LAPORAN KASUS
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
diajukan guna melengkapi tugas portofolio
Disusun oleh:
Putri Nisrina Hamdan
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–15 SEPTEMBER 2018
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
iii
PENDAHULUAN
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Sumber informasi : Autoanamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Anamnesis khusus :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit,
memberat sejak hari ini. Sesak napas tidak dipengaruhi suhu, posisi dan aktifitas, sesak
muncul setiap saat, dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak disertai batuk, bunyi
mengi, nyeri dada dan sembab pada tubuh. Pasien juga merasakan badannya terasa sangat
lemas, lesu, demam dan keringat dingin muncul sepanjang hari, kelemahan anggota gerak
tidak ada. Terdapat mual dan muntah sebanyak dua kali berisi makanan, perut terasa sakit
pada bagian ulu hati, tidak ada rasa tertekan di dada, nyeri menjalar ke lengan kiri hingga
punggung disangkal. Nafsu makan menurun, intake makan dan minum kurang. Sejak 3 tahun
yang lalu, pasien mengeluh sering buang air kecil terutama pada malam hari, cepat lapar dan
cepat haus serta mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam satu bulan. Setelah
itu pasien berobat ke dokter dan dokter mengatakan bahwa pasien mengidap kencing manis.
Obat kencing manis yang diminum adalah Metformin 3x500 mg, Glimepiride 1x4mg dan
Acarbose 3x50 mg tetapi pasien tidak kontrol secara teratur. Keluhan juga tidak disertai
dengan buang air besar cair atau hitam pada pasien. Tidak ada keluhan kuning pada pasien.
Tidak terdapat riwayat penurunan kesadaran pada pasien. Tidak terdapat riwayat luka
sebelumnya.
2
3
Pasien sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dan mengatakan pola makan
seperti biasa saja tanpa ada diet rendah gula. Riwayat merokok dan minum-minuman
beralkohol tidak didapatkan pada pasien. Riwayat penggunaan obat-obat anti nyeri dalam
jangka panjang tidak didapatkan pada pasien.Tidak terdapat riwayat operasi sebelumnya pada
pasien. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya tidak didapatkan pada pasien.
AIRWAY
a. Tanda objektif, meliputi:
• Pasien sadar dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanya
• Tidak ada penggunaan otot-otot napas tambahan
• Tidak ada suara nafas tambahan (gurgling, snoring, stidor, hoarseness)
b. Penilaian/Assessment, meliputi:
• Airway paten
• Kesan baik, tidak ada sumbatan jalan nafas (benda padat, cairan)
c. Tindakan, meliputi:
Pemberian oksigen 3 liter/menit dengan nasal canul karena pasien datang dalam keadaan
sesak
BREATHING
a. Tanda objektif, meliputi:
• Gerakan dinding dada simetris, tidak ada bagian dinding dada yang tertinggal saat
bernafas, frekuensi nafas 28 kali/menit.
• Pernafasan kusmaul (+)
• Suara nafas vesikuler (+/+), suara jantung normal
b. Penilaian/Assessment, meliputi:
• Breathing dan ventilasi adekuat
c. Tindakan, meliputi:
• Meneruskan pemberian oksigen 3 liter dengan nasal canul
CIRCULATION
a. Tanda objektif, meliputi:
• Tidak ada penurunan kesadaran
• Akral hangat, capillary refill time (CRT) <2 detik
• Nadi teraba kuat dan teratur, frekuensi nadi 110 kali/menit
• Tekanan darah 90/70 mmHg
4
• Suhu 37,80 C
• Pemeriksaan GDS cito dan didapatkan GDS 418 mg/dL
b. Penilaian/Assessment, meliputi:
• Hemodinamik stabil
c. Tindakan, meliputi:
• Pasang IVFD NaCl 0,9% loading 2L/2 jam
• Cek labor darah rutin, kimia, elektrolit dan analisis gas darah
DISABILITY
a. Tanda objektif, meliputi:
Glasglow coma scale (GCS):
• Eyes: dapat membuka mata secara spontan (E4)
• Verbal: komunikasi verbal baik, jawaban tepat (V5)
• Motorik: dapat mengikuti perintah (M6)
GCS 15 (E4V5M6)
• Pupil isokor kanan/kiri (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)
• Tidak ada kelemahan motorik
b. Penilaian/Assessment, meliputi:
• Hasil pemeriksaan mini neurologis baik
• Tidak ada gangguan neurologis
EXPOSURE
• Pasien diselimuti untuk mencegah hipotermi
Status generalis:
Kepala dan Leher
• Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
• Wajah : tidak ada edema
• Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat, isokor dengan
ukuran kanan/kiri (2 mm/2 mm), reflek cahaya (+/+), terlihat agak cekung
• Mulut : mukosa bibir kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, nafas berbau
aseton
• Leher : kelenjar getah bening tidak membesar, tidak ditemukan adanya pembesaran
glandula tiroid maupun glandula parotis dan submandibula.
• Kulit : turgor menurun
Thorax
Paru
• Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dada saat
bernafas simetris, pernafasan cepat dan dalam (kusmaul)
• Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
5
Ekstremitas
• Superior : Edema (-/-), akral hangat, capillary refill time (CRT) <2 detik
• Inferior : Edema (-/-), akral hangat, capillary refill time (CRT) <2 detik
Status gizi
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 19.53
Kesimpulan : Status gizi baik
1.5.3 Elektrolit
Na : 124 mmol/L (↓)
K : 5,0 mmol/L
Ca : 1.09 mmol/L
EKG : HR 110 x/m, ST segmen : isoelektrik, gel rSR di V1, V2, V3, V5.
Kesimpulan : Sinus takikardia, RBBB incomplete
Ekspertise:
Cor agak membesar
Sinus dan diafragma normal
Pulmo: hilus kanan dan kiri kasar, corakan paru bertambah.
Tampak bercak lunak diperi hiler kanan
Tak tampak kranialisasi. Tampak penebalan peri bronchial
Kesan :
7
PENGKAJIAN MASALAH
• Sesak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa lemah. Pasien
mengeluh mual muntah dan nyeri ulu hati.
DAFTAR MASALAH
Daftar masalah dalam kasus ini adalah:
• Sesak napas, pernapasan kusmaul
• Lemah
• Mual muntah
• Nyeri ulu hati
• Dehidrasi sedang
• Asidosis metabolik
• Leukositosis
Diagnosis banding
• Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketotik
• CHF
1.7 Tatalaksana
Rehidrasi NaCl 0,9%
Konsul Rani Wahyoe, dr., Sp.PD
Rehidrasi NaCl 2L/2jam, jika setelah 2 jam terdapat takikardi rehidrasi dihentikan
atau cairan diturunkan
Jika membaik lapor ulang untuk lanjutan pemberian cairan
Setelah rehidrasi 2 jam cek GDS (hasil dilaporkan)
Cefotaxim 3x1 gram iv (ST)
Metronidazole 3x500 mg IV (ST)
Setelah rehidrasi rencana Bicnat 60 Meq IV dan Infumal 500 cc + Meylon 4
ampul 24 jam
Paracetamol 3x1
Ranitidin 2x25 mg iv
Ondansetron 2x4mg iv
8
1.8Follow up pasien
1.8.1 10 November 2017 (pukul 16.00)
Subjective (S) : Sesak berkurang , nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-)
Objective (O) : Composmentis, sakit sedang
T: 110/70 mmHg N: 96 REIC R: 21x/menit, S: 37,60 C.
Pulmo : suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen: soepel, nyeri tekan epigastrium (+), bising usus (+) normal
Gula Darah Sewaktu post rehidrasi: 400 mg/dl
Assessment (A) : DM tipe II dengan Ketoasidosis Diabetikum
Planning (P) :
- O2 3 lpm
Konsul dr. Rani Wahyoe, SpPD
- Infus NaCl 1 liter/4 jam (line I)
- Pasang kateter urin
- Obervasi Intake-Output
- Cefotaxim 3x1 gram
- Metronidazol 3x500 mg
- Insulin Bolus iv 5 unit
- Sliding scale subcutan
GDS 200-250 4 unit
GDS 250-300 8 unit
GDS 300 – 380 12 unit
- Drip Bicnat lanjut (line II)
- Metronidazole 3x500 mg
- Ondansetron k/p
- Levomir 0-0-6 unit
- Humalog 10-10-10 unit SC
- Observasi Input Output/shift
- Periksa USG Hepatobilier, Lien, Pankreas
PENDAPAT RADIOLOGIST
11
HEPAR
Besar dan bentuk normal, texture parenchym homogen. Tidak tampak SOL, V.porta,
v.hepatika dan saluran empedu intra dan extra hepatal tidak melebar. Tampak sedikit cairan
diluar hepar
KANTONG EMPEDU
Besar dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak tampak bayangan batu maupun
sludge. Tak tampak bayangan cairan diluar kantong empedu.
LIEN
Tidak membesar dan bentuk normal, textur parenchym homogeny. Tidak tampak SOL.
V.lienalis tidak melebar.
PANKREAS
Besar dan bentuk normal, parenkim homogeny. Tak tampak massa/SOL
PARA AORTA
Tak tampak nodul hipoekhoik para aorta.
KESAN Ascites ringan ec?
Klinis dan Lab ?
USG Hepar, kantong empedu, pancreas dan limpa, saat ini dalam batas normal.
Assesment (A) : DM Tipe II + KAD dengan perbaikan
Planning (P) : Cefotaxim 3x1 gram
Metronidazol 3x500 mg
Infus NaCl 30 tpm
Insulin 8-8-8
Levomir 0-0-6
Cek GDN,GD2jamPP
Bladder trans aff
Urin Rutin
PEMERIKSAAN KIMIA :
Gula Darah N : 100
Gula darah 2 J PP : 153
PEMERIKSAAN URINE :
Warna Urine : Kuning Agak Keruh
PH : 6,0
SG : 1010
Protein Urine : Negatif
Reduksi –N : Negatif
Lekosit : 3+ LPB
Urobilinogen : 3,5EU/dl
Blood/darah : +-
Bilirubin Urin : Negatif
Keton : Negatif
Nitrit : Negatif
12
1.9Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1
2.2 Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden KAD
sebesar 8/1000 pasien DM pertahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk
kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. 1 Sumber lain
menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000 pasien DM pertahun. 2,3 KAD dilaporkan
bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika
Serikat.4 Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di
Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah.
Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama
pada pasien DM tipe 2.1
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada banyak
center, beberapa sumber lain menyebutkan 5 – 10%2, 2 – 10%3, atau 9 – 10%1. Sedangkan di
klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25 –
50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD,
seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa
darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada
pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang
tepat dan rasional sesuai dengan patofsiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab
kematian lebih sering dipicu oleh factor penyakit dasarnya.1
13
14
2.4 Patofisiologi10,11,12,13
a. Metabolisme glukosa dan lipid
Pada saat terjadi defisiensi insulin, peningkatan level glukagon,
katekolamin dan kortisol akan menstimulasi produksi glukosa hepatik melalui
mekanisme peningkatan glikogenolisis dan gluconeogenesis (Gambar 1).
Hiperkortisolemia akan menyebabkan peningkatan proteolisis, sehingga
menyediakan prekursor asam amino yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Insulin rendah dan konsentrasi katekolamin yang tinggi akan menurunkan
uptake glukosa oleh jaringan perifer. Kombinasi peningkatan produksi glukosa
hepatik dan penurunan penggunaan glukosa perifer merupakan kelainan
patogenesis utama yang menyebabkan hiperglikemia pada KAD.
Hiperglikemia akan menyebabkan glikosuria, diuresis osmotik dan dehidrasi,
15
(a) Peningkatan lipolisis menghasilkan produksis asetil KoA dari asam lemak, sebagai
substrat sintesis badan keton oleh hati. Defisiensi insulin menyebabkan penurunan utilisasi
glukosa dan penurunan produksi oksaloasetat. (b) Jumlah oksaloasetat yang tersedia untuk
kondensasi dengan asetil KoA berkurang; dan (c) menyebabkan asetil KoA digeser dari
siklusi TCA dan (d) mengalami kondensasi untuk membentuk asetoasetat diikuti reduksi
17
menjadi beta-hidroksibutirat.
+ -
KAD. Gap anion ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [Na - (Cl
-
+ HCO3 )], berdasarkan rumus ini, gap anion normal adalah 12 (dengan
deviasi standar 2) mmol/L. Pada KAD, bikarbonat digantikan dengan asam
beta- hidroksibutirat dan asam asetoasetat sehingga jumlah konsentrasi
bikarbonat dan klorida turun dan terjadi peningkatan gap anion. Walaupun
terjadi ekskresi ketoasid secara substansial di dalam urin, penurunan
konsentrasi bikarbonat serum dan peningkatan gap anion yang diamati pada
KAD kurang lebih sama.
Pada keadaan-keadaan normal, kadar asam beta-hidroksibutirat lebih
tinggi kurang lebih 2 sampai 3 kali lipat dari asam asetoasetat, hal ini
disebabkan oleh karena perbedaan dari status redoks mitokondria. Peningkatan
status redok mitokondria, seperti yang terjadi pada KAD, akan meningkatkan
rasio asam beta-hidroksibutirat terhadap asam asetoasetat. Kesalahan
perkiraan jumlah keton dapat terjadi bila tidak dilakukan pengukuran terhadap
asam beta-hidroksibutirat.
Asidosis metabolik akan menginduksi hiperventilasi melalui stimulasi
kemoreseptor perifer dan pusat pernapasan di batang otak, yang kemudian
akan menurunkan tekanan parsial karbon dioksida. Mekanisme ini akan
mengkompensasi asidosis metabolik secara parsial.
Diuresis osmotik terinduksi hiperglikemia akan menyebabkan
kehilangan cairan yang berat. Kekurangan cairan total tubuh biasanya berada
pada kisaran 5 sampai 7 liter pada KAD dan 7 sampai 12 liter pada KHH,
keadaan ini mewakili kehilangan cairan sekitar 10% sampai 15% dari berat
badan. Diuresis osmotik ini diasosiasikan dengan kehilangan kadar elektrolit
dalam jumlah besar di dalam urin.
Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena
18
Pada pasien dengan KAD, nausea vomitus merupakan salah satu tanda dan gejala
yang sering diketemukan. Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan pada pasien dewasa
(lebih sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen. Meskipun penyebabnya
belum dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan pengosongan lambung dan ileus
oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis metabolik telah diimplikasikan sebagai
penyebab dari nyeri abdominal. Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular,
dapat menyebabkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Gejala-gejala seperti poliuria, polidipsia dan polifagia yang khas sebagai bagian dari
diabetes tak terkontrol nampaknya sudah timbul selama tiga sampai empat minggu
sebelumnya dan pada beberapa kasus dua bulan sebelum. Begitu pula dengan penurunan
berat badan yang bahkan telah timbul lebih lama lagi, yakni tiga sampai enam bulan sebelum
dengan rata-rata penurunan 13 kilogram. Patut diperhatikan gejala-gejala akut yang timbul
dalam waktu singkat, seperti nausea vomitus dan nyeri abdomen, di mana dapat dijadikan
sebagai peringatan untuk pasien bahwa dirinya sedang menuju ke arah KAD.
Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau napas seperti
buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem
respirasi dan tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang
kering, takikardia dan hipotensi. Status mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh
sampai letargi yang berat; meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD atau KHH yang
diperawatan dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan laboratorium termudah dan terpenting setelah anamnesa dan
pemeriksaan fisis adalah penentuan kadar glukosa darah dengan glukometer dan urinalisis
dengan carik celup untuk menilai secara kualitatif jumlah dari glukosa, keton, nitrat dan
19
2.6 Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan napas, status
mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat
menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.1 Meskipun gejala DM yang
tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk
KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam). Umumnya penampakan
seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi
KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya. Gambaran klinis klasik termasuk riwayat
poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi,
lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit
yang menurun, respirasi Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan
koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi.
Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan hipotermia karena menunjukkan
prognosis yang lebih buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini
dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda.
Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan
asidosis metabolik.
20
a. Terapi cairan
Terapi cairan awal ditujukan kepada ekspansi cairan intravskular dan
21
pasien stabil dan dapat menerima suplementasi oral. Kemajuan yang baik
untuk terapi pergantian cairan dinilai dengan pemantauan parameter
hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran masukan/keluaran
cairan dan pemeriksaan klinis. Pergantian cairan harus memperbaiki defisit
perkiraan dalam waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum akibat
terapi tidak boleh melebihi 3 mOsm/kg H2O/jam. Pada pasien dengan
+
(K <3,3 mEq/L) disingkirkan, bolus insulin regular intravena 0,15 unit/kgBB
diikuti dengan infus kontinu insulin regular 0,1 unit/kgBB/jam (5-7 unit/jam
pada dewasa) harus diberikan. Insulin bolus inisial tidak direkomendasikan
untuk pasien anak dan remaja; infus insulin regular kontinu 0,1 unit/kgBB/jam
dapat dimulai pada kelompok pasien ini. Insulin dosis rendah ini biasanya
dapat menurunkan kadar glukosa plasma dengan laju 50- 75 mg/dL/jam sama
dengan regimen insulin dosis lebih tinggi. Bila glukosa plasma tidak turun 50
mg/dL dari kadar awal dalam 1 jam pertama, periksa status hidrasi; apabila
memungkinkan infus insulin dapat digandakan setiap jam sampai penurunan
glukosa stabil antara 50-75 mg/dL.
Pada saat kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dL di KAD dan 300
22
dapat menyebabkan kendali yang memburuk; oleh karena itu tumpang tindih
antara terapi insulin intravena dan inisiasi insulin subkutan harus diadakan.
Pasien dengan riwayat diabetes sebelum dapat diberikan insulin
dengan dosis yang mereka terima sebelumnya sebelum awitan KAD dan
disesuaikan dengan kebutuhan kendali. Pasien-pasien dengan diagnosis
diabetes baru, dosis insulin inisial total berkisar antara 0,5-1,0 unit/kgBB
terbagi paling tidak dalam dua dosis dengan regimen yang mencakup insulin
kerja pendek dan panjang sampai dosis optimal dapat ditentukan. Pada
akhirnya, beberapa pasien dapat dipulangkan dengan antihiperglikemik oral
dan terapi diet pada saat pulang.
c. Koreksi asidosis metabolik
Penggunaan bikarbonat pada KAD tetap kontroversial, dengan pH
>7,0 memperbaiki aktivitas insulin dapat menghambat lipolisis dan
menghilangkan ketoasidosis tanpa perlu tambahan bikarbonat. Penelitian acak
terkontrol gagal menunjukkan apakah pemberian bikarbonat pada pasien KAD
dengan pH 6,9-7,0 memberikan perbaikan atau perburukan. Sedangkan untuk
pasien KAD dengan pH <6,9 belum pernah ada penelitian prospektif yang
dilakukan. Mempertimbangkan bahwa asidosis berat dapat menyebabkan
berbagai efek vaskular berat, nampaknya cukup beralasan untuk
menatalaksana pasien dewasa dengan pH <7,0 menggunakan 100 mmol
natrium bikarbonat diencerkan dengan 400 ml aqua bidestilata dan dan
diberikan dengan laju 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 sampai 7,0,
maka 50 mmol natrium bikarbonat dapat diberikan setelah diencerkan dengan
200 ml aqua bidestilata dan diinfus dengan laju 200 ml/jam. Pada pasien
dengan pH di atas 7,0 maka tidak diperlukan pemberian natrium bikarbonat.
Insulin, sebagaimana terapi bikarbonat, menurunkan kalium serum,
sehingga suplementasi kalium harus diberikan di dalam cairan intravena sesuai
protokol di atas dan dilakukan pemantauan hati-hati. Setelah itu, pH vena
harus dinilai setiap 2 jam sampai pH meningkat sampai 7,0 dan terapi diulang
setiap 2 jam sesuai dengan keperluan.
d. Kalium
Walaupun terjadi penurunan kadar kalium tubuh total, hiperkalemia
ringan sedang dapat terjadi pada pasien krisis hiperglikemik. Terapi insulin,
koreksi asidosis dan ekspansi volume menurunkan konsentrasi kalium serum.
Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai apabila kadar
kalium serum telah di bawah 5,5 mEq/L, dengan mengasumsikan terdapat
24
keluaran urin adekuat. Biasanya 20-30 mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4)
untuk setiap liter cairan infus mencukupi untuk mempertahankan kadar kalium
serum antara 4-5 mEq/L. Pada keadaan tertentu, pasien KAD dapat datang
dengan hipokalemia signifikan. Pada kasus-kasus ini, penggantian kalium
harus dimulai bersamaan dengan terapi cairan dan pemberian insulin ditunda
sampai kadar kalium mencapai lebih dari 3,3 mEq/L dalam rangka mencegah
terjadinya aritmia atau henti jantung dan kelemahan otot pernapasan.
e. Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium
serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur. Hiponatremia
memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah penyesuaian efek
ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium
yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5)
= 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian
cairan normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat
setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal
saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat
itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular
sehingga akan meningkatkan kadar natrium.7 Serum natrium yang lebih tinggi
daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi dengan NaCl 0,45%.6
f. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktivtas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Mengetahui bahwa asidosis berat
menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak diinginkan, tampaknya cukup
bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol
natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fsiologis dan
diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 – 7,0, 50
mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan
diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan
secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena
diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap
2 jam jika perlu.6
g. Tatalaksana lainnya
Pemantauan EKG kontinu direkomendasikan oleh karena adanya risiko
hipo atau hiperkalemia dan aritmia yang disebabkannya. Tabung nasogastrik
harus diberikan kepada pasien dengan penurunan kesadaran oleh karena risiko
gastroparesis dan aspirasi. Kateterisasi urin harus dipertimbangkan bila
terdapat gangguan kesadaran atau bila pasien tidak mengeluarkan urin setelah
4 jam terapi dimulai. Kebutuhan pemantauan vena sentral harus
dipertimbangkan perindividu, namun diperlukan pada pasien tua atau dengan
keadaan gagal jantung sebelumnya.13
Pertimbangan harus diberikan kepada pemberian terapi antibiotika bila
ada bukti infeksi, namun hitung leukosit seringkali meningkat tajam pada
KAD, dan tidak mengkonfirmasi adanya infeksi. Anamnesa, pemeriksaan fisis,
demam dan peningkatan CRP merupakan biomarker yang lebih terpercaya.13
Bila gula darah < 200 mg% Setelah sliding scale tiap 6 Bila sudah sadar beri *Bila pH↑ →K+ akan ↓
ganti dextrose 5% jam dapat diperhitungkan K+ oral selama oleh karena itu pemberian
kebutuhan insulin sehari seminggu HCO3-disertai dengan
Kontrol CVP pemberian K+
→ 3x sehari sebelum makan
(bila os sudah makan)
2.8 Komplikasi
o Hipoglikemia dan hipokalemia
Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi
ini dapat dijumpai pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin
dosis tinggi. Kedua komplikasi ini diturunkan secara drastis dengan
digunakannya terapi insulin dosis rendah. Namun, hipoglikemia tetap
merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang insidensnya kurang
dilaporkan secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan dekstrosa pada
saat kadar glukosa mencapai 250 mg/dL pada KAD dengan diikuti penurunan
laju dosis insulin dapat menurunkan insidens hipoglikemia lebih lanjut. Serupa
dengan hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi dan pemantauan
kadar kalium serum ketat selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat
menurunkan insidens hipokalemia.
o Edema Serebral
Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah
dikenal lebih dari 25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara
signifikan, melalu pemeriksaan eko-ensefalogram, dapat ditemukan pada 9
dari 11 pasien KAD selama terapi. Meskipun demikian, pada penelitian
lainnya, sembilan anak dengan KAD diperbandingkan sebelum dan sesudah
terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan otak biasanya dapat ditemukan
pada KAD bahkan sebelum terapi dimulai. Edema serebral simtomatik, yang
jarang ditemukan pada pasien KAD dan KHH dewasa, terutama ditemukan
pada pasien anak dan lebih sering lagi pada diabetes awitan pertama.
Tidak ada faktor tunggal yang diidentifikasikan dapat memprediksi
kejadian edema serebral pada pasien dewasa. Namun, suatu studi pada 61 anak
dengan KAD dan serebral edema yang dibandingkan dengan 355 kasus
matching KAD tanpa edema serebral, menemukan bahwa penurunan kadar
CO2 arterial dan peningkatan kadar urea nitrogen darah merupakan salah satu
faktor risiko untuk edema serebral.
28
2.9 Pencegahan
Banyak kasus KAD dan SHH dapat dicegah dengan perawatan medik yang baik,
edukasi yang sesuai, dan komunikasi yang efektif dari tenaga kesehatan selama belum
menimbulkan penyakit.
Sick-day management harus mendapat perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik
pada 1) kapan menghubungi sarana pelayanan kesehatan 2) target glukosa darah dan
penggunaan shor-acting insulin selama penyakit, 3) mengobati demam dan infeksi, dan 4)
inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan garam.
Yang paling penting, pasien harus dinasehatkan untuk tidak pernah menghentikan insulin dan
untuk mencari dokter saat mulai sakit.
Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien dan anggota
keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti mengukur dan
mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah ketika glukosa darah >300
mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan denyut nadi permenit, dan berat
badan. Pengawan yang cukup dan sangat membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah
terjadinya SHH dalam kaitan dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu
untuk mengenali atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga
pasien mengenai tanda dan gejala new-onset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-
obatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat mengurangi
kejadian dan beratnya HHS.
2.10 Prognosis
Tingkat mortalitas adalah 5 % pada ketoasidosis diabetikum. Kematian jarang
disebabkan oleh komplikasi metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis, namun berkaitan
dengan penyakit yang mendasarinya. Prognosis memburuk pada usia lanjut disertai dengan
adanya koma dan hipotensi.
30
BAB III
PEMBAHASAN
•
Hasil penilaian awal airway : kesan tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas pasien,
pasien sadar dan menjwab pertanyaan dgn suara jelas. Pasien datang dalam keadaan
sesak nafas dengan frekuensi nafas sebanyak 26 kali/menit sehingga pemberian
oksigen dengan nasal canul 3 L dilakukan. Penilaian ulang terhadap patensi jalan
nafas tetap dilakukan walaupun kesan awal jalan nafas pasien tidak terjadi sumbatan.
•
Hasil penilaian breathing dan ventilasi : kesan bahwa breathing dan ventilasi pasien
mengalami masalah berupa peningkatan frekuensi nafas ( pola nafas kussmaul), tapi
sudah dilakukan tindakan pemasangan oksigen nasal canul 3L.
•
Penilaian status hemodinamik : kesan bahwa keadaan status hemodinamik pasien
mengalami gangguan, pasien mengalami dehidrasi ringan. Tindakan yang telah
dilakukan pada pasien adalah dengan pemasangan infus dan selanjutnya diberikan
cairan NaCl 0,9 % sebanyak 1 L dihabiskan dalam 1 jam pertama dan dilanjutkan 500
cc dan 250 cc pada jam berikutnya.
•
Hasil pemeriksaan mini neurologis menunjukkan tidak terdapat gangguan pada status
neurologis pasien.
•
Pasien selanjutnya diselimuti untuk mencegah hipotermi.
•
Pasien tampak sesak dengan gambaran pernapasan cepat dan dalam (kusmaul). hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami asidosis metabolik, kusmaul merupakan
kompensasi terhadap asidosis metabolik.
31
•
Mual dan muntah yang ditemukan pada pasien merupakan manifestasi klinis yang
patognomonik dan sering ditemukan pada penderita KAD teraktivasinya
kemoreseptor trigger zone oleh keton yang tinggi dalam darah.
•
Lemah pada pasien abnormalitas dari metabolisme glukosa, lemah juga dapat
dikarenakan masalah dehidrasi yang dialami pasien.
•
Leukositosis kemungkinan adanya infeksi pada tubuh pasien. Karena infeksi tidak
spesifik maka diberikan antibiotic spektrum luas (resisten terhadap antibiotic gr – dan
gr +). Dan infeksi ini juga bias menjadi salah satu pencetus terjadinya KAD pada
pasien ini. Dan jika dilihat dari hasil lab berupa :
Jumlah leukosit 19.290 / ul
Frekuensi nafas >20 kali/menit (RR=35 kali/menit)
PCO2 < 32 kali/menit (PCO2 = 13)
Kriteria tersebut merupakan adanya tanda-tanda SIRS (systemic
inflammatory Response syndrome).
Dengan adanya tanda-tanda klinis seperti :
Sesak nafas – pernafasan kussmaul (RR : 35x/menit)
Gula Darah sewaktu yang tinggi (771 mg/dl)
Terdapat keton dalam urin
pH arteri < 7,1
kadar 3,3 mmol/L
Maka pasien ini ditetapkan mengalami ketoasidosis diabetik, rencana terapi untuk pasien
ini adalah terapi cairan, terapi Insulin, terapi keseimbangan elektrolit dan terapi umum,
seperti pemberian oksigen, antibiotic, heparin atau aspirin, dan obat penenang.
•
Pada pasien ini telah dilakukan terapi cairan dan insulin, pasien diberikan cairan
sebanyak 2L/2 jam , kemudian diberikan cairan 1L/4 jam, lalu setelah ter rehidrasi,
diberikan Na Bikarbonat 60 Meq iv dan diberikan tambahan cairan yang didriptkan
Na Bikarbonat 4 fl. Setelah itu diberikan insulin bolus 5 unit dan selanjutnya
diberikan insulin sliding scale.
Menurut literatur, terapi cairan diberikan 1 L NaCl 0,9% selama 1 jam pertama,
dilanjutkan 500 cc NaCl 0,9% per jam sampai hemodinamik stabil dilanjutkan dengan
250 cc NaCl 0,9% per jam. Setelah rehidrasi memadai berikan insulin bolus sebanyak 015
unit/kgbb dan insulin kontinue 0,1 cc/kgBB/jam (insulin bolus 8,25 unit , dan insulin
kontinyu 5,5 unit /jam). Jika GDS < 200mg/dl maka kecepatan pemberian insulin
dikurangi menjadi 45mU/jam/kg. Jika GDS stabil antara 200-300 mg/dl selama 12 jam
dilakukan drip 1-2 unit / jam dan dilakukan Sliding scale setiap 6 jam sekali.
32
•
Insulin dapat diberikan dengan syarat kadar kalium tidak < 3,3 mEq/L, karena dengan
pemberian insulin dapat menyebabkan hipokalemi. Kadar kalium pada pasien ini
adalah 5 mmoL/L
•
Untuk pemberian bikarbonat, masih kontroversial, karena pemberian biknat hanya
diindikasikan jika pH darah pasien <7, pada pasien diberikan biknat karena pH darah
pasien 7,1.
•
Pemantauan merupakan bagian terpenting dalam pengobatan KAD. Untuk itu perlu
dilaksanakan pemeriksaan : kadar gula darah tiap jam, elektrolit tiap 6 jam selama 24
jam, analisis gas darah (bila pH < 7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH >
7,1), tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperatur tiap jam.1
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan, diagnosis pasien adalah ketoasidosis diabetikum Hal-
hal yang menyebabkan timbulnya ketoasidosis diabetikum diantaranya adalah: defisiensi
insulin, meningkatnya hormon kontra insulin, dehidrasi, resistensi immunologik terhadap
insulin. Gejala-gejala yang timbul pada ketoasidosis diabetikum adalah: poliuri, polidipsi,
perasaan lelah, nausea dan muntah, pemafasan Kusmaull, pada akhimya dapat terjadi stupor
yang dapat berkembang hingga koma. Pengelolaan ketoasidosis diabetikum adalah: rehidrasi,
pemberian insulin, koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam - basa, mengatasi
faktor pencetus / infeksi.
4.2 Saran
Sesudah pemulihan dan stabilisasi, pasien harus mendapat instruksi rinci intensif
mengenai bagaimana menghindari komplikasi diabetes melitus yang berpotensi bahaya ini.
Mereka perlu diajari untuk mengenali tanda-tanda dan gejala awal ketoasidosis. Keton urin
perlu diukur pada pasien-pasien dengan tanda-tanda infeksi atau mereka yang menggunakan
pompa insulin bilamana glukosa darah kapiler tidak disangka tinggi ataupun tetap tinggi. Bila
ketonuria hebat dan glikosuria menetap pada beberapa pemeriksaan berturutan, maka insulin
regular tambahan perlu diberikan dan makanan-makanan cair seperti jus tomat dengan sedikit
garam dan kaldu perlu dikomsurnsi untuk menggantikan cairan dan elektrolit.
Pasien perlu diinstruksikan untuk menghubungi dokter jika ketonuria menetap, dan
terutama jika mengalami muntah-muntah atau jika penyesuaian kecepatan infusi pompa tidak
mampu mengoreksi hiperglikemia dan ketonuria.
DAFTAR PUSTAKA
33
34