LAPORAN KASUS
INTERPRETASI MMPI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
diajukan guna melengkapi tugas portofolio
Disusun oleh:
Menyetujui,
Pembimbing, Pendamping,
ii
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB I LAPORAN KASUS......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................71
LAMPIRAN............................................................................................................................73
iii
PENDAHULUAN
1
BAB I
LAPORAN KASUS
Pasien mengaku sudah beberapa kali dipanggil untuk sidang di Pengadilan pada
tahun 2016, biasanya setelah dilakukan negosiasi pasien diberi kelonggaran untuk
memperpanjang waktu pembayaran. Pasien juga pernah tidak menghadiri sidang
dikarenakan vertigo dan dirawat di RS.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien menerima surat panggilan Polda,
sejak saat itu timbul perasaan cemas kembali, pasien merasa sedih karena masih belum
dapat membayar hutangnya. Pasien juga merasa tidak bersemangat dan gampang lelah
ketika sedang bekerja. Pada tanggal 10 Januari 2018, pasien memenuhi panggilan Polda,
kemudian pasien di introgasi dan tidak diperbolehkan pulang untuk ditahan. Pasien tidak
menyangka hal tersebut akan terjadi, tetapi pasien pasrah dan akhirnya ditahan.
Sejak hari pertama masuk dalam tahanan, pasien merasa sedih, kecewa dan
tertekan karena keadaan di penjara jauh berbeda dengan keadaan di rumah. Pasien merasa
tidak tahan berada di dalam penjara, pasien takut menjadi gila bila terus berada disana dan
khawatir akan nasib keluarganya karena merupakan tulang punggung keluarga. Pasien juga
mulai merasakan pusing berputar, sulit tidur dan nafsu makan menurun, Keesokan harinya
pada tanggal 11 Januari 2018, pasien dibawa ke klinik di tahanan, pasien mengaku pingsan
ketika sedang berobat di klinik, setelah itu dibawa ke IGD Sartika Asih. Selama berada di
3
rumah sakit, selain pusing berputar pasien juga mengeluh mual, muntah, nyeri ulu hati,
nyeri leher, telinga berdenging dan BAB cair.
Pasien mengaku takut berada di tempat yang sepi dan gelap sejak kelas 4 SD, namun
pasien juga tidak suka dengan keramaian serta takut akan gempa bumi. Pasien mengaku
masih bisa tidur namun sering gelisah. Pasien gampang terbangun jika ada suara berisik.
Pasien menyangkal adanya mendengar suara bisikan, menyangkal melihat sesuatu yang
tidak bisa dilihat orang lain, menyangkal disentuh oleh sesuatu yang tidak bisa dilihat,
menyangkal mencium bau-bauan yang tidak ada sumbernya dan menyangkal adanya rasa
pada lidah yang tidak biasa.
Saat ini pasien merasa mengalami masalah pada kejiwaannya yaitu stres dan depresi.
Pasien merasa bersalah tidak mampu membayar hutang tetapi tidak mau dipenjara karena
takut gila dan merasa bahwa masalah pasien itu bukan tindak pidana. Pasien tidak
kehilangan minat dalam beraktivitas namun merasa tidak dapat melakukan kegiatan apa-
apa setelah berada di penjara. Pasien merasa sedang diuji dengan masalah yang
dihadapinya dan masih berupaya mencari jalan keluar supaya bisa keluar dari penjara.
Pasien menyangkal adanya rasa ingin bunuh diri.
Pasien menyangkal ada seseorang yang memata-matai, menyangkal ada orang-orang
yang membicarakan setiap perbuatannya, dan menyangkal memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki orang lain. Pasien menyangkal ada kekuatan yang tiba-tiba mengambil
pikirannya, menyangkal ada pikiran yang memasuki kepalanya, menyangkal ada pikiran
yang diketahui orang lain, menyangkal pikirannya dikontrol orang lain.
4
Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu pasien menikah 1 kali dan memiliki tiga orang anak. Pasien
merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara. Hubungan pasien dengan ibu, ayah dan saudara
baik. Ayah dan ibu masih hidup dan masih dalam keadaan sehat. Pasien termasuk anak
yang dimanja oleh kedua orang tuanya dan tidak pernah marah. Kedua orang tua pasien
membesarkan pasien dengan kasih sayang dan lembut, jika pasien salah, pasien hanya
dinasehati, kedua orang tua pasien juga sangat religius. Pasien sangat menyayangi ayah
dan ibunya. Pasien sangat kagum terhadap ayahnya dan sangat dekat dengan ibunya.
Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
Sumber ekonomi berasal dari penghasilan pasien dan istri nya, namun 3 tahun
ke belakang, pendapatan didapatkan dari istri pasien, karena usaha pasien sedang dalam
masalah. Pasien dan keluarga hidup berkecukupan.
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang anak
laki-laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah pada pertengahan tahun 2017
dan anak yang kedua berumur 23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom. Hubungan
dengan keluarga harmonis, pasien sangat menyayangi istri dan anaknya. Saat ini pasien
tinggal dengan istri, anak keduanya dan satu asisten rumah tangganya.
Genogram Keluarga
5
Pasien lahir cukup bulan, berat lahir cukup (3000 gr), lahir spontan dan ditolong bidan.
Kondisi emosional ibu pasien saat melahirkan baik, merupakan kehamilan yang
diinginkan.
Masa Dewasa
Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja sebagai kontraktor sejak umur 25 tahun dan mulai membangun
usaha sendiri dan menjadi direktur di perusahaannya tersebut sejak tahun 2011.
Pasien adalah orang yang giat bekerja. Hubungan dengan teman kerja baik namun
hanya sebatas bisnis saja. Tidak suka berkumpul dengan teman di luar hal yang
menyangkut pekerjaan. Menurut istri pasien, pasien kurang tegas terhadap
6
bawahannya dan banyak karyawan yang akhirnya bekerja dengan seenaknya tetapi
tidak dipecat. Pasien juga kadangkala mudah tertipu dengan karyawannya sehingga
usaha nya belakangan ini kurang maju, terdapat banyak kesalahan dalam manajemen
dan sering mengalami kerugian.
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada tahun 1991, menikah 1 kali, dan mempunyai 2 orang anak laki-
laki, anak pertama berumur 26 tahun sudah menikah dan anak yang kedua berumur
23 tahun masih kuliah di jurusan Fikom. Hubungan dengan keluarga harmonis,
pasien sangat menyayangi istri dan anaknya.
Riwayat Psikoseksual
Pasien melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
Keagamaan
Pasien melaksanakan solat 5 waktu dan mengaji. Pasien juga melakukan amalan
amalan ibadah lainnya dan mempelajari ilmu agama Islam. Pasien menganggap
bahwa Tuhan menyayangi pasien dan menganggap bahwa masalah yang
dihadapinya sekarang adalah salah satu bentuk ujian dari Tuhan.
Aktivitas Sosial
Aktivitas diluar hanya aktivitas yang menyangkut pekerjaan misalnya dalam urusan
bisnis. Pasien lebih senang berdiam di rumah dan berkumpul dengan istri dan
anaknya. Pasien tidak suka sepi dan tidak suka kadaan yang terlalu ramai. Pasien
lebih suka suasana yang tenang.
Riwayat Hukum
Pasien sebelumnya belum pernah bermasalah dengan hukum ataupun pihak
kepolisian.
9
INTERPRETASI
1. Skala Validitas
Skala Interpretasi
10
? Pasien tampak kooperatif
2. Skala Klinis
Skala Interpretasi
2:D Pasien sedang dalam perasaan sedih dan tidak bahagia. Pasien mengalami
depresi sedang, rasa takut dan mengalami keluhan somatik
5: Mf Pasien merupakan orang yang suka berpetualang, lebih suka bersikap dan
bertindak aktif.
11
7 : Pt Tidak ada interpretasi
3. Skala Supplementary
Skala Interpretasi
PK Pasien tidak pernah mengalami stres akibat riwayat trauma yang berat
sebelumnya.
12
4. Skala Content
FRS : Pasien memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang spesifik (fobia) misalnya darah,
tempat yang tinggi, uang, binatang seperti ular, tikus, laba-laba, api, badai, bencana, air,
tempat yang gelap, di dalam ruangan atau sesuatu yang kotor.
HEA : Pasien mencemaskan kesehatan fisik dan melaporkan berbagai keluhan fisik.
Misalnya gejala gastrointestinal (konstipasi, mual, muntah), gejala kardiovaskular (nyeri
dada), gejala neurologis (konvulsi, pusing, pingsan dan paralisis), masalah sensori
(penglihatan atau pendengaran menurun), masalah kulit, masalah pernafasan, nyeri kepala
atau nyeri leher.
5. Skala subklinis
D2 (retardasi psikomotor) : malas bergerak dan tidak ramah, kekurangan energi untuk
mengatasi masalah sehari-hari, menghindari orang lain, menangkal rasa benci atau
impuls agresif atau aksi-aksi.
Hy 1 (penolakan kecemasan sosial) : tertutup secara sosial, malu dalam situasi sosial,
sulit berbicara dengan orang lain, mudah dipengaruhi oleh standar dan kebiasaan
masyarakat.
Hy 2 (need for affection) : memiliki sikap yang sangat negatif, selalu mengkritik, dan
curiga terhadap orang lain, melihat orang lain tidak jujur, egois, dan tidak bisa diterima,
mengakui perasaan negatif terhadap orang lain yang disadarinya sedang mengobati
keburukannnya.
Hy 3 (lassitude-malaise) : secara umum tidak merasa nyaman dan tidak merasa sehat
merasa lemah, lelah, dan lesu, tidak menyebutkan keluhan somatic yang spesifik,
melaporkan kesulitan dalam berkonsentrasi, kurang nafsu makan, dan gangguan tidur,
merasa tidak bahagia dan sedih, menggambarkan lingkungan rumah tidak nyaman dan
tidak menarik.
13
Hy 4 (keluhan somatik) : menampilkan keluhan somatik yang multiple, keluhan nyeri
kepala dan/atau dada, keluhan lemah, pusing, dana masalah keseimbangan, keluhan
mual muntah, penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu panas atau terlalu
dingin, represi kegunaan dan perubahan afek mengungkapkan sedikit atau tidak ada
kebencian terhadap orang lain.
Hy 5 (hambatan bermusuhan) : menyangkal kebencian dan melawan impuls,
mengatakan dia tidak tertarik membaca tentang kejahatan dan kematian, sensitif
tentang bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya, mengatakan bahwa dirinya
adalah orang yang teguh
Pa1 (ide penyiksaan) : melihat dunia sebagai tempat penuh ancaman, merasa dirinya
diperlakukan tidak adil oleh hidup, merasa tidak dimengerti, merasa orang lain
menyalahkan dirinya secara tidak adil, curiga dan tidak percaya terhadap orang lain,
menyalahkan orang lain atas masalah dirinya, pada kasus ekstrim mungkin memiliki
delusi penganiayaan
Si2 (social avoidance) : tidak suka dengan kegiatan berkelompok, menghindari berada
di keramaian dan kontak dengan orang lain
Kesimpulan :
14
mengobati keburukannnya, secara umum tidak merasa nyaman dan tidak merasa sehat merasa
lemah, lelah, dan lesu, menampilkan keluhan somatik yang multiple, keluhan nyeri kepala
dan/atau dada, keluhan lemah, pusing, dan masalah keseimbangan, keluhan mual muntah,
penglihatan menurun, kelemahan, dan merasa terlalu panas atau terlalu dingin, sensitif tentang
bagaimana orang lain perhatian terhadap dirinya, mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang
teguh.
Pasien juga mempunyai sifat curiga yang sangat besar, disertai dengan kurangnya
perhatian terhadap lingkungannya, kurang ada kontak sosial dan keras kepala. Pasien melihat
dunia sebagai tempat penuh ancaman, merasa dirinya diperlakukan tidak adil oleh hidup,
merasa tidak dimengerti, merasa orang lain menyalahkan dirinya secara tidak adil, curiga dan
tidak percaya terhadap orang lain, menyalahkan orang lain atas masalah dirinya, pada kasus
ekstrim mungkin memiliki delusi penganiayaan.
Pasien cenderung pemalu dan kurang percaya diri. Pasien tidak suka dengan kegiatan
berkelompok, menghindari berada di keramaian dan kontak dengan orang lain.
Pasien memiliki sikap dominansi yang baik, pasien dapat mempengaruhi orang lain dan
tidak mudah diintimidasi, memiliki tanggung jawab dan konsekuensi atas perbuatan sendiri.
Pasien memiliki kelemahan dalam kekuatan ego saat menghadapi masalah atau tantangan
sehingga tidak mampu memecahkan masalah.
Pasien cenderung menekan atau memendam emosi yang ada dalam dirinya. Pasien
buka tipe orang yang pemarah dan pembenci tetapi jika sudah marah meledak-ledak.
Kemampuan menyesuaikan diri pasien baik. Pasien tidak mengalami masalah dalam
rumah tangga. Pasien tidak pernah mengalami stres akibat riwayat trauma yang berat
sebelumnya. Pasien bukan penyalahguna zat dan alkohol dan tidak ada kecenderungan untuk
menjadi penyalahguna zat dan alkohol. Pasien memiliki rasa takut terhadap sesuatu yang
spesifik.
1.6. Psikodinamika
Keterangan Pembahasan
Tn. A, anak pertama dari 3 bersaudara,
pasien selalu diberi kasih sayang lebih
oleh kedua orang tuanya, keinginan pasien
Pola asuh pemanjaan faktor
selalu dipenuhi, pasien dididik dengan
predisposisi
bahasa yang halus dan lemah lembut, tidak
pernah dimarahi dan dikasari
15
mengatakan banyak yang tidak peduli
dengan keadaan pasien sekarang
Pasien seorang laki-laki berumur 52 tahun, yang merupakan anak pertama dari 3
bersaudara. Pasien dilahirkan di rumah oleh bidan dan keadaan emosional ibu saat itu biasa-
biasa saja. Pasien dekat dengan kedua orang tuanya, selalu diberikan kasih sayang yang lebih
oleh orang tua dan hubungan dengan adik-adiknya harmonis. Pasien hidup berkecukupan
semenjak kecil dan semua keinginan pasien dipenuhi oleh orang tuanya, sehingga pasien lebih
senang berada di rumah karena terdapat banyak fasilitas permainan. Pasien bersekolah dari TK
sampai Sarjana dan prestasi pasien baik. Semenjak kecil pasien selalu dididik dengan bahasa
yang halus dan lemah lembut, tidak pernah dimarahi dan dikasari, sehingga pasien cenderung
sensitif terhadap perkataan orang lain yang menyinggung pasien dan menghindari diri dari
permasalahan. Kedaan ini membuat pasien sulit untuk bergaul dengan banyak orang dan hanya
dekat dengan beberapa teman saja yang sudah mengerti karakter pasien. Pasien fobia pada
keadaan yang gelap dan sepi sejak kecil karena takut ada hantu, sehingga hingga saat ini pasien
tidak ingin sendiri dan selalu ingin ditemani dan di kamar harus selalu tersedia senter dan
lampu darurat. Pasien juga pernah merasakan gempa bumi pada saat kelas 4 SD, pasien kaget
dan langsung loncat dari jendela rumah dan memeluk Hansip, semenjak saat itu pula pasien
fobia terhadap gempa bumi. Pasien juga gampang terbangun jika ada suara berisik atau
tersentuh.Pada masa remaja, pasien ikut tergabung dalam organisasi dan kegiatan sekolah,
sewaktu SMP pernah menjadi ketua OSIS dan pada saat SMA tergabung dalam kegiatan
Pramuka. Pasien mengatakan bahwa pasien cukup mampu dalam berorganisasi tetapi tidak
mudah akrab dengan banyak teman. Pasien hanya memiliki sedikit teman dekat dan tidak suka
berkumpul dan bermain dengan teman-temannya diluar. Pasien hanya bergabung dengan
teman-temannya jika ada urusan-urusan penting misalnya urusan bisnis.
17
Sewaktu kuliah, pasien mengambil jurusan elektro dan mulai menjalin hubungan
dengan seorang wanita selama 5 tahun lalu menikah pada saat itu pasien berusia 26 tahun dan
istri berusia 23 tahun. Pasien menikah 1x dan mempunyai 2 orang anak laki-laki yang pertama
berusia 26 tahun sudah menikah dan yang kedua umr 23 tahun sedang kuliah di Jurusan Fikom.
Hubungan pasien dengan keluarga harmonis. Walaupun terkadang terdapat perbedaan pendapat
namun pasien memandang bahwa hal itu adalah hal yang wajar. Menurut istri, jika sedang ada
perdebatan,. pasien jarang marah tetapi memilih untuk diam dan jika sudah tersinggung pasien
lebih sering menghindar dan pergi ke rumah ibunya seharian untuk menenangkan diri setelah
itu kembali lagi ke rumah. Dalam suatu pertengkaran, biasanya istri pasien yang lebih sering
meminta maaf terlebih dahulu karena hanya istri pasien yang sering marah.
Menurut istri pasien, sewaktu anaknya masih bayi, pasien jarang menggendong
anaknya, karena kelihatan takut dengan cara menggendong dan rumit. Pasien tidak suka
dengan anak kecil karena sering menangis dan berisik. Di rumah pun pasien jarang tidur
dengan anaknya ketika masih bayi, karena takut rewel di malam hari dan membuat pasien
gampang terbangun. Hubungan dengan kedua anaknya baik tetapi kurang akrab karena jarang
bercanda dan takut pasien tersinggung. Pasien tidak sepenuhnya terbuka mengenai masalah
pekerjaan karena takut menjadi beban bagi istrinya.
Pada usia 25 tahun pasien sudah bekerja sebagai kontraktor dan tahun 2011 pasien
membangun perusahaan dan menjadi direktur utama di perusahaan tersebut. Sejak saat itu
pasien sering banyak masalah dengan pekerjaannya dan mengalami stres. Sejak saat itu pula
pasien sering mengalami vertigo dan mempunyai tekanan darah tinggi. Pada tahun 2014 pasien
mengajukan permohonan Penerbitan Jaminan Pembayaran kepada sebuah perusahaan asuransi
penjaminan untuk membeli barang proyek pengadaan material tower, konduktor dan isolator di
Jambi dengan nilai jaminan sebesar 20 Milyar. Namun karena ada kesalahan manajemen di
perusahannya selama 3 tahun ke belakang, pasien tidak mampu membayar hutangnya tersebut
sampai saat ini dan hanya mampu membayar 5 Milyar saja. Karena pasien sudah mengadakan
negosiasi berkali-kali, perusahaan penjamin tidak memberikan kelonggaran kembali, sehingga
pasien dilaporkan ke polisi dan langsung dimasukkan ke dalam penjara, langsung sesaat setelah
di introgasi.
Pasien dipanggil ke Polda pada tanggal 10 Januari 2018 untuk di introgasi pada pukul
11.00 sampai pukul 19.00, setalah itu tidak diperbolehkan pulang dan langsung dimasukkan ke
dalam penjara pada pukul 21.00 WIB. Pasien sebelumnya tidak menyangka akan kejadian ini
18
dan mengira hanya akan diminta keterangan saja oleh penyidik. Pasien merasa kaget dan
terpukul. Melihat keadaan di penjara sangat jauh berbeda dengan keadaan di rumah, dimana
hanya sebatas ruangan sempit, kotor dan berdebu yang dihuni oleh sekitar 20 orang. pasien
merasa stres sehingga vertigo pasien kambuh, sesak nafas dan badan lemas. Keesokan harinya,
pasien dibawa ke klinik tahanan dan pasien mengaku pingsan ketikasedang berobat. Tetapi
menurut keterangan polisi, pasien tidak pingsan. Menurut istri pasien, pasien memang
mempunyai riwayat vertigo, darah tinggi dan asthma.
Faktor predisposisi :
- Pola asuh pemanjaan
- Gangguan kepribadian paranoid
- Masalah dengan pekerjaan
Faktor presipitasi :
1.8. Penatalaksanaan
Observasi tanda-tanda vital, makan, minum dan perilaku
Terapi : Terapi non farmakologis : psikoterapi suportif
19
Terapi farmakologis : sertraline 1x25 mg
Edukasi : Konseling keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada pasien, dan
memberi nasihat kepada pasien untuk selalu tabah dalam menghadapi masalah
dan menerima setiap keputusan karena setiap kejadian dalam hidup
merupakan takdir TuhanYME, memperbanyak beribadah supaya terhindar dari
rasa stres.
Diet : biasa
1.9. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
BAB II
PEMBAHASAN
MMPI adalah suatu tes psikologi untuk mengidentifikasi psikopatologi dan tipe
kepribadian seseorang. Penggunaan MMPI 2 dapat membantu penentuan pola perilaku, pola
23
berpikir serta kekuatan ego seseorang dimana data tersebut sangat berguna bagi konselor dan
terapis (Polimeni,2010; Kasan,2011).
MMPI merupakan instrumen psikiatri dan psikologi yang cukup popular dan banyak
digunakan untuk penelitian maupun skrining penerimaan atau penempatan pegawai,
pengukuran fungsi mental, prediksi perilaku dengan melihat psikopatologi yang terjadi
(Sepehrmanesh, 2008). MMPI-2 juga sering digunakan sebagai skrining maupun penelitian
dalam penjara (Craig, 2008).
MMPI mulai dikembangkan sejak akhir 1930-an oleh Starke R. Hathaway, PhD
(psikolog) dan J. Charnley Mc Kinley, MD (psikiater), dirumah sakit dari Universitas
Minnesota, Minneapolis, USA. MMPI dipublikasikan pertama kali pada tahun 1943 dengan
beberapa skala yang masih sedikit kemudian berkembang sampai saat ini (Gunawan, 2008).
MMPI sebagai tes kepribadian merujuk pada pembahasan ada tidaknya psikopatologi
karena statemen pertanyaannya membandingkan kelompok normatif normal dengan kelompok
kasus. Pertanyaannya berupa statemen yang dijawab ya atau tidak dan bersifat umum yang
biasanya dimodifikasi sesuai budaya setempat dan terdiri dari 567 pertanyaan. MMPI-2 versi
Indonesia mulai divalidasi tahun 2003, diawali dengan studi kepustakaan pada Januari-Februari
2003, dilanjutkan dengan tes validitas (Maslim, 2003). MMPI 2 disempurnakan kembali dalam
buku panduan edisi Januari 2011 sebagai MMPI-2Dx (Kasan, 2011). Struktur MMPI 2 terdiri
dari skala validitas, skala klinis, skala suplementari, skala konten dan skala subklinis (Butcher,
2001; Kasan, 2001; Graham, 2006) .
24
1. Skala “?” atau Cannot Say (SC)
Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi sekedar
merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar profil. Kegunaan
mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah memberikan salah satu dari beberapa
indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu
kemungkinan besar tidak valid dan tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal
ini semata-mata karena jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi
yang tersedia untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk
meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk menjawab seluruh
pertanyaan.
2. Skala VRIN
VRIN terdiri dari pasangan-pasangan pertanyaan terpilih yang diharapkan untuk dijawab
secara konsisten jika orang itu mendekati tes dengan cara yang valid. Setiap pasangan item
memiliki isi yang mirip atau berlawanan.
3. Skala TRIN
Skala ini sama sepperti skala VRIN akan tetapi, hanya pasangan-pasangan dengan isi
berlawanan yang di masukan.
4. Skala F
Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal dan
menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dan MMPI-2 diseleksi berdasarkan dukungan
oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic, mereka merefleksikan cara
berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F biasanya disertai oleh skor-skor yang
tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi sering dapat digunakan sebagai indicator umum
patologi. Seseorang yang mempunyai skor tinggi mungkin juga “faking bad”, yang bisa
menginvilidasi protokolnya.
5. Skala Fb
Keempat puluh item Fb MMPI-2 dirancang untuk mengidentifikasi cara merespon “fake bad”
(pura-pura sakit) untuk 197 item terakhirnya. Tanpa skala Fb, tidak aka nada pengecekan pada
validitas beberapa item selanjutnya.
25
6. Skala Fp
Oleh karena skala F biasanya terelevasi pada pasien-pasien psikiatrik, sering kali sulit untuk
membedakan antara para penyandang psikopatologi sejati dengan mereka yang menyandang
sedikit patologi, tetapi berpura-pura sakit.
7. Skala FBS
Fake bad scale (FBS) dikembangkan dengan harapan bahwa skala ini akan dapat mendeteksi
pihak yang mengajukan tuntutan cedera pribadi yang membesar-besarkan masalahnya . studi-
studi lain mengindikasikannya sebagai salah satu skala terbaik MMPI-2 untuk mendeteksi
kepura-puraan.
8. Skala L
Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan sejauh mana seorang
klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif yang tidak realistis. Jadi, mereka
yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya secara terlalu perfeksionis dan idealis.
9. Skala K
Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam mendeskripsikan
dirinya. Jadi, skala ini mempunyai kesamaan dengan skala L. akan tetapi, skala K, lebih subtil
dan efektif. Bila hanya individu-individu yang naïf, moralistic dan tidak rumit saja yang akan
mendapatkan skor tinggi pada skala L, orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis
mungkin mempunyai skor K yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak
menunjukan elevasi pada skala L.
10. Skala S
Skala S dikembangkan dengan harapan bahwa skala bisa mengidentifikasikan dengan lebih
akurat orang yang berusaha tampak terlalu baik. Kelima puluh item skala S dikembangkan
dengan mencatat perbedaan-perbedaan dalam dukungan dalam terhadap item antara orang
dalam situasi perkejaan yang cenderung menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan
sempel respon normatif. Jadi, orang yang mendukung beberapa item ini dengan jumlah tinggi
menampilkan dirinya sebagai orang yang rukun dengan orang lain, bebas dari masalah
psikologi, dan mempunyai keyakinan yang kuat terhadap kebaikan manusia. Skala ini
tampaknya tidak efektif dalam mendiskriminasikan antara nonpasien yang diminta
26
menampilkan dirinya secara ekstrem positif dan orang yang diminta untuk merespon secara
jujur.
1. Skala 1 : skala yang terdiri dari 33 pernyataan dan menggambarkan dimensi gangguan
fisik dan fungsi tubuh. Skor tinggi berarti subjek terlalu memperhatikan kesehatan
tubuhnya dan merasakan keluhan-keluhan somatik lebih dari yang biasa. Skor rendah
berarti subjek memiliki energi yang penuh, ambisius, tidak memiliki hambatan-
hambatan, dan tidak menghiraukan keluhan fisik.
- T ≥75 : Depresi klinis yang serius, ide bunuh diri,merasa tidak berharga dan tidak
adekuat
- T 65-74 : Depresi sedang, rasa takut, keluhan somatik
27
- T 55-64 : Tidak nyaman dengan situasi kehidupan, introvert, menarik diri dari
sosial, kepercayaan diri yang kurang
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi
3. Skala 3 : skala yang terdiri dari 60 pernyataan yang menggambarkan konversi. Skor
tinggi menunjukkan adanya ketidakmatangan, represi yang bersifat histeris, mudah
terpengaruh oleh sugesti-sugesti dan mudah bereaksi secara emosional. Skor rendah
berarti subjek kurang spontan dan seorang yang kurang senang berpatisipasi dengan
orang-orang lain.
- T 65-74 : keluhan somatik, sakit kronis, kurang wawasan terhadap penyebab gejala
- T 55-64 : keluhan somatik, denial, imatur, egois, menuntut, sugestif dan afiliatif
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi
4. Skala 4 : skala yang terdiri dari 50 pernyataan dan menggambarkan orang yang tidak
menghiraukan nilai-nilai sosial, kurang mampu mengambil manfaat dari pengalaman
dan sukar mengadakan hubungan interpersonal yang lama. Skor tinggi berarti subjek
adalah impulsif, kurang mampu memberikan reaksi emosional yang mendalam, dan
marah terhadap orang lain. Skor sedang berarti subjek adalah orang yang suka
berpetualangan, suka bergaul dan suka berbicara banyak. Skor rendah berarti subjek
adalah seorang yang penurut dan tidak banyak tingkah lakunya.
5. Skala 5 : skala yang terdiri dari 60 pernyataan untuk wanita dan 60 pernyataan untuk
pria serta menggambarkan minat dan perhatian terhadap orang yang tidak sejenis. Skor
tinggi pada pria berarti dia termasuk orang yang sensitif, memiliki minat dan
kesenangan yang bersifat feminim. Skor tinggi pada wanita berarti dia termasuk orang
yang kompetitif, agresif, maskulin dan aktif. Skor rendah pada pria berarti dia suka
berpetualang, lebih suka bersikap dan bertindak aktif.Pada wanita, skor rendah berarti
28
minat yang bersifat sangat feminim, pasif dan bersedia menerima tugas-tugas yang
berat.
Laki laki :
Perempuan :
6. Skala 6 : skala yang terdiri dari 40 butir pernyataan dan mengambarkan dimensi
kecurigaan, merasa dikejar dan gejala paranoid. Skor tinggi pada skala ini berarti
subjek mempunyai sifat sangat curiga yang besar, disertai dengan kurangnya perhatian
terhadap lingkungannya, kurang ada kontak sosial dan keras kepala.
- T ≥75 : Gejala psikotik, termasuk khayalan atau penganiayaan, ideas or reference
- T = 65-74 : Gaya paranoid, sangat peka terhadap pendapat orang lain, curiga,
kesal, menarik diri, bermusuhan dan argumentatif.
- 55-64 : Sensitif yang berlebihan, curiga, pemarah
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi
7. Skala 7 : skala yang terdiri dari 48 pernyataan dan menggambarkan sindrom neurotik,
seperti fobia, obsesi dan kompulsif. Skor tinggi berarti subjek mengalami kecemasan,
berpendirian kaku, sangat ragu-ragu, dan memiliki kepercayaan diri kurang. Skor
rendah berarti subjek dapat berpikir teratur dan baik, realistik dan dapat menggunakan
kemampuan-kemampuannya dengan lancar dan mudah.
- T ≥75 : Gejolak psikologik ekstrim (rasa takut, cemas, ketegangan, depresi), pikiran
yang terganggu, tidak bisa berkonsentrasi, gejala obsesif kompulsif
- T = 65-74 : Cemas, depresi, lelah, insomnia, mimpi buruk, rasa bersalah,
perfeksionis, merasa tidak diterima
- T 55-64 : Cemas, tegang, tidak nyaman, tidak aman, kurang percaya diri, teliti,
ragu-ragu, pemalu, introvert
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi
- T ≥75 : bingung, pikiran yang tidak terorganisir, halusinasi, gangguan kontak dengan
kenyataan, menyingkirkan kondisi medis, penyalahgunaan zat
- T = 65-74 : gaya hidup schizoid, kepercayaan yang tidak biasa, perilaku eksentrik,
bingung, takut, sedih, keluhan somatik, tidak terlibat, fantasi berlebihan,
melamun
- T 55-64 : minat terbatas pada orang lain, tidak praktis, perasaan
tidak mampu dan
tidak aman.
- T 45-54 : Skor rata-rata, tidak ada interpretasi
- T < 45 : Skor rendah, tidak ada interpretasi
- T ≥75 : gejala manik termasuk aktivitas yang berlebihan dan tanpa tujuan,
halusinasi, waham kebesaran, bingung, flight of ideas
- T = 65-74 : energi yang berlebihan, kurang arah, disorganisasi konseptual, penilaian
diri yang tida realistis, impulsif, toleransi frustasi rendah
- T 55-64 : Aktif, energik, kreatif, pemberontak, giat, impulsif
10.Skala 0 : skala yang terdiri dari 70 pernyataan dan menggambarkan dimensi minat
untuk berpatisipasi secara sosia. Skor tinggi berarti subjek adalah pemalu, kurang
pandai bergaul dengan orang lain, sensitif dan lebih suka menyendiri. Skor rendah
berarti subjek suka bergaul, ramah, dan banyak mengadakan hubungan interaktif
dengan orang lain.
30
manipulatif
a. Hypochondriasis (Hs)
Hubungan interpersonal yang dilakukannya tidak lancar dan orang lain merasa
bisa merasa sedih dengan keluhan-keluhan kronis yang dideritanya. Mereka akan sering
mengeluh, ingin diperhatikan dan kritis terhadap orang lain. Karena terlalu peka,
mereka sering menuntut sesuatu yang tidak objektif kepada orang lain dan terkadang
menunjukkan kekerasan meskipun secara tidak langsung. Aktivitas yang terlihat kurang
dan tampak ia seorang yang membosankan, kurang antusias terhadap sesuatu dan
kurang ambisius. Terlihat dari ekspresi verbal ia kurang efektif. Dengan skor tinggi,
seseorang akan tampak kurang efisien meskipun tanpa penurunan kemampuan. Pada
terapi, mereka kurang responsif dan dengan cepat ingin menghentikannya apabila
terapis dianggap kurang memberikan perhatian atau dukungan. Mereka cenderung
meyakini pengobatan medis dan kurang percaya apabila gangguannya adalah psikis.
b. Depression (D)
Hampir keseluruhan orang dengan skor D tinggi mengalami gangguan depresi dan
depresi manik. Digambarkan pasien mengalami perasaan sedih atau tidak bahagia.
Mereka diindikasikan sebagai orang yang terhambat dan pesimis dengan masa
depannya. Ia sangat mengkritisi diri sendiri dan merasa bersalah dengan seringkali
31
tanpa alasan jelas. Ia merasa kesehatannya menurun, lambat dalam beraktivitas dan
sering merasa lemah dan capek. Banyak pula yang mengalami kecemasan dan tegang,
sering pula merasakan tegang dan sensitif meskipun terhadap hal-hal yang sepele.
Orang dengan skor tinggi tidak dilaporkan adanya perasaan tidak berharga atau
lemah dalam beraktivitas. Ia tampak sebagai orang yang kurang agresif, pemalu,
hambatan dalam kepercayaan dirinya dan sering merasa cemas terhadap hal-hal kecil
yang terjadi. Menjauhkan diri secara sosial mungkin saja terjadi, karena kecenderungan
mereka menjaga jarak dengan kontak yang terjadi secara psikis khususnya hubungan
emosional yang mendalam. Banyak dari mereka menunjukkan keraguan dalam berpikir
atau berperilaku. Mereka akan kesulitan dalam mengambil keputusan. Respon terhadap
terapi cukup baik dimana mereka cenderung mengikuti tanpa dorongan membantah dari
terapis, apalagi terapis yang memiliki intensitas tinggi terhadap perhatian dan dukungan
kepada klien.
c. Hysteria (Hy)
Orang dengan skor tinggi pada skala ini menunjukkan simptom fisik yang tidak
jelas seperti sakit kepala, pegal-pegal pada bahu, otot lemah, detak jantung tidak normal
atau simptom fisik lain yang tidak jelas dengan tidak adanya diagnosa medis yang
menunjukkan gangguan pada fisik. Skala ini dipahami dari munculnya simptom somatis
dari penampilan kepribadian yang menunjukkan ketidakmampuan secara efektif dalam
menghadapi stressor (tekanan). Orang dengan profil ini menunjukkan pengingkaran
atau menekan konflik yang ada dan seringkali gagal dalam menyelesaikannya secara
baik dan wajar. Mereka menunjukkan ketidakmampuan mendapatkan insight terhadap
sebab-sebab dari gangguan yang berdampak pada rendahnya motivasi atau perasaan
untuk mencoba mencari jalan keluar.
32
Orang dengan skala tinggi tidak menunjukkan kemarahan atau ketidaksukaan
secara terbuka namun dilakukan secara tidak langsung dari hubungan interpersonal
yang terjalin. Mereka memanipulasi hubungan yang terjalin dengan orang lain untuk
kebutuhan dirinya sendiri. Secara sosial mereka terlibat namun tidak disertai dengan
ketulusan. Mereka dapat akrab, aktif berkomunikasi dan antusias. Mereka dapat
bertindak namun dengan cara yang tidak wajar dan menunjukkan sedikit perhatian
terhadap kepentingan orang lain.
Pasien dengan tipe ini sulit mengikuti terapi dengan baik karena kecenderungan
pengingkaran yang tinggi dan kecenderungan melihat dirinya pada posisi yang benar.
Meski dapat mengikuti terapi dengan antusias, mereka kurang dapat merespon terhadap
insight diri sendiri karena resistensi yang tinggi terhadap nasihat psikologis yang
diberikan. Mereka cenderung lambat untuk mengetahui sebab-sebab permasalahan
sehingga untuk tipe pasien seperti ini akan lebih sesuai menggunakan “direct advice”
dibandingkan dengan terapi yang berorientasi pada “insight-oriented”.
Secara individu akan tampak ekstrovert, mudah bergaul, aktif berbicara, hiperaktif
dan tindakannya spontan dalam kelompok. Mereka tampak pintar dan percaya diri
meskipun aktivitasnya tanpa tujuan jelas. Hubungan yang terjalin biasanya bersifat
kasar, agresif, keras, sinis, membangkang dan terkadang pendendam. Mereka seringkali
bertindak sangat agresif dan sering mengajak berkelahi. Biasanya mereka tidak disertai
gangguan kecemasan, depresi maupun simptom psikotik. Mereka cenderung didiagnosa
sebagai gangguan kepribadian terutama perilaku anti-sosial atau kepribadian pasif-
agresif.
e. Masculinity-Femininity (Mf)
Kecenderungan skala ini lebih melihat peran gender dan bukan skala
psikopatologis.
Laki-laki
Dengan skor > 80 memperlihatkan individu memiliki konflik terhadap
identitas seksual dan merasa tidak aman dengan peran maskulin. Mereka akan
cenderung menyukai aestetik dan artistik melebihi laki-laki pada umumnya.
Penelitian menunjukkan mereka menunjukkan intelegensi tinggi dan dapat
melakukan aktivitas kognitif dengan baik. Mereka digambarkan sebagai orang yang
ambisius, kompetitif, sikapnya meyakinkan, pintar, berpikir jernih, teratur dan dapat
mengambil keputusan dengan baik. Mereka cenderung kreatif, keingin-tahuannya
tinggi dan imajinatif. Mereka bersosialisasi dengan baik, peka terhadap orang lain,
toleran dan dapat mengekspresikan kehangatan kepada orang lain. Orang lain
melihat pasif, tergantung dan tenang dengan orientasi jauh dari agresivitas. Mereka
cenderung penurut terhadap situasi konflik untuk menghindari konfrontasi. Laki-
34
laki dengan pendidikan tinggi menunjukkan skor tinggi dibandingkan dengan laki-
laki dengan pendidikan rendah.
Skor antara 70-79 terlihat sebagai figur sensitif, insight dan toleran. Mereka
memiliki ketertarikan luas terhadap budaya, dan terkadang tenang dan pasif dalam
menjalin hubungan interpersonal. Pada analisa klinis dapat menunjukkan
kebingungan peran seksual atau permasalahan pada penyesuaian jenis kelamin.
Perempuan
Skor > 70 akan menolak perilaku atau peran tradisional wanita, cenderung
tertarik dengan aktivitas maskulin yang sering dilakukan oleh laki-laki dalam
pekerjaan, hobi, olah raga atau aktivitas-aktivitas rutin harian. Mereka terkesan aktif
dan kompetitif, energik, agresif, dominan. Mereka menunjukkan ketegaran dan
lebih kuat secara fisik dibandingkan wanita pada umumnya. Mereka akan mudah
bergaul, percaya diri dan akan mudah bertindak meskipun terkadang kurang perasa
atau kurang akrab.
Skor < 35 menunjukkan wanita dengan figur dan peran feminis. Ia dapat
dikatakan ultra-feminist, tertarik dengan aktivitas feminin, pasif, tenang, pendiam
dan cerewet dalam berinteraksi sosial. Mereka cenderung menggantungkan pada
35
figur laki-laki atau figur yang lebih maskulin dalam mengambil keputusan atau
bertindak. Penelitian menunjukkan skala rendah pada perempuan tidak diterapkan
untuk kalangan yang berpendidikan tinggi.
f. Paranoia (Pa)
g. Psychastenia (Pt)
Skala ini mudah dilihat sebagai pengukuran kecemasan dan gangguan
penyesuaian diri secara umum. Pasien dengan skor tinggi menunjukkan kecemasan,
tegang dan kegelisahan. Mereka akan mudah sekali khawatir dan sangat cemas
meskipun terhadap masalah kecil. Mereka merasa terancam dan takut. Dalam
berkonsentrasi sulit. Orang lain melihat dirinya ragu-ragu dan khawatir dengan terlalu
banyak introspeksi diri, obsesif dan kompulsif hampir setiap waktu. Terkadang
36
simptom fisik menyertainya terutama pada detak jantung. Seringkali pasien
menganggapnya sakit jantung.
Pasien tampak sangat mengkritisi diri sendiri, pemalu dan sulit bergaul dengan
lingkungan sosial. Merasa tidak aman, inferior, kurang percaya diri dan sering terpaku
dengan keragu-raguan. Umumnya rigid dalam pendekatan interpersonal, moralistik
dan kaku. Mereka terkesan perfeksionis, terlalu teratur dalam aktivitasnya.
Manifestasi rigid ditampilkan dengan tidak adanya basa-basi dalam bertindak, tidak
kompromis, kaku dengan interaksi hubungan yang ada. Mereka cenderung ragu dalam
mengambil keputusan karena melihat terlalu banyak kemungkinan dari situasi yang
dihadapi.
Mereka merasa tidak nyaman dengan kondisi sekarang dan akan termotivasi
dengan treatmen psikologis. Pasien akan lebih lama bertahan dengan treatmen
psikologis yang diberikan namun lambat, atau istilah lainnya “lambat tapi pasti”.
Insight sulit dimunculkan namun masih memungkinkan. Kecenderungan
intelektualitas dan rasionalisasinya adalah kurang produktif. Resistensi terhadap
terapi muncul karena kekakuannya (rigid).Terkadang muncul kekacauan atau distorsi
kepentingan masalah yang disebabkan terlalu bereaksi terhadap hal-hal kecil.
h. Schizophrenia (Sc)
Skala ini menunjukkan kompleksitas intepretasi dan memiliki cakupan luas
sebelum melakukan diagnosa secara tepat. Perlu dipertimbangkan terkadang pasien
memiliki kecenderungan schizophrenia dan terkadang pula menunjukkan perilaku anti-
sosial. Pada kondisi lain dapat pula diasosiasikan terhadap gangguan psikis parah
dengan perilaku kurang terkendali atau mengangsingkan diri secara sosial dengan tidak
adanya pengalaman pikir yang buruk.
Skor 80-90
Individu dengan range skor ini dapat secara yakin menunjukkan perilaku
psikotik. Individu seperti ini menunjukkan kecenderungan bingung, tidak terkontrol
perilakunya dan mengalami disorientasi. Mereka memiliki ketidakwajaran pikir atau
sikap dengan delusi keyakinan (salah satunya ideas of reference), dan terkadang
mengalami halusinasi. Pertimbangan keputusan perilaku yang buruk tampak dalam
dirinya.
Skor 65-79
37
Skor dengan range ini menunjukkan gaya hidup schizoid. Mereka merasa
terasingkan dari kondisi sosial, merasa terisolasi dan salah dimengerti oleh orang lain.
Mereka menghindar diri, menarik diri terhadap kondisi sosial yang dianggap tidak
dapat menerima dirinya. Mereka menghindar dari orang lain dan tampak sebagai
orang yang aneh, pemalu, menjauhkan diri dan tidak akrab. Pasien akan
menggeneralisasi stress atau depresi dengan menjauhkan diri dengan cara berkhayal
atau berfantasi. Mereka akan bersikap kasar dan agresif dengan cara-cara atau
perilaku yang tidak wajar.
Pasien dengan tipe seperti ini biasanya merespon situasi dengan salah dalam
waktu lama, tidak beradaptasi dan perilaku aneh. Perasaan inferioritasnya tinggi, tidak
puas dengan kehidupannya, bingung dengan peran seksual, perilaku eksentrik, keras
kepala, impulsif dan kekanak-kanakan.
i. Mania (Ma)
Skala ini berusaha menunjukkan manik atau perilaku hipomanik, gangguan
afeksi dengan melibatkan gangguan mood. Terdapat 3 kelompok definisi, yaitu:
Skor > 80
Individu dalam kategori ini menunjukkan perilaku mengganggu, termasuk
perilaku over-acting, hiperaktif, percepatan bicara dan terkadang gejala yang cukup
lama gangguan pikir inkoheren atau flight of idea. Terkadang disertai pula halusinasi
atau delusi grande. Aktivitasnya meluas,berenergi dan antusias. Mengalami gangguan
pikir dan kurang dapat mengatur energi dengan baik. Keinginan dan aktivitasnya
banyak namun sulit untuk berhasil sampai tujuan yang diharapkan. Kesan pertama
dalam pergaulan tampak pintar, cerdas, kreatif, menghibur dan hangat. Mereka
merasa kesulitan beraktivitas rutin dan kemampuan detailnya rendah. Mereka
38
menunjukkan ide atau aspirasi yang tidak realistis dan terkadang grande, mereka sulit
melihat keterbatasan dirinya. Mereka cenderung menunjukkan secara berlebih
keyakinan diri dan tingkat kepentingannya. Pada saat tertentu dan tidak lama mereka
akan menunjukkan kebosanan dan merasa tidak suka secara cepat. Terkadang sering
bermasalah dengan hukum atau sosial karena dorongan impulsif-nya menjadikan
tindakan yang dilakukan bebas dengan sedikit atau tidak menghargai nilai-nilai etis
atau norma yang berlaku, termasuk dorongan seksual. Terkadang pada tahap tertentu
menunjukkan kurang stabil, agresif dan kekerasan terhadap objek atau orang lain.
Skor 65-79
Skor dengan kondisi seperti ini perlu berhati-hati dalam mengintepretasikan
karena individu cenderung normal dengan tidak adanya gangguan afeksi. Dapat
dilihat mereka karakteristiknya adalah over-aktif, energetik dan banyak berbicara.
Mereka menunjukkan ketertarikan di berbagai bidang dan terkadang tidak realistis
dengan ketertarikannya. Mereka terkadang terlalu bergairah dalam beraktivitas namun
kurang melihat tujuan dari aktivitasnya.
39
Keterbatasan melihat dirinya sendiri dan merasa terlalu yakin terhadap apa yang
akan diraih menjadikan realitasnya terhadap tujuan berbeda jauh dengan apa yang ada
dalam pikirannya. Ada kecenderungan tidak menyukai rutinitas dan perhatian
terhadap detail rendah. Banyak janji-janji akhirnya diingkari karena terlalu banyak
aktivitas dan sifatnya setengah-setengah. Cepat bosan dan capek seringkali
dirasakannya, mudah frustasi. Terkadang menunjukkan episode tertentu yang sensitif,
agresif dan kasar.
Pada konteks interpersonal, mereka sosial, terbuka dan mudah bergaul. Mereka
senang dalam situasi sosial dengan menunjukkan karakteristik yang menyenangkan,
menarik, sopan dan antusias mekipun kurang tulus. Terkadang ketidaktulusannya
ditunjukkan dengan berbicara bohong atau tidak realistis. Pada skala ini pasien tidak
tertarik dengan treatmen psikologis karena “merasa menyenangkan”, dalam kondisi
“asik-asik aja” dan resisten terhadap intepretasi psikologis. Apabila mengikuti terapi
seringkali bolos atau dengan cepat menghentikan proses terapi.
Skor < 35
Orang dengan skor seperti ini terlihat kurang berenergi, kurang bergairah,
banyak ketidaktertarikan aktivitas dalam sosial dan cenderung pendiam, rutin dan
sulit dimotivasi dalam treatmen.
Apabila skor <= 45 menunjukkan sangat sosial dan terbuka. Tampak dirinya
mudah bergaul, senang ngobrol atau berkecimpung dalam kelompok, sopan dan
banyak bicara. Dorongan untuk dikelilingi orang banyak tinggi dan banyak
menghabiskan waktu dengan kongkow. Mereka terkesan spontan dan ekpresif dalam
bersikap dan senang dengan situasi kompetitif. Dengan skor sangat rendah dapat
berarti kurang dewasa, impusif dan berorientasi pada kesenangan pribadi.
Ego strength adalah kualitas yang aktif melekat membawa berbagai bentuk energi dan
getaran pada orang selama kehidupan (Sadock, 2010). Ego strength ini mencerminkan inti dari
41
jiwa dan akhirnya membangun komitmen yang solid menuju ideal, kepercayaan, orang lain
yang signifikan dan masyarakat yang lebih luas (Sadock, 2009).
Menurut prinsip epigenetik, menyatakan bahwa ego strength ada selama masa
kehidupan, namun beberapa meningkat dalam hubungan untuk resolusi positif yang
berhubungan dengan krisis psikososial, khususnya harapan dari dasar kepercayaan versus
ketidakpercayaan (masa kanak-kanak), kepercayaan dari otonomi versus malu atau ragu (anak
usia dini),tujuan dari inisiatif versus rasa bersalah (masa kanak awal), kompetensi dari industri
versus rendah diri (masa kanak), kesetiaan dari 11 fase identitas versus kebingungan identitas
(masa remaja), cinta dari keintiman versus isolasi (dewasa awal), perawatan pada fase
generativitas versus stagnasi (dewasa), kebijaksanaan dari integritas versus putus asa (dewasa
tua). Komponen hirarki Erikson juga sesuai dengan kemungkinan ego strength selanjutnya
ditingkatkan melalui resolusi positif dari krisis psikososial sebelumnya. Ego dibentuk menurut
kebutuhan psikososial (Sadock, 2009; Schneider, 2005).
Ego strength terdiri dari kemampuan untuk mengerti, mengartikan dan melakukan
hubungan langsung, kontrol diri dan apa yang akan dilakukan, konsistensi, koheren dan
harmoni, rekognisi dari potensi. Pada teori Erikson, terdapat delapan krisis perkembangan yang
harus dinegosiasikan seseorang untuk perkembangan yang sehat dan ego yang kuat (Sadock,
2009). Catatan tentang suatu krisis menyiratkan bahwa perkembangan normal tidak
berlangsung secara mulus, tetapi lebih cenderung menyatakan bahwa ego hanya dapat
berkembang melalui pemecahan serangkaian konflik (Schneider, 2005). Meskipun terdapat
beberapa titik pada siklus kehidupan di mana krisis tertentu akan menjadi lebih signifikan
dibanding yang lain, semua krisis ada di sepanjang kehidupan seseorang (Sadock, 2009). Yang
penting untuk Erikson, konflik-konflik ini ditentukan oleh masyarakat dan budaya tempat
orang itu tinggal (Schneider, 2005). Namun sementara tantangan sosial ini bersamaan dengan
aspek tertentu perkembangan psikologis, mereka lebih tepat dipahami sebagai konflik
emosional (Schneider, 2005). Jika dinegosiasikan dengan baik, konflik akan menghasilkan
pencapaian ego strength tertentu, yang dapat dipahami sebagai kualitas adaptif primer yang
mengarahkan pada peningkatkan sensasi kekuatan internal dan koherensi dalam diri seseorang
(Markstrom, et al., 2005; Newman, 2009 ). Jika suatu krisis gagal dinegosiasikan, antipati ego
strength tersebut akan terjadi, dan akan tidak produktif terhadap perkembangan. Namun,
sementara tingkat antipati yang tinggi akan menghasilkan derajat ego strength yang lebih
rendah, sejumlah antipati akan diperlukan untuk bertahan hidup, karena baik hal-hal positif dan
negatif secara bersamaan akan berkontribusi pada kapasitas adaptif seseorang (Sadock, 2009;
42
Newman, 2011). Misalnya, untuk dapat menghargai dan memahami cinta sepenuhnya,
seseorang juga harus mengalami sejumlah penolakan (Maramis, 2010).
Ego strength lebih berorientasi ke sifat feminin, misalnya care dan love, sementara will,
purpose dan competence terkait dengan stereotipik karakteristik maskulin. Ego strength yang
lebih tinggi berhubungan dengan konsolidasi ide yang lebih kuat, riset ini mengantisipasi
bahwa kesepakatan yang lebih kuat untuk identitas gender yang lebih kuat berupa maskulin,
feminin, dan androgen akan berhubungan dengan ego strength yang lebih tinggi. (Schneider,
2005).
Dominansi merupakan salah satu nilai yang dibutuhkan agar berwibawa dalam tatap
muka, mampu mempengaruhi orang lain, tidak mudah diintimidasi, merasa aman dan percaya
diri. Pada dominansi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Selain itu dominansi juga
dipengaruhi oleh lingkungan dan pola asuh (Butcher, 2001).
Responsibility merupakan salah satu nilai yang diperlukan agar siap dan mampu
menerima konsekwensi atas perbuatan sendiri, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan memiliki
tanggung jawab. Pada responsibility ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, lingkungan dan
pola asuh (Butcher, 2001).
43
- kelompok general problem areas
o Social Discomfort (SOD)
o Family Problem (FAM)
o Work Interference (WRK)
o Negative Treatment Indicators (TRT)
Ma1 – Amorality
Ma2 – Psychomotor Acceleration
Ma3 – Imperturbability
Ma4 – Ego Inflation
Si1 – Shyness/Self-Consciousness
Si2 – Social Avoidance
Si3 – Self/Other Alienation
1. Merasa tidak bahagia, sedih, atau tertekan pada waktu yang lama
2. Kekurangan energi untuk mengatasi masalah kehidupannya sehari-hari
3. Tidak tertarik pada apa yang terjadi di sekitarnya
4. Merasa gugup atau tegang pada waktu yang lama
5. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan perhatian
6. Memiliki gangguan nafsu makan dan masalah tidur
7. Sering murung dan menangis
8. Kekurangan kepercayaan diri
9. Merasa rendah dan tidak berguna
10. Mudah tersinggung oleh kritikan
11. Merasa tidak nyaman dan malu berada dalam lingkungan sosial
12. Cenderung menghindari interaksi dengan orang lain, kecuali teman yang relatif dekat
13. Jika pasien psikiatri dirawatinapkan, mungkin menerima diagnosis klinis sebagai
neurosis depresif
fever atau asma, nafsu makan turun, konstipasi, mual muntah, dan kejang.
1. Melaporkan dirinya sebagai seorang yang memiliki kesehatan fisik yang baik
2. Tidak melaporkan bermacam gejala somatik spesifik yang disebutkan pada skor tinggi
Murung (D5)
46
1. Murung dan menangis pada banyak waktu
2. Kekurangan energi untuk menghadapi masalah
3. Menyimpulkan bahwa hidupnya tidak layak diperhatikan
4. Merasa rendah, tidak bahagia, dan tidak berguna
5. Mudah tersinggung oleh kritikan
6. Merasa kehilangan kontrol dalam proses pikirannya
1. Mengungkapkan secara polos sikap keyakinan dan kepercayaan terhadap orang lain
2. Melihat orang lain selalu jujur, sensitif, dan bisa diterima
3. Menyangkal memiliki perasaan negatif tentang orang lain
4. Mencoba menghindari konfrontasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan sebisa
mungkin
5. Kebutuhan yang kuat terhadap perhatian dan kasih sayang dari orang lain serta takut
yang dibutuhkannya tersebut akan hilang jika ia terlalu jujur tentang perasaan dan
sikapnya.
47
Skor rendah pada subskala Hy2 diindikasikan pada individu yang :
1. Memiliki sikap yang sangat negatif, selalu mengkritik, dan curiga terhadap orang lain
2. Melihat orang lain tidak jujur, egois, dan tidak bisa diterima
3. Mengakui perasaan negatif terhadap orang lain yang disadarinya sedang mengobati
keburukannnya.
tidur
3. Merasa bahagia dan puas dengan situasi hidupnya
terlalu dingin
5. Represi kegunaan dan perubahan afek
6. Mengungkapkan sedikit atau tidak ada kebencian terhadap orang lain
1. Tidak melaporkan keluhan somatik multipel seperti yang disebutkan pada skor tinggi
subskala ini
48
Skor tinggi pada subskala Hy5 diindikasikan pada individu yang :
1. Penuh kekesalan terhadap standar dan kebiasaan masyarakat dan orang tua
2. Mengakui memiliki masalah dalam sekolah dan dengan hukum
3. Memiliki pendapat pasti tentang yang benar dan salah
4. Bertahan dengan yang dipercayainya
5. Tidak banyak terpengaruh oleh nilai dan kebiasaan orang lain
1. Menampilkan dirinya sebagai seseorang yang nyaman dan percaya diri dalam
lingkungan masyarakat
2. Menyukai interaksi dengan orang lain
3. Tidak mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang lain
4. Cenderung menjadi seseorang yang ekshibisionis dan suka pamer
5. Mempunyai pendapat kuat tentang banyak hal dan tidak segan mempertahankan
50
Kebencian terhadap Diri Sendiri (Pd4B)
1. Menggambarkan dirinya sebagai orang yang tidak nyaman dan tidak bahagia
2. Memiliki masalah dalam berkonsentrasi
3. Tidak menemukan ketertarikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari
4. Berkata menyesal, rasa bersalah, dan penyesalan atas tindakan yang telah lalu, tapi
ini.
Poignancy (Pa2)
51
1. Melihat dirinya lebih bekerja keras dan lebih sensitif daripada orang lain
2. Mengatakan bahwa ia merasa lebih sangat daripada orang lain
3. Merasa kesepian dan tidak dimengerti
4. Mencari aktivitas yang menarik dan penuh resiko untuk membuat dirinya lebih baik
Kepolosan (Pa3)
1. Mengungkapkan kepolosan yang ekstrim dan sikap penuh optimis tentang orang lain
2. Melihat orang lain penuh kasih sayang, tidak egois, dermawan, dan dapat dipercaya
3. Menampilkan dirinya sebagai seseorang yang dapat dipercaya
4. Berkata dia memiliki standar moral yang tinggi
5. Menyangkal kebencian dan pikiran negatif
52
1. Merasa dimengerti dan dicintai
2. Melaporkan keterlibatan emosional yang memuaskan dengan orang lain
3. Menggambarkan lingkungan keluarganya sebagai hal yang positif
4. Menyangkal perasaan kebencian dan kekesalan terhadap anggota keluarga
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang.
2.9 Etiologi Depresi
Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah :
Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5-
hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-
hidroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien
dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa
gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic.
Faktor Neurokimia
Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuro
aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah
mengajukan bahwa system messengers kedua-seperti regulasi kalsium, adenilat siklase,
dan fosfatidilinositol-dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin
tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat. Glutamat
dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan
dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA
yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia
memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat 11 bukti yang baru
muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek
antidepresan.
Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa terdapat faktor genetik yang signifikan
terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi
faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan
54
mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna
didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat.
Faktor Psikososial
Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan
mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif
berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan
pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan
perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini
dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya
neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki
resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor
eksternal. 12 Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam
depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan
terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan menunjukkan
bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya depresi dikemudian
hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor
lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya awitan depresi adalah kematian
pasangan. Factor ressiko lain adalah PHK- seseorang yang keluar dari pekerjaan
sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode depresif berat
daripada orang yang bekerja.
Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan
predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan
gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline- mungkin
memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan
gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat
menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk
melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan
bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan
siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian
hari.
Faktor Psikodinamik Depresi
55
Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi. Teori
ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18
bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi;
(2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3)
introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk
menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap
sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
2.11 Tatalaksana
Psikoterapi
Psikoterapi suportif • Memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme.
• Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya.
• Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan membantu
mengoreksi.
• Membantu memecahkan masalah eksternal.
Psikoterapi • Teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik terjadi
57
psikodinamik akibat konflik perkembangan yang tak selesai.
• Terapi ini dilakukan dalam periode jangka panjang.
• Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang
menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi
Terapi Farmakologi
• Anti depresan
o Trisiklik : Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
o Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
o MAOI-Reversibel : Brofaromine, Caroxazone, Eprobemide
o SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) : Sertraline, Fluoxetine,
Paroxetine, Fluvoxamine, Citalopram
o Atipikal : Trazodone, Mirtazapine, Venflaflaxine
58
2.12 Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguang kepribadian adalah kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang
cenderunng menetap, dan merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang
dan cara-cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.
Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi
dan pengalaman hidup, sedangkan yang lainnya “didapat” paada masa kehidupan
selanjutnya.
a. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain sehingga motif
mereka dianggap sebagai motif mereka dianggap sebagai berhati dengki, dimulai
pada masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang
ditujukkan oleh empat( atau lebih) berikut :
59
Curiga tanpa dasar yang cukup bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan, atau menghianati dirinya
Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas atau
kejujuran teman atau rekan kerja
Enggan untuk menceritakan rahasia kepada orang lain karena rasa takut yang
tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat melawan dirinya
Membaca arti merendahkan atau ada ancaman yang tersembunyi dari ucapan
atau kejadian yang biasa
Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak bagi
orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau balas menyerang
Catatan : jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan " premorbid"
misalnya, " gangguan kepribadian paranoid (pramorbid)".
e. Kecurigaan yang berulang, tanpa dsara ( justification) tentang kesetiaan seksual dari
pasangannya
62
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikoanalitik kontemporer. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang, P:85-
107
Butcher, et al. 2001. MMPI-2 (Minessota Multiphasic personality Inventory-2). Tersedia di:
www.pearsonassessments.com/test/mmpi-2.html
Dahlan, M.S. 2011. Statistik untuk kedokteran Indonesia. Seri Evidence Based Medicine 1.
Jakarta. Salemba medica. Edisi 2. Hal 1-164.
Graham, J. R. 2006. MMPI-2 Assessing Personality and Psychopathology. Fourth Ed. New
York. Oxford Universitty Press.
Kasan,H. 2011.Buku Panduan dan Kumpulan Kasus Workshop MPI-2Dx. Profesional Training
Center “NL”. Jakarta, Indonesia.
Markstrom,C.A., Li, X., Blackshire, S.L., Wilfong, J.J. 2005 Ego strength Development of
Adolescents Involved in Adult-Sponsored Structured Activities. In: Journal of Youth and
Adolescence.34(2)
Maslim,R. 2003.Manual Pelatihan MMPI-2 Indonesia. Indonesian center for Mental health
Training and Research. Jakarta.
Maslim Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya
63
MIMS Edisi Bahasa Indonesia, Vol. 7, 2006
64
Polimeni, A.M., et al. 2010. MMPI-2 Profiles of Clients with Substance Dependencies
Accessing a Therapeutic Community Treatment Facility. Electronic Journal of Applied
Psychology. 6(1): 1-9.
Saddock’s, & Kaplan. 2001. Pocket Handbook of Clinical Psychiatry. New York. Lippincott
William&Wilkins
Sadock. B. J., Sadock, V.A., Newton, D.S.. (2009): Sadock & Kaplan Comprehensive Textbook
of Psychiatry, Eighth Edition, Lippincot William Wilkin, Philadelphia, p:747-755
Schneider,V. 2005. Chapter three: Ego strength The next key aspect of the present.
65
LAMPIRAN
66