Lapkas
Lapkas
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya
di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Disusun oleh :
Dokter Pembimbing:
1
LAPORAN KASUS
KASUS
Seorang pasien pria berinisial Tn. EK umur 36 tahun, bertempat tinggal di
sentani, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah Dok II
pada tanggal 3 juli 2017, dengan keluhan utama perut membesar sejak kurang
lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien merupakan rujukan
dari puskesmas sentani dengan diagnosa asites dan sirosis hati.
ANAMNESA
Pasien datang ke UGD dengan keluhan perut membesar sejak kurang lebih
4 bulan SMRS. Perut dirasakan membesar perlahan – lahan selama 4 bulan
terakhir disertai mata berwarna kuning. Pasien juga mengaku merasakan mual,
muntah disangkal, muntah darah disangkal, nyeri perut dan nyeri tekan pada perut
disangkal. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun, jika makan pasien
merasakan perut terasa penuh dan bertambah keras. Pasien mengaku sulit untuk
buang air besar (BAB), jika buang air besar hanya keluar sedikit , namun riwayat
BAB berwarna kehitaman disangkal, BAB disertai darah disangkal. buang air
kecil (BAK) lancar seperti biasa, namun warnanya seperti teh pekat, nyeri saat
BAK disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat seperti itu sebelumnya.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi, diabetes, TBC dan hepatitis di sangkal. Riwayat merokok dan
alkohol (+) namun pasien mengaku sudah berhenti sejak 5 tahun terakhir. Ibu
pasien sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit seperti pasien.
2
PEMERIKSAAN FISIK
HASIL LABORATORIUM
Hasil Laboratorium tanggal 3 juli 2017 pada saat masuk rumah sakit di
UGD RSUD Jayapura yaitu leukosit 3,7 ribu/mm3, Hemoglobin (Hb) 8,0 g/dl,
Hematokrit 25,3%, eritrosit 2,95 juta/mm3, nilai MCV 85,8 fl, nilai MCH 27,1 pg,
nilai MCHC 31,6 g/dl, trombosit 114 ribu/mm3. Hasil pemeriksaan kimia klinik
GDS 63 mg/dL, ureum 46 mg/dL, creatinin 1,0 mg/dL, kalium 4,1 mEq/L,
natrium 138 mEq/L, klorida 105 mEq/L
3
HASIL PENCITRAAN
PENATALAKSANAAN
PERJALANAN PENYAKIT
Pada pemeriksaan tanggal 4 juli 2017 di RPDP, ditemukan keluhan
mual. Dalam pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
82x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu badan 36ºC. Pada pemeriksaan kepala
dan leher ditemukan konjungtiva anemis juga sklera ikterik, namun tidak terdapat
candidiasis oral dan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax
bagian pulmo, ditemukan posisi kedua dada simetris dan gerakan dada mengikuti
gerak napas. Saat dilakukan pemeriksaan vokal fremitus ditemukan getaran antara
telapak tangan kanan dan kiri sama. Pada perkusi diperoleh sonor pada kedua
pulmo, suara napas vesikuler, dan tidak ditemukannya rhonki dan wheezing. Pada
pemeriksaan thorax bagian jantung, bunyi jantung I-II reguler, dan tidak
ditemukan murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, tampak permukaan
perut pasien cembung, auskultasi ditemukan bising usus normal. Palpasi
permukaan perut distance, ditemukan pembesaran hepar 5 jari di bawah arkus
kosta dan pembesaran lien scuffner III. Perkusi tympani dan didapatkan tanda
shifting dullnes (+). Lingkar perut 88cm.
Diagnosis yang diberikan yaitu Hepatospleenomegali + Ikterus ec SH +
deg maligna.
4
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 500cc dalam 12 jam, Injeksi
cefoperazone 2 X 1 (IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth,
Spironolactone 3 X 100mg. Dilakukan pemeriksaan HbsAg, AST, ALT, Protein
Total, Albumin, γGT, D-BIL, T-BIL, Alfa Feto Protein dan Pemeriksaan CT Scan
Abdomen dengan kontras.
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth dan Dulcolax suppositoria 2.
5
Diagnosis yang diberikan Hepatospleenomegali + Ikterus ec SH +
degenerasi maligna suspek hepatoma + Ikterus Obstruktif ec stone CBD
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, Dulcolax suppositoria 2, dan urdahex 3 X 250 mg
dan dilakukan pemasangan kateter untuk melihat produksi urin /24 jam.
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, dan urdahex 3 X 250 mg.
PEMBAHASAN
Karsinoma hati adalah keganasan hati primer yang dari hepatosit terdiri
dari kersinoma hepatoseluler (hepatocellurar carcinoma, HCC), karsinoma
fibrolamelar, dan hepatoblastoma. Tumor ganas yang berasal dari sel epitel biller
dapat berupa kolangiokarsinoma (cholangiocarcinoma, CC) dan sisto-
6
adenokarsinoma dan leiomiosarkoma. Dari seluruhnya, 85% kejadian merupakan
HCC, 10% nya CC dan 5% adalah jenis lainnya1.
Pada pasien ditemukan faktor risiko yang sesuai dengan teori yaitu sirosis
dan pada pemeriksaan laboratorium imunoserologi ditemukan peningkatan alfa
feto protein dan infeksi hepatitis B kronik yang dibuktikan dengan pemeriksaan
imunologi - serologi HbsAg memberikan hasil reaktif.
7
Tabel.2. Gambaran Klinis Pasien Hepatocellular Carcinoma
Tidak bergejala 24
Nyeri Perut 40
Ikterik 5
Kelemahan / malaise 15
Diare 1
8
hati, pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran pada hepar kurang lebih 5
jari BAC dan pada pemeiksaan laboratorium tanggal 5 juli 2017 ditemukan
peningkatan dan penurunan pada beberapa fungsi hati. 5) Gejala sirosis
(pembengkakan kaki, perut membesar dan begah, gatal di tubuh, hingga
perdarahan saluran cerna), Gejala sirosis juga didapati pada pasien berupa
pembengkakan pada kaki dan ukuran perut yang membesar.
1. Hepatomegali
2. Pada auskultasi terdengar bruit di abdomen
3. Asites
4. Splenomegali
5. Hilangnya berat badan dan muscle wasting terutama karena pertumbuhan
tumor yang besar
6. Demam
7. Tanda – tanda penyakit hati kronis seperti ikterus, pelebaran vena
abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis dan edema perifer)
9
umumnya dapat digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma hati, namun
sekitar 40% lebih karsinoma hati didapatkan nilai AFP normal. Imejing yang
lazim dilakukan adalah USG, CT Scan, MRI. Pada saat ini dengan kemajuan
teknologi dan memperhatikan sifat karsinoma hati yang hipervaskuler maka USG
(kontras), MSCT dan MRI dengan kontras sangat berguna dalam diagnosis. Tes
fungsi hati harus dilakukan pada dugaan karsinoma hati. Adanya gangguan fungsi
hati yang berat atau gagal hati dapat merupakan kontra indikasi untuk suatu
tindakan pembedahan, tindakan yang lain atau pemberian kemoterapi. Untuk
penegakan diagnosis pada pasien telah dilakukan beberapa hal yang sama
dengan literature. Mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dimana ditemukan
tanda – tanda penyakit hati kronis, pemeriksaan penanda tumor alfa feto protein
didapatkan hasil >400.000 ng/ml, pada pemeriksaan imejing (CT Scan dengan
kontras) didapatkan hasil hepatosplenomegali dengan massa pada liver dan pada
pemeriksaan fungsi hati didapatkan gangguan fungsi hati berupa peningkatatan
peningkatan AST, ALT, γGT, D-BIL, T-BIL serta penurunan kadar Albumin.
Tatalaksana3
Tatalaksana kuratif, bertujuan untuk menghilangkan tumor hati. Bila faktor risiko
karsinoma hati adalah infeksi kronis virus hepatitis B dan C maka kemungkinan
adanya kekambuhan masih mungkin terjadi.
10
IKTERUS
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
menigkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.3
Teradapat tiga jenis utama ikterus : Ikterus hemolitik, ikterus intrahepatik,
dan ikterus ostruktif ekstrahepatik4.
11
menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan
berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering,
biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa
menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alcohol biasanya memberi gejala ikterus
sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada
nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya
sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terakhir
menyebutkan juga sekelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit
autoimun yang berpengaruh pada system bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi
hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier
primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai
perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang
sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang
timbul kemudian.
SIROSIS HATI
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif3.
Perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang
bersifat difus dan dikelilingi oleh septa – septa fibrosis. Perubahan (distorsi)
struktur tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi
sintesis hepatosit, serta meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler1.
PATOGENESIS3
Sirosis hati terjadi akibat adanya cidera kroniki – reversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis),
pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini
sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin,
disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibat
pembentukan vaskular intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta
dan arteri hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.
12
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stelatte hati.
Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel
kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matrix ekstraseluler (ECM)
setelah terjadi cidera pada hepar. Deposit ECM di space of disse akan
menyebabkan perubahan bentuk dan memacu kapilarisasi sinusoid kemudian
mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga
material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke
aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke
darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi
hepatoseluler.
PENYEBAB
Hepatitis B kronik
Steato heptitis non alkoholik (NASH), hepatitis ini dikitkan dengan DM, malnutrisi
protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid.
Hepatitis autoimun
Hemokromatosis herediter
Penyakit Wilson
Sirosis kardiak
Galaktosemia
Fibrosis Kistik
13
Pada pasien diketahui bahwa penyebab sirosis hati yang diderita adalah virus
hepatitis B kronis, hal tersebut dibuktikan melalui pemeriksaan serum imunologi -
serologi HbsAg yang memberikan hasil reaktif. Hal ini sesuai dengan literature.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda Penyebab
Peubahan kuku :
14
fungsi hipofise atau hipotalamus
Sirosis yang terjadi pada pasien masuk ke dalam golongan sirosis dekompensata
dimana hal tersebut dilihat dari tanda – tanda klinis yang terdapat pada pasien
berupa: perubahan ukuran hati (membesar), splenomegali, asites dan juga
terdapat edema perifer di bagian ekstremitas bawah tubuh pasien. Hal ini sesuai
dengan literature diatas.
15
LABORATORIUM
16
PEMERIKSAAN PENCITRAAN3
Dari hasil USG pasien pada tanggal 3 juli 2017 memberikan hasil
Hepatosplenomegali dengan gambaran seperti degenerasi maligna dengan asites
minimal dan dari hasil CT Scan pada tanggal 6 juli 2017 menunjukan adanya
massa pada liver dan adanya asites. Hal ini sesuai dengan literature diatas.
ENDOSKOPI3
DIAGNOSIS2
17
Pada pasien ini diagnosis SH tidak sulit di tegakan karena, sudah muncul
beberapa komplikasi seperti asites dan edema pada daerah ekstremitas bawah
serta didukung oleh hasil pemeriksaan kimia darah dan pencitraan. Hal tersebut
sesuai dengan literature.
KOMPLIKASI3
Pada sirosis hati yang lanjut, terjadi retensi cairan akibat akumulasi garam.
Retensi cairan paling sering terjadi di daerah kaki akibat proses gravitasi, dan
dalam rongga perut akibat hipertensi portal asites juga bisa disebabkan akibat
hipoalbuminemia karena produksi albumin yang terganggu dalam hati. Untuk
mengurangi edema dan asites, pasien di anjurkan untuk membatasi asupan garam
dan air. Jumlah diet garam dan air yang dianjurkan biasanya sekitar 2 gram
perhari dan cairan sekitar 1 liter perhari. Kombinasi diuretika spironolakton dan
furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites pada
sebagian besar pasien. Spironolakton dapat diberikan dalam dosis 100 – 400 mg
perhari. Bila perlu dapat dikombinasikan dengan furosemide 40 – 160 mg perhari,
dengan pengawasan ketat terhadap tekanan darah, produksi urin, status mental
pasien dan kadar elektrolit serum (terutama Kalium). Pada pasien telah diberikan
terapi yang sesuai dengan literature untuk menangani kondisi edema dan asites
yang diderita yaitu pemberian furosemid 1 amp dalam 500 cc Nacl selama 24 jam
dan spironolakton 3 x 100mg perhari.
18
Bila pemakaian diuretika tidak berhasil (pada asites yang refrakter), dapat
dilakukan parasentesis abdomen, untuk mengambil langsung cairan asites dari
dalam rongga perut. Bila asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
nyeri akibat distensi abdomen dan atau kesulitan bernafaskarena keterbatasan
gerakan difragma, parasentesis dapat dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak
lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP). LPV dapat dikerjakan setiap
hari samapi asites menghilang atau mengurang. Pengobatan lain untuk asites yang
refrakter adalah TIPS (transjugular intravenous portosystemic shunting) atau
transplantasi hati.
19
RESUME
Pasien laki – laki dengan keluhan utama perut semakin membesar selama
kurang lebih 4 bulan terakhir, datang ke UGD RSUD Dok II, Jayapura. BAK
warna seperti teh pekat, BAB tidak lancar, tidak ada riwayat perdarahan. Dalam
pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, tingkat
kualitas kesadarannya Composmentis Pada pemeriksaan kepala dan leher
ditemukan konjungtiva anemis juga sklera ikterik.Pada pemeriksaan abdomen,
tampak permukaan perut pasien cembung, ditemukan pembesaran hepar 5 jari di
bawah arkus kosta dan pembesaran lien scuffner III, didapatkan tanda shifting
dullnes (+), lingkar perut 88 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 3,7 ribu/mm3, Hemoglobin (Hb) 8,0 g/dl, Hematokrit 25,3%, eritrosit
2,95 juta/mm3, nilai MCV 85,8 fl, nilai MCH 27,1 pg, nilai MCHC 31,6 g/dl,
trombosit 114 ribu/mm3. Hasil pemeriksaan kimia klinik GDS 63 mg/dL, ureum
46 mg/dL, creatinin 1,0 mg/dL, kalium 4,1 mEq/L, natrium 138 mEq/L, klorida
105 mEq/L. Dari hasil USG pada saat MRS didapatkan hasil
Hepatospleenomegali dengan gambaran seperti degenerasi maligna dengan asites
minimal. Hasil CT Scan menunjukan adanya Hepatospleenomegali dengan massa
pada liver hepatoma juga seperti metastase pada liver asites. Diagnosis yang
diberikan Hepatoma + Ikterik + Hepatospleenomegali dan Sirosis Hati ec
Hepatitis B. Terapi yang diberikan selama masa perawatan yaitu IVFD NaCl 500
+ Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, Dulcolax suppositoria 2, dan urdahex 3 X 250 mg.
Pada tanggal 7 juli 2017 Pukul 23.50 WIT, Pasien dan keluarga menolak
untuk menerima pengobatan dan tindakan medis lainnya. Pasien pulang paksa dari
ruang perawatan penyakit dalam pria (RPDP).
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanto Chris, Liwang Frans, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi
IV. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Aesculapius 2014
2. Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga University Press.
2015
3. Setiati Siti, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
VI. Cetakan pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing 2014
4. Corwin,J Elizabeth. Buku Saku Patofisilogi Edisi III Revisi. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2009
21