Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan yang kita makan tidak selamanya berguna bagi tubuh. Di dalam
tubuh kita terdapat organ-organ tubuh yang sangat berperan penting dalam
proses pencernaan. Dimana antara organ yang satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Jika ada salah satu organ yang mengalami gangguan maka system
pencernaan didalam tubuh manusia tidak akan berlangsung secara optimal.

Kita mengetahui bahwa tidak ada satu individu yang dapat bertahan
hidup tanpa adanya organ system pencernaan, karena system pencernaan
merupakan hal yang sangat vital di dalam tubuh manusia. System pencernaan
memiliki fungsi sebagai menyediakan makanan, air dan lektrolit yang
dibutuhkan oleh sel-sel tubuh melalui proses pencernaan.
B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN
BAB II
ISI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Patologi
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit, meliputi
pengetahuan dan pemahaman dari perubahan fungsi dan struktur pada
penyakit, mulai tingkat molekuler sampai pengaruhnya pada setiap individu.
Patologi merupakan subjek yang mengalami perubahan, penyempurnaan
dan perluasan dalam memahami pengetahuan tentang penyakit. Patologi
bertujuan utama untuk mengidentifikasi sebab suatu penyakit, untuk
program pencegahan suatu penyakit. Dalam makna yang paling luas,
patologi secara harfiah adalah biologi abnormal, studi mengenai proses-
proses biologic yang tidak sesuai, atau studi mengenai individu yang sakit
atau terganggu. Dalam konteks kedokteran manusia, patologi tidak hanya
merupakan ilmu dasar atau teoritik, tetapi juga merupakan spesialis
kedokteran klinis.
Patologi adalah kajian dan diagnosis penyakit melalui pemeriksaan
organ, jaringan, cairan tubuh, dan seluruh tubuh (autopsi). Patologi juga
meliputi studi ilmiah terkait proses penyakit, disebut patologi umum.
Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik.
Perbedaannya patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji organ
sedangkan patologi klinik mengkaji tentang perubahan fungsi tubuh yang
dapat dideteksi melalui hasil laboratorium dan melalui cairan tubuh.
Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-
ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau
keadaan bagian tubuh. Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan
patologi klinik. Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji
organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada fungsi yang
nyata pada fisiologi tubuh. Patologi anatomi dan patologi klinik, yang
termasuk ke dalam patologi umum. Patologi umum juga disebut investigasi
patologi, eksperimental patologi atau teoritis; patologi, merupakan luas dan
kompleks lapangan ilmiah yang berusaha untuk memahami mekanisme
cedera sel dan jaringan, seperti tubuh sarana untuk menanggapi dan
memperbaiki cedera.
Penyakit adalah suatu kondisi dimana terdapat keadaan tubuh yang
abnormal yang menyebabkan hilangnya kondisi normal yang sehat yang
ditandai secara spesifik oleh gambaran yang jelas. Karakteristik penyakit,
yaitu :
1) Etiologi (sebab yang berhubungan dengan host dan agent)
2) Pathogenesis (mekanisme yang menghasilkan suatu tanda dan gejala
klinis maupun patologis)
3) Perubahan patologis dan klinis (mekanisme)
4) Komplikasi atau cacat (efek daripada pathogenesis). Prognosis
(perkiraan terhadap apa yang diketahui terhadap suatu perjalanan
penyakit).

Kondisi normal bila dapat diukur dinyatakan dalam ukuran numeric,


biasanya dibatasi oleh dua simpangan baku. Setiap individu harus bisa
beradaptasi atau bila tidak mampu akan menyebabkan kematian. Adaptasi
merupakan proses penyesuaian setiap individu terhadap lingkungan yang
buruk. Kegagalan melakukan adaptasi akan menyebabkan kematian.
Kemampuan membentuk pertahanan tubuh yang spesifik untuk
mikroorganisme akan kebal terhasap infeksi. Penyakit dapat disebabkan
oleh factor genetic, multifactor (genetic dan lingkungan), dan factor
lingkungan.

2. Pembagian Patologi
Patologi ialah ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Patologi dibagi
dalam 3 macam ilmu, yaitu :
1) Patologi Anatomi
Patologi anatomi adalah spesialis medis yang melakukan diagnosis
penyakit berdasarkan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, molekul
atas organ, jaringan, dan sel. Yang melakukan diagnosis penyakit
berdasarkan patologi anatomi adalah Spesialis Patologi Anatomi.
Spesialis Patologi Anatomi mendiagnosis penyakit seseorang berdaar
pemeriksaan laboratorium. Ada beberapa teknik pemeriksaan di
laboratorium patologi anatomi diantaranya pemeriksaan Histologi
(morfologi jaringan) atau Sitologi (Morfologi sel). Pada pemeriksaan
lab analis kesehatan (teknis laboratorium) bertugas membuat
sediaan/preparat jaringan atau sel yang didapat sari si pasien. Sediaan
harus dibuat sebaik mungkin agar spesialis dapat melakukan diagnosis
yang akurat. Mempelajari berbagai penyakit melalui sel dan jaringan
tubuh, serta melihat dan memeriksa secara langsung adanya tumor dan
menentukan jenis tumor tersebut. Biasanya ini berhubungan erat dengan
bagian bedah.
Cabang ilmu patologi anatomi yaitu :
a. Histopatologi : menemukan dan mendiagnosa penyakit dari hasil
pemeriksaan jaringan.
b. Sitopatologi : menemukan dan mendiagnosa penyakit dari hasil
pemeriksaan sel tubuh yang dapat diambil.
c. Hematologi : mempelajari kelainan seluler dan berbagai komponen
pembekuan darah.
d. Mikrobiologi : mempelajari penyakit infeksi dan organism yang
bertanggung jawab terhadap penyakit tersebut.
e. Imunologi : mempelajari mekanisme yang spesifik dari tubuh
manusia.
f. Patologi kimiawi : mempelajari dan mendiagnosis suatu penyakit
dari hasil pemeriksaan perubahan kimiawi jaringan dan cairan.
g. Genetic : mempelajari kelainan-kelainan kromosom dan gen.
h. Toksikologi : mempelajari pengaruh racun yang yang diketahui atau
yang dicurigai.
i. Patologi Forensik : aplikasi patologi untuk tujuan yang legal.
j. Patologi bedah : adalah daerah prektek terpenting dari patologi
anatomi yang memakan waktu.
k. Patologi otopsi : digunakan untuk menentukan berbagai factor yang
menyebabkan kematian seseorang.

2) Patologi Klinik
Patologi klinik adalah diagnosis dan pengobatan penyakit dengan
menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui studi patologis,
misalnya penelitian di laboratorium menggunakan sampel darah,
sampel urin, sampel feses, sampel jaringan, dll. Beberapa di antara
cabang patologi klinik adalah hematologi, bakteriologi, virology dan
serologi. Patologi klini adalah patologi yang diterapkan pada
pemecahan problem klinis khususnya penggunaan metode
laboratorium dalam diagnosis klinis. Atau bias juga didefinisikan
(patologi kimia) sebagai penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh,
perubahan ini bias sebab-akibat. Ilmu patologi klinik termasuk dalam
cabang ilmu kedokteran pasa paraklinik kadang dikenal sebagai
biokimia klinik. Pentingnya patologi klinik adalah karena pertama,
perubahan yang timbul pada penyakit tidak selamanya memperlihatkan
tanda klinik yang dapat dideteksi secara klinis melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Kedua, perubahan tersebut dapat dideteksi lebih
awal. Perannya adalah pemeriksaan rutin, mebantu screening terhadap
penyakit dan penegakan diagnosis. Mempelajari penyakit baik
mendiagnosa maupun evaluasi pengobatannya melalui pemeriksaan
berbagai cairan tubuh misalnya : darah, urine, feses dan sebagainya.
Dalam hal ini kita banyak berhubungannya dengan laboratorium.
Patologi klinik pada dasarnya meliputi 4 macam kegiatan :
a. Hematologi : mempelajari atau memeriksa tentang sel-sel darah,
baik mengenai jumlah maupun bentuknya serta mekanisme
pembekuan darah.
b. Kimia klinik : mempelajari/memeriksa tentang kimia yang ada
dalam darah, misalnya : gula darah, kolesterol darah, asam urat
darah,dsb
c. Imunologi klinik : mempelajari atau memeriksa tentang reaksi
antigen antibody yang ada dalam darah.
d. Mikrobiologi klinik : mempelajari atau memeriksa tentang
mikrobiologi seperti kuman jarum, virus dan parasite yang ada
dalam darah.
3) Patologi Forensik
Mempelajari tentang jenazah, baik mengenai cara waktu dan sebab
kematian, maupun hal-hal yang berhubungan dengan masalah
kriminal. Dalam hal ini banyak sekali berhubungan dengan
kedokteran kehakiman.

3. Sejarah Patologi
Perkembangan ilmu kedokteran dibagi menjadi 4 jaman atau era :
1) Jaman Emperes-Samai tahun 1850
Jaman tentang pengetahuankesehatan yang hanya didasarkan pada
pengalaman Hypocrates beusah memisahkan ilmu kedokteran dengan
dari ilmu yang berdasarkan mistik (tahayul). Yang kemudian
mencetesnkan sebuah teori tentang penyakit yaitu :
a. Teori patologi : teori yang menyatakan penyakit disebabkan oleh
adanya ketidak seimbangan antara cairan-cairan dalam tubuh.
b. Teori patologi solinder : teori ini mengatakan bahwa bagian yang
sakit adalah bagian yang padat.
c. Teori neuro patologi : teori ini mengatakan bahwa letaknya
berdasarkan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh gangguan
syaraf.
Namun ketiga teori tersebut belum dibuktikan keadaan yang
sesungguhnya.
2) Jaman pengetahuan dasar ilmu pengetahuan kedokteran tahun 1850-
1900
Pada masa ini di dapatkan ilmu sebagai dasar perkembangan ilmu
kedokteran. Ditandai dengan penemuan mikroskop oleh Antonie Van
Leuwenhoek.
3) Jaman pengetahuan klinis tahun 1900-1950
Pada waktu ini dikenal dengan ilmu kedokteran yang bergerak
dibidang pencegahan.
4) Jaman pengetahuan kesehatan masyarakat tahun 1950-sekarang.
Pengetahuan membuat diagnosis dan pengobatan masyarakat secara
keseluruhan. Dasar pengetahuan melalui antropologi social, demografi
epideminologi dan sebagainya.

Sejarah lain penemu kemajuan bidang kedokteran yang membawa


perkembangan pada patologi,yaitu :
1) Antonie Van Leuwenhoek (penemu Mikroskop)
2) Redi (penemu macam-macam cacing yang dapat menyerang usus
manusia)
3) Louis Pasteur (membuktikan teori degeneration spontania ), selain itu
juga penemu penyakit anjing gila dan Vaksinnya, penemu cara
pembuatan bir yang baik, cara peragian, menemukan ulat sutera,
menemukan cara melemahkan virus, membuktikan bahwa udara
mengandung Mikroba, dll.
4) Lord Lister (ahli bedah asal Inggris yang membuktikan bahwa luka
infeksi mengandung hama penyakit).
5) Robert Koch (penemu penyakit TBC)
6) Loeffler (penemu Basil difteria)
7) Prof. Eyckman (penemu penyakit Biri-biri)
8) Ross (penemu penyakit malaria)
9) Widal (penemu Basil disentri)
10) Edward Jenner (penemu cara Vaksin cacar)

Bidang studi termasuk adaptasi selular cedera, nekrosis,


peradangan, penyembuhan luka dan neoplasia. Itu membentuk dasar
patologi, penerapan pengetahuan ini untuk mendiagnosa penyakit pada
manusia dan hewan.istilah umum patologi juga digunakan untuk
menggambarkan praktik patologi anatomi dan klinis, termasuk
kelainan herediter, mauoun kelainan kongenital.
B. Patologi pada sistem pencernaan manusia
Kelainan sistem pencernaan adalah semua jenis penyakit yang terjadipada
saluran pencernaan. Saluran pencernaan manusia terdiri atas organ-organ yang
meliputi mulut, kerongkongan, lambing, usus halus, usus besar, rectum, dan
anus. Namun, sistem pencernaan juga melibatkan organ-organ yang berada di
luar saluran pencernaan, seperti hati, kantung empedu, dan pancreas.
Penyebab terjadinya gangguan atau kelainan pada sistem pencernaan
makanan dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti pola makan yang salah,
infeksi bakteri, kurang mengonsumsi sayuran, gaya hidup yang tidak sehat, dan
lain-lain. berikut ini adalah beberapa gangguan sistem pencernaan yang terjadi
pada manusia.
1. Striktur/stenosis Esofagus

1) Definisi
Stenosis esophagus adalah penyempitan lumen esophagus, dapat
karena tumor atau penyebab lain. Striktur esophagus merupakan
penyempitan lumen karena fibrosis dinding esophagus disebabkan oleh
macam-macam penyebab. Proses striktur terjadi akibat reaksi inflamasi
dan nekrosis esophagus yang disebabkan oleh macam-macam
penyebab.
Dalam praktek stenosis dan striktur esophagus sulit dibedakan,
sehingga kedua istilah dipakai untuk semua kelainan penyempitan atau
obstruksi esophagus.
2) Etiologi
Striktur esofagus dapat terjadi kongenital atau didapat. Hal ini
disebabkan oleh kerusakan pada dinding esofagus yang diikuti oleh
penebalan lapisan-lapisan dinding esofagus dan terbentuknya jaringan
parut. Striktur esofagus kogenital disebut juga stenosis esofagus
kogenital. Insidennya sangat jarang, hanya 1:25.000-50.000 kelahiran
hidup. Kondisi ini diperkirakan akibat abnormalitas perkembangan
embriogenik dari kanalisasi esofagus yang disebabkan oleh anoksia
intrauterin. Striktur esofagus yang didapat terbagi menjadi dua yaitu :
a. Striktur esophagus benigna (jinak)
Striktur esophagus benigna yang tersering adalah peptic
esophageal striktur (70-80%). Striktur esophagus benigna
disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a) Bahan Korosif/Kaustik (Eksogen)
Striktur/stenosis dapat terjadi pada semua bagian esophagus,
karena masuknya bahan kaustik tersebut secara sengaja (usaha
bunuh diri) atau tidak sengaja (kecelakaan). Bahan
korosif/kaustik ini dapat dibagi atas :
 Alkali
Zat yang dipakai pada cairan pembersih WC misalnya
natrium hidroksida atau kalium hidroksida. Obat yang
mengandung copper sulfate. Natrium hidroksida,
natrium hipoklorit, benzalkonium klorida dan natrium
karbonat sering juga menimbulkan striktur. Air abu
pembuat mie/kue yang mengandung NaOH sering
merupakan penyebab striktur karena kecelakaan pada
anak.
 Asam
Asam merupakan 1,5% penyebab kaustik esophagus.
Yang dipakai pada pembersih WC, zat pencampur air
kolam renang, bahan anti karat, cairan solder, bahan
rumah tangga (missal vanish, saniflush, Lysol, mister
plumr) yang mengandung asam asetat asam sitrat, asam
HCL juga menimbulkan striktur/stenosis esophagus.
b) Penyakit Esofagus Refluks (Endogen)
Striktur/stenosis terjadi karena adanya iritasi asam lambung
(refluks gastroesofageal). Biasanya striktur terjadi pada 1/3
distal. Pada Barret’s esophagus, striktur dapat terjadi pada 1/3
tengah.
c) Pasca bedah Transeksi Esofagus : Striktur terjadi pada 1/3
distal.
d) Pasca kleoterapi Endoskopik : Striktur terjadi pada 1/3 distal.
b. Striktur esophagus Maligna (tumor/kanker esofagus)
Striktur maligna ini dapat terjadi pada semua bagian
esophagus, paling sering terjadi di bagian distal lalu diikuti
tengah dan proksimal. Tumor/kanker esophagus bias berasal
dari mukosa (karsinoma sel skuamosa yang paling sering,
adenokarsinoma sebagian kecil) atau submukosa atau
metastasis kanker dari luar esophagus. Metastase kanker luar
esophagus paling banyak berasal dari paru, payudara dan
ovarium.
3) Manifestasi Klinis
Gejala kliniknya sudah terlihat pada bayi baru lahir berupa disfagia,
muntah dan adanya aspirasi pneumoni.Kelainan ini dapat juga disertai
dengan fistula trakeoesofagus dan atresia esophagus. Disfagia
merupakan gejala yang utama dari striktur/stenosis esophagus. Pada
umumnya pasien mengeluhkan kesulitan menelan makanan padat
(odinofagia). Lamanya disfagia, progresivitasnya dan ada atau tidaknya
keluhan yang menyertainya seperti penurunan berat badan dan
perdarahan, harus turut dievaluasi. Lamanya disfagia juga dapat
digunakan sebagai parameter klinik dalam membedakan striktur
maligna dan benigna, dimana pada striktur maligna disfagia biasanya
terjadi akut, progresif dan disertai dengan penurunan berat badan
sedangkan pada striktur benigna disfagia terjadi kronik, intermiten dan
tidak progresif.
Gejala ini mulai dirasakan, bila lumen menyempit sampai 50%.
Keluhan lainnya yaitu rasa nyeri atau terbakar substernal/dada, rasa tak
enak di dada, ada yang mengganjal subternal sewaktu makan. Pasien
dapat mengeluh mual dan muntah sehabis makan. Bila striktur
bertambah berat, asupan nutrisi akan berkurang sehingga pasien akan
mengalami kekurangan gizi sengan segala komplikasinya.
Pada pemeriksaan jasmani umumnya tidak ditemukan kelainan
berarti. Sering didapati adanya malnutrisi, dan bila ada anemia akan
didapati konjungtive pucat. Bila ada aspirasi pneumonia karena
masuknya muntahan sisa makanan ke paru-paru akan didapati ronki,
sesak napas, dan sianosis.
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi (Esophagography)
Esophagography harus selalu dikerjakan pada pasien disfagia,
terlebih bila diduga penyebabnya striktur/stenosis esophagus. Pada
esophagogram akan ditemukan adanya penyempitan esophagus.
Penyempitan ini lebih sering terjadi di bagian distal esophagus,
dapat dibedakan atas striktur pendek (<1cm), sedang (1-3cm) atau
panjang (3-5cm). permukaan lumen yang menyempit dapat licin dan
rata atau ireguler (maligna).
b. Esophagoscopy
Pemeriksaan ini penting untuk diagnosis dan terapi menggunakan
alat tertentu). Mukosa lumen dapat diamati secara seksama dan bila
ada kecurigaan keganasan (maligna) dapat dilakukan biopsy untuk
pemeriksaan histopatologi. Pada esophagus pasien difagia seringkali
didapatkan banyak sisa makanan yang tisak dapat melewati striktur,
sehingga dapat mengacaukan pemeriksaan. Untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan yang baik, dalam mempersiapkan pemeriksaan
esogphagoscopy, pasien tidak hanya puasa minimal 6 jam, tetapi
sebaliknya sebelum tindakan, juga dilakukaan bilasan esophagus
dengan air putih atau NaCl fisiologis melalui selang nasogastik
(NGT).pada pemeriksaan esophagoscopy akan didapati lumen yang
menyempit dengan mukosa yang normal atau tak rata dengan
hyperemia (esophagitis) atau irregular berbenjol-benjol (maligna).

5) Patologi Anatomi
Secara mikroskopik, biasanya kerusakan jaringan tidak melewati
lapisan muskularis mukosa. Terlihat fibrosis keras yang luas terutama
didaerah submukosa, terjadi penebalan dinding yang konsentrik, yang
menimbulkan stenosis. Dapat terlihat adanya reaksi inflamasi seperti
infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), hiperplasi sel basal dan
elongasio papil kea rah permukaan. Bila terjadi ulserasi yang dalam
seperti pada Barret’s esophagus atau akibat bahan korosif, fibrosis
terjadi lebih dalam, meliputi seluruh dinding esophagus, sehingga dapat
terjadi pemendekan esophagus.

6) Diagnosis
Diagnosis striktur/stenosis esophagus ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan radiologi dan
esophagoscopy. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaitu adanya
gejala klinis seperti gangguan menelan makanan, rasa nyeri atau
terbakar substernal, muntah sehabis makan (refluks), bahan
korosif/kaustik, atau pasca bedah transeksi esophagus atau
pascakleroterapi endoskopik.

7) Diagnosis Banding
Pada setiap striktur/stenosis diwaspadai kemungkinan adanya
keganasan (maligna). Keluhan lain yang menimbulkan gejala khas
esophagus, akalasia, spasme esophagus difus, divertikel esophagus,
scleroderma, amyloidosis, miastenia gravis, dan lain-lain.

8) Penatalaksanaan
a. Nutrisi
Diberikan nutrisi yang bergizi tinggi dengan kalori, protein, lemak
dan karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral)
diberikan secara parental dan atau enteral melalui selang flocare
(selang nasogatik ukuran 7 french). Nutrisi parental diberikan sesuai
kebutuhan kalori dan elektrolit, seperti triofusin, triofusin E 1000,
aminofusin, intrafusin, amiparen, panamin G, intralipid,
aminoseril,kalbamin, dll. Nutrisi secara enteral berupa makanan cair
biasa atay susu komersial (missal : entresol, peptisol, fresubin,
proten, nutren).
b. Terapi dilatasi non bedah
Penatalaksanaan striktur esophagus benigna yang utama yaitu
dilatasi. Tujuan utama dilakukannya dilatasi esophagus adalah untuk
meringankan gejala striktur esophagus, pemberian nutrisi oral dan
menurunkan resiko aspirasi pneumoni. Disamping itu dilatasi juga
berguna untuk gastroscopy diagnostic bila endoscopy tidak mampu
melewati striktur serta untuk membantu pemasangan stents
esophagus. Selain dengan dilatasi per oral dilakukan.
Elektrokoagulasi secara endoskopik dilakukan bila strikturnya
pendek (<1 cm) atau sedang (1-3 cm). striktur yang ada dilebarkan
dengan pemotongan memakai elektroagulasi. Beberapa penulis
melaporkan tindakan ini pada kasus pasca transeksi dengan hasil
baik. Lalu dengan terapi laser, Pada beberapa pusat pengobatan telah
mencoba dilatasi striktur esophagus dengan laser terutama sebagai
terapi paliatif pada striktur maligna. Terapi laser ini dapat mengatasi
keluhan disfagia pada sekitar 70% pasien dengan striktur esophagus.
Terapi ini dilakukan untuk mempertahankan patensi lumen
esophagus dengan cara memasukan laser ke dalam lumen esophagus
dengan bantuan endoskopi. Pada awalnya terapi dilakukan 2-3 kali
seminggu sampai keluhan disfagia hilang.
Kontraindikasi terapi ini yaitu pada tumor yang telah berinfiltrasi ke
jaringan sekitar atau bila terdapat fistula esophagus. Komplikasi
yang dapat terjadi berupa perforasi (2,3%). Selain itu juga dengan
pemasangan stent esophagus yaitu stent (selang buatan).
Pemasangan stents pada striktur esofagus maligna merupakan terapi
paliatif terhadap disfagianya. Umumnya dilakukan pada tumor yang
berlokasi di bagian tengah dan distal esofagus, sedangkan tumor
yang berlokasi di bagian proksimal agak sulit dilakukan, karena
sulitnya penempatan stents dan tingginya resiko komplikasi yang
bisa ditemukan seperti perforasi, aspirasi pneumoni dan seringnya
pasien mengeluhkan nyeri serta adanya sensasi benda asing.
Komplikasi akibat pemasangan stents pada striktur esofagus maligna
sering terjadi disfagia berulang karena terjadinya migrasi stents dan
tumbuhnya jaringan granulasi di sekitar stent. Lalu bisa dilakukan
dengan penyuntikan sterois intralesi dengan menyuntikan steroid per
endoskopi dilakukan pada striktur esophagus yang refrakter.

c. Percuteneus Endoscopic Gastronomy (PEG)


Tindakan ini dilakukan pada pasien striktur maligna atau striktur
karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan pembedahan.
Pada tindakan ini dibuat stoma gaster melalui kulit per endoskopik.
Melalui stoma dapat dimasukkan nutrisi yang adekuat.
d. Bedah
Tindakan bedah dilakukan bila secara medis tidak ada kemajuan,
atau lesi terlau panjang, dengan fibrosis transmural. Dilaporkan
bahwa tindakan bedah merupakan terapi paliatif yang baik dan
menghasilkan survival yang panjang pada striktur esophagus karena
metastase tumor paru, payudara dan ovarium. Terdapat beberapa
pilihan seperti reseksi striktur/stenosis dengan
esophagogasterectomy, reseksi dengan interposisi jejenum atau
kolon. Pada pasien yang tidak mau direseksi striktur/stenosisnya
dapat dilakukan gastrostomy operatif.

9) Pencegahan
Mengingat bahwa striktur/stenosis esophagus perlu diberikan
penerangan pada masyarakat bahwa salah satu penyebabnya yaitu
bahan korosif/kaustik seperti asam.alkali. jangan sampai terminum
bahan-bahan korosif/kaustik secara sengaja. Untuk pasien esophagoitis
peptic/refluks perlu berobat yang teratur karena kemungkinan
timbulnya striktur sebagai komplikasi. Penggunaan kartikosteroid pada
esophagoitis karena kaustik asam/alkali untuk mencegah terjadinya
stenosis/striktur esophagus tetap masih kontroversi.

2. Dispepsia

1) Definisi
Definisi adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis (sindrom) rasa
tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas
yang disertai dengan keluhan lain yaitu rasa tidak nyaman di
epigastrium, perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung,
perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah
dan mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini
biasanya diderita selama beberapa minggu atau bulan yang sifatnya
hilang timbul atau terus-menerus. Sindrom atau keluhan ini dapat
disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk
pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam
sebagai penyakit maag/lambung. Beberapa penyakit di luar system
gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom
dyspepsia, seperti ganguan kardiak (iskemia inferior/infark miokard),
penyakit tiroid, obat-obatan, dan sebagainya.

2) Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat
penuaan dini, terutama pada ketahanan mukosa lambung
(wibawa,2006). Kadar lambung lansia biasanya mengalami penurunan
hingga 85%. Penyebab Dispepia yaitu :
a. Regurgitasi (alir balik,refluks) asam dari lambung
b. Iritasi lambung (gastritis)
c. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
d. Kanker lambung
e. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
f. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan
produknya)
g. Kelainan gerakan usus
h. Kecemasan, stress, psikologis, atau depresi
i. Perubahan pola makan
j. Pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi secara berlebihan dan dalam
waktu yang lama
k. Alcohol dan nikotin rokok
l. Tumor saluran pencernaan

3) Manifestasi Klinis
a. Nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa cepat kenyang
f. Rasa panas di dada dan perut
g. Regurgitasi ( keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba ).

4) Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat yang seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi
kejiwaan stress, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga
lambung akan kosong. Kekosongan lambung dapat mengakibatkan
erosi pada lambung akibat gesekan pada dinding – dinding lambung ,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL
(hydrochloric acid) yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung , sehingga rangsangan dimedula oblongata membawa
impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan.

5) Pelayanan Penunjang
Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostic adalah
untuk mengeksklusi gangguan organic atau biokimiawi. Pemeriksaan
laboratorium (gula darah, fungsi tirois, fungsi pancreas, dsb), radiologi
(barium meal, USG) dan endoscopy merupakan langkah yang paling
penting untuk eksklusi penyebab organic atau biokimiawi. Untuk
menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih
kausatif, berbagai pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi
klinisnya tidak jarang dinilai masih kontroversial. Misalnya
pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung,
manometri untuk menilai adanya gangguan fase II migrating motor
complex. Elektrogastrography, skintigraphy atau penggunaan pellet
radioopak untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter
pylori dan sebagainya.

6) Komplikasi
Penderita syndrome dyspepsia selama bertahun-tahun dapat
memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satu komplikasi
dyspepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar
tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung . bila
keadaan dyspepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat
menimbulkan komplikasi perdarahan saluran cerna yang ditandai
dengan terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda yang
timbul belakangan .
Awalnya penderita pasti akan mengalami BAB berwarna hitam
sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi ya g paling dikuatirkan
adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitannya
melakukan operasi.( Wibawa, 2006).

7) Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis, yaitu :
a) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b) Menghindari factor resiko seperti alcohol, makanan yang pedas,
obat-obatan yang berlebihan nikotin rokok dan stress.
c) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis, yaitu :
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang
memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini
dapat di mengerti karna proses patofisiologisnya pun masih belum
jelas. Mansjoer Arif (2001) menerangkan pengobatan pada
dyspepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :
a) Antacid 20/150 ml/hari
Berfungsi untuk menetralkan asam lambung. Pemakaian antacid
tidak di anjurkan secara terus-menerus, karna sifatnya hanya
simtomatis untik mengurangi rasa nyeri. Penggunaan dosis
besar dapat menyebabkan diare.
b) Antikolenergik
Kerja antikolenergik tidak spesifik. Obat yang bekerja spesifik
adalah pirezenpin untuk menekan sekresi asam lambung.
c) Antogenis reseptor H2
Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi dyspepsia organic.
Obat tergolong antagonos reseptor H2 adalah simetidin,
roksatidin, ranitidine dan femotidine.
d) Penghambat pompa asam
Golongan ini menghambat sekresi asam lambung pada stadium
akhir dari proses sekresi asam lambung . obat yang termasuk
dalam golongan penghambat asam adalah omeparazol,
lansoparazol, dan pantoparazole.
e) Sitroprotetif
Prostaglandin sinetik seperti misoprosol dan eprostil, selain
bersifat sitoprotektif juga dapat menekan sekresi asam lambung
oleh sel parietal.
f) Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik: sisaprid, donperidon
dan metoklopramid obat golongan ini efektif untuk mengobati
dyspepsia fungsional refluks esofangitis dengan mencegah
refluks memperbaiki kebersihan asam lambung.

8) Pencegahan
Pola makan yang teratur dan memilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar tinggi, cabai, alcohol dan
pantang merokok. Bila harus makan obat karna sesuatu penyakit,
misalnya sakit kepala maka minum obat secara wajar dan tidak
menggangu fungsi lambung.
3. Pankreatitis Kronik

1) Definisi
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Pankreatitis
(inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas
dengan intensitas yang dapat berkisar dari kelainan yang relatif ringan
dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan
fatal yang tidak bereaksi dengan pengobatan. Terdapat beberapa teori
tentang penyebab atau mekanisme terjadinya pankreatitis yang pada
umumnya dapat dikatakan sebagai otodigesti pankreas. Umumnya
semua teori ini menyatakan bahwa duktus pankaretis tersumbat disertai
oleh hipersekresi enzim-enzim eksotrin dari pankreas. Enzim-enzim ini
memasuki saluran empedu serta diaktifkan disana dan kemudian
bersama-sama getah empedu mengalir balik (refluksi) ke dalam duktus
pankreatis sehingga terjadi pankreatitis. (Brunner & Suddarth,2001).
Pankreastitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri di
mana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan
autodigestif dari pankreas. (Doengoes, 2000;558)
Pankreastitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius
pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan
yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan
dengan cepat dan fatalyang tidak bereaksi terhadap berbagai
pengobatan.
Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang di tandai
oleh kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pancreas.
(Brunner, Sudarth, 2002, KMB). Dengan di gantikannya sel-sel
pancreas yang normal oleh jaringan ikat akibat serangan pancreatitis
secara berulang-ulang, maka tekanan dalam pancreas akan meningkat.
Pankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim eksokrin
pankreas yang ireversibel.

2) Etiologi
Etiologi Pankreatitis Kronik antara lain :
a. Pankreatitis kronik karena alcohol (75%)
Konsumsi alcohol pada masyarakat barat dan malnutrisi yang
terdapat diseluruh dunia merupakan penyebab utama pankreatitis
kronik. Konsumsi alcohol dalam waktu lama menyebabkan hiper
sekresi protein dalam skret pankreas. Akibatnya akan terbentuk
sumbat protein dan batu (kalkuli) dalam duktus pankreastikus.
Alcohol juga memiliki efek toksik yang langsung pada sel-sel
pankreas.
b. Pankreatitis tropical kronik
Pankreatitis tropical kronik banyak ditemukan di Negara-
negara berkembang terutama Negara tropis. Penyebabnya karena
asupan protein dan mineral yang kurang dan buruk ditambah
adanya toksin.
c. Idiopatik (25%)
d. Herediter (1%)
Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren
pankreatitis yang hebat dan sudah di mulai sejak usia kanak-kanak.

3) Patogenesis
Terjadinya pankreatitis kronik karena :
a. Defisiensi lithostatin : protein lithostatin disekresi oleh pankreas,
berguna untuk mempertahankan kalsium dalam cairan pankreas
sehingga tetap cair. Defisiensi lithostasin ini dibuktikan sebagai
penyebab pembentukan presipitat protein.
b. Penyebab nyeri pada pankreatitis kronik tidak jelas. Peningkatan
tekanan pada system saluran pancreas, tegangan kapsul dan
inflamasi perineural berperan pada nyeri tersebut.
c. Alcohol : konsumsi alcohol yang kronis dapat langsung
menimbulkan kerusakan sel asinar pankreas, atau terlebih dulu
menimbulkan presipitasi protein dan klasifikasi intraduktal
pamkreas lalu menimbulkan kerusakan sel asinar pankreas dan
stagnasi/hambatan sekresi serta inflamasi/fibrosis. Stagnasi sekresi
pankreas menimbulkan dilatasi duktus pankreatikus.
Inflamasi/fibrosis pancreas menimbulkan kerusakan sel islet
pancreas yang lalu menimbulkan insufisiensi endokrin pankreas.
Kerusakan sel asinar pankreas menimbulkan langsung insufisiensi
eksokrin. Setelah nekrosis fokal pankreas selain menimbulkan
insufisiensi eksokrin pankreas juga menimbulkan pembentukan
pseudokista.
d. Komplikasi pankreatitis kronik :
a) Pseudokista : komplikasi ini merupakan rongga intrapankreatik
atau parapankreatik tanpa dinding epitel pembatas yang dapat
berhubungan dengan system duktus pankreatikus. Pseudokista
ditemukan pada 30-50% pasien dengan pankreatitis kronik.
Biasanya pseudokista dengan diameter >5 cm cenderung timbul
komplikasi lain. Pseudokista dapat juga secara spontan mengecil
atau menghilang seluruhnya,
b) Tukak duodenum : komplikasi ini timbul lebih sering pada
pankreatitis kronik. Hal tersebut disebabkan oleh hipersekresi
relative dari asam lambung karena berkurangnya sekresi
bikarbonat dari pancreas.
c) Keganasan/kanker pankreas : pankreatitis kronik merupakan
suatu keadaan prekanker, karena resiko kanker pancreas dan
ekstra pancreas sedikit meningkat/lenih banyak.
4) Manifestasi Klinis
Yang banyak dikeluhkan oleh pasien, yaitu ;
a. Nyeri/sakit perut epigastrium
Perjalanan nyeri/sakit perut tak dapat diramalkan. Penurunan nyeri
dan perjalanan insufisiensi eksokrin dan endokrin tidak berjalan
secara paralel. Nyeri perut biasa turun naik dan timbul intermiten
dan dapat menganggu kualitas hidup pasien. Nyeri perut
lokalisasinya berada di abdomen tengah dan kiri atas, seringkali
menjalar ke punggung. Episode nyeri dapat dipicu oleh konsumsi
alcohol dan atau makanan berlemak. Hanya 5-10% kasus
pankreatitis kronik tak mengalami nyeri perut.
b. Diare, Steatorea
Berkurangnya sekresi enzim pankreas menimbulkan gangguan
pencernaan yang kemudian menimbulkan diare osmotic dan bila
kandungan lemak dalam tinja tinggi sisebut steatorea.
c. Distensi dan Kembung
Kandungan diet yang mencapai kolon dimetabolime oleh bakteri
hingga terbentuk gas. Pada pankreatitis kronik terjadi distensi dan
kembung karena banyaknya gas yang terbentuk sebelum diare.
d. Penurunan Berat Badan
Hal ini terjadi karena insufisiensi eksokrin pankreas atau
berkurangnya asupan makanan karena takut dan nyeri perut.
e. Icterus
Icterus ini dapat timbul sebagai akibat dari stenosis saluran bilier
pada fase eksaserbasi akut pankreatitis kronik. Bila inflamasi
menghilang, icterus juga menghilang secara sopan.

5) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien
pankreatitis kronik, yaitu :
a. Amylase-lipase serum, yang biasanya menunjukkan peningkatan
tidak lebih dari 3x batas normal. Kadar amylase-lipase serum yang
normal tidak menyingkirkan pankreatitis kronik.
b. Pemeriksaan tes fungsi pankreas indirek, antara lain pemeriksaan
tes fungsi enzim chymotrypsin dan elastase-1 tinja, tes
pancreolauryl dan tes NBT-PABA biasanya dapat mendeteksi
hanya gangguan fungsi pankreas sedang sampai berat. Hasil positif
palsu dapat terjadi dengan pemeriksaan ini atau disebut insufisiensi
pankreas sekunder antara lain disebabkan keadaan pasca reseksi
lambung atau pada penyakit-penyakit usus halus, malabsorpsi usus.
Konsentrasi enzim tinja dapat berkurang pada semua tipe diare. Tes
indirek pankreas tersebut perlu dilakukan pada diare yang tidak
jelas penyebabnya atau steatorea. Jika pankreatitis kronik dicurigai
dengan nyeri perut sebagai gejala klinis utama, maka tes indirek
dan fungsi pankreas merupakan indikasi jika pemeriksaan
pencitraan canggih hasilnya negatif. Tes-tes ini secara khussu
diperlukan untuk memonitor perjalanan pankreatitis kronik dan
setelah pankreatitis akut untuk memastikan diagnosa banding
(pankreatitis akut atau eksaserbasi akut dari pankreatitis kronik).
c. Tes fungsi pankreas direk
Merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik, tetapi
invasif dan membutuhkan banyak tenaga.
d. Pemeriksaan analisis lemak tinja
Setelah menyingkirkan penyebab lain dari steatorea, pemeriksaan
kuantitatif ekskresi lemak tinja merupakan pemeriksaan adanya
insufisiensi eksokrin pankreas. Pemeriksaan ini dapat memastikan
apakah terapi suplementasi enzim pasien pankreatitis kronik sudah
adekuat atau belum.
e. Pemeriksaan metabolisme glukosa
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan postprandial cukup untuk
mendiagnosis insufiensi endokrin pankreas.
f. Pemeriksaan preoperatif fungsi pankreas
Pemeriksaan fungsi eksokrin dan ednokrin pankreas membantu
dalam menentukan rencana operasi antara reseksi dan drainase.
Jika fungsi pankreas sangat ternganggu berat, tidak diperlukan
untuk menyisakan jaringan pankreas.
g. Untuk memeriksa morfologi pankreas diperlukan pemeriksaan
USG pankreas dan abdomen atas, Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP), Magnetic Resonance
Cholangiopankreatography (MRCP), Computes
Tomography/Magnetic Resonance Imaging abdomen dan foto
polos abdomen.
Klasifikasi pada foto abdomen polos biasanya memastikan
diagnosis pankreatitis kronik, akan tetapi pemeriksaan ini hanya
memiliki sensitifitas 30% dalam mendeteksi pankreatitits kronik
karena tidak semua pankreatitis kroni desertai kalsifikasi.
Pemeriksaan canggih yang paling penting menunjang diagnosis
yaitu USG pankreas dan abdomen atas, CT-scan abdomen atas,
ERCP dan MRCP/MRI 1,5 teslah abdomen yan sensitifitas dan
spesifikasinya hampir sama dengan CT-scan abdomen.
Pemeriksaan lain yang tidak begitu akurat namun kadang
diperlukan yaitu pemeriksaan kontras barium saluran cerna atas
(jika dicurigai stenosis duodenum sebelum bedah), angiography
(bila ketika direncanakan operasi ada komplain vaskuler).
Pada pemeriksaan USG abdomen, biasa ditemukan dilatasi duktus
pankreatikus, pseudokista, klasifikasi dan kelainan pankreas yang
terisolasi atau difus. Sebagai tambahan, komplikasi eksra pankreas
seperti pelebaran duktus bilier, dilatasi vena porta atau lienalis dan
asites dapat ditemukan. Tahap dini pankreatitis kronik biasanya
tidak dapat didiagnosa dengan USG ini.
Pada pemeriksaan CT-scan abdomen ditemukan kelainan-kelainan
seperti pada USG. CT-scan tidak lebih superior daripada USG.
Pada pemeriksaan ERCP, dapat ditemukan gambaran iregularitas
dari duktus pankreatikus, batu, stenosis, abnormalitas duktus
pankreatikus dan bilier, kadangkala pseudokista pankreas bila
berhubungan dengan sistem duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini
merupakan teknik pencitraan yang paling sensitif dan spesifik
mendeteksi atau menyingkirkan pankreatitis kronik.

6) Penatalaksanaan
Tujuan terapi pankreatitis kronik yaitu mengurangi nyeri perut dan
mencegah atau mengobati insufisiensi eksokrin dan endokrin pankreas
yang terjadi. Penatalaksanaan terdiri dari :
a. Penatalaksanaan non farmakologik terdiri dari :
a) Perbaiki keadaan umum, bila lemah dirawat
b) Hentikan konsumsi alkohol bila penyebabnya alkoholisme,
sekalian untuk mengurangi nyeri perutnya.
c) Siet untuk insufisiensi eksokrin pankreas dan insufisiensi
endokrin pankreas. Diet rendah lemak, diet kecil tapi sering,
hindari makanan yang secara individu tidak dapat ditoleransi.
Pada steatorea, berikan makanan yang mengandung Medium-
chain Triglycerides (MCT). Bila gula darah tinggi (diabetes)
diberikan diet diabetes dengan jumlah kalori dihitung seperti
pasien diabetes mellitus 25-30 kalori/kgBB/hari.
d) Penerangan/edukasi penyakitnya yang kronis dan mengganggu
kualitas hidup.
b. Penatalaksanaan farmakologik terdiri dari :
a) Terapi nyeri perut : berikan obat analgetik, enzim pankreas
misal pankreoflat, creon, tripanzim, dll.
b) Terapi insufisiensi eksokrin pankreas : bila ada penurunan
berat badab, steatorea dan gas usus berlebihan merupakan
indikasi diberikan suplementasi enzim pankreas. Enzim
pankreas yang dipilih yaitu yang mengandung lipase tinggi,
dilindungi terhadap sekresi asam lambung, berukuran partikel
kecil, merupakan enzim yang cepat dilepas pada usus halus
atas dan tidak dicampuri/ditambahkan dengan asam empedu.
Selain itu dapat diberikan suplementasi vitamin-vitamin yang
larut lemak (A,D,E,K) pada steatorea berat dan vitamin B pada
kasus defisiensi vitamin B pada alkohol kronik.
c) Terapi insufiensi endokrin pankreas : berikan insulin dan obat-
obatan oral antidiabetik yang hanya efektif sementara
(transien).
c. Penatalaksanaan endoscopy operatif
Diperlukan untuk drainase ekstraksi batu pancreas dan adanya
striktur duktus pankreatikus. Endoscopy operatif untuk pankreatitis
kronik yaitu pemasangan stent pada stenosis duktus pancreas dan
atau duktus bilier per endoskopik, penghancuran/fragmentasi batu
duktus pankreatikus dengan extracorporeal shock waves (ESWL)
diikuti dengan pengangkatan hancuran/fragmen batu per
endoskopik, dam drainase perendoskopik dadi pseudokista
merupakan tindakan yang dapat dilakukan akhir-akhir ini. Pada
thrombosis vena lienalis dan varises fundus yang berdarah, dapat
dilakukan tindakan punyuntikan histocryl, splenektomi. Pada efusi
pleura, asites terjadi pada eksaserbasi akut pankreatitis kronik, bila
membaik regresi terjadi spontan. Bila menetap dapat timbul fistula
dan perlu pembedahan setelah ERCP/MRCP.
d. Pembedahan
Setengah pasien pankreatitis kronik membutuhkan pembedahan
dengan tujuan menghilangkan nyeri perut dan komplikasinya.

Anda mungkin juga menyukai