Anda di halaman 1dari 9

A.

LATAR BELAKANG
Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai sesuatu
yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan yang
menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan
pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran
jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan
pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan dengan apa
yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan.
Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai efek
samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, , ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan baik
yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus
hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis
luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu
antara jaringan mati dan jaringan hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang
langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena
untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.
Sebab-sebab peradangan banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk
diketahui bahwa peradangan dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan demikian, maka
infeksi (adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab
dari peradangan. Peradangan dapat terjadi denagan mudah steril sempurna, seperti waktu
sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang
mengakibatkan peradangan, maka pemahaman proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi
dan kesehatan. Tanpa memahami proses ini, orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip
penyakit manular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma
atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan, sperti
stroke, serangan jantung dan sebagainya.
Walaupun ada banyak sekali penyebab peradangan dan ada berbagai keadaan dimana
dapat timbulnya peradangan, kejadiannya secara garis besar cenderung sama, hanya saja pada
pada berbagai jenis peradangan terdapat perbedaan secara kuanntitatif. Oleh karena itu, reaksi
peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan memperlakukan perbedaan kuantitatif
secara sekunder.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat dibuat beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian peradangan?
2. Bagaimana gambaran makroskopis peradangan akut?
3. Apa saja aspek cairan pada peradangan?
4. Apa saja aspek seluler dari peradangan?
5. Apa saja jenis dan fungsi leukosit?
6. Bagaimana bentuk peradangan?
7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan?
8. Apa saja aspek sistemik dari proses peradangan?

C. TUJUAN
Adapun tujuan yang dapat disampaikan oleh penulis terkait dengan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian peradangan.
2. Mengetahui gambaran makroskopis peradangan akut.
3. Mengetahui aspek cairan pada peradangan.
4. Mengetahui aspek seluler dari peradangan.
5. Mengetahui jenis dan fungsi leukosit.
6. Mengetahui bentuk peradangan.
7. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan.
8. Mengetahui aspek sistemik dari proses peradangan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERADANGAN
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap
hidup, ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut itulah
yang dinamakan dengan peradangan.
Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstisial pada daerah cidera atau nekrosis.

B. GAMBARAN MIKROSKOPIS PERADANGAN AKUT


Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian sel.
Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih
dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas
(kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan
fungsi (function laesa).
1. Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam
mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia
pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara
kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

2. Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas
merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada
kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan
tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan
kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena
radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370
C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.

3. Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH lokal
atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan
penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.

4. Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor).
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah
peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat.

5. Function laesa (perubahan fungsi)


Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang
abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.

C. ASPEK CAIRAN PADA PERADANGAN


Biasanya dinding saluran darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan
molekul-molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar seperti
protein plasma untuk tetap didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang semipermeabel ini
menyebabkan gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh. Hal ini
juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan hidrostatik didalam pembuluh. Pergeseran
cairan dalam reaksi peradangan sangat cepat.
Eksudat dari peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma
yang cukup berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan
permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein
dan diikuti pergeseran keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein, sehingga
menimbulkan pembengkakan jaringan. Dilatasi arteriol yang menimbulkan hiperemia lokal
dan kemerahan juga mengakibatkan kenaikan tekanan intravaskuler lokal, karena pembuluh
darah penuh.
Dalam sistem limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam
saluran limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan bergabung
kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi kenaikan yang mencolok
pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan akut, tidak hanya aliran limfe yang
bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara
yang sama seperti pada sistem vaskuler darah. Tetapi sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-
bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan, karena cenderung mengurangi
pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat.
Bila pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar
limfe yang terkena radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis regional sering
menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran kelenjar limfe
servikal, yang nyeri terlihat pada tonsillitis.

D. ASPEK SELULER PADA PERADANGAN


1. Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah, namun
sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari
mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan
leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi
lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus
perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya
pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan emigrasi.
2. Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah
beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia.
Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.
3. Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari
peradangan. Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
 Amina vasoaktif
 Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
 Metabolit asam arakhidona
 Berbagai macam produk sel
4. Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi
dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast
yang tersebar luas dalam tubuh.
5. Factok-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang
mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam
bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.
6. Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau
mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu
jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin,
trombokson dan leukotrin.

E. JENIS DAN FUNGSI LEUKOSIT


1. Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula
dalam sitoplasma. Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah
netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat
(fagositosis).
Eosinofil memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas tertentu pada reksi
alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan sel mast
jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya
pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.
2. Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi
intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam
pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut
dengan makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana
makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang
kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.
3. Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang
cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.
Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu,
tetapi juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

F. BENTUK PERADANGAN
1. Eksudat nonseluler
 Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada dasarnya
terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat
serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik,
bukan disebabkan oleh peradangan, disebut dengan transudat.

 Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah
peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas
permukaan serosa yang meradang.
 Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana terdapat sel-sel
yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang
keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi
pernapasan bagian atas.

2. Eksudat seluler
 Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri sering
menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak dari
sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.
 Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya,
eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.

3. Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan
pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERADANGAN DAN PENYEMBUHAN


Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang
terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses
peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah
peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik,
khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi
penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam
luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan
luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan
kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat dareah
menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau
neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-
serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang
padat.

H. ASPEK SISTEMIK DARI PERADANGAN


Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan
lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya
pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu
dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah
perubahan-perubahan hematologis yang biasa ditemukan.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi proses
pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang
hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang
beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi
dari suatu penyakit. Dimana radang merupakan respon fisiologis lokal terhadap cidera
jaringan. Radang dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi
sebagai penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga
akses, radang juga dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang
merugikan dari radang, karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit.
Misalnya, abses otak dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan
menyebabkan gangguan fungsi.

Anda mungkin juga menyukai