkin mempunyai skor K yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak
menunjukan elevasi pada skala L.

10. Skala S

Skala S dikembangkan dengan harapan bahwa skala bisa mengidentifikasikan dengan lebih
akurat orang yang berusaha tampak terlalu baik. Kelima puluh item skala S dikembangkan
dengan mencatat perbedaan-perbedaan dalam dukungan dalam terhadap item antara orang
dalam situasi perkejaan yang cenderung menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan
sempel respon normatif. Jadi, orang yang mendukung beberapa item ini dengan jumlah tinggi
menampilkan dirinya sebagai orang yang rukun dengan orang lain, bebas dari masalah
psikologi, dan mempunyai keyakinan yang kuat terhadap kebaikan manusia. Skala ini
tampaknya tidak efektif dalam mendiskriminasikan antara nonpasien yang diminta
26
menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan orang yang diminta untuk merespon secara
jujur.

2.3. Skala Klinis


- Skala 1: Hypochondriasis (Hs)
- Skala 2: depression (D)
- Skala 3: hysteria (Hy)
- Skala 4: psychopathic deviate (Pd)
- Skala 5: masculinity-feminity (Mf)
- Skala 6: paranoid (Pa)
- Skala 7: psychastenia (Pt)
- Skala8: schizophrenia (Sc)
- Skala 9: hypomania (Ma)
- Skala 0: social introversion (Si)

1. Skala 1 : skala yang terdiri dari 33 pernyataan dan menggambarkan dimensi gangguan
fisik dan fungsi tubuh. Skor tinggi berarti subjek terlalu memperhatikan kesehatan
tubuhnya dan merasakan keluhan-keluhan somatik lebih dari yang biasa. Skor rendah
berarti subjek memiliki energi yang penuh, ambisius, tidak memiliki hambatan-
hambatan, dan tidak menghiraukan keluhan fisik.

- T ≥75 : masalah somatik yang ekstrem dan kadang aneh,


pertimbangkan khayalan
somatik
- T = 65-74 : keluhan somatik, dapat menimbulkan gejala somatik
pada saat stres
- T = 55-64 : keluhan somatik, Kurangnya energi, menuntut, tidak
puas, mengeluh, cengeng
- T = 45-54 : skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T<45 : skor rendah tidak ada interpretasi
2. Skala 2 : skala yang terdiri dari 60 butir pernyataan yang menggambarkan
dimensi depresi. Skor tinggi berarti individu mengalami depresi, suka memikirkan
sesuatu dengan perasaan cemas dan pesimistik. Skor sedang berarti subjek berekasi
baik terhadap psikoterapi. Skor rendah berarti subjek mempunyai pandangan hidup
yang optimistik, gembira, spontan dan kadang-kadang kurang mengalami hambatan.

- T ≥75 : Depresi klinis yang serius, ide bunuh diri,merasa tidak berharga dan tidak
adekuat
- T 65-74 : Depresi sedang, rasa takut, keluhan somatik
27
- T 55-64 : Tidak nyaman dengan situasi kehidupan, introvert, menarik diri dari
sosial, kepercayaan diri yang kurang
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

3. Skala 3 : skala yang terdiri dari 60 pernyataan yang menggambarkan konversi. Skor
tinggi menunjukkan adanya ketidakmatangan, represi yang bersifat histeris, mudah
terpengaruh oleh sugesti-sugesti dan mudah bereaksi secara emosional. Skor rendah
berarti subjek kurang spontan dan seorang yang kurang senang berpatisipasi dengan
orang-orang lain.

- T ≥75 : keluhan somatik yang ekstrim, pertimbangkan gangguan konversi, pasien


bereaksi terhadap stres dengan mengembangkan gejala
somatik yang mungkin hilang saat stres mereda

- T 65-74 : keluhan somatik, sakit kronis, kurang wawasan terhadap penyebab gejala
- T 55-64 : keluhan somatik, denial, imatur, egois, menuntut, sugestif dan afiliatif
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

4. Skala 4 : skala yang terdiri dari 50 pernyataan dan menggambarkan orang yang tidak
menghiraukan nilai-nilai sosial, kurang mampu mengambil manfaat dari pengalaman
dan sukar mengadakan hubungan interpersonal yang lama. Skor tinggi berarti subjek
adalah impulsif, kurang mampu memberikan reaksi emosional yang mendalam, dan
marah terhadap orang lain. Skor sedang berarti subjek adalah orang yang suka
berpetualangan, suka bergaul dan suka berbicara banyak. Skor rendah berarti subjek
adalah seorang yang penurut dan tidak banyak tingkah lakunya.

- T ≥75 : Tingkah laku anti sosial, bermasalah dengan hukum


- T 65-74 : memberontak, tidak sesuai, masalah keluarga, impulsif, pemarah, tidak
puas,

kurang berprestasi, buruk dalam bekerja


- T 55-64 : tidak konvensional, imatur, egois, hubungan yang dangkal, ekstrovert,
energetik
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

5. Skala 5 : skala yang terdiri dari 60 pernyataan untuk wanita dan 60 pernyataan untuk
pria serta menggambarkan minat dan perhatian terhadap orang yang tidak sejenis. Skor
tinggi pada pria berarti dia termasuk orang yang sensitif, memiliki minat dan
kesenangan yang bersifat feminim. Skor tinggi pada wanita berarti dia termasuk orang
yang kompetitif, agresif, maskulin dan aktif. Skor rendah pada pria berarti dia suka
berpetualang, lebih suka bersikap dan bertindak aktif.Pada wanita, skor rendah berarti

28
minat yang bersifat sangat feminim, pasif dan bersedia menerima tugas-tugas yang
berat.

Laki laki :

- T ≥ 65 : kurang memiliki minat maskulin


- T = 45-64 : minat sama dengan kebanyakan pria yang lain
- T < 45 : memiliki minat maskulin (macho)

Perempuan :

- T≥ 65 : Menolak peran feminim


- T = 45-64 : minat sama dengan kebanyakan wanita yang lain
- T < 45 : memiliki minat feminim

6. Skala 6 : skala yang terdiri dari 40 butir pernyataan dan mengambarkan dimensi
kecurigaan, merasa dikejar dan gejala paranoid. Skor tinggi pada skala ini berarti
subjek mempunyai sifat sangat curiga yang besar, disertai dengan kurangnya perhatian
terhadap lingkungannya, kurang ada kontak sosial dan keras kepala.
- T ≥75 : Gejala psikotik, termasuk khayalan atau penganiayaan, ideas or reference
- T = 65-74 : Gaya paranoid, sangat peka terhadap pendapat orang lain, curiga,
kesal, menarik diri, bermusuhan dan argumentatif.
- 55-64 : Sensitif yang berlebihan, curiga, pemarah
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

7. Skala 7 : skala yang terdiri dari 48 pernyataan dan menggambarkan sindrom neurotik,
seperti fobia, obsesi dan kompulsif. Skor tinggi berarti subjek mengalami kecemasan,
berpendirian kaku, sangat ragu-ragu, dan memiliki kepercayaan diri kurang. Skor
rendah berarti subjek dapat berpikir teratur dan baik, realistik dan dapat menggunakan
kemampuan-kemampuannya dengan lancar dan mudah.

- T ≥75 : Gejolak psikologik ekstrim (rasa takut, cemas, ketegangan, depresi), pikiran
yang terganggu, tidak bisa berkonsentrasi, gejala obsesif kompulsif
- T = 65-74 : Cemas, depresi, lelah, insomnia, mimpi buruk, rasa bersalah,
perfeksionis, merasa tidak diterima
- T 55-64 : Cemas, tegang, tidak nyaman, tidak aman, kurang percaya diri, teliti,
ragu-ragu, pemalu, introvert
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

8. Skala 8 : skala yang terdiri dari 78 pernyataan dan menggambarkan


dimensi psikopatologi pikiran aneh serta tingkah laku yang banyak kaitannya
29
dengan skizofrenia. Skor tinggi berarti subjek kurang suka bergaul, suka menarik diri
dari lingkungannya, melakukan hal-hal yang berada di luar norma-norma
masyarakat. Skor rendah berarti subjek merupakan orang yang konvensional,
terkontrol, dan memiliki ciri-ciri orang penurut.

- T ≥75 : bingung, pikiran yang tidak terorganisir, halusinasi, gangguan kontak dengan
kenyataan, menyingkirkan kondisi medis, penyalahgunaan zat

- T = 65-74 : gaya hidup schizoid, kepercayaan yang tidak biasa, perilaku eksentrik,
bingung, takut, sedih, keluhan somatik, tidak terlibat, fantasi berlebihan,
melamun
- T 55-64 : minat terbatas pada orang lain, tidak praktis, perasaan
tidak mampu dan
tidak aman.
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

9. Skala 9 : skala yang terdiri dari 49 pernyataan dan menggambarkan


dimensi hipomania, emosionalitas, impulsivitas, pikiran-pikiran dan aktivitas-aktivitas
yang berlebihan.Skor tinggi berarti subjek mempunyai tingkat energi yang tinggi,
kurang tenang, gelisah, tidak sabar dan hiperaktif. Skor tinggi sekali berarti subjek
menderita gangguan bipolar tipe manik. Skor rendah berarti subjek mempunyai tingkat
energi yang rendah, tidak kompetitif, dan kurang percaya diri.

- T ≥75 : gejala manik termasuk aktivitas yang berlebihan dan tanpa tujuan,
halusinasi, waham kebesaran, bingung, flight of ideas
- T = 65-74 : energi yang berlebihan, kurang arah, disorganisasi konseptual, penilaian
diri yang tida realistis, impulsif, toleransi frustasi rendah
- T 55-64 : Aktif, energik, kreatif, pemberontak, giat, impulsif

- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi


- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi

10.Skala 0 : skala yang terdiri dari 70 pernyataan dan menggambarkan dimensi minat
untuk berpatisipasi secara sosia. Skor tinggi berarti subjek adalah pemalu, kurang
pandai bergaul dengan orang lain, sensitif dan lebih suka menyendiri. Skor rendah
berarti subjek suka bergaul, ramah, dan banyak mengadakan hubungan interaktif
dengan orang lain.

- T ≥75 : Penarikan atau penghindaran sosial yang ekstrim


- T = 65-74 : Introvert, murung, rasa bersalah, tempo pribadi yang lambat
- T = 55-64 : Pemalu, kurang percaya diri, dapat diandalkan
- T < 45 : ekstrovert, suka bergaul, mandiri, energik, kompetitif, terkendali,

30
manipulatif

Interpretasi Skala Klinis

a. Hypochondriasis (Hs)

Didefinisikan sebagai gejala gangguan somatoform, yaitu gangguan psikis yang


dimanifestasikan terhadap simptom psikis. Pasien mengembangkan gangguan psikis
menjadi keluhan fisik yang sering diistilahkan sebagai keluhan hipokondrial.

Dengan skor Hs tinggi menunjukkan perhatian terhadap kondisi tubuh yang


berlebih dari gangguan-gangguan yang muncul. Gangguan tersebut meluas terhadap
gejala somatis tidak jelas yang bervariatif seperti gangguan epigastrik, fatig, gejala
kronis dan lemah atau lesu secara umum. Dalam terapi, pasien dengan nilai Hs tinggi
menunjukkan kecemasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan gangguan lain. Sifat
yang muncul biasanya mementingkan diri sendiri, berorientasi diri sendiri dan
narsistik.Penelitian menunjukkan mereka dengan kondisi Hs tinggi adalah orang yang
pesimis, pertahanan diri kuat, merasa tidak puas dengan orang lain dan secara umum
merasa kurang bahagia. Mereka menunjukkan sinisme terhadap hidup.

Hubungan interpersonal yang dilakukannya tidak lancar dan orang lain merasa
bisa merasa sedih dengan keluhan-keluhan kronis yang dideritanya. Mereka akan sering
mengeluh, ingin diperhatikan dan kritis terhadap orang lain. Karena terlalu peka,
mereka sering menuntut sesuatu yang tidak objektif kepada orang lain dan terkadang
menunjukkan kekerasan meskipun secara tidak langsung. Aktivitas yang terlihat kurang
dan tampak ia seorang yang membosankan, kurang antusias terhadap sesuatu dan
kurang ambisius. Terlihat dari ekspresi verbal ia kurang efektif. Dengan skor tinggi,
seseorang akan tampak kurang efisien meskipun tanpa penurunan kemampuan. Pada
terapi, mereka kurang responsif dan dengan cepat ingin menghentikannya apabila
terapis dianggap kurang memberikan perhatian atau dukungan. Mereka cenderung
meyakini pengobatan medis dan kurang percaya apabila gangguannya adalah psikis.

b. Depression (D)
Hampir keseluruhan orang dengan skor D tinggi mengalami gangguan depresi dan
depresi manik. Digambarkan pasien mengalami perasaan sedih atau tidak bahagia.
Mereka diindikasikan sebagai orang yang terhambat dan pesimis dengan masa
depannya. Ia sangat mengkritisi diri sendiri dan merasa bersalah dengan seringkali
31
tanpa alasan jelas. Ia merasa kesehatannya menurun, lambat dalam beraktivitas dan
sering merasa lemah dan capek. Banyak pula yang mengalami kecemasan dan tegang,
sering pula merasakan tegang dan sensitif meskipun terhadap hal-hal yang sepele.

Orang dengan skor tinggi tidak dilaporkan adanya perasaan tidak berharga atau
lemah dalam beraktivitas. Ia tampak sebagai orang yang kurang agresif, pemalu,
hambatan dalam kepercayaan dirinya dan sering merasa cemas terhadap hal-hal kecil
yang terjadi. Menjauhkan diri secara sosial mungkin saja terjadi, karena kecenderungan
mereka menjaga jarak dengan kontak yang terjadi secara psikis khususnya hubungan
emosional yang mendalam. Banyak dari mereka menunjukkan keraguan dalam berpikir
atau berperilaku. Mereka akan kesulitan dalam mengambil keputusan. Respon terhadap
terapi cukup baik dimana mereka cenderung mengikuti tanpa dorongan membantah dari
terapis, apalagi terapis yang memiliki intensitas tinggi terhadap perhatian dan dukungan
kepada klien.

c. Hysteria (Hy)
Orang dengan skor tinggi pada skala ini menunjukkan simptom fisik yang tidak
jelas seperti sakit kepala, pegal-pegal pada bahu, otot lemah, detak jantung tidak normal
atau simptom fisik lain yang tidak jelas dengan tidak adanya diagnosa medis yang
menunjukkan gangguan pada fisik. Skala ini dipahami dari munculnya simptom somatis
dari penampilan kepribadian yang menunjukkan ketidakmampuan secara efektif dalam
menghadapi stressor (tekanan). Orang dengan profil ini menunjukkan pengingkaran
atau menekan konflik yang ada dan seringkali gagal dalam menyelesaikannya secara
baik dan wajar. Mereka menunjukkan ketidakmampuan mendapatkan insight terhadap
sebab-sebab dari gangguan yang berdampak pada rendahnya motivasi atau perasaan
untuk mencoba mencari jalan keluar.

Tidak banyak dilaporkan muncul delusi, halusinasi atau kecurigaan berlebih,


namun seringkali disertai sedikit gangguan kecemasan, tegang atau depresi. Pada saat
muncul kecemasan atau ketakutan, simptom akan muncul berbarengan dengan adanya
stressor dan secara tiba-tiba akan menghilang. Skor tinggi juga disertai sifat tidak
dewasa secara mental, kekanak-kanakan atau infantil dan berorientasi pada diri sendiri.
Ia juga narsistik dan egosentris. Ia menuntut perhatian dan afeksi yang tinggi dari orang
lain.

32
Orang dengan skala tinggi tidak menunjukkan kemarahan atau ketidaksukaan
secara terbuka namun dilakukan secara tidak langsung dari hubungan interpersonal
yang terjalin. Mereka memanipulasi hubungan yang terjalin dengan orang lain untuk
kebutuhan dirinya sendiri. Secara sosial mereka terlibat namun tidak disertai dengan
ketulusan. Mereka dapat akrab, aktif berkomunikasi dan antusias. Mereka dapat
bertindak namun dengan cara yang tidak wajar dan menunjukkan sedikit perhatian
terhadap kepentingan orang lain.

Pasien dengan tipe ini sulit mengikuti terapi dengan baik karena kecenderungan
pengingkaran yang tinggi dan kecenderungan melihat dirinya pada posisi yang benar.
Meski dapat mengikuti terapi dengan antusias, mereka kurang dapat merespon terhadap
insight diri sendiri karena resistensi yang tinggi terhadap nasihat psikologis yang
diberikan. Mereka cenderung lambat untuk mengetahui sebab-sebab permasalahan
sehingga untuk tipe pasien seperti ini akan lebih sesuai menggunakan “direct advice”
dibandingkan dengan terapi yang berorientasi pada “insight-oriented”.

d. Psychopatic Deviate (Pd)


Orang dengan skor tinggi menunjukkan karakteristik perilaku anti-sosial,
termasuk perilaku membangkang terhadap figur otoritas, ketegangan dalam hubungan
keluarga dan tindakan berlebih dengan tanpa pertimbangan konsekuensi atau akibat
yang akan dihasilkan. Mereka akan cenderung menyalahkan orang lain terhadap
masalahnya, yang dapat direfleksikan dari pengalamannya seperti kurang berprestasi
dirinya di sekolah, perilaku buruk dalam bekerja atau hubungan perkawinan yang
kurang harmonis. Bermasalah dengan hukum mungkin saja terjadi.

Mereka bertindak secara impulsif tanpa dilakukan pertimbangan matang, toleransi


terhadap frustasi rendah dan seringkali bereaksi terhadap impulsifitasnya. Tindakan
tidak direncanakan dengan baik, lemah dalam mengambil keputusan dan akan
mengambil resiko terhadap hal-hal yang secara umum tidak dilakukan oleh orang lain.
Mereka tidak belajar dari pengalaman, dan akan mengulangi perilaku negatif tersebut
meskipun seringkali mendapatkan imbalan buruk berupa teguran atau hukuman.
Mereka akan dipandang sebagai kurang dewasa, kekanak-kanakan, egois dan narsistik.
Mereka terkesan hedonis, suka pamer, hura-hura dan tidak sensitif dengan kebutuhan
orang lain. Hubungan yang dijalin secara sosial tidak tulus dan menggunakannya untuk
kepentingan diri sendiri. Meskipun dapat membuat kesan pertama yang menyenangkan
33
dan mudah akrab, namun hubungan yang terjalin tidak bertahan lama karena
berorientasi pada diri sendiri. Mereka juga tidak membangun kehangatan dalam
berinteraksi.

Secara individu akan tampak ekstrovert, mudah bergaul, aktif berbicara, hiperaktif
dan tindakannya spontan dalam kelompok. Mereka tampak pintar dan percaya diri
meskipun aktivitasnya tanpa tujuan jelas. Hubungan yang terjalin biasanya bersifat
kasar, agresif, keras, sinis, membangkang dan terkadang pendendam. Mereka seringkali
bertindak sangat agresif dan sering mengajak berkelahi. Biasanya mereka tidak disertai
gangguan kecemasan, depresi maupun simptom psikotik. Mereka cenderung didiagnosa
sebagai gangguan kepribadian terutama perilaku anti-sosial atau kepribadian pasif-
agresif.

Prognosis pada treatmen buruk, dimana pasien cenderung menunjukkan insight


pada perilakunya karena tidak menunjukkan penyesalan atau kekhawatiran dari
perilakunya selama ini. Selain itu pasien akan cenderung menyalahkan orang lain dan
menggunakan intelektualisasi daripada menghadapinya sebagai tanggung jawab diri.
Mereka seringkali menghentikan treatmen tanpa ada perubahan.

e. Masculinity-Femininity (Mf)
Kecenderungan skala ini lebih melihat peran gender dan bukan skala
psikopatologis.

Laki-laki
Dengan skor > 80 memperlihatkan individu memiliki konflik terhadap
identitas seksual dan merasa tidak aman dengan peran maskulin. Mereka akan
cenderung menyukai aestetik dan artistik melebihi laki-laki pada umumnya.
Penelitian menunjukkan mereka menunjukkan intelegensi tinggi dan dapat
melakukan aktivitas kognitif dengan baik. Mereka digambarkan sebagai orang yang
ambisius, kompetitif, sikapnya meyakinkan, pintar, berpikir jernih, teratur dan dapat
mengambil keputusan dengan baik. Mereka cenderung kreatif, keingin-tahuannya
tinggi dan imajinatif. Mereka bersosialisasi dengan baik, peka terhadap orang lain,
toleran dan dapat mengekspresikan kehangatan kepada orang lain. Orang lain
melihat pasif, tergantung dan tenang dengan orientasi jauh dari agresivitas. Mereka
cenderung penurut terhadap situasi konflik untuk menghindari konfrontasi. Laki-

34
laki dengan pendidikan tinggi menunjukkan skor tinggi dibandingkan dengan laki-
laki dengan pendidikan rendah.

Skor antara 70-79 terlihat sebagai figur sensitif, insight dan toleran. Mereka
memiliki ketertarikan luas terhadap budaya, dan terkadang tenang dan pasif dalam
menjalin hubungan interpersonal. Pada analisa klinis dapat menunjukkan
kebingungan peran seksual atau permasalahan pada penyesuaian jenis kelamin.

Skor < 35 menunjukkan dirinya “macho” dengan orientasi tinggi terhadap


maskulinitas. Mereka ingin menunjukkan dirinya secara fisik kuat, gagah dan
agresif. Mereka menunjukkan ketertarikan terhadap pencarian sensasi ketegangan
adrenalin melalui aktivitas fisik, petualangan dan cenderung vulgar dalam menjalin
hubungan. Mereka sebenarnya tampak ragu dengan maskulinitasnya dan merasa
perlu bukti dengan ketertarikan dan perilaku maskulin-nya. Dengan skala Mf rendah
pada laki-laki menunjukkan keterbatasan pada intelektualitasnya dan kurang tertarik
terhadap budaya. Mereka kurang fleksibel dalam bertindak dan memiliki
pendekatan permasalahan yang tidak original. Mereka cenderung bertindak praktis
dan non-teoritis. Mereka juga cenderung menghindari aktivitas yang membutuhkan
pemikiran tinggi dan tidak suka mendiskusikan hubungan interpersonal yang
dijalin, sehingga mereka akan resisten dengan terapi psikologis. Mereka cenderung
kurang sadar terhadap nilai-nilai sosial dan kurang ter-insight dari motif-motif yang
dimiliki.

Perempuan
Skor > 70 akan menolak perilaku atau peran tradisional wanita, cenderung
tertarik dengan aktivitas maskulin yang sering dilakukan oleh laki-laki dalam
pekerjaan, hobi, olah raga atau aktivitas-aktivitas rutin harian. Mereka terkesan aktif
dan kompetitif, energik, agresif, dominan. Mereka menunjukkan ketegaran dan
lebih kuat secara fisik dibandingkan wanita pada umumnya. Mereka akan mudah
bergaul, percaya diri dan akan mudah bertindak meskipun terkadang kurang perasa
atau kurang akrab.

Skor < 35 menunjukkan wanita dengan figur dan peran feminis. Ia dapat
dikatakan ultra-feminist, tertarik dengan aktivitas feminin, pasif, tenang, pendiam
dan cerewet dalam berinteraksi sosial. Mereka cenderung menggantungkan pada

35
figur laki-laki atau figur yang lebih maskulin dalam mengambil keputusan atau
bertindak. Penelitian menunjukkan skala rendah pada perempuan tidak diterapkan
untuk kalangan yang berpendidikan tinggi.

f. Paranoia (Pa)

Skala ini digunakan untuk melihat simptom atau karakteristik kepribadian


dengan gangguan paranoid. Orang dengan skor > 80 secara jelas dapat menunjukkan
perilaku psikotik, gangguan pikir, delusi persekusi atau delusi grande atau kedua-
duanya dan delusi keyakinan seperti ideas of reference. Mereka meyakini orang lain
memanfaatkannya, menentangnya atau melakukan sesuatu terhadap dirinya. Mereka
biasanya menunjukkan amarah dan rasa tidak suka. Mereka menunjukkan
pertentangan atau ketidaksukaan karena telah menerima kesalahan dimana orang lain
bersekongkol melawan dirinya. Pasien biasanya menggunakan mekanisme pertahanan
diri proyeksi dan sering didiagnosa sebagai schizophrenia paranoid atau keadaan
paranoid.

Dengan skor moderat (65-79) menunjukkan predisposisi paranoid kalo tidak


memunculkan simptom atau gangguan delusi. Mereka memiliki sensitivitas berlebih,
curiga dan responsif terhadap reaksi orang lain. Mereka menganggap memiliki nasib
buruk dalam kehidupannya. Jika pasien akan melakukan rasionalisasi terhadap
kesulitannya dan menyalahkan kepada orang lain permasalahan dirinya sendiri.
Mereka tampak curiga, berjaga-jaga dan memungkinkan untuk bereaksi kasar, tidak
suka atau menentang terhadap orang lain. Mereka menunjukkan sikap moral yang
tinggi dan rigid. Pasien dengan kondisi ini memiliki prognosis buruk terhadap terapi
karena tidak suka untuk mendiskusikan permasalahannya dan sulit terbuka. Mereka
sulit membuka diri untuk membangun hubungan dalam treatmen.

g. Psychastenia (Pt)
Skala ini mudah dilihat sebagai pengukuran kecemasan dan gangguan
penyesuaian diri secara umum. Pasien dengan skor tinggi menunjukkan kecemasan,
tegang dan kegelisahan. Mereka akan mudah sekali khawatir dan sangat cemas
meskipun terhadap masalah kecil. Mereka merasa terancam dan takut. Dalam
berkonsentrasi sulit. Orang lain melihat dirinya ragu-ragu dan khawatir dengan terlalu
banyak introspeksi diri, obsesif dan kompulsif hampir setiap waktu. Terkadang

36
simptom fisik menyertainya terutama pada detak jantung. Seringkali pasien
menganggapnya sakit jantung.
Pasien tampak sangat mengkritisi diri sendiri, pemalu dan sulit bergaul dengan
lingkungan sosial. Merasa tidak aman, inferior, kurang percaya diri dan sering terpaku
dengan keragu-raguan. Umumnya rigid dalam pendekatan interpersonal, moralistik
dan kaku. Mereka terkesan perfeksionis, terlalu teratur dalam aktivitasnya.
Manifestasi rigid ditampilkan dengan tidak adanya basa-basi dalam bertindak, tidak
kompromis, kaku dengan interaksi hubungan yang ada. Mereka cenderung ragu dalam
mengambil keputusan karena melihat terlalu banyak kemungkinan dari situasi yang
dihadapi.
Mereka merasa tidak nyaman dengan kondisi sekarang dan akan termotivasi
dengan treatmen psikologis. Pasien akan lebih lama bertahan dengan treatmen
psikologis yang diberikan namun lambat, atau istilah lainnya “lambat tapi pasti”.
Insight sulit dimunculkan namun masih memungkinkan. Kecenderungan
intelektualitas dan rasionalisasinya adalah kurang produktif. Resistensi terhadap
terapi muncul karena kekakuannya (rigid).Terkadang muncul kekacauan atau distorsi
kepentingan masalah yang disebabkan terlalu bereaksi terhadap hal-hal kecil.

h. Schizophrenia (Sc)
Skala ini menunjukkan kompleksitas intepretasi dan memiliki cakupan luas
sebelum melakukan diagnosa secara tepat. Perlu dipertimbangkan terkadang pasien
memiliki kecenderungan schizophrenia dan terkadang pula menunjukkan perilaku anti-
sosial. Pada kondisi lain dapat pula diasosiasikan terhadap gangguan psikis parah
dengan perilaku kurang terkendali atau mengangsingkan diri secara sosial dengan tidak
adanya pengalaman pikir yang buruk.
 Skor 80-90
Individu dengan range skor ini dapat secara yakin menunjukkan perilaku
psikotik. Individu seperti ini menunjukkan kecenderungan bingung, tidak terkontrol
perilakunya dan mengalami disorientasi. Mereka memiliki ketidakwajaran pikir atau
sikap dengan delusi keyakinan (salah satunya ideas of reference), dan terkadang
mengalami halusinasi. Pertimbangan keputusan perilaku yang buruk tampak dalam
dirinya.

 Skor 65-79

37
Skor dengan range ini menunjukkan gaya hidup schizoid. Mereka merasa
terasingkan dari kondisi sosial, merasa terisolasi dan salah dimengerti oleh orang lain.
Mereka menghindar diri, menarik diri terhadap kondisi sosial yang dianggap tidak
dapat menerima dirinya. Mereka menghindar dari orang lain dan tampak sebagai
orang yang aneh, pemalu, menjauhkan diri dan tidak akrab. Pasien akan
menggeneralisasi stress atau depresi dengan menjauhkan diri dengan cara berkhayal
atau berfantasi. Mereka akan bersikap kasar dan agresif dengan cara-cara atau
perilaku yang tidak wajar.

Pasien dengan tipe seperti ini biasanya merespon situasi dengan salah dalam
waktu lama, tidak beradaptasi dan perilaku aneh. Perasaan inferioritasnya tinggi, tidak
puas dengan kehidupannya, bingung dengan peran seksual, perilaku eksentrik, keras
kepala, impulsif dan kekanak-kanakan.

Treatmen psikologis dapat beragam hasilnya mempertimbangkan cara terapi


yang harus dilakukan harus tepat. Namun pada umumnya prognosis buruk karena
pasien sulit mendapatkan insight, sulit menjalin kontak atau hubungan dengan terapis
dan pada terapi jangka pendek akan tidak efektif karena keluasan masalah yang
diderita pasien. Terapi jangka panjang dapat efektif jika terapis menyediakan situasi
atau keadaan yang dapat diterima sehingga tidak menutup kemungkinan pasien tipe
ini dapat mempercayai terapis. Treatmen yang dilakukan banyak bersifat jangka
panjang dan berorientasi directive-therapy dengan memperhatikan mental pasien.

i. Mania (Ma)
Skala ini berusaha menunjukkan manik atau perilaku hipomanik, gangguan
afeksi dengan melibatkan gangguan mood. Terdapat 3 kelompok definisi, yaitu:
 Skor > 80
Individu dalam kategori ini menunjukkan perilaku mengganggu, termasuk
perilaku over-acting, hiperaktif, percepatan bicara dan terkadang gejala yang cukup
lama gangguan pikir inkoheren atau flight of idea. Terkadang disertai pula halusinasi
atau delusi grande. Aktivitasnya meluas,berenergi dan antusias. Mengalami gangguan
pikir dan kurang dapat mengatur energi dengan baik. Keinginan dan aktivitasnya
banyak namun sulit untuk berhasil sampai tujuan yang diharapkan. Kesan pertama
dalam pergaulan tampak pintar, cerdas, kreatif, menghibur dan hangat. Mereka
merasa kesulitan beraktivitas rutin dan kemampuan detailnya rendah. Mereka
38
menunjukkan ide atau aspirasi yang tidak realistis dan terkadang grande, mereka sulit
melihat keterbatasan dirinya. Mereka cenderung menunjukkan secara berlebih
keyakinan diri dan tingkat kepentingannya. Pada saat tertentu dan tidak lama mereka
akan menunjukkan kebosanan dan merasa tidak suka secara cepat. Terkadang sering
bermasalah dengan hukum atau sosial karena dorongan impulsif-nya menjadikan
tindakan yang dilakukan bebas dengan sedikit atau tidak menghargai nilai-nilai etis
atau norma yang berlaku, termasuk dorongan seksual. Terkadang pada tahap tertentu
menunjukkan kurang stabil, agresif dan kekerasan terhadap objek atau orang lain.

Sifat pribadinya terbuka, sosial dan menyenangkan dihadapan orang lain.


Mereka menunjukkan kepercayaan diri, hangat dan bersahabat dan berusaha
menunjukkan kesan pertama yang menyenangkan. Mereka mudah berbicara dengan
banyak orang, sopan, menunjukkan antusiasme namun kurang tulus. Pada skor
tunggal cenderung perilakunya manipulatif demi kepentingan dirinya sendiri. Mereka
seringkali memutarbalikkan fakta, tidak realistis dan mencampuradukkan kebenaran
dan kebohongan pada pembicaraannya. Pada saat tertentu mereka memiliki periode
depresi.

Treatmen dengan skor ini membutuhkan treatmen medis untuk mood-nya.


Psikoterapi yang dibangun terkadang sering diganggu akibat ulah dari perilakunya
misalkan masalah hukum, gangguan dalam kerja atau sekolah dll. Mereka cenderung
akan menolak intepretasi yang diberikan terapis yang berdampak kesulitan
mendapatkan insight diri. Banyak dari mereka tidak dapat secara teratur mengikuti
terapi karena perhatian terhadap aktivitas lain yang menarik seringkali mengganggu
dirinya dalam mengikuti proses terapi secara rutin. Banyak yang menghentikan terapi
di tengah jalan dan banyak pula yang bersifat kasar dan agresif terhadap terapis.

 Skor 65-79
Skor dengan kondisi seperti ini perlu berhati-hati dalam mengintepretasikan
karena individu cenderung normal dengan tidak adanya gangguan afeksi. Dapat
dilihat mereka karakteristiknya adalah over-aktif, energetik dan banyak berbicara.
Mereka menunjukkan ketertarikan di berbagai bidang dan terkadang tidak realistis
dengan ketertarikannya. Mereka terkadang terlalu bergairah dalam beraktivitas namun
kurang melihat tujuan dari aktivitasnya.

39
Keterbatasan melihat dirinya sendiri dan merasa terlalu yakin terhadap apa yang
akan diraih menjadikan realitasnya terhadap tujuan berbeda jauh dengan apa yang ada
dalam pikirannya. Ada kecenderungan tidak menyukai rutinitas dan perhatian
terhadap detail rendah. Banyak janji-janji akhirnya diingkari karena terlalu banyak
aktivitas dan sifatnya setengah-setengah. Cepat bosan dan capek seringkali
dirasakannya, mudah frustasi. Terkadang menunjukkan episode tertentu yang sensitif,
agresif dan kasar.

Pada konteks interpersonal, mereka sosial, terbuka dan mudah bergaul. Mereka
senang dalam situasi sosial dengan menunjukkan karakteristik yang menyenangkan,
menarik, sopan dan antusias mekipun kurang tulus. Terkadang ketidaktulusannya
ditunjukkan dengan berbicara bohong atau tidak realistis. Pada skala ini pasien tidak
tertarik dengan treatmen psikologis karena “merasa menyenangkan”, dalam kondisi
“asik-asik aja” dan resisten terhadap intepretasi psikologis. Apabila mengikuti terapi
seringkali bolos atau dengan cepat menghentikan proses terapi.

 Skor < 35
Orang dengan skor seperti ini terlihat kurang berenergi, kurang bergairah,
banyak ketidaktertarikan aktivitas dalam sosial dan cenderung pendiam, rutin dan
sulit dimotivasi dalam treatmen.

j. Social Introversion (SI)


Skala ini mengukur intraversion atau ekstraversion. Skala ini sifatnya
unidimensional dan dapat diinterpretasikan pada tataran skor, dimana skor tinggi
berarti cenderung introversion dan skor rendah cenderung ekstraversion. Skor >65
memiliki sifat sangat malu dalam pergaulan sosial dan tertutup pribadinya. Mereka
sangat nyaman bila sendiri atau dengan segelintir teman dekatnya. Terkadang mereka
tidak nyaman dengan lawan jenis dan sulit dimengerti. Terlalu sensitif terhadap reaksi
dari orang lain, sangat mengendalikan diri sendiri dan cenderung pasif dalam
berinteraksi dengan orang lain bahkan tidak ekspresif. Mereka tampak sangat serius,
konvensional dan penurut terhadap otoritas yang ada.
Tempo yang ditunjukkan lambat, berhati-hati sampai ragu-ragu, tidak original
dalam pendekatan terhadap masalah dan seringkali mendapatkan kesulitan dalam
mengambil keputusan meskipun terhadap hal-hal kecil. Mereka cenderung pada mood
dan memiliki episode cemas atau depresi.
40
Treatmen psikologis dengan skor tinggi dalam kategori sulit, karena mereka
sulit atau terhambat mengekspresikan perasaannya, kurang berpartisipasi secara
sosial, seringkali hambatan komunikasi oral dan terutama rigid dan tidak fleksibel
dalam kondisi-kondisi tertentu.

Apabila skor <= 45 menunjukkan sangat sosial dan terbuka. Tampak dirinya
mudah bergaul, senang ngobrol atau berkecimpung dalam kelompok, sopan dan
banyak bicara. Dorongan untuk dikelilingi orang banyak tinggi dan banyak
menghabiskan waktu dengan kongkow. Mereka terkesan spontan dan ekpresif dalam
bersikap dan senang dengan situasi kompetitif. Dengan skor sangat rendah dapat
berarti kurang dewasa, impusif dan berorientasi pada kesenangan pribadi.

2.4. Skala suplementari


Dikelompokkan menjadi :
- Broad personality characteristics
Skala ini ada 5 skala yaitu: ansietas (A), Represi (R), Ego Strength (Es),
Dominans (Do), Responsibility (Re)

Skala ini untuk mengukur ansietas, adaptasi, fleksibilitas, kemampuan


mengatasi masalah, rasa percaya diri, tanggung jawab.
- Generalized emotional distress
Skala ini ada 3 yang dilihat yaitu : Maladjustment (Mt), Post Traumatic Stress
Disorder-Keane(PK), Marital Distress (MDS)
- Behavioural dyscontrol
Skala ini terdiri dari 5 skala yaitu : Hostility (Ho), Over-controlled hostility
(OH), Mac–Andrew Alcoholism Revisid (MAC-R), Addiction Admission Scale
(AAS), Addictional Potensial Scale (APS) 10
- Gender role
Terdiri dari 2 macam skala yaitu : Gender Role – Masculine (GM), Gender
Feminine (GF)

Ego Strength, Dominancy dan Responsibility

Ego strength adalah kualitas yang aktif melekat membawa berbagai bentuk energi dan
getaran pada orang selama kehidupan (Sadock, 2010). Ego strength ini mencerminkan inti dari
41
jiwa dan akhirnya membangun komitmen yang solid menuju ideal, kepercayaan, orang lain
yang signifikan dan masyarakat yang lebih luas (Sadock, 2009).
Menurut prinsip epigenetik, menyatakan bahwa ego strength ada selama masa
kehidupan, namun beberapa meningkat dalam hubungan untuk resolusi positif yang
berhubungan dengan krisis psikososial, khususnya harapan dari dasar kepercayaan versus
ketidakpercayaan (masa kanak-kanak), kepercayaan dari otonomi versus malu atau ragu (anak
usia dini),tujuan dari inisiatif versus rasa bersalah (masa kanak awal), kompetensi dari industri
versus rendah diri (masa kanak), kesetiaan dari 11 fase identitas versus kebingungan identitas
(masa remaja), cinta dari keintiman versus isolasi (dewasa awal), perawatan pada fase
generativitas versus stagnasi (dewasa), kebijaksanaan dari integritas versus putus asa (dewasa
tua). Komponen hirarki Erikson juga sesuai dengan kemungkinan ego strength selanjutnya
ditingkatkan melalui resolusi positif dari krisis psikososial sebelumnya. Ego dibentuk menurut
kebutuhan psikososial (Sadock, 2009; Schneider, 2005).
Ego strength terdiri dari kemampuan untuk mengerti, mengartikan dan melakukan
hubungan langsung, kontrol diri dan apa yang akan dilakukan, konsistensi, koheren dan
harmoni, rekognisi dari potensi. Pada teori Erikson, terdapat delapan krisis perkembangan yang
harus dinegosiasikan seseorang untuk perkembangan yang sehat dan ego yang kuat (Sadock,
2009). Catatan tentang suatu krisis menyiratkan bahwa perkembangan normal tidak
berlangsung secara mulus, tetapi lebih cenderung menyatakan bahwa ego hanya dapat
berkembang melalui pemecahan serangkaian konflik (Schneider, 2005). Meskipun terdapat
beberapa titik pada siklus kehidupan di mana krisis tertentu akan menjadi lebih signifikan
dibanding yang lain, semua krisis ada di sepanjang kehidupan seseorang (Sadock, 2009). Yang
penting untuk Erikson, konflik-konflik ini ditentukan oleh masyarakat dan budaya tempat
orang itu tinggal (Schneider, 2005). Namun sementara tantangan sosial ini bersamaan dengan
aspek tertentu perkembangan psikologis, mereka lebih tepat dipahami sebagai konflik
emosional (Schneider, 2005). Jika dinegosiasikan dengan baik, konflik akan menghasilkan
pencapaian ego strength tertentu, yang dapat dipahami sebagai kualitas adaptif primer yang
mengarahkan pada peningkatkan sensasi kekuatan internal dan koherensi dalam diri seseorang
(Markstrom, et al., 2005; Newman, 2009 ). Jika suatu krisis gagal dinegosiasikan, antipati ego
strength tersebut akan terjadi, dan akan tidak produktif terhadap perkembangan. Namun,
sementara tingkat antipati yang tinggi akan menghasilkan derajat ego strength yang lebih
rendah, sejumlah antipati akan diperlukan untuk bertahan hidup, karena baik hal-hal positif dan
negatif secara bersamaan akan berkontribusi pada kapasitas adaptif seseorang (Sadock, 2009;

42
Newman, 2011). Misalnya, untuk dapat menghargai dan memahami cinta sepenuhnya,
seseorang juga harus mengalami sejumlah penolakan (Maramis, 2010).
Ego strength lebih berorientasi ke sifat feminin, misalnya care dan love, sementara will,
purpose dan competence terkait dengan stereotipik karakteristik maskulin. Ego strength yang
lebih tinggi berhubungan dengan konsolidasi ide yang lebih kuat, riset ini mengantisipasi
bahwa kesepakatan yang lebih kuat untuk identitas gender yang lebih kuat berupa maskulin,
feminin, dan androgen akan berhubungan dengan ego strength yang lebih tinggi. (Schneider,
2005).
Dominansi merupakan salah satu nilai yang dibutuhkan agar berwibawa dalam tatap
muka, mampu mempengaruhi orang lain, tidak mudah diintimidasi, merasa aman dan percaya
diri. Pada dominansi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Selain itu dominansi juga
dipengaruhi oleh lingkungan dan pola asuh (Butcher, 2001).
Responsibility merupakan salah satu nilai yang diperlukan agar siap dan mampu
menerima konsekwensi atas perbuatan sendiri, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan memiliki
tanggung jawab. Pada responsibility ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, lingkungan dan
pola asuh (Butcher, 2001).

2.5. Skala Content


Dikelompokkan menjadi 4 yaitu
- kelompok internal symptom
o Anxiety (ANX)
o Fears (FRS)
o Obsessions (OBS)
o Depressions (DEP)
o Health Concerns (HEA)
o Bizarre Mentation (BIZ)
- kelompok eksternal atau aggressive tendencies
o Anger (ANG)
o Cynicism (CYN)
o Antisocial Pratices (ASP)
o TypeA(TPA)
- kelompok devalued view of the self
o Low self esteem (LSE)

43
- kelompok general problem areas
o Social Discomfort (SOD)
o Family Problem (FAM)
o Work Interference (WRK)
o Negative Treatment Indicators (TRT)

2.6. Skala Subklinis


D1 – Subjective Depression
D2 – Psychomotor Retardation
D3 – Physical Malfunctioning
D4 – Mental Dullness
D5 – Brooding
Hy1 – Denial of Social Anxiety
Hy2 – Need for Affection
Hy3 – Lassitude Malaise
Hy4 – Somatic Complaints
Hy5 – Inhibition of Aggression
Pd1 – Familial Discord
Pd2 – Authority Problems
Pd3 – Social Imperturbability
Pd4 – Social Alienation
Pd5 – Self-Alienation
Pa1 – Persecutory Ideas
Pa2 – Poignancy
Pa3 – Naivete
Sc1 – Social Alienation
Sc2 – Emotional Alienation
Sc3 – Lack of Ego Mastery-Cognitive
Sc4 – Lack of Ego Mastery, Conative
Sc5 – Lack of Ego Mastery-Defective Inhibition

Sc6 – Bizarre Sensory Experiences

Ma1 – Amorality
Ma2 – Psychomotor Acceleration
Ma3 – Imperturbability
Ma4 – Ego Inflation
Si1 – Shyness/Self-Consciousness
Si2 – Social Avoidance
Si3 – Self/Other Alienation

Depresi Subjektif (D1)


44
Skor tinggi pada subskala D1 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa tidak bahagia, sedih, atau tertekan pada waktu yang lama
2. Kekurangan energi untuk mengatasi masalah kehidupannya sehari-hari
3. Tidak tertarik pada apa yang terjadi di sekitarnya
4. Merasa gugup atau tegang pada waktu yang lama
5. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan perhatian
6. Memiliki gangguan nafsu makan dan masalah tidur
7. Sering murung dan menangis
8. Kekurangan kepercayaan diri
9. Merasa rendah dan tidak berguna
10. Mudah tersinggung oleh kritikan
11. Merasa tidak nyaman dan malu berada dalam lingkungan sosial
12. Cenderung menghindari interaksi dengan orang lain, kecuali teman yang relatif dekat
13. Jika pasien psikiatri dirawatinapkan, mungkin menerima diagnosis klinis sebagai

neurosis depresif

Skor rendah pada subskala D1 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa bahagia dan puas


2. Tertarik dan terstimulasi oleh lingkungannya
3. Menyangkal ketegangan, kesulitan konsentrasi dan perhatian, penurunan nafsu makan,

gangguan tidur, dan sering menangis atau murung.


4. Percaya diri
5. Terbuka dengan sosial
6. Menyukai berada diantara orang-orang
7. Nyaman dalam lingkungan sosial

Retardasi Psikomotor (D2)

Skor tinggi pada subskala D2 diindikasikan pada individu yang :

1. Ciri khas sebagai malas bergerak dan tidak ramah


2. Kekurangan energi untuk mengatasi masalah sehari-hari
3. Menghindari orang lain
4. Menangkal rasa benci atau impuls agresif atau aksi-aksi

Skor rendah pada subskala D2 diindikasikan pada individu yang :

1. Menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang aktif dan terlibat


2. Tidak memiliki kesulitan dalam memulai melakukan sesuatu
3. Melihat kehidupannya setiap hari sangat menarik dan bergairah
45
4. Mengakui memiliki rasa benci dan impuls agresif pada waktu-waktu tertentu

Malfungsi Fisik (D3)

Skor tinggi pada subskala D3 diindikasikan pada individu yang :

1. Sibuk dengan fungsi fisiknya


2. Menyangkal kesehatannya baik
3. Melaporkan bermacam gejala somatik spesifik yang mungkin termasuk kelemahan, hay

fever atau asma, nafsu makan turun, konstipasi, mual muntah, dan kejang.

Skor rendah pada subskala D3 diindikasikan pada individu yang :

1. Melaporkan dirinya sebagai seorang yang memiliki kesehatan fisik yang baik
2. Tidak melaporkan bermacam gejala somatik spesifik yang disebutkan pada skor tinggi

pada subskala ini.

Kebodohan Mental (Mental Dullness) (D4)

Skor tinggi pada subskala D4 diindikasikan pada individu yang :

1. Kekurangan energi untuk mengatasi masalah sehari-hari


2. Merasa tegang
3. Mengeluh kesulitan konsentrasi
4. Mengeluh daya ingat menurun
5. Kekurangan percaya diri
6. Merasa rendah dibandingkan yang lain
7. Merasa tidak nyaman dengan hidupnya
8. Menyimpulkan hidupnya tidak layak diperhatikan

Skor rendah pada subskala D4 diindikasikan pada individu yang :

1. Melihat hidupnya menarik dan layak diperhatikan


2. Merasa mampu mengatasi masalah sehari-hari
3. Menyangkal ketegangan
4. Menyangkal kesulitan konsentrasi
5. Mengakui daya ingatnya masih baik
6. Percaya diri
7. Membandingkan simpati dirinya dengan orang lain

Murung (D5)

Skor tinggi pada subskala D5 diindikasikan pada individu yang :

46
1. Murung dan menangis pada banyak waktu
2. Kekurangan energi untuk menghadapi masalah
3. Menyimpulkan bahwa hidupnya tidak layak diperhatikan
4. Merasa rendah, tidak bahagia, dan tidak berguna
5. Mudah tersinggung oleh kritikan
6. Merasa kehilangan kontrol dalam proses pikirannya

Skor rendah pada subskala D5 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa bahagia di sepanjang waktu


2. Merasa hidupnya layak diperhatikan
3. Menyangkal kekurangan energi, murung, dan sering menangis
4. Percaya diri
5. Tidak mudah sensitif terhadap kritik

Penolakan Kecemasan Sosial (Hy1)

Skor tinggi pada subskala Hy1 diindikasikan pada individu yang :

1. Terbuka secara sosial


2. Merasa cukup nyaman berinteraksi dengan orang lain
3. Mudah berbicara dengan orang lain
4. Tidak mudah terpengaruh oleh kebiasaan dan standar masyarakat

Skor rendah pada subskala Hy1 diindikasikan pada individu yang :

1. Tertutup secara sosial


2. Malu dalam situasi sosial
3. Sulit berbicara dengan orang lain
4. Mudah dipengaruhi oleh standar dan kebiasaan masyarakat

Kekurangan Kasih Sayang (Hy2)

Skor tinggi pada subskala Hy2 diindikasikan pada individu yang :

1. Mengungkapkan secara polos sikap keyakinan dan kepercayaan terhadap orang lain
2. Melihat orang lain selalu jujur, sensitif, dan bisa diterima
3. Menyangkal memiliki perasaan negatif tentang orang lain
4. Mencoba menghindari konfrontasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan sebisa

mungkin
5. Kebutuhan yang kuat terhadap perhatian dan kasih sayang dari orang lain serta takut

yang dibutuhkannya tersebut akan hilang jika ia terlalu jujur tentang perasaan dan

sikapnya.
47
Skor rendah pada subskala Hy2 diindikasikan pada individu yang :

1. Memiliki sikap yang sangat negatif, selalu mengkritik, dan curiga terhadap orang lain
2. Melihat orang lain tidak jujur, egois, dan tidak bisa diterima
3. Mengakui perasaan negatif terhadap orang lain yang disadarinya sedang mengobati

keburukannnya.

Lassitude – Malaise (Hy3)

Skor tinggi pada subskala Hy3 diindikasikan pada individu yang :

1. Secara umum tidak merasa nyaman dan tidak merasa sehat


2. Merasa lemah, lelah, dan lesu
3. Tidak menyebutkan keluhan somatic yang spesifik
4. Melaporkan kesulitan dalam berkonsentrasi, kurang nafsu makan, dan gangguan tidur
5. Merasa tidak bahagian dan sedih
6. Menggambarkan lingkungan rumah tidak nyaman dan tidak menarik

Skor rendah pada subskala Hy3 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa nyaman dan sehat


2. Tidak memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi, kurang nafsu makan, dan gangguan

tidur
3. Merasa bahagia dan puas dengan situasi hidupnya

Keluhan Somatik (Hy4)

Skor tinggi pada subskala Hy4 diindikasikan pada individu yang :

1. Menampilkan keluhan somatik yang multiple


2. Keluhan nyeri kepala dan/atau dada
3. Keluhan lemah, pusing, dana masalah keseimbangan
4. Keluhan mual muntah, penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu panas atau

terlalu dingin
5. Represi kegunaan dan perubahan afek
6. Mengungkapkan sedikit atau tidak ada kebencian terhadap orang lain

Skor rendah pada subskala Hy4 diindikasikan pada individu yang :

1. Tidak melaporkan keluhan somatik multipel seperti yang disebutkan pada skor tinggi

subskala ini

Hambatan Bermusuhan (Hy5)

48
Skor tinggi pada subskala Hy5 diindikasikan pada individu yang :

1. Menyangkal kebencian dan melawan impuls


2. Mengatakan dia tidak tertarik membaca tentang kejahatan dan kematian
3. sensitif tentang bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya
4. mengatakan dia orang yang teguh

Skor rendah pada subskala Hy5 diindikasikan pada individu yang :

1. mengakui kebencian dan melawan impuls


2. mengungkapkan ketertarikan dalam membaca tentang kejahatan dan kematian
3. melihat dirinya sebagai orang yang ragu-rag
4. mengatakan dia tidak merisaukan orang yang memperhatikan dirinya

Pertengkaran Keluarga (Pd1)

Skor tinggi pada subskala Pd1 diindikasikan pada individu yang :

1. menggambarkan suasana rumah dan keluarganya sebagai ketidaknyamanan


2. merasa lebih menyukai meninggalkan suasana rumah
3. menggambarkan rumahnya kekurangan kasih sayang, pengertian, dan dukungan
4. menggambarkan keluarganya sebagai pengkritik, suka bertengkar, dan tidak

mengizinkan kebebasan serta ketidaktergantungan

Skor rendah pada subskala Pd1 diindikasikan pada individu yang :

1. menggambarkan suasana rumah dan keluarganya sangat nyaman


2. melihat keluarganya menawarkan banyak kasih sayang, pengertian, dan dukungan
3. menggambarkan keluarganya tidak mengekang berlebihan atau mendominasi

Masalah Tata Tertib/Kewenangan (Pd2)

Skor tinggi pada subskala Pd2 diindikasikan pada individu yang :

1. Penuh kekesalan terhadap standar dan kebiasaan masyarakat dan orang tua
2. Mengakui memiliki masalah dalam sekolah dan dengan hukum
3. Memiliki pendapat pasti tentang yang benar dan salah
4. Bertahan dengan yang dipercayainya
5. Tidak banyak terpengaruh oleh nilai dan kebiasaan orang lain

Skor rendah pada subskala Pd2 diindikasikan pada individu yang :

1. Cenderung sangat memasyarakat dan memerima peraturan serta kewenangan


2. Tidak mengungkapkan pendapat pribadi atau percaya secara terbuka
3. Mudah dipengaruhi oleh orang lain
49
4. Menyangkal memiliki masalah dalam sekolah atau dengan hukum

Ketidakkhawatiran Sosial (Pd3)

Skor tinggi pada subskala Pd3 diindikasikan pada individu yang :

1. Menampilkan dirinya sebagai seseorang yang nyaman dan percaya diri dalam

lingkungan masyarakat
2. Menyukai interaksi dengan orang lain
3. Tidak mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang lain
4. Cenderung menjadi seseorang yang ekshibisionis dan suka pamer
5. Mempunyai pendapat kuat tentang banyak hal dan tidak segan mempertahankan

pendapatnya secara keras

Skor rendah pada subskala Pd3 diindikasikan pada individu yang :

1. Mengalami ketidaknyamanan dan kecemasan dalam lingkungan masyarakat


2. Tidak menyukai bertemu orang baru
3. Kesulitan berbicara atau komunikasi interpersonal
4. Menyesuaikan diri dengan masyarakat
5. Tidak mengungkapkan pendapat atau sikap pribadi

Kebencian terhadap Masyarakat (Pd4A)

Skor tinggi pada subskala Pd4A diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa dibenci, dikucilkan, dan terasing


2. Yakin bahwa orang lain tidak mengerti dirinya
3. Merasa sendiri, tidak bahagia, dan tidak dicintai
4. Merasa ia diperlakukan tidak adil oleh kehidupan
5. Menyalahkan orang lain atas masalah hidupnya dan kekurangan dirinya
6. Merisaukan bagaimana orang peduli terhadap dirinya
7. Terpusat pada diri sendiri dan tidak sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain
8. Bertindak tanpa memperhatikan jalan yang dilewati orang lain
9. Perkataan menyesal atas tindakannya

Skor rendah pada subskala Pd4A diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa dirinya merupakan bagian dari lingkungan masyarakat


2. Melihat orang lain mencintai, mengerti, dan mendukung dirinya
3. Hubungan interpersonal yang menyenangkan
4. Tidak dipengaruhi berlebihan oleh nilai dan sikap orang lain
5. Bersedia tanpa bantuan, menemukan kenyamanan dalam kegiatan rutin

50
Kebencian terhadap Diri Sendiri (Pd4B)

Skor tinggi pada subskala Pd4B diindikasikan pada individu yang :

1. Menggambarkan dirinya sebagai orang yang tidak nyaman dan tidak bahagia
2. Memiliki masalah dalam berkonsentrasi
3. Tidak menemukan ketertarikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari
4. Berkata menyesal, rasa bersalah, dan penyesalan atas tindakan yang telah lalu, tapi

tidak jelas sifat perilaku buruknya


5. Sulit jika tanpa bantuan
6. Mungkin menggunakan alkohol berlebihan

Skor rendah pada subskala Pd4B diindikasikan pada individu yang :

1. Menampilkan dirinya sebagai orang yang nyaman dan bahagia


2. Kehidupan sehari-hari menyenangkan
3. Mampu tanpa bantuan
4. Menyangkal penggunaan alkohol berlebihan
5. Tidak mengungkapkan penyesalan dan rasa bersalah tentang perilaku buruk masa lalu

Ide Penyiksaan (Pa1)

Skor tinggi pada subskala Pa1 diindikasikan pada individu yang :

1. Melihat dunia sebagai tempat penuh ancaman


2. Merasa dirinya diperlakukan tidak adil oleh hidup
3. Merasa tidak dimengerti
4. Merasa orang lain menyalahkan dirinya secara tidak adil
5. Curiga dan tidak percaya terhadap orang lain
6. Menyalahkan orang lain atas masalah dirinya
7. Pada kasus ekstrim mungkin memiliki delusi penganiayaan

Skor rendah pada subskala Pa1 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa dirinya dimengerti dan diperlakukan secara adil


2. Mampu percaya terhadap orang lain
3. Tidak menyalahkan orang lain atas permasalahan dirinya
4. Menyangkal ide penyiksaan seperti yang diungkapkan pada skor tinggi dalam subskala

ini.

Poignancy (Pa2)

Skor tinggi pada subskala Pa2 diindikasikan pada individu yang :

51
1. Melihat dirinya lebih bekerja keras dan lebih sensitif daripada orang lain
2. Mengatakan bahwa ia merasa lebih sangat daripada orang lain
3. Merasa kesepian dan tidak dimengerti
4. Mencari aktivitas yang menarik dan penuh resiko untuk membuat dirinya lebih baik

Skor rendah pada subskala Pa2 diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa dimengerti dan diterima


2. Tidak menampilkan dirinya sebagai orang yang lebih sensitif daripada orang lain
3. Menghindari aktivitas yang berbahaya dan penuh resiko

Kepolosan (Pa3)

Skor tinggi pada subskala Pa3 diindikasikan pada individu yang :

1. Mengungkapkan kepolosan yang ekstrim dan sikap penuh optimis tentang orang lain
2. Melihat orang lain penuh kasih sayang, tidak egois, dermawan, dan dapat dipercaya
3. Menampilkan dirinya sebagai seseorang yang dapat dipercaya
4. Berkata dia memiliki standar moral yang tinggi
5. Menyangkal kebencian dan pikiran negatif

Skor rendah pada subskala Pa3 diindikasikan pada individu yang :

1. Memiliki sikap curiga dan agak negatif terhadap orang lain


2. Melihat orang lain pebuh kebencian, egois, dan tidak dapat dipercaya
3. Mengakui beberapa kebencian dan kekesalan terhadap orang yang memerlukan atau

mengambil keuntungan dari dirinya

Kebencian Sosial (Sc1A)

Skor tinggi pada subskala Sc1A diindikasikan pada individu yang :

1. Merasa dirinya tidak diperlakukan secara adil oleh kehidupan


2. Merasa orang lain tidak mengerti dirinya
3. Merasa orang lain lebih mampu darinya
4. Merasa orang lain mencoba membahayakan dirinya
5. Menggambarkan lingkungan keluarga kekurangan kasih sayang dan dukungan
6. Merasa keluarganya memperlakukan dirinya sebagai anak-anak
7. Merasa kesepian dan hampa
8. Mengakui ia tidak pernah menjalin hubungan cinta dengan orang lain
9. Melaporkan kebencian terhadap anggota keluarganya
10. Menghindari lingkungan sosial dan hubungan interpersonal sebisa mungkin

Skor rendah pada subskala Sc1A diindikasikan pada individu yang :

52
1. Merasa dimengerti dan dicintai
2. Melaporkan keterlibatan emosional yang memuaskan dengan orang lain
3. Menggambarkan lingkungan keluarganya sebagai hal yang positif
4. Menyangkal perasaan kebencian dan kekesalan terhadap anggota keluarga

Kebencian Emosional (Sc1B)

Skor tinggi pada subskala Sc1B diindikasikan pada individu yang :

1. Melaporkan perasaan depresi dan putus asa, berharap dia mati


2. Apatis dan ketakutan
3. Mungkin berbuat sadistik dan masokistik

Skor rendah pada subskala Sc1B diindikasikan pada individu yang :

1. Menyangkal perasaan depresi dan putus asa


2. Tidak apatis dan ketakutan
3. Merasa kehidupannya bernilai
4. Menolak sadistic dan masokistik

2.7 Definisi Depresi


Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III, gangguan depresi
termasuk dalam gangguan mood (mood disorder). Mood atau suasana hati merupakan
perasaan yang dirasakan di dalam diri seseorang, yang akan mempengaruhi tingkah laku
dan juga persepsi orang tersebut. Mood sendiri bisa normal, meningkat, atau tertekan
(depresif). Gangguan mood adalah sekelompok kondisi klinis yang ditandai dengan
hilangnya kontrol dan pengalaman subyektif tentang perasaan tidak nyaman.
Pasien dengan peningkatan mood akan menunjukkan ekspansifitas, flight of ideas,
penurunan tidur, dan ide-ide muluk. Sedangkan pasien yang menderita mood depresi akan
mengalami kehilangan energi dan minat, mempunyai perasaan bersalah, sulit
berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan mempunyai pikiran mati atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain dari gangguan mood meliputi perubahan aktivitas, perubahan
kemampuan kognitif, perubahan ucapan, dan fungsi vegetatif (misalnya, tidur, nafsu
makan, aktivitas seksual, dan ritme biologis lainnya). Gangguan ini hampir selalu berakibat
pada gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

2.8 Epidemiologi Depresi


Epidemiologi Major Deprresive Disorder menurut DSM-IV
1/100 pria
Insidensi
3/100 wanita
2-3/100 pria
Prevalensi
5-10/100 wanita
53
Jenis kelamin Wanita : Pria = 2 : 1
Rata-rata usia 40 tahun
Usia 10% usia 60 tahun
50% usia < 40 tahun
Suku bangsa Tidak ada perbedaan
Risiko meningkat pada riwayat keluarga peminum
Sosio kultural alkohol, depresi, kehilangan orangtua pada usia <
13 tahun
Riwayat keluarga Risiko sekitar 10-13%

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang.
2.9 Etiologi Depresi
Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah :
 Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5-
hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-
hidroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien
dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa
gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic.
 Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuro
aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah
mengajukan bahwa system messengers kedua-seperti regulasi kalsium, adenilat siklase,
dan fosfatidilinositol-dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin
tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat. Glutamat
dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan
dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA
yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia
memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat 11 bukti yang baru
muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek
antidepresan.
 Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa terdapat faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi
faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan

54
mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna
didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat.

 Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan
mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif
berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan
pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan
perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini
dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya
neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki
resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor
eksternal. 12 Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam
depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan
terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan menunjukkan
bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya depresi dikemudian
hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor
lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya awitan depresi adalah kematian
pasangan. Factor ressiko lain adalah PHK- seseorang yang keluar dari pekerjaan
sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode depresif berat
daripada orang yang bekerja.
 Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan
predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan
gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline- mungkin
memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan
gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat
menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk
melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan
bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan
siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian
hari.
 Faktor Psikodinamik Depresi

55
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi. Teori
ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18
bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi;
(2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3)
introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk
menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap
sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri.

2.10 Kriteria Diagnostik Depresi


PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) membagi gejala
depresi menjadi gajela utama dan lainnya seperti dibawah
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
• Afek depresif
• Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
• Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
• Konsentrasi dan perhatian berkurang
• Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
• Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
• Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
• Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
• Tidur terganggu
• Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

F32.0 Episode • Sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama.


depresif ringan • Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
F32.00 = tanpa • Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
gejala somatik • Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
F32.01 = dengan sekitar 2 minggu
gejala somatik • Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukannya.
F32.1 Episode • Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
depresif sedang seperti pada episode depresi ringan (F30.0)
F32.10 = tanpa • Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
gejala somatik lainnya
56
F32.11 = dengan • Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
gejala somatik sekitar 2 minggu
• Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
F32.2 Episode • Semua 3 gejala utama depresi harus ada
depresif berat tanpa • Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
gejala psikotik beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
• Bila, ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak geja!anya secara
rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh pada
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
• Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
• Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode • Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
depresif berat tersebut di atas,
dengan gejala • Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
psikotik biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa
bertangungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

2.11 Tatalaksana
Psikoterapi
Psikoterapi suportif • Memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme.
• Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya.
• Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan membantu
mengoreksi.
• Membantu memecahkan masalah eksternal.
Psikoterapi • Teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik terjadi

57
psikodinamik akibat konflik perkembangan yang tak selesai.
• Terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang.
• Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang
menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi

Terapi Farmakologi
• Anti depresan
o Trisiklik : Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
o Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
o MAOI-Reversibel : Brofaromine, Caroxazone, Eprobemide
o SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) : Sertraline, Fluoxetine,
Paroxetine, Fluvoxamine, Citalopram
o Atipikal : Trazodone, Mirtazapine, Venflaflaxine

58
2.12 Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguang kepribadian adalah kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang
cenderunng menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang
dan cara-cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.
Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi
dan pengalaman hidup, sedangkan yang lainnya “didapat” paada masa kehidupan
selanjutnya.

Kriteria diagnostik untuk gangguan kepribadian paranoid sesuai DSM IV :

a. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain sehingga motif
mereka dianggap sebagai motif mereka dianggap sebagai berhati dengki, dimulai
pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditujukkan oleh empat( atau lebih) berikut :

59
 Curiga tanpa dasar yang cukup bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan, atau menghianati dirinya

 Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas atau
kejujuran teman atau rekan kerja

 Enggan untuk menceritakan rahasia kepada orang lain karena rasa takut yang
tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya

 Membaca arti merendahkan atau ada ancaman yang tersembunyi dari ucapan
atau kejadian yang biasa

 Secara persisten menaruh dendam, yaitu tidak memaafkan kerugian, cedera,


atau kelalaian

 Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi
orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau balas menyerang

 Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang kesetiaan


pasangan atau mitra seksual

b. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan mood


dengan ciri psikotik atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis
langsung dari kondisi medis umum.

Catatan : jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan " premorbid"
misalnya, " gangguan kepribadian paranoid (pramorbid)".

Pedoman diagnostic menurut PPDGJ-III

Gangguan kepribadian paranoid merupakan gangguan kepribadian dengan ciri-ciri :

a. Kepekaan berlebian untuk tetap menyimpang terhadap kegagalan dan penolakan

b. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk


memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil

c. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman


dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai
suatu sikap permusuhan atau penghinaan
60
d. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi
yang ada (actual situation)

e. Kecurigaan yang berulang, tanpa dsara ( justification) tentang kesetiaan seksual dari
pasangannya

f. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang


bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri ( self referential
attitude)

g. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substansif


dari suatu peristiwa baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada
umumnya

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari ciri-ciri di atas


2.13 Pembahasan Kasus

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatri dan pemeriksaan


penunjang psikometri menggunakan alat ukur MMPI-2 dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami depresi sedang yang disertai dengan gejala somatik. Hal ini sesuai dengan kondisi
pasien yang sedang mengalami tekanan dalam hidup, muncul perasaan sedih, kehilangan
energi, gangguan tidur, sulit fokus dalam pekerjaan dan nafsu makan menurun yang sudah
terjadi selama 2 minggu. Bersamaan dengan timbulnya perasaan sedih, pasien juga mengeluh
berbagai keluhan fisik di antaranya pusing berputar, pingsan, sesak nafas, lemas, tangan dan
kaki kesemutan, selama di rumah sakit mengeluh mual, muntah, telinga berdenging, nyeri ulu
hati, BAB cair.
Pasien juga cenderung sensitif terhadap perkataan orang lain yang menyinggung pasien,
tidak suka menceritakan masalahnya dengan orang lain, sulit bergaul dengan banyak orang dan
hanya memiliki beberapa teman dekat, pasien tidak percaya terhadap rekan kerjanya, pasien
juga mengatakan banyak yang tidak peduli dengan keadaan pasien sekarang. Ini menandakan
bahwa pasien mengalami gangguan kepribadian paranoid.
Berdasarkan pemeriksaan MMPI, didapatkan bahwa jawaban pasien yang konsisten
(dilihat dari skor VRIN dan TRIN yang normal) namun kurang dapat dipercaya karena jawaban
pasien menyimpang dari keadaan pasien yang sebenarnya (dilihat dari skor F yang tinggi).
Pasien melebih-lebihkan penyakitnya dan memperlihatkan keadaan fisik yang lebih buruk dari
keadaan yang sebenarnya (dilihat dari skor F(b) dan F(p) yang tinggi.
Dari skala klinis dapat dilihat bahwa pasien sedang dalam perasaan sedih dan tidak
bahagia (skor skala 2 yang tinggi). Pasien merasakan keluhan-keluhan somatik lebih dari yang
biasa (skor skala 1 yang tinggi). Pasien menjadi malas bergerak dan tidak ramah, kekurangan
energi untuk mengatasi masalah sehari-hari, menghindari orang lain, menangkal rasa benci atau
impuls agresif atau aksi-aksi Pasien cenderung sibuk dengan fungsi fisiknya, menyangkal
kesehatannya baik dan melaporkan bermacam gejala somatik spesifik, merasa tegang,
61
mengeluh kesulitan konsentrasi, mengeluh daya ingat menurun, kekurangan percaya diri,
merasa rendah dibandingkan yang lain, merasa tidak nyaman dengan hidupnya, menyimpulkan
hidupnya tidak layak diperhatikan (skor skala subklinis D2,D3,D4 yang tinggi)
Pasien mudah terpengaruh oleh sugesti-sugesti dan mudah bereaksi secara emosional
(skor skala 3 yang tinggi). Pasien tertutup secara sosial, malu dalam situasi sosial, sulit
berbicara dengan orang lain, mudah dipengaruhi oleh standar dan kebiasaan masyarakat,
memiliki sikap yang sangat negatif, selalu mengkritik, dan curiga terhadap orang lain, melihat
orang lain tidak jujur, egois, dan tidak bisa diterima, mengakui perasaan negatif terhadap orang
lain yang disadarinya sedang mengobati keburukannnya, secara umum tidak merasa nyaman
dan tidak merasa sehat merasa lemah, lelah, dan lesu, menampilkan keluhan somatik yang
multiple, keluhan nyeri kepala dan/atau dada, keluhan lemah, pusing, dan masalah
keseimbangan, keluhan mual muntah, penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu
panas atau terlalu dingin, sensitif tentang bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya,
mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang teguh (skor skala subklinis Hy 1 dan Hy 2 yang
rendah, skor Hy 3, Hy 4 dan Hy 5 yang tinggi).
Pasien juga mempunyai sifat curiga yang sangat besar, disertai dengan kurangnya
perhatian terhadap lingkungannya, kurang ada kontak sosial dan keras kepala (skor skala 6
yang tinggi). Pasien melihat dunia sebagai tempat penuh ancaman, merasa dirinya diperlakukan
tidak adil oleh hidup, merasa tidak dimengerti, merasa orang lain menyalahkan dirinya secara
tidak adil, curiga dan tidak percaya terhadap orang lain, menyalahkan orang lain atas masalah
dirinya, pada kasus ekstrim mungkin memiliki delusi penganiayaan (skor skala subklinis Pa1
tinggi).
Pasien cenderung pemalu dan kurang percaya diri. Pasien tidak suka dengan kegiatan
berkelompok, menghindari berada di keramaian dan kontak dengan orang lain (Skor skala
subklinis Si2 yang tinggi).
Pasien memiliki sikap dominansi yang baik, pasien dapat mempengaruhi orang lain dan
tidak mudah diintimidasi, memiliki tanggung jawab dan konsekuensi atas perbuatan sendiri.
Pasien memiliki kelemahan dalam kekuatan ego saat menghadapi masalah atau tantangan
sehingga tidak mampu memecahkan masalah (skor skala Es rendah).
Pasien cenderung menekan atau memendam emosi yang ada dalam dirinya (skala R
tinggi). Pasien buka tipe orang yang pemarah dan pembenci tetapi jika sudah marah meledak-
ledak (skala OH tinggi).
Kemampuan menyesuaikan diri pasien baik. Pasien tidak mengalami masalah dalam
rumah tangga. Pasien tidak pernah mengalami stres akibat riwayat trauma yang berat
sebelumnya. Pasien bukan penyalahguna zat dan alkohol dan tidak ada kecenderungan untuk
menjadi penyalahguna zat dan alkohol. Pasien memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang
spesifik (skor skala FRS tinggi).

62
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikoanalitik kontemporer. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang, P:85-
107

Butcher, et al. 2001. MMPI-2 (Minessota Multiphasic personality Inventory-2). Tersedia di:
www.pearsonassessments.com/test/mmpi-2.html

Craig, R.2008.MMPI-Based Forensic Psychological Assessment of Lethal Violence. In: Hall H,


editors. Forensic Psychology and Neuropsychology for Criminal and Civil Cases. New York.
Tailor & Francis Group. P;393-412.

Dahlan, M.S. 2011. Statistik untuk kedokteran Indonesia. Seri Evidence Based Medicine 1.
Jakarta. Salemba medica. Edisi 2. Hal 1-164.

Graham, J. R. 2006. MMPI-2 Assessing Personality and Psychopathology. Fourth Ed. New
York. Oxford Universitty Press.

Gunawan, E. 2008. Hubungan Kecenderungan Psikopatologi Kepribadian MMPI-2 dengan


Kejadian Depresi pada Penderita Cedera Kepala Ringan. Semarang. Universitas Diponegoro.
Tersedia di: http://eprints.undip.ac.id/12890/

Kasan,H. 2011.Buku Panduan dan Kumpulan Kasus Workshop MPI-2Dx. Profesional Training
Center “NL”. Jakarta, Indonesia.

Kolegium Psikiatri Indonesia. 2008. Modul Siklus Kehidupan.

Markstrom,C.A., Li, X., Blackshire, S.L., Wilfong, J.J. 2005 Ego strength Development of
Adolescents Involved in Adult-Sponsored Structured Activities. In: Journal of Youth and
Adolescence.34(2)

Maslim,R. 2003.Manual Pelatihan MMPI-2 Indonesia. Indonesian center for Mental health
Training and Research. Jakarta.

Maslim Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya
63
MIMS Edisi Bahasa Indonesia, Vol. 7, 2006

Newman, B.;Newman, P. 2011. Development Through Life: A Psychosocial Approach.


Cengage Learning. 25

64
Polimeni, A.M., et al. 2010. MMPI-2 Profiles of Clients with Substance Dependencies
Accessing a Therapeutic Community Treatment Facility. Electronic Journal of Applied
Psychology. 6(1): 1-9.

Saddock’s, & Kaplan. 2001. Pocket Handbook of Clinical Psychiatry. New York. Lippincott
William&Wilkins

Sadock. B. J., Sadock, V.A., Newton, D.S.. (2009): Sadock & Kaplan Comprehensive Textbook
of Psychiatry, Eighth Edition, Lippincot William Wilkin, Philadelphia, p:747-755
Schneider,V. 2005. Chapter three: Ego strength The next key aspect of the present.

65
LAMPIRAN

66

Anda mungkin juga menyukai