0914028204-3-Bab Ii PDF
0914028204-3-Bab Ii PDF
KAJIAN PUSTAKA
salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari
gangguan miksi.
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya
berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkat dari 20% pada
laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90%
pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun
keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Pada usia 50 tahun + 25% laki-
laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat
hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau
8
9
terdapat 103 pasien dengan BPH yang menjalani operasi, dari total 1161 pasien
penelitian mengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-kira 50%
laki-laki berusia dibawah 60 tahun yang menjalani operasi BPH memiliki faktor
yang memiliki orangtua menderita BPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar
2.1.2 Anatomi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak inferior dari buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Berbentuk seperti buah kemiri
dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan berat kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri
atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah
atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transitional, zona preprostatik dan
zona anterior (Mc Neal, 1988). Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas
komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos,
fibroblas, pembuluh darah, saraf dan jaringan interstitial yang lain. Prostat
menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
corda spinalis S2-4 dan simpatis dari nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulasi
posterior seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatis memberikan inervasi pada
otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Pada tempat tersebut
tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau
11
berubah menjadi tumor ganas, dapat terjadi penekanan uretra posterior dan
2.1.3 Etiologi
dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen epithelial dan
stromal dimana pada salah satu atau keduanya dapat muncul nodul hiperplastik
prostat adalah:
1) Teori Dihidrotestosteron
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
3) Interaksi stromal-epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma, mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin atau autokrin
2003)
dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu sel yang
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma
BPH dan perbaikan keluhan. Pada penelitian lebih lanjut tampak korelasi positif
antara kadar testosteron bebas dan estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini
(Cooperberg, 2013).
6) Teori Inflamasi
inflamasi yang dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbaru juga
3942 pasien BPH (De Nunzio dkk, 2011). Sementara penelitian dari Daniels,
dkk.menemukan adanya prostatitis pada 83% dari pasien dengan BPH. Dikatakan
bahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk
prostat memiliki risiko lebih tinggi terhadap progresifitas BPH dan terjadinya
retensi urin. Pada pasien dengan volume prostat yang kecil, hanya yang disertai
dengan proses inflamasi yang mengalami gejala obstruksi. Inflamasi prostat juga
semakin besar volume prostat dan semakin tinggi nilai IPSS. Sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan efek inflamasi terhadap LUTS (De Nunzio dkk,
2011).
2.1.4 Patologi
dari peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopik tampak pola pertumbuhan yang
berbentuk noduler yang terdiri dari jaringan stromal dan ephitelial, stroma terdiri
memberikan respons yang baik pada pasien BPH dengan komponen dominan otot
respons yang baik terhadap 5-α reduktase inhibitor. Penderita BPH dengan
Pembesaran nodul pada zona transitional menekan zona luar pada prostat
prostatektomi terbuka.
2.1.5 Patofisiologi
Keluhan dari BPH diakibatkan oleh adanya obstruksi dan sekunder akibat
dari respon kandung kemih. Komponen obstruksi dapat dibagi menjadi obstruksi
mekanik dan dinamik. Pada hiperplasi prostat, obstruksi mekanik terjadi akibat
penekanan terhadap lumen uretra atau leher buli, yang mengakibatkan resistensi
bladder outlet. Sebelum pembagian zona klasifikasi dari prostat, ahli urologi
membagi menjadi 3 lobus yaitu 2 lobus lateral dan 1 lobus medial. Ukuran prostat
16
pada pemeriksaan rectal toucher (RT) memiliki korelasi yang kurang terhadap
timbulnya gejala, karena pada RT lobus medial kurang atau tidak teraba.
Stroma prostat terdiri dari otot polos dan kolagen, yang dipersyarafi oleh saraf
Keluhan pada saat berkemih pada pasien BPH akibat dari respons
hipertrofi dan hyperplasia dari otot detrusor disertai penimbunan kolagen, pada
Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Sebuah penelitan pada pria berusia
LUTS, yang juga dapat disebabkan oleh kondisi lain (Roehrborn dkk, 2008).
17
Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruksi
berupa hesistansi, penurunan pancaran urin, rasa tidak tuntas saat berkemih,
double voiding, mengejan saat berkemih dan urin menetes setelah berkemih.
disebut sebagai gejala saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
menunjukkan bahwa LUTS tidak hanya disebabkan oleh adanya kelainan pada
prostat. Adanya gangguan dari kandung kemih dapat juga menyebabkan LUTS,
Kondisi lain baik kondisi urologis maupun neurologis juga dapat berkontribusi
Gambar 2.4. Penyebab LUTS pada Pria (Modifikasi dari Oelke, 2012).
Terdapat beberapa metode kuisioner yang tersedia saat ini bagi para klinisi
untuk mengukur tingkat gejala saluran kemih bagian bawah. Metode tersebut di
bahwa IPSS merupakan metode yang dapat dipercaya dan cukup sederhana, di
mana tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial demografi (Ozturk
dkk, 2011).
dengan hasil yang lebih baik bila disertai dengan bantuan dari petugas kesehatan.
Ozturk dkk membuktikan bahwa nilai dari IPSS yang dilengkapi oleh pasien
sendiri dengan nilai IPSS yang dilengkapi oleh pasien dengan bantuan petugas
kesehatan tidak berbeda secara signifikan. IPSS saat ini telah divalidasi dan
IPSS merupakan kuisioner yang telah tervalidasi untuk digunakan dalam menilai
tiga gejala penampungan (frekuensi, nokturia, dan urgensi), dan empat gejala
pengosongan buli (rasa tidak tuntas, intermiten, mengedan, dan pancaran yang
lemah). IPSS juga menilai tingkat dari gangguan yang dirasakan, dengan satu
IPSS berisi tujuh pertanyaan mengenai gejala dan satu pertanyaan untuk
menilai kualitas hidup, dimana pasien dapat menilai keluhan secara kuantitatif
dalam skala 0-5.Nilai maksimal dari IPSS adalah 35. Derajat gejala saluran kemih
bagian bawah dikelompokkan menjadi tiga, nilai 0-8 derajat ringan, 9-19 derajat
sedang, dan 20 ke atas derajat berat. IPSS hanya digunakan untuk menilai
20
etiologi penyebab yang lain seperti ISK, neurogenik bladder, striktur uretra dan
kanker prostat. Bozdar dkk melakukan penelitian mengenai outcome dari TURP
dalam hubungannya dengan LUTS. Dari total 70 pasien dengan BPH yang disertai
dengan keluhan LUTS, rata-rata IPSS pra operasi adalah 22,5 (rentang 20-35).
minggu pasca TURP, 81% pasien dengan LUTS ringan, 15,7% dengan LUTS
sedang, dan 2,9% dengan LUTS berat. Pada evaluasi kedua (12 minggu pasca
TURP), terdapat 88,6% pasien dengan LUTS ringan, 10% dengan LUTS sedang,
dan 1,5% dengan LUTS berat (Bozdar dkk, 2010). Sampai saat ini belum ada
dilakukan pada semua penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah ukuran
dan konsistensi prostat. Pada pasien BPH, umumnya prostat teraba licin dan
kadar Prostat Spesific Antigen (PSA) dan transrectal ultrasound serta biopsy
Selama ini volume prostat telah digunakan sebagai dasar dan kriteria untuk
diagnose BPH. Menurut Terris (2002), pengukuran volume prostat sangat berguna
untuk rencana terapi pada pasien BPH (Terris dkk,2002). Roehrborn (2002)
tidak akurat, sedangkan MRI dan CT dapat lebih tepat untuk mengukur volume
prostat tetapi sayangnya pemeriksaan ini sangat mahal (Roehrborn dkk, 2002).
Digital rectal examination (DRE) atau colok dubur secara rutin digunakan
pemeriksaan saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi renal memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi pasca operasi. Pemeriksaan PSA
serum biasanya dilakukan pada awal terapi namun hal ini masih kontroversi
tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada jaringan
prostat, dan juga terdapat dalam jumlah kecil pada serum. Adanya kerusakan pada
struktur jaringan prostat, seperti penyakit pada prostat, inflamasi, atau trauma,
23
PSA serum menjadi penanda penting dari berbagai penyakit prostat, termasuk
Nilai normal dari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar, dkk., 2013).
Dikatakan tingkat inflamasi pada prostat berkorelasi positif dengan nilai PSA
kemih.Dalam keadaan normal, urin bersifat steril. Saluran kemih terdiri dari
ginjal, sistem pengaliran (kaliks, pyelum, dan ureter), dan kandung kemih
(penyimpanan urin). Pada wanita, urin keluar dari kandung kemih melalui uretra
yang bermuara dekat dengan vagina. Pada pria, urin keluar dari kandung kemih ke
2.1.9 Pencitraan
Pencitraan saluran kemih bagian atas (IVP dan USG) dianjurkan apabila
ISK, insufisiensi renal dan riwayat batu ginjal. Sistoskopi tidak direkomendasikan
dicurigai memiliki kelainan neurologis. Pemeriksaan flow rate dan residu post
Obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktur uretra, kontraktur
pada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat instrumentasi uretra,
24
uretritis atau trauma harus dieksklusi untuk menyingkirkan striktur uretra atau
kontraktur leher buli. Hematuria dan nyeri umumnya berhubungan dengan batu
peningkatan PSA.
Infeksi saluran kemih dapat menyerupai gejala iritatif dari BPH. Dapat
diidentifikasi dari urinalisis dan kultur, walaupun infeksi saluran kemih ini dapat
merupakan komplikasi dari BPH. Keluhan iritatif juga dapat berhubungan dengan
2.1.11 Penatalaksanaan
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan
operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahan
berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren, gross
hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan divertikel
buli.(Cooperberg, 2013).
1) Watchful waiting
penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita
dengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien.
2) Medikamentosa
blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
Cooperberg, 2013)
5-Alpha-reductase inhibitor
Finasteride 5 mg per hari
Dutasteride 0,5 mg per hari
Implan Subkutan Setiap tahun
Triptoreline pamoate 3,75 mg setiap bulan
3) Operatif
yang menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK berulang, adanya batu
buli atau divertikel, hematuria yang menetap setelah medikamentosa, atau dilatasi
26
saluran kemih bagian atas akibat obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal
(indikasi operasi absolut). Selain itu adanya gejala saluran kemih bagian bawah
95% terapi operatif dari penderita BPH dapat dilakukan cara endoskopi, di
mana tindakan ini menggunakan pembiusan spinal dan lama perawatan yang
relatif singkat. TURP menjadi baku emas tindakan operatif pada penderita BPH.
Dikatakan TURP dapat mengurangi gejala saluran kemih bagian bawah dan
masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH. Pada pasien dengan
keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting. TURP
memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga
100% . Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%, dan
Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari 45
gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi lebih dari 90 menit.
maupun inkontinensia urge 1,5%, striktura uretra 0,5-6,3%, kontraktur leher buli-
27
buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang berukuran kecil 0,9-3,2%, dan
disfungsi ereksi. Angka kematian akibat TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4%
pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84
tahun. Dengan teknik operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk
anestesi) yang lebih baik pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan
Resiko atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasi retrograde sekitar
75%, impotensi 5-10%, inkontinensia 1%, dan komplikasi lain berupa perdarahan,
striktur uretra, kontraktur leher buli, perforasi dari kapsul prostat, dan sindrom
Penderita dengan LUTS sedang atau berat dan prostat yang kecil seringkali
memiliki hiperplasia dari komisura posterior (elevasi leher buli), di mana hal ini
cepat, morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi retrograde lebih rendah
c. Prostatektomi terbuka
endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan divertikulum buli atau
(Cooperberg, 2013)
28
2003)
untuk mendeteksi dini keganasan dan memonitor terapi pada prostat. Perlu
ditekankan bahwa PSA tidaklah spesifik untuk kanker prostat, namun PSA secara
spesifik diproduksi oleh jaringan prostat. Kelainan pada prostat selain keganasan
juga dapat mempengaruhi kadar PSA serum, seperti misalnya BPH atau prostatitis
tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada jaringan
prostat, dan juga terdapat dalam jumlah kecil pada serum. Adanya kerusakan pada
struktur jaringan prostat, seperti penyakit pada prostat, inflamasi, atau trauma,
PSA serum menjadi penanda penting dari berbagai penyakit prostat, termasuk
pada tahun 1971, kemudian pada tahun 1973 Li dan Beling dapat memurnikan
29
protein dari plasma seminal. Pada tahun 1979, Wang et al dapat memurnikan
protein dari jaringan prostat. Nadji et al melapaorkan bahwa ada hubungan antara
PSA dan kanker prostat tahun 1981. Pada tahun 1985 Lilja et al mendeskripsikan
fungsi dan karakteristik dari PSA. Myrtle menetapkan referensi range dari PSA
pada tahun 1986. Pada tahun 1987, Stamey melakukan study klinis untuk
mengetahui efektifitas PSA sebagai tumor marker. Setelah itu tahun 1990
PSA,TRUS) oleh Cooner . Pada tahun 1992 Carter memperkenalkan konsep dari
Total PSA meningkat pada pria dengan pembesaran prostat tanpa adanya
kanker, beberapa penelitian menyebutkan adanya korelasi antara free PSA dengan
usia, hal ini berhubungan dengan peningkatan prevalensi pembesaran prostat pada
bahwa ada hubungan linear progresif antara peningkatan total PSA dan free PSA
laki-laki dengan kadar TPSA 4,1-9,9 ng/ml yang mengalami kanker prostat pada
bertambahnya usia dikemukakan oleh beberapa studi yang dilakukan pada laki-
laki kulit putih dan kulit hitam di Amerika dan di Japan (Battikhi, 2003).
Gambar 2.6 Korelasi kadar serum TPSA dan usia pada pasien dengan klinis
bukan kanker prostat di Jordania (Modifikasi dari Battikhi,
2003)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Khezri dkk di Iran juga melaporkan
bahwa PSA sebagai marker yang berguna untuk diagnose dan managemen kanker
prostat, meskipun peningkatan kadar PSA tidak spesifik kanker prostat tetapi
organ spesifik. Peningkatan kadar PSA ditemukan pada pasien dengan BPH dan
prostatitis, dan juga PSA meningkat seiring dengan usia karena peningkatan
Gambar 2.7 Hubungan antara usia dan kadar PSA pada pasien di Iran
(Modifikasi dari Khezri dkk, 2009)
pasien, hal ini sehubungan dengan pria diatas 50 tahun didapatkan rasio volume
usia. Free PSA dilepaskan oleh zone transisional sehinggan free PSA meningkat
(Ornstein,1998).
Infeksi saluran kemih sangat sering terjadi baik pada wanita maupun laki-
kandung kemih, kelemahan pada system imunitas (diabetes, kemoterapi, dan lain-
kateter urine), kelainan anatomi atau trauma (striktur uretra) (DiVito, 2014).
prostat, inflamasi, atau trauma, menyebabkan PSA lebih banyak memasuki sistem
pada pasien dengan keluhan dan gejala infeksi saluran kemih dengan kultur
bakteri yang positif tetapi dengan pengobatan yang baik dapat menurunkan kadar
PSA. Beberapa infeksi yang dekat dengan kelenjar prostat, termasuk infeksi
Pada beberapa studi menyebutkan bahwa kelenjar prostat dan vesika seminalis
sering terjadi ko-infeksi pada laki-laki dan dapat menyebabkan acute febrile UTI.
Selama fase akut infeksi akan terjadi peningkatan konsentrasi serum PSA dengan
beberapa variasi konsentrasi serum PSA untuk kembali ke level normal. Kenaikan
serum PSA tersebut sebagian besar diikuti dengan periode demam. Mekanisme
patologi kenaikan serum PSA dalam darah masih belum jelas, mungkin
infeksi dan inflamasi . Penurunan kadar PSA akan terjadi setelah proses infeksi
akut tertangani dan memerlukan waktu yang berbeda-beda (Ullerryd dkk, 1999)
bertambahnya usia. Sel-sel ini terdiri dari limfosit B dan T, makrofag, dan sel
mast. Penyebab adanya infltrasi dari sel inflamasi pada jaringan prostat masih
bakteri, infeksi virus, refluks urin dengan inflamasi kimiawi, faktor makanan,
hormone, respon autoimun, dan kombinasi dari beberapa faktor tersebut (De
beberapa jenis virus seperti Human Papilloma Virus (HPV), virus herpes simpleks
tipe 2, dan sitomegalovirus, juga organisme yang menyebar secara seksual seperti
inflamasi dengan adanya kristal asam urat yang mengaktifkan makrofag dan
autoimun. Dengan adanya trauma pada prostat akibat beberapa etiologi yang telah
disebutkan, lapisan epitel yang rusak akan melepaskan antigen yang mencetuskan
Interleukin 4 (IL-4) yang akan menjadi growth factor-β (TGF-β). Faktor makanan
yang berpengaruh dalam proses ini adalah makanan yang tinggi lemak, di mana
pada percobaan binatang terbukti meningkatkan distribusi dan aktivitas sel mast
Nilai normal dari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar dkk, 2013).
berkorelasi positif dengan nilai PSA. Inflamasi meningkatkan kadar PSA serum,
pada prostat yang mengakibatkan keluarnya PSA dari lumen duktus dan asinus ke
interstitial (Gui-zhong dkk, 2011). Salah satu penelitian awal mengenai kadar
menunjukkan adanya hubungan luas dan agresifitas dari inflamasi pada prostat
dengan peningkatan kadar PSA dan PSA density (PSAD) serta penurunan kadar
Pemeriksaan PSA serum yang umum dilakukan adalah PSA serum total
(tPSA). Perbandingan PSA serum total dengan volume prostat disebut sebagai
PSA density (PSAD). Sebagian besar PSA pada plasma berikatan dengan inhibitor
macroglobulin. 10%-30% dari PSA total (tPSA) tidak berikatan dengan protein
serum, disebut dengan PSA bebas (free PSA/fPSA). Rasio fPSA dengan tPSA
adanya persentase fPSA yang lebih rendah pada pasien dengan kanker prostat. Hal
ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mendeteksi
kanker prostat. Partin, dkk melaporkan bahwa f/tPSA pada serum dapat lebih
36
sehingga dapat menghindari adanya biopsi yang tidak perlu. Nilai normal f/tPSA
Pada penelitian yang dilakukan Goran dkk menyebutkan bahwa akurasi PSA
sampai dengan kadar PSA 10 ng/ml. Ratio free PSA terhadap total PSA sebagai
alat yang berguna untuk membedakan antara kanker prostat dan BPH, rasio
rendah terdapat pada kanker prostat dibandingkan dengan BPH tetapi ratio yang
rendah bukan hanya didapatkan pada kanker prostat tetapi juga bias terjadi pada
juga dengan sel epitel dan stroma dari prostat. Kramer dkk, pertama kali
makrofag yang teraktivasi secara kronis dan menyebabkan pelepasan sitokin, yang
terlibat di antaranya adalah Interleukin-6 (IL-6), IL-8, dan IL-5. Pada saat sel T
meninggalkan ruang yang digantikan oleh nodul fibromuskuler (De Nunzio dkk,
2011).
Penna dkk bahwa sel stroma pada prostat dapat menjadi antigen yang
mengaktivasi alloantigen CD4 untuk memproduksi IFN-γ dan IL-17. IFN-γ dan
IL-17 akan mencetuskan produksi IL-6 dan IL-8, di mana IL-6 merupakan faktor
37
pertumbuhan autokrin dan IL-8 adalah induktor parakrin dari fibroblast growth
factor 2 (FGF-2). Keduanya merupakan kunci dari pertumbuhan sel epitel dan
stroma prostat. Selain itu, pro inflamasi TGF-β telah tebukti meregulasi proliferasi
dan diferensiasi stroma pada BPH. Sumber lain dari mediator inflamasi adalah
pasien dengan BPH. Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko
delapan kali lebih besar untuk terjadinya BPH (Krieger, 2008). Penelitian dari
Reduce memiliki hasil yang hampir sama, di mana disebutkan 21,6% tidak
inflamasi yang tersebar tanpa adanya nodul, derajat 2 terdapat nodul tanpa
berhubungan satu sama lain, dan derajat 3 bila terdapat area inflamasi yang luas
menjadi derajat 0 bila tidak terdapat hubungan antara sel inflamasi dengan epitel,
derajat 1 bila terdapat hubungan sel inflamasi dengan epitel, derajat 2 bila terdapat
Derajat histologi :
0: Tidak ada inflamasi
1: Infiltrasi sel inflamasi yang menyebar tanpa nodul
2: Nodul limfoid tanpa penyatuan
3: Area inflamasi yang besar dengan penyatuan nodul
Agresivitas histologi :
0: Tidak ada kontak antara sel inflamasi dengan epitel
kelenjar
1: Terdapat kontak antara sel inflamasi dengan epitel
2: Infiltrasi ke interstitial dengan kerusakan struktur kelenjar
3: Kerusakan struktur kelenjar >25%
Akhir-akhir ini terdapat dugaan bahwa PSA merupakan suatu antigen yang
menjadi salah satu pencetus terjadinya proses inflamasi pada jaringan prostat.
Sebuah penelitian pada pasien dengan prostatitis, ditemukan adanya reaksi CD4
sel T dengan plasma seminal, di mana antigen yang dikenali berasal dari
Sampai saat ini, penyebab prostatitis kronis atau sindrom nyeri pelvis kronis
gagal diterapi dengan obat antibakterial. Hipotesa bahwa prostatitis kronis atau
sindrom nyeri pelvis kronis merupakan sebuah penyakit autoimun didukung oleh
beberapa hasil observasi. Pertama, sifatnya yang kronis, berulang dan episodik
ditemukan infiltrat dari sel-sel inflamasi. Penyebab adanya infiltrat tersebut, dan
39
implikasi dari keberadaannya masih belum diketahui dengan pasti. Yang ketiga,
telah dibuktikan bahwa CD4 sel T pada pasien dengan prostatitis kronis atau
plasma seminal. Terakhir, didapatkan bahwa sitokin proinflamasi TNF-α dan IL-
1β meningkat pada cairan semen pada pria dengan prostatitis kronis bila
Gambar 2.8 (A). Jaringan normal prostat tanpa inflamasi, (B) Inflamasi
prostat derajat 1, (C) Inflamasi prostat derajat 2, (C) Inflamasi prostat
derajat 3 dengan pewarnaan H&E 200x (Modifikasi dari Stimac dkk, 2014)
regulasi insulin, dan pembesaran prostat yang diakselerasi oleh obesitas. Namun
hasil dari investigaasi beberapa penelitian hubungan antara BMI atau estimasi
visceral adiposity dan klinis BPH masih inkonsisten (Fowke dkk, 2007).
Sampai saat ini, banyak laporan yang membahas hubungan terbalik antara
PSA dan Body Mass Index (BMI) pada pasien dengan kanker prostat. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar PSA lebih rendah pada pria
dengan obesitas (Hekal dkk, 2010). PSA diregulasi oleh androgen, beberapa
Namun pasien dengan BMI yang tinggi juga memiliki volume plasma yang lebih
besar, yang dapat menurunkan konsentrasi solubel tumor marker, fenomena ini
Bannes dkk (2007) juga menyebutkan bahwa laki-laki dengan BMI yang
tinggi juga menpunyai volume plasma yang besar dan volume vaskular , dimana
hal tersebut dapat menurunkan konsentrasi serum PSA karena efek dilusi.
41
tidak ditemukannya hubungan statistik yang signifikan antara BMI dan kadar
terbalik antara BMI dan PSA. Chia dkk (2009) menyebutkan adanya hubungan
terbalik antara BMI dan PSA level, khususnya laki-laki China usia 70-79 tahun
dengan BMI > 25, setiap 1 kg/m2 per tahun terjadi penurunan kadar PSA sekitar
0,011 ng/mL.
Tab 2.6 Hubungan antara BMI dan PSA pada laki-laki Japanese
(Modifikasi dari Naito dkk,2012)
kadar serum PSA lebih rendah terdapat pada laki-laki dengan obesitas
dibandingkan dengan yang non obesitas, dan pada penelitian tersebut juga
menyebutkan bahwa kadar serum PSA juga lebih rendah pada pasien dengan
berdasarkan stratifikasi usia 60 tahun, ada hubungan terbalik yang signifikan pada
pasien yg lebih muda saja, dan tidak pada pasien yang lebih tua (Kim dkk, 2007).
42
Pada beberapa kasus pasien dengan obesitas mempunyai ukuran prostat relatif
lebih besar daripada yang non obesitas, dari beberapa data menyebutkan bahwa
antara BMI dan volume prostat , walaupun visceral adiposity dan berat badan
dengan volume prostat. Lebih jauh lagi, beberapa study terbaru meyakini bahwa
ada beberapa efek obesitas terhadap volume prostat dan juga dapat digunakan
untuk deteksi kanker prostat. Pada penelitian yang dilakukan Fowke dkk
terjadinya proliferasi jaringan prostat (Gokce dkk, 2010). Selain itu pada pasien
sekresi hormon leptin, hormon leptin menstimulasi proliferasi sel jaringan prostat
struktur genitourinary termasuk prostat, leher buli, uretra dan akan terjadi LUTS
(McVary dkk, 2006). Insulin juga bisa menyebabkan terjadinya BPH via IGF axis,
43
dimana IGF axis berperan dalam regulasi pertumbuhan epitel prostat (Stattin dkk,
2001).