PENDAHULUAN
1
Kalimantan Timur adalah daerah yang memiliki potensi penghasil batubara yang cukup
besar di Indonesia. Disamping itu daerah ini mengalami pertumbuhan dari segi jumlah
penduduk dan dari segi perekonomian sehingga menuntut perkembangan dan pertumbuhan di
sektor ketenagalistrikan agar dapat mendukung kemajuan tersebut.
Jumlah pelangan PLN di Kaltim mencapai 430.000 orang dengan 11 area pelayanan.
Diperkirakan, permintaan konsumsi listrik di Kaltim naik 12 % pertahun. Sebanyak 120.000
atau 28 % pelanggan dilayani oleh sistem Mahakam, yaitu Samarinda, Balikpapan dan
Tenggarong. Sementara beban yang harus dipenuhi 195 Mega Watt (MW) sedangkan
kemampuan optimal hanya 175 MW. Jadi singkatnya, PLN defisit 25 MW sehingga
pemadaman tak dapat terhindari. Disebabkan oleh banyaknya pembangkit yang sudah tua dan
mengalami de-rating atau penurunan daya, maka kapasitas daya mampu pembangkit yang ada
tidak maksimal. Dapat diasumsikan kekurangan energi listrik di Kalimantan Timur akan terjadi
bila tidak ada pemecahan permasalahan kelistrikan ini. Selain itu komposisi pembangkit yang
ada sekarang didominasi oleh PLTD (diesel). Dengan komposisi seperti ini maka PLN Wilayah
Kalimantan Timur menderita kerugian yang cukup besar mengingat harga BBM yang tinggi
mengakibatkan harga biaya pokok penyediaan (BPP) pun akan tinggi sedangkan harga jual
listrik sangat rendah.
2
2. Bagaimana pemanfaatan potensi hasil alam Kalimantan timur dalam hal ini batubara,
sehingga memberikan manfaat secara langsung untuk masyarakat khususnya berupa energi
listrik?
3. Berapa kebutuhan listrik di Kalimantan timur dan berapa kapasitas cadangan daya yang
terpasang dari pembangkit saat ini dan tahun mendatang?
4. Bagaimana pengaruh operasional PLTU Embalut 2x25 MW di Desa Tanjung Batu,
Tenggarong Seberang, Kalimantan Timur terhadap tarif listrik regional Kalimantan Timur?
3
BAB 2
STUDI LITERATUR
Gambar 2.1.
Batubara
4
Gambar 2.2.
Jenis-jenis Batubara
Berikut ini suatu klasifikasi yang dipakai oleh WEC (World Energy Conference)
mengenai jenis-jenis dari bahan bakar padat.
Tabel 2.1.
Batas-batas untuk Klasifikasi Bahan Bakar Padat menurut WEC
5
sehingga dihasilkan energy listrik. Uap itu kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah
menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke boiler sebagai air pengisi.
Generator biasanya berukuran besar dengan jumlah lebih dari satu unit dan dioperasikan
secara berlainan. Sedangkan generator ukuran menengah didisain berdasarkan asumsi bahwa
selama masa manfaatnya akan terjadi 10.000 kali start-stop. Berarti selama setahun dilakukan
250 x star-stop maka umur pembangkit bisa mencapai 40 tahun. Bila daya generator meningkat
maka kecepatannya meningkat pula dan bila kecepatan kritikan dilalui maka perlu dilakukan
pengendalian poros generator supaya tidak terjadi getaran. Untuk itu konstruksi rotor dan stator
serta mutu instalasi perlu ditingkatkan. Boilernya menggunakan sirkulasi alam dan
menghasilkan uap dengan tekanan 196,9 kg/cm2 dan suhu 5540C. PLTU ini dilengkapi dengan
presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel yang akan keluar
cerobong dan alat pengolahan abu batubara. Sedang uap yang sudah dipakai kemudian
didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air yang dialirkan ke dalam boiler. Pada
waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga
mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor bisa
digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun
dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai atau tepi pantai.
Bila pada PLTU batubara tekanan kondensornya turun, maka daya gunanya meningkat.
Biasanya tekanan kondensor berhubungan langsung atau berbanding lurus dengan besarnya
suhu air pendingin yang berasal dari uap pada kondensor. Jadi bila suhu itu rendah, maka
tahanannya juga rendah dan pada suhu terendah akan dihasilkan/terjadi tekanan jenuh. Karena
air pendingin itu biasanya terdiri dari air yang berasal dari uap turbin dan air berasal dari laut
dan sungai. Akibatnya suhu terendah besarnya sesuai dengan air yang digunakan sehingga
tekanan jenuh sulit diperoleh. Peningkatan daya guna bias dilakukan dengan pemanasan ulang
dan pembakaran batubara yang kurang bermutu.
6
Gambar 2.3.
Siklus Kerja PLTU Modern
7
𝐸𝑃𝑡
𝐵𝑃1 =
8760𝑥𝐿𝐹𝑡
Dimana :
BPt = Beban puncak pada tahun t
EPTt = Energi produksi pada tahun t
LFt = Faktor beban pada tahun t
8
Sumber: PLN Wil. Kaltim 2009
Gambar 2.4.
Komposisi Produksi Tenaga Listrik Wil. Kaltim tahun 2008
Tabel 2.2.
Data Pembangkit Gabungan di Kalimantan Timur
Tabel 2.3.
Kapasitas Terpasang (MW) di Kalimantan Timur
9
Tabel 2.4.
Jumlah Pelanggan Per Kelompok Pelanggan di Kalimantan Timur
Konsumsi energi listrik (energi yang terjual) di Propinsi Kalimantan Timur menunjukkan
pemakaian yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang
cenderung meningkat setiap tahunnya dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di propinsi
Kalimantan Timur. Sektor rumah tangga merupakan sektor yang paling banyak membutuhkan
energi diikuti dengan sektor komersil (bisnis), industri, penerangan jalan, gedung pemerintah.
Sedangkan di Indonesia secara total konsumsi energi listrik paling banyak terjadi pada sektor
rumah tangga yang diikuti sektor industri dan bisnis dan sektor lainnya.
Hal ini terjadi karena di Kalimantan Timur merupakan daerah perdagangan baru yang
cukup ramai terutama sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan angka kebutuhan
barang dan jasa. Hal ini relevan dengan semakin ramainya sektor pertambangan yang
mengundang banyak pendatang dari daerah lain. Untuk data energy listrik terjual kelompok
konsumen di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 2.5.
10
Tabel 2.5.
Energi Listrik Terjual Kelompok Konsumen (GWh) di Kalimantan Timur
11
Tabel 2.6.
Daya Mampu dan Beban Puncak Propinsi Kalimantan Timur
Gambar 2.5.
Kondisi Sistem, 18 Mei 2010
12
BAB 3
METODOLOGI
13
BAB 4
ANALISA OPERASIONAL PLTU EMBALUT 2x25 MW DI DESA
TANJUNG BATU, TENGGARONG SEBERANG, KALIMANTAN
TIMUR
Gambar 4.1.
Produksi Batubara Kalimantan Timur Tahun 2008
Perkembangan produksi batubara di Kalimantan Timur sejak tahun 2003 terus meningkat
setiap tahunnya dan pada tahun 2008 produksi batubara mencapai 118.853.758 ton. Produksi
pengilangan minyak untuk bahan bakar minyak premium pada tahun 2008 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya dari 13,14 juta barrel menjadi 14,97 juta barrel.
Sedangkan produksi minyak tanah juga mengalami peningkatan dari 14,51 juta barrel menjadi
16,38 juta barrel.
14
Kegiatan pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara mencakup pertambangan migas
dan non migas. Dari kegiatan tersebut, minyak bumi dan gas alam merupakan hasil tambang
yang sangat besar pengaruhnya dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya,
dan Propinsi Kalimantan Timur pada umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang
tersebut merupakan komoditi ekspor utama. Perkembangan produksi batubara misalnya, pada
tahun 2008 produksinya mencapai 13.487.541 metric ton dari 90 (sembilan puluh) perusahaan
tambang yang memasukkan data pada Dinas Pertambangan.
Gambar 4.2.
Letak Lokasi PLTU Embalut
4.2. Peramalan dengan Analisa Regresi Berganda dan Metode DKL 3.01
Terdapat perbedaan antara hasil proyeksi dengan Analisa Regresi Berganda dan Metode
DKL 3.01. Namun secara umum trend kenaikan kebutuhan energi listrik hingga tahun 2020
diperkirakan relatif serupa antara kedua metode ini. Secara lengkap proyeksi total kebutuhan
15
atau konsumsi energi listrik hingga tahun 2020 disajikan dalam bentuk Tabel 4.1 dan 4.2
berikut ini.
Tabel 4.1.
Proyeksi Analisa Regresi
Tabel 4.2.
Proyeksi Metode DKL 3.01
16
Dari hasil peramalan dengan metode regresi linier berganda diperoleh bahwa laju
pertumbuhan rata-rata konsumsi energi dalam kurun waktu 11 tahun sebesar 6,5 % per tahun,
sedangkan dengan metode DKL 3.01 laju pertumbuhannya rata-rata sebesar 4.3 % per tahun.
Gambar 4.3.
Grafik Perbandingan Antara Regresi Linier Berganda dengan DKL 3.01 (GWh)
Tabel 4.3.
Luas Lahan PLTU Embalut
17
4.3.1. Tahapan/ Kronologis Pembangunan
Power Plant PT. CFK di Tanjung Batu-Tenggarong Seberang:
1. Pembebasan lahan seluas ± 200 Ha (tahun 2003)
2. Studi kelayakan (tahun 2003) oleh konsultan PT. Prima Layanan Nasional Enjiniring (PLN
Enjiniring), Survey Pekerjaan Penyelidikan Tanah, Pemetaan Topografi dan Bathymetri,
Survey Hidrologi, Meteorologi, dan Permodelan Matematis oleh konsultan PT. Diksa
Intertama.
3. Pengolahan lahan untuk tapak pabrik seluas ± 30 Ha, (tahun 2004 sampai dengan 2005)
Land clearing
Fill (penimbunan)
4. Peletakan batu pertama (tanggal 18 Agustus 2005)
5. Pekerjaan sipil : phase 1 (tahun 2005 sampai dengan 2006), diikuti phase 2 (tahun 2007
sampai dengan 2008)
Pemancangan
Jetty
Main building
dan lain-lain
6. Proses kedatangan mesin (tahun 2006)
7. Erection (tahun 2007 sampai dengan 2008)
8. Trial and Run (tahun 2008)
9. Unit #1 masuk system tanggal 31 Nopember 2008 sebesar 22,5 MW.
10. Unit #2 baru masuk system pada bulan Maret 2009 sebesar 22,5 MW.
4.3.2. Spesifikasi Komponen Utama Mesin Utama, Merk, dan Negara Pembuat Mesin:
• Boiler : Sichuan Boiler Factory - China
• Turbin : Wuhan Steam Turbine Factory - China
• Generator : Wuhan Generator Factory – China
Power House
Spesifikasi Generator
Kapasitas Dasar : 2 x 31,25 MVA
Daya Terpasang : 2 x 25 MW
Faktor Daya : 0,8 lag
Tegangan Dasar : 6,3 kV
18
Frekuensi Dasar : 50 Hz
Jumlah Fasa :3
Putaran Sinkron : 3000 putaran permenit
Metode Pendinginan : Udara Siklus Tertutup
Kelas Isolasi : F dengan kenaikan suhu kelas B
Jenis Eksitasi : Static atau Brushless
Spesifikasi Trafo Utama
Jenis Trafo : Pasangan luar ruang, celup minyak
Jumlah fasa :3
Jumlah belitan :2
Kapasitas dasar : 31,5 MVA
Tegangan : 6,3kV ke 150 kV
Hubungan : Ynd1, diketanahkan secara solid
Pendinginan : ONAN/ONAF
Jumlah trafo : satu buah per unit
Spesifikasi Power Plant Boiler
Ambient Temperature : 300C
Relative Humidity Elevation : 85%
Boiler Type & Model : Pulverized Coal
Boiler Efficiency (Approx) : 92,41 %
Main Fuel : Coal
Evaporation Capacity : 2 x 130 T/H
Turbine Type : Non reheat single cylinder
Steam Flow : 117,5 ton/h
Steam Temperature : 4500C
Steam Pressure : 3,82 Mpa
Gross Output : 2 x 25 MW
Auxilarry Power (Approx) : 1,3 MW
Net Plant Heat Rate : 2738,34 kcal/kwh
Spesifikasi Turbin Uap
Type : Single casing, non reheat, condensing, extraction type
Putaran : 3000 rpm.
Tekanan Uap : 3,43 Mpa
Temperatur Uap : 435oC
19
Kapasitas per unit : 25 MW (Gross Output)
Turbin uap dipasok dengan uap superheat dan beroperasi dengan 3 tahap pemanas
ulang (regenerative feed water heating) yaitu 1 (satu) unit Low Preassure (LP), 1 unit
Deaerator dan 1 unit High Pressure (HP) Heater dimasukan ke dalam Deaerator. Sedangkan
pembuangan dari pemanasan lanjut LP Heater dimasukan kedalam kondensor.
Cerobong / Chimney
Cerobong dibuat setinggi 80 m, dengan cara ini partikel abu dan gas buang dapat
terjadi pengenceran diudara atau dapat meminimalkan pencemaran udara. Penanggulangan
gas NOx yang keluar dari cerobong dengan pemasangan Low NOx Burner (LNB). Coal
burner yang digunakan adalah tipe wall, opposed atau tangential firing, yang mampu
memenuhi konsentrasi emisi yang diijinkan.
Pada boiler plant dipasang electric precipitator alat ini bekerja berdasarkan saling tarik
antara partikel bermuatan listrik dengan elektroda yang mempunyai polaritas berlawanan.
Digunakan untuk memisahkan partikel – partikel dari gas buang yang berukuran antara
0,05 – 200 µm dengan efisiensi cukup tinggi yaitu 80 – 99 %.
Sarana transportasi, pembongkaran dan penyimpanan batubara
1. Coal Storage dan Ash Disposal
Daerah penimbunan batubara terletak di area proyek sebelah Utara seluas 33.900
m2 yang mempunyai kapasitas penimbunan batubara sebesar 22.000 ton sebagai dead
storage (1 bulan) dan 10.800 ton sebagai life storage (2 minggu).
Untuk daerah penimbunan abu terletak bersebelahan dengan daerah penimbunan
batubara seluas 8.500 m2. Area proyek ini digunakan untuk jangka waktu 5 tahun
dengan asumsi ash content 8 %. Sedangkan ketinggian abu diperkirakan sebesar 6 meter
maksimum.
2. Coal Unloading Wharf
Dermaga berfungsi sebagai Equipment Unloading dan Fuel/ Coal Unloading.
Mempunyai akses langsung ke coal storage maupun laydown area.
3. Coal Conveyor
Proses Operasi
Dari coal storage batubara diangkut dengan belt conveyor menuju boiler house dan
disimpan di dalam coal silo. Untuk menghasilkan pembakaran yang efisien, batubara yang
20
masuk ruang pembakaran harus digiling terlebih dahulu hingga berbentuk serbuk
(pulverized coal). Penggilingan batubara menjadi serbuk dilakukan pulverizer yang dikenal
juga dengan nama bowl-mill.
Pemasukan batubara dari coal silo ke pulverizer diatur dengan coal feeder, sehingga
jumlah batubara yang masuk ke pulverizer bias diatur dari control room. Batubara yang
sudah digiling menjadi serbuk ditiup dengan udara panas (primary air) dari pulverizer
menuju combustion burner melalui pipapipa coal piping.
Pada saat start up, pembakaran tidak langsung dilakukan dengan batubara, tetapi
mempergunakan bahan bakar minyak. Baru setelah beban mencapai 10%-15% batubara
pelan-pelan mulai masuk menggantikan minyak. Maka selain coal piping, burner juga
terhubung dengan oil pipe, atomizing air dan scavanging air pipe yang berfungsi untuk
mensuplai BBM.
Pembakaran dalam combustion chamber berlangsung dengan didukung dengan sistem
suplai udara dan sitem pembuangan gas sisa pembakaran yang dilakukan oleh Air and Flue
Gas System.
Sebelum dilepas ke udara bebas, gas buang sisa pembakaran batubara terlebih dahulu
melewati electrostatic precipitator untuk dikurangi semaksimal mungkin kandungan
debunya. Bagian terakhir dari flue gas system adalah stack/ chimney/ cerobong asap yang
berfungsi untuk membuang gas sisa pembakaran.
Gambar 4.4.
Siklus Kerja PLTU Embalut
21
Air yang disuplai ke boiler, pertama kali masuk ke economizer inlet header, terus
didistribusikan ke economizer elements, berkumpul kembali di eco outlet header lalu
disalurkan ke steam drum. Akibat pemanasan secara konveksi di daerah furnace dan karena
gaya gravitasi, air di dalam steam drum air mengalami sirkulasi turun ke water wall lower
header melalui pipa downcomers. Dari waterwall lower header air kembali mengalami
sirkulasi karena panas, naik menuju water wall upper header melalui tube-tube water wall
panel. Kemudian dari waterwall upper header air dikembalikan ke steam drum melalui riser
pipes.
Sirkulasi ini berulang-ulang dan menyebabkan air di water wall panel dan steam drum
sebagian berubah menjadi uap. Pada PLTU Embalut, sirkulasi tersebut dibantu oleh Boiler
water Circulating Pump yang terpasang pada pipa downcomers bagian bawah.
Di dalam steam drum terdapat separator yang berfungsi untuk memisahkan uap dari
air. Uap yang sudah dipisahkan tersebut, dari steam drum disalurkan ke roof steam inlet
header yang terhubung ke boiler roof panel. Boiler roof panel ini yang membawa uap ke
belakang menuju backpass panel. Dari backpass panel, uap disalurkan ke Low Temperature
Superheater (LTS) yang ada di dalam backpass area, di atas economizer elements. Dari
LTS uap disalurkan ke Intermediate Temperature Superheaters (ITS). Selanjutnya melalui
pipa superheater-desuperheater, uap dibawa ke High Temperature Superheater (HTS)
elements untuk menjalani proses pemanasan terakhir menjadi superheated steam.
ITS dan HTS elements lokasinya berada di dalam furnace (ruang pembakaran
batubara) bagian atas. Dari High Temperature Superheater outlet header, superheated steam
dengan temperature 500-600 oC dan tekanan sangat tinggi disalurkan ke steam turbine
melalui pipa main steam. Superheated steam ini kemudian memutar steam turbin yang
dikopel dengan generator. Generator akan mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Tegangan yang terbangkit adalah 6,3 KV. Lewat trafo step-up, tegangan akan dinaikkan
menjadi 150 KV, kemudian masuk ke saluran transmisi.
22
Tabel 4.4.
Perbandingan Nilai Kalor dan Efisiensi Batubara
Dari hasil perhitungan di Tabel 4.4 dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin baik batubara
yang digunakan (semakin tinggi nilai kalornya), maka semakin baik pula efisiensinya. Efisiensi
yang terbaik dicapai bila PLTU menggunakan batubara dengan nilai kalor 5300 kcal/kg.
Akan tetapi yang terjadi pada keadaan sebenarnya adalah batubara dengan nilai kalori tinggi
hampir tidak tersedia untuk pasar lokal. Batubara yang beredar di pasar lokal yaitu berkisar
pada nilai kalor 3900 – 4400 kcal/kg. Hal ini terjadi akibat dari ekspor batubara yang
mengutamakan batubara kualitas tinggi. Hal ini menyisakan ironi karena pasar dalam negeri
maupun lokal Kalimantan Timur sendiri hanya dapat memperoleh batubara kualitas rendah.
Batubara kualitas rendah ini menurunkan efisiensi pembangkit, lebih banyak kandungan
airnya, dan lebih banyak gas buangnya.
4.5. Kebutuhan Bahan Bakar
4.5.1. Batubara
Kalimantan Timur dengan kandungan batubaranya yang berlimpah, khususnya wilayah
Kutai Kartanegara memiliki sumber daya alam batubara yang melimpah, kondisi ini
memudahkan untuk memenuhi pasokan bahan bakar utama untuk PLTU Embalut ini.
Pembangkit ini menggunakan batubara jenis brown coal (lignite). Hanya saja, kandungan air
pada batubara coklat sangatlah tinggi sehingga membuat efisiensi termal pembangkit menjadi
lebih rendah dibandingkan pembangkit yang berbahan bakar antrasite (high rank coal). Hal ini
disebabkan karena kandungan air didalam batubara membutuhkan energi yang tinggi untuk
berubah fase menjadi uap, sehingga banyak energy yang hanya digunakan untuk menguapkan
air dalam batubara dari pada energy tersebut untuk digunakan menguapkan air di Boiler dan
untuk selanjutnya ditransfer untuk memutar turbin.
Tabel 4.5.
Konsumsi Batubara
23
Energi listrik per tahun dari PLTU:
Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor kapasitas ............................................... (4.1)
= 50 MW x 8760 jam/tahun x 0.85
= 372.300.000 kWh/tahun
Karena batubara yang digunakan dipasok dari daerah Kalimantan Timur sendiri, maka
jika dibandingkan dengan cadangan batubara yang dimiliki (data tahun 2008, RUKN 2008-
2027) maka:
Pemakaian batubara untuk PLTU
= (7.884.000.000 / 40.195.570.000.000) x 100%
= 0,0196 %
Jadi total pemakaian untuk PLTU berkisar 0,0196 % dari total batubara yang terdapat di
Kalimantan Timur berdasarkan data tahun 2008. Jika efisiensi thermal PLTU dapat
ditingkatkan, maka pemakaian batubara untuk PLTU akan lebih sedikit lagi.
Dengan potensi batubara Kalimantan Timur seperti yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Embalut tidak akan mengalami kesulitan dalam
hal penyediaan batubara selama operasinya.
24
Tabel 4.6.
Pemakaian Bahan Bakar PLTU Embalut
• Kebutuhan Batubara
Daerah Pemasok : Dondang, Kalimantan Timur
Nilai Kalori : 4.000 ~ 5.300 Kcal/kg
Kebutuhan per Bulan : 22.000 Ton
Kebutuhan per Tahun : 299.290 Ton
• Spesifikasi Batubara
Carbon : 56,90 %
Sulfur : 0,43 %
Ash : 10,58 % max
Moisture : 20,32 % max
Gross Calorie Value : 4.000 ~ 5.300 Kcal/kg
Max coal particle size : 25 mm
• Supplier Batubara (saat ini) PT. Graha Panca Karsa PT. Penta Multi Resources
25
Tabel 4.7.
Kebutuhan Bahan Bakar HSD
Tabel 4.8.
Karakteristik Bahan Bakar HSD
26
pengeluaran riil untuk membayar listrik dibutuhkan Rp.58.510 setiap bulannya, sehingga
kemampuan daya beli masyarakat Kalimantan Timur berdasarkan perhitungan adalah sebesar
Rp.234.040 per bulan, maka dapat diketahui rata-rata pemakaian dayanya sebesar 900 VA.
Tabel 4.9.
Pengeluaran Rill Perkapita dan Pengeluaran Biaya Listrik Masyarakat Kalimantan
Timur
Sehingga dapat menghitung daya beli masyarakat Propinsi Kalimantan Timur adalah sebagai
berikut:
Daya1 (P) = 900 x Cos φ
= 900 x 0,8
= 0,72 kW
kWh/Bulan 2
= kW x 1 bulan x 24 jam x faktor kapasitas
= 0,36 x 30 x 24 x 0,85
= 220,32 kWh/Bulan
27
Blok III > 60 kwh, pemakaian di atas 60 KWh
Tabel 4.10.
Harga Jual Listrik
Dengan Tarif Dasar Listrik pada sektor rumah tangga sebesar Rp.579,26 Maka:
Daya beli 1 = (440,64 x Rp 579,26/kWh) + 20.000
= Rp. 275.245,-
Perbandingan antara daya beli Listrik dengan pendapan perkapita yang digunakan untuk
keperluan listrik
234.040
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑒𝑙𝑖 1 = 𝑥579,26 = 𝑅𝑝. 492,54/𝑘𝑊ℎ
275.245
234.040
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑒𝑙𝑖 2 = 𝑥579,26 = 𝑅𝑝. 977,98/𝑘𝑊ℎ
138.622
4.9. Analisa Perhitungan Harga Jual per Kelompok Konsumen Setelah PLTU Embalut
Beroperasi
Berdasarkan UU No. 30 Th. 2009 Untuk menentukan harga jual yang baru maka di
tentukan dengan BPP baru daerah Kalimantan Timur yang dianggap terisolasi dan tanpa
subsidi dari pemerintah, yaitu BPP sebesar 80% dari Rp. 2.286.59 yaitu Rp.1.829,27.
Penentuan harga jual daerah Kalimantan Timur dapat di tentukan dengan rumus :
28
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟
𝐻𝐽 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 = 𝑥𝐵𝑃𝑃 𝐵𝑎𝑟𝑢
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Dari rumus di atas maka pengaruh harga jual listrik per kelompok konsumen saat beroperasinya
PLTP Embalut 150 MW dengan BPP baru di Propinsi Kalimantan Timur dapat Di lihat pada
Tabel 4.11.
Tabel 4.11.
Harga Jual Listrik Baru di Kalimantan Timur setelah PLTU Embalut Beroperasi
Tanpa Subsidi (Rp./kWh)
Sesuai dari Tabel 4.11 harga jual listrik persektor Propinsi Kalimantan Timur yang tanpa
subsidi sesuai Undang-Undang No.30 tahun 2009, masih lebih tinggi dari daya beli masyarakat
Kalimantan Timur. Hal ini harus segera mendapatkan penanganan. Salah satunya adalah
membangun lebih banyak pembangkit berkapasitas besar dengan biaya pembangkitan rendah.
Sayangnya, potensi energi baru dan terbarukan di Propinsi Kalimantan Timur masih sangat
rendah. Tidak banyak pemanfaatan potensi tenaga air untuk pembangkitan tenaga listrik. Selain
itu hingga saat ini belum ada potensi panas bumi yang terbukti di wilayah Kalimantan Timur.
Ini jelas terlihat dari tidak adanya gunung berapi aktif dan daerah Kalimantan Timur memang
tidak berada di jalur sirkum Pasifik maupun Mediterania.
Untuk saat ini pembangkit yang paling sesuai dengan potensi daerah Kalimantan Timur
adalah PLTU batubara. Dengan merealisasikan program pemerintah Tahap II sebesar 12.000
MW dengan kapasitas total 11.144 MW berdasarkan kajian pemerintah mengenai ”Skenario
Energi Mix Nasional” dalam jangka waktu tertentu (2005-2025), yang tertuang dalam
Kebijakan Energi Nasional (KEN) maka diharapkan agar kebutuhan konsumsi listrik di
Kalimantan Timur dapat segera terpenuhi dalam tahun-tahun mendatang. Dengan PLTU yang
29
biaya operasinya rendah maka akan menurunkan BPP Pembangkitan Kalimantan Timur,
sehingga harga jual listrik tercapai oleh daya beli masyarakat.
Solusi dalam jangka waktu pendek adalah konversi bahan bakar PLTD existing. Konversi
bahan bakar ini dilakukan dengan mengubah bahan bakar dari High Speed Diesel oil (HSD)
yang mencapai kisaran harga Rp. 6.000,-/ liter menjadi Marine Fuel Oil (MFO)—minyak bakar
yang harganya di kisaran Rp.3.890,-/ liter.
30
BAB V
KESIMPULAN
1. Latar belakang pembangunan PLTU Embalut 2x25 MW adalah sebagai antisipasi terhadap
krisis energi listrik di Propinsi Kalimantan Timur khususnya pada sistem pembangkitan
Mahakam. Pada tahun 2008 tercatat beban puncak 317,22 MW sedangkan daya mampu
sebesar 203,43 MW. Sehingga defisit saat itu sebesar 113,79 MW. Krisis ini terjadi akibat
keadaan sistem Mahakam yang sebagian besar bertumpu pada PLTD yang berumur tua dan
mengalami de-rating. Persentase PLTD pada sistem Mahakam adalah 70 %.
2. Potensi hasil alam Kalimantan Timur khususnya batubara belum sepenuhnya dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terkait kebijaksanaan pemerintah untuk
mengekspor batubara kualitas tinggi ke luar negeri. Batubara dengan kualitas tinggi yaitu
antrasit yang bernilai kalor mulai dari 5300kcal/kg ke atas. Sedangkan batubara untuk
kebutuhan dalam negeri menggunakan kualitas rendah. Batubara kualitas rendah tersebut
adalah jenis brown coal (lignit) yang bernilai kalor 4400 kcal/kg ke bawah. Dari angka
produksi, besarnya nilai ekspor mencapai besaran lebih kurang 80 %; hampir semua
batubara kualitas tinggi. Untuk pembangkit tenaga listrik, batubara kualitas rendah akan
membawa pengaruh kepada rendahnya efisiensi PLTU batubara.
3. Pada tahun 2008, pertumbuhan energi listrik Kalimantan Timur sebesar 7,71% per tahun
dan Ratio Elektrifikasi 57,84 % dan beban puncak di Propinsi Kalimantan Timur pada
tahun 2005 dan sebelumnya rata-rata mengalami defisit energi. Berdasarkan peramalan
untuk tahun-tahun mendatang, Propinsi Kalimantan Timur juga mengalami defisit energi
dimana beban puncak pada tahun 2020 diperkirakan mencapai angka 660,16 MW.
4. Dalam perhitungan harga jual listrik baru tanpa subsidi setelah operasional PLTU Embalut
2x25 MW berjalan, didapatkan nilai yang baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesuai
UU No.30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, harga jual listrik tanpa subsidi adalah:
untuk Rumah tangga sebesar Rp. 1.553,42, Industri sebesar Rp. 1.854,71, Bisnis sebesar
Rp. 2.404,58, Sosial sebesar Rp. 1.610,85, Pemerintah sebesar Rp. 2.360,82, Penerangan
Jalan sebesar Rp. 1.698,12, dan Total sebesar Rp. 1.820,01.
31
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik, Kalimantan Timur Dalam Angka 2009, Samarinda, 2009.
Biro Pusat Statistik, Kutai Kartanegara Dalam Angka 2009, Tenggarong, 2009.
Djiteng Marsudi Ir, 2005, “Pembangkitan Energi Listrik”, Erlangga, Jakarta.
Djoko Santoso Ir, 2006, “Pembangkitan Tenaga Listrik”, Diktat Kuliah, Teknik
Elektro ITS, Surabaya
Perencanaan Sektor Industri Pengolahan Sumber Daya Lokal, BAPPEDA Propinsi Kalimantan
Timur, 2008, Samarinda.
PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Timur, Data Jumlah Pelanggan dan Energi
Terjual, Desember 2007.
PT. Cahaya Fajar Kaltim, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan PLTU Kalimantan Timur, Tanjung Batu 2003
Syariffuddin, Mahmudsyah, 2010, Hand Out Kuliah Pembangkit dan Manajemen Energi
Listrik, Surabaya.
Statistik PLN 2007, Jakarta.
Statistik PLN 2008, Jakarta.
32