Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

SEORANG PENDERITA PENYAKIT HEPATOMA + IKTERUS +


HEPATOSPLENOMEGALI dan SIROSIS HATI ET CAUSA HEPATITIS B

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya
di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Disusun oleh :

Yupie Faming Jaya, S.Ked

Dokter Pembimbing:

dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2017

1
LAPORAN KASUS

SEORANG PENDERITA PENYAKIT HEPATOMA + IKTERIK +


HEPATOSPLENOMEGALI dan SIROSIS HEPATIS ET CAUSA HEPATITIS B

Yupie Faming Jaya, S.Ked


dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD

KASUS
Seorang pasien pria berinisial Tn. EK umur 36 tahun, bertempat tinggal di
sentani, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah Dok II
pada tanggal 3 juli 2017, dengan keluhan utama perut membesar sejak kurang
lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien merupakan rujukan
dari puskesmas sentani dengan diagnosa asites dan sirosis hati.

ANAMNESA
Pasien datang ke UGD dengan keluhan perut membesar sejak kurang lebih
4 bulan SMRS. Perut dirasakan membesar perlahan – lahan selama 4 bulan
terakhir disertai mata berwarna kuning. Pasien juga mengaku merasakan mual,
muntah disangkal, muntah darah disangkal, nyeri perut dan nyeri tekan pada perut
disangkal. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun, jika makan pasien
merasakan perut terasa penuh dan bertambah keras. Pasien mengaku sulit untuk
buang air besar (BAB), jika buang air besar hanya keluar sedikit , namun riwayat
BAB berwarna kehitaman disangkal, BAB disertai darah disangkal. buang air
kecil (BAK) lancar seperti biasa, namun warnanya seperti teh pekat, nyeri saat
BAK disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat seperti itu sebelumnya.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi, diabetes, TBC dan hepatitis di sangkal. Riwayat merokok dan
alkohol (+) namun pasien mengaku sudah berhenti sejak 5 tahun terakhir. Ibu
pasien sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit seperti pasien.

2
PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang, tingkat kualitas kesadarannya Composmentis dengan skor Glasgow Coma
Scale (GCS) E4V5M6. Pada tanda-tanda vital, ditemukan tekanan darah
100/60mmHg, nadi 75 kali/menit, respirasi 23 kali/menit, saturasi oksigen 95%
dan suhu badan 36,6ºC.
Pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan konjungtiva anemis juga
sklera ikterik, namun tidak terdapat candidiasis oral dan pembesaran kelenjar
getah bening.
Pada pemeriksaan thorax bagian pulmo, ditemukan posisi kedua dada
simetris dan gerakan dada mengikuti gerak napas. Saat dilakukan pemeriksaan
vokal fremitus ditemukan getaran antara telapak tangan kanan dan kiri sama. Pada
perkusi diperoleh sonor pada kedua pulmo, suara napas vesikuler, dan tidak
ditemukannya rhonki dan wheezing.
Pada pemeriksaan thorax bagian jantung, bunyi jantung I-II reguler, dan
tidak ditemukan murmur dan gallop.
Pada pemeriksaan abdomen, tampak permukaan perut pasien cembung,
auskultasi ditemukan bising usus normal.
Palpasi permukaan perut distance, ditemukan pembesaran hepar 5 jari di
bawah arkus kosta dan pembesaran lien scuffner III. Perkusi tympani dan
didapatkan tanda shifting dullnes (+). Lingkar perut 88cm.
Pada pemeriksaan ekstremitas, ditemukan akral teraba hangat dan terdapat
udem pada daerah ekstremitas bawah dan tidak ditemukan ulkus.

HASIL LABORATORIUM

Hasil Laboratorium tanggal 3 juli 2017 pada saat masuk rumah sakit di
UGD RSUD Jayapura yaitu leukosit 3,7 ribu/mm3, Hemoglobin (Hb) 8,0 g/dl,
Hematokrit 25,3%, eritrosit 2,95 juta/mm3, nilai MCV 85,8 fl, nilai MCH 27,1 pg,
nilai MCHC 31,6 g/dl, trombosit 114 ribu/mm3. Hasil pemeriksaan kimia klinik
GDS 63 mg/dL, ureum 46 mg/dL, creatinin 1,0 mg/dL, kalium 4,1 mEq/L,
natrium 138 mEq/L, klorida 105 mEq/L

3
HASIL PENCITRAAN

Dari hasil USG pada saat MRS didapatkan hasil Hepatospleenomegali


dengan gambaran seperti degenerasi maligna dengan asites minimal.

Diagnosis yang diberikan adalah Obs Ikterik + Anemia + Organomegali +


Pitting edema dd Sirosis Hati degenerasi Malignancy.

PENATALAKSANAAN

Penanganan IVFD NaCl 0,9% : D5% = 1 : 2, Inf D 40% ekstra 2 flash,


injeksi furosemid 1 ampul dalam NaCl 500 cc/24 jam dibuat dengan three way,
Injeksi cefoperazone 2 X 1 (IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), Injeksi Tramadol
2 X 1 ampul, sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X 100mg. Pemeriksaan
lanjutan periksa KL.

PERJALANAN PENYAKIT
Pada pemeriksaan tanggal 4 juli 2017 di RPDP, ditemukan keluhan
mual. Dalam pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
82x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu badan 36ºC. Pada pemeriksaan kepala
dan leher ditemukan konjungtiva anemis juga sklera ikterik, namun tidak terdapat
candidiasis oral dan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax
bagian pulmo, ditemukan posisi kedua dada simetris dan gerakan dada mengikuti
gerak napas. Saat dilakukan pemeriksaan vokal fremitus ditemukan getaran antara
telapak tangan kanan dan kiri sama. Pada perkusi diperoleh sonor pada kedua
pulmo, suara napas vesikuler, dan tidak ditemukannya rhonki dan wheezing. Pada
pemeriksaan thorax bagian jantung, bunyi jantung I-II reguler, dan tidak
ditemukan murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, tampak permukaan
perut pasien cembung, auskultasi ditemukan bising usus normal. Palpasi
permukaan perut distance, ditemukan pembesaran hepar 5 jari di bawah arkus
kosta dan pembesaran lien scuffner III. Perkusi tympani dan didapatkan tanda
shifting dullnes (+). Lingkar perut 88cm.
Diagnosis yang diberikan yaitu Hepatospleenomegali + Ikterus ec SH +
deg maligna.

4
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 500cc dalam 12 jam, Injeksi
cefoperazone 2 X 1 (IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth,
Spironolactone 3 X 100mg. Dilakukan pemeriksaan HbsAg, AST, ALT, Protein
Total, Albumin, γGT, D-BIL, T-BIL, Alfa Feto Protein dan Pemeriksaan CT Scan
Abdomen dengan kontras.

Pada pemeriksaan tanggal 5 juli 2017 di RPDP, didapatkan keluhan belum


BAB kurang lebih 3 hari. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum
tampak sakit sedang, kesadarannya Composmentis. Pada tanda-tanda vital,
ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 74 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, saturasi oksigen 98% dan suhu badan 36,2ºC.

Hasil laboratorium hari perawatan kedua di Ruang Penyakit Dalam Pria


(RPDP) yaitu HbsAg reaktif. AST, ALT, Protein Total, Albumin, γGT, D-BIL, T-
BIL, Alfa Feto Protein menunggu hasil, CT Scan menunggu hasil.

Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth dan Dulcolax suppositoria 2.

Pada pemeriksaan tanggal 6 juli 2017 di RPDP, didapatkan keluhan tidak


BAB kurang lebih 4 hari, nyeri perut pada kuadran kanan dan kiri atas. Dalam
pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya
Composmentis. Pada tanda-tanda vital, ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 76 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, saturasi oksigen 95% dan suhu badan
35,8ºC.

Hasil laboratorium hari perawatan ketiga di Ruang Penyakit Dalam Pria


(RPDP) yaitu AST 258,2 U/L, ALT 45,2 U/L, Protein Total 7,5 g/dL, Albumin
2,9 g/dL, γGT 193 U/L, D-BIL 11,3 mg/dL, T-BIL 16,18 mg/dL, Alfa Feto
Protein >400.000 ng/ml. Rencana pungsi asites namun menunggu hasil CT Scan.

5
Diagnosis yang diberikan Hepatospleenomegali + Ikterus ec SH +
degenerasi maligna suspek hepatoma + Ikterus Obstruktif ec stone CBD

Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, Dulcolax suppositoria 2, dan urdahex 3 X 250 mg
dan dilakukan pemasangan kateter untuk melihat produksi urin /24 jam.

Pada pemeriksaan tanggal 7 juli 2017 di RPDP, pasien mengaku sudah


bisa BAB dan tidak memiliki keluhan. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan
keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya Composmentis. Pada tanda-
tanda vital, ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76 /menit, respirasi 24
/menit, saturasi oksigen 95% dan suhu badan 36,6ºC. Produksi urin sejak
pemasangan kateter tanggal 6 juli pukul 14.00 – 06.00 pada tanggal 7 juli 2017
(16 jam) sebanyak 600 cc berwarna teh pekat.

Hasil CT Scan menunjukan adanya Hepatospleenomegali dengan massa


pada liver hepatoma juga seperti metastase pada liver dan asites.

Diagnosis yang diberikan Hepatoma + Ikterik + Hepatospleenomegali dan


Sirosis Hati ec Hepatitis B.

Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD NaCl 500 +
Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, dan urdahex 3 X 250 mg.

PEMBAHASAN

Karsinoma hati adalah keganasan hati primer yang dari hepatosit terdiri
dari kersinoma hepatoseluler (hepatocellurar carcinoma, HCC), karsinoma
fibrolamelar, dan hepatoblastoma. Tumor ganas yang berasal dari sel epitel biller
dapat berupa kolangiokarsinoma (cholangiocarcinoma, CC) dan sisto-

6
adenokarsinoma dan leiomiosarkoma. Dari seluruhnya, 85% kejadian merupakan
HCC, 10% nya CC dan 5% adalah jenis lainnya1.

Tabel.1. Faktor Risiko Berkembangnya HCC1

UMUM TIDAK UMUM

Sirosis oleh sebab apapun (faktor risiko


utama). Prediktor utama HCC pada sirosis:
Sirosis bilier primer
laki – laki, peningkatan alfa feto protein
(AFP), aktivitas proliferasi hepatosit yang
tinggi, dan beratnya penyakit.

Infeksi hepatitis B dan C kronik Hemokromatosis

Konsumsi alkohol kronik Defisiensi antitipsin alfa 1

Non-alcoholic steatohepatitis (NASH) /


non-alcoholic fatty liver disease (NAFL).
Glycogen storage disease
Faktor risiko: Obesitas (utama), DM

Toksin seperti alfatoksin B1 Wilson’s disease, citrulinemia,


dsb

Pada pasien ditemukan faktor risiko yang sesuai dengan teori yaitu sirosis
dan pada pemeriksaan laboratorium imunoserologi ditemukan peningkatan alfa
feto protein dan infeksi hepatitis B kronik yang dibuktikan dengan pemeriksaan
imunologi - serologi HbsAg memberikan hasil reaktif.

7
Tabel.2. Gambaran Klinis Pasien Hepatocellular Carcinoma

Gejala Presentase (%)

Tidak bergejala 24

Nyeri Perut 40

Berat badan turun drastis 20

Kehilangan nafsu makan 11

Ikterik 5

Lainnya (anemia dan berbagai penyakit) 12

Temuan pada pemeriksaan fisik (Hepatomegali, teraba


massa pada hepar, dll) peningkatan pemeriksaan fungsi
24
hati

Kelemahan / malaise 15

CT Scan untuk sirosis yang diketahui 17

Gejala sirosis (pembengkakan kaki, perut membesar dan 18


begah, gatal di tubuh, hingga perdarahan saluran cerna)

Diare 1

Ruptur Tumor <1

Pada pasien ditemukan beberapa gambaran klinis seperti pada literature


diatas, diantaranya :1) Tidak bergejala dimana dari keterangan pasien bahwa
pasien tidak pernah merasakan sakit namun perut pasien semakin membesar
selama kurang lebih 4 bulan terakhir. 2) Kehilangan nafsu makan dari
keterangan pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mulai kehilangan nafsu
makan juga pada 4 bulan terakhir. 3) Ikterik dimana pada pasien dapat dilihat
pada sclera pasien yang tampak kekuningan. 4) Temuan pada pemeriksaan fisik
(Hepatomegali, teraba massa pada hepar, dll) peningkatan pemeriksaan fungsi

8
hati, pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran pada hepar kurang lebih 5
jari BAC dan pada pemeiksaan laboratorium tanggal 5 juli 2017 ditemukan
peningkatan dan penurunan pada beberapa fungsi hati. 5) Gejala sirosis
(pembengkakan kaki, perut membesar dan begah, gatal di tubuh, hingga
perdarahan saluran cerna), Gejala sirosis juga didapati pada pasien berupa
pembengkakan pada kaki dan ukuran perut yang membesar.

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan3 :

1. Hepatomegali
2. Pada auskultasi terdengar bruit di abdomen
3. Asites
4. Splenomegali
5. Hilangnya berat badan dan muscle wasting terutama karena pertumbuhan
tumor yang besar
6. Demam
7. Tanda – tanda penyakit hati kronis seperti ikterus, pelebaran vena
abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis dan edema perifer)

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien didapatkan


hepatomegali, asites, splenomegali, ikterus, dimana hal ini sesuai dengan
literature diatas.

Diagnosa karsinoma hati dibuat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan penunjang laboratorium, imejing dan pada beberapa kasus
(terseleksi) dengan dipastikan dengan biopsi tumor. Anamnesis sesuai dengan
penyakit hati kronis yang lain misalnya badan menguning, disertai penurunan
berat badan, perut membesar dan keras. Pemeriksaan fisik berfokus pada
penemuan adanya tanda penyakit hati kronis atau sirosis hati dan pemeriksaan
fisik hati. Pada stadium lanjut dapat ditemukan pemeriksaan fisik perabaan hati
yang membesar, berdungkul, keras dan disertai nyeri tekan pada daerah perabaan
hati tersebut. Pemeriksaan petanda tumor adalah alfa feto protein (AFP), namun
demikian penggunaan klinis baik untuk diagnosis maupun evaluasi progresifitas
penyakit sangatlah terbatas. Nilai AFP yang sangat tinggi (> 400 IU/mg) pada

9
umumnya dapat digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma hati, namun
sekitar 40% lebih karsinoma hati didapatkan nilai AFP normal. Imejing yang
lazim dilakukan adalah USG, CT Scan, MRI. Pada saat ini dengan kemajuan
teknologi dan memperhatikan sifat karsinoma hati yang hipervaskuler maka USG
(kontras), MSCT dan MRI dengan kontras sangat berguna dalam diagnosis. Tes
fungsi hati harus dilakukan pada dugaan karsinoma hati. Adanya gangguan fungsi
hati yang berat atau gagal hati dapat merupakan kontra indikasi untuk suatu
tindakan pembedahan, tindakan yang lain atau pemberian kemoterapi. Untuk
penegakan diagnosis pada pasien telah dilakukan beberapa hal yang sama
dengan literature. Mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dimana ditemukan
tanda – tanda penyakit hati kronis, pemeriksaan penanda tumor alfa feto protein
didapatkan hasil >400.000 ng/ml, pada pemeriksaan imejing (CT Scan dengan
kontras) didapatkan hasil hepatosplenomegali dengan massa pada liver dan pada
pemeriksaan fungsi hati didapatkan gangguan fungsi hati berupa peningkatatan
peningkatan AST, ALT, γGT, D-BIL, T-BIL serta penurunan kadar Albumin.

Tatalaksana3

Modalitas tatalaksana karsinoma hati dapat dikelompokan menjadi:

1. Tatalaksana bersifat kuratif


 Reseksi tumor
 Transplantasi hati
 Terapi ablasi perkutan
2. Tatalaksana bersifat paliatif
 Embolization / chemoembolozation
 Pengobatan sistemik (hormonal, kemoterapi sistemik, imunoterapi)
 Novel targeted theraphy

Tatalaksana kuratif, bertujuan untuk menghilangkan tumor hati. Bila faktor risiko
karsinoma hati adalah infeksi kronis virus hepatitis B dan C maka kemungkinan
adanya kekambuhan masih mungkin terjadi.

10
IKTERUS
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
menigkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.3
Teradapat tiga jenis utama ikterus : Ikterus hemolitik, ikterus intrahepatik,
dan ikterus ostruktif ekstrahepatik4.

Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis3


1. Kolestasis Intrahepatik
2. Kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, di mana terjadi
hambatan masuknya bilirubin ke dalam usus).
Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasi lebih disukai untuk pengertian ikterus
obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran
empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus),
sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab
sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering
kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena
alcohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah
sirosis hati bilinear primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatic dan
penyaki-penyakit lain yang jarang.
Virus hepatitis, alcohol, keracunan obat (drug induced hepatitis), dan
kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik
mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A
merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus
yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus
pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan
mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.
Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-
kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.
Alcohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan
sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alcohol secara terus

11
menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan
berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering,
biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa
menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alcohol biasanya memberi gejala ikterus
sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada
nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya
sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terakhir
menyebutkan juga sekelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit
autoimun yang berpengaruh pada system bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi
hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier
primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai
perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang
sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang
timbul kemudian.

SIROSIS HATI

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif3.
Perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang
bersifat difus dan dikelilingi oleh septa – septa fibrosis. Perubahan (distorsi)
struktur tersebut dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi
sintesis hepatosit, serta meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler1.

PATOGENESIS3

Sirosis hati terjadi akibat adanya cidera kroniki – reversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis),
pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini
sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin,
disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibat
pembentukan vaskular intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta
dan arteri hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.

12
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stelatte hati.
Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel
kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matrix ekstraseluler (ECM)
setelah terjadi cidera pada hepar. Deposit ECM di space of disse akan
menyebabkan perubahan bentuk dan memacu kapilarisasi sinusoid kemudian
mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga
material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan langsung masuk ke
aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke
darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi
hepatoseluler.

PENYEBAB

Tabel.3. Penyebab Sirosis Hati

Penyakit Hati Alkoholik (alcoholic liver disease / ALD)


Hepatitis C kronik

Hepatitis B kronik

Steato heptitis non alkoholik (NASH), hepatitis ini dikitkan dengan DM, malnutrisi
protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid.

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerosing primer

Hepatitis autoimun

Hemokromatosis herediter

Penyakit Wilson

Defisiensi Alpha 1-antitrypsin

Sirosis kardiak

Galaktosemia

Fibrosis Kistik

Hepatotoksik akibat obat atau toksin

Infeksi parasit tertentu (Schistomiosis)

13
Pada pasien diketahui bahwa penyebab sirosis hati yang diderita adalah virus
hepatitis B kronis, hal tersebut dibuktikan melalui pemeriksaan serum imunologi -
serologi HbsAg yang memberikan hasil reaktif. Hal ini sesuai dengan literature.

MANIFESTASI KLINIS

Sirosis hati merupakan kondisi histopatologis yang bersifat asimtomatis


pada stadium awal. Secara klinis sirosis dapat dibedakan menjadi sirosis
kompensata (gejala klinis belum ada atau minimal) dan sirosis dekompensata
(gejala dan tanda klinis jelas). Dikatakan sirosis dekompensata apabila ditemukan
paling tidak satu dari manifestasi berikut: ikterus, asites, edema perifer,
hematemesis, melena, jaundice atau ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal
hingga perubahan status mental)1.

Tabel.4. Tanda – tanda Klinis Sirosis Hati dan Penyebabnya3

Tanda Penyebab

Spider angioma atau Spider nevi Estradiol meningkat

Palmar erytema Gangguan metabolisme hormon seks

Peubahan kuku :

 Muerche’s line  Hipoalbuminemia


 Terry’s nails  Hipoalbuminemia
 Clubbing  Hipertensi portopulmonal

Osteoartopati Hipertrofi Chronic proliferativve periostitis

Kontraktur dupuytren Proliferasi fibroplastik dan gangguan


deposit kolagen

Ginekomastia Estradiol meningkat

Hipogonadisme Perlukaan gonad primer atau supresi

14
fungsi hipofise atau hipotalamus

Ukuran hati : besar, normal, kecil Hipertensi portal

Splenomegali Hipertensi portal

Asites Hipertensi portal

Caput medusae Hipertensi portal

Murmur Cruveihier Baungarten Hipertensi portal


(Bising daerah epigastrium)

Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat

Ikterus Bilirubin meningkat

Asterixis / Falpping tremor Ensefalopati hepatikum

Sirosis yang terjadi pada pasien masuk ke dalam golongan sirosis dekompensata
dimana hal tersebut dilihat dari tanda – tanda klinis yang terdapat pada pasien
berupa: perubahan ukuran hati (membesar), splenomegali, asites dan juga
terdapat edema perifer di bagian ekstremitas bawah tubuh pasien. Hal ini sesuai
dengan literature diatas.

15
LABORATORIUM

Tabel.5. Tes Laboratorium Pada Sirosis Hati3

Jenis Pemeriksaan Hasil

Aminotransferase: ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat

Alkali Fosfatase/ ALP Sedikit meningkat

Gamma Glutamil Tranferase (γGT) Korelasi dengan ALP, spesifik khas


akibat alkohol sangat meningkat

Bilirubin Meningkat pada SH lanjut prediksi


penting mortalitas

Albumin Menurun pada SH lanjut

Globulin Meningkat terutama igG

Waktu Prothrombin Meningkat / penurunan produksi


faktor V/VII dari hati

Natrium Darah Menurun akibat peningkatan ADH dan


aldosteron

Trombosit Menurun (hipersplenism)

Leukosit dan Netrofil Menurun (hipersplenism)

Anemia Makrositik, normositik dan mikrositik

Dari hasil pemeriksaan Laboratorium Pasien pada saat masuk RS menunjukan


hasil Leukosit, HB, Trombosit mengalami penurunan dan pada tanggal 5 juli
2017 didapatkan hasil nilai AST, ALT, γGT dan Bilirubin meningkat. Sedangkan
hasil nilai kadar albumin mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan literature
diatas.

16
PEMERIKSAAN PENCITRAAN3

Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi SH kurang sensitif namun cukup


spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan ekodensitas hati
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi
superficial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai
pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali dan vena hepatika gambaran
terputus – putus. Asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ
intra abdominal dengan dinding abdomen. Pemeriksaan MRI dan CT konvesional
bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya SH, misal dengan menilai
ukuran lien, asites dan kolateral vascular. Ketiga alat ini juga dapat untuk
mendeteksi adanya karsinomahepatoselular.

Dari hasil USG pasien pada tanggal 3 juli 2017 memberikan hasil
Hepatosplenomegali dengan gambaran seperti degenerasi maligna dengan asites
minimal dan dari hasil CT Scan pada tanggal 6 juli 2017 menunjukan adanya
massa pada liver dan adanya asites. Hal ini sesuai dengan literature diatas.

ENDOSKOPI3

Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan


gaster pada penderita SH. Selain untuk diagnostik, dapat pula digunakan untuk
pencegahan dan terapi perdarahan varises.

DIAGNOSIS2

Pada stadium kompensata sempurna kadang – kadang sangat sulit


menegakkan diagnosis SH. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya
sudah tampak dengan adanya komplikasi.

17
Pada pasien ini diagnosis SH tidak sulit di tegakan karena, sudah muncul
beberapa komplikasi seperti asites dan edema pada daerah ekstremitas bawah
serta didukung oleh hasil pemeriksaan kimia darah dan pencitraan. Hal tersebut
sesuai dengan literature.

PENANGANAN SIROSIS HATI2

Penanganan SH kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis kronis. Hal


ditunjukan untuk mengurangi progresifitas penyakit SH agar tidak semakin lanjut
dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular.

KOMPLIKASI3

Komplikasi SH yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis


bakterial spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum dan kanker hati.

EDEMA dan ASITES2

Pada sirosis hati yang lanjut, terjadi retensi cairan akibat akumulasi garam.
Retensi cairan paling sering terjadi di daerah kaki akibat proses gravitasi, dan
dalam rongga perut akibat hipertensi portal asites juga bisa disebabkan akibat
hipoalbuminemia karena produksi albumin yang terganggu dalam hati. Untuk
mengurangi edema dan asites, pasien di anjurkan untuk membatasi asupan garam
dan air. Jumlah diet garam dan air yang dianjurkan biasanya sekitar 2 gram
perhari dan cairan sekitar 1 liter perhari. Kombinasi diuretika spironolakton dan
furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites pada
sebagian besar pasien. Spironolakton dapat diberikan dalam dosis 100 – 400 mg
perhari. Bila perlu dapat dikombinasikan dengan furosemide 40 – 160 mg perhari,
dengan pengawasan ketat terhadap tekanan darah, produksi urin, status mental
pasien dan kadar elektrolit serum (terutama Kalium). Pada pasien telah diberikan
terapi yang sesuai dengan literature untuk menangani kondisi edema dan asites
yang diderita yaitu pemberian furosemid 1 amp dalam 500 cc Nacl selama 24 jam
dan spironolakton 3 x 100mg perhari.

18
Bila pemakaian diuretika tidak berhasil (pada asites yang refrakter), dapat
dilakukan parasentesis abdomen, untuk mengambil langsung cairan asites dari
dalam rongga perut. Bila asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
nyeri akibat distensi abdomen dan atau kesulitan bernafaskarena keterbatasan
gerakan difragma, parasentesis dapat dilakukan dalam jumlah yang lebih banyak
lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP). LPV dapat dikerjakan setiap
hari samapi asites menghilang atau mengurang. Pengobatan lain untuk asites yang
refrakter adalah TIPS (transjugular intravenous portosystemic shunting) atau
transplantasi hati.

19
RESUME

Pasien laki – laki dengan keluhan utama perut semakin membesar selama
kurang lebih 4 bulan terakhir, datang ke UGD RSUD Dok II, Jayapura. BAK
warna seperti teh pekat, BAB tidak lancar, tidak ada riwayat perdarahan. Dalam
pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, tingkat
kualitas kesadarannya Composmentis Pada pemeriksaan kepala dan leher
ditemukan konjungtiva anemis juga sklera ikterik.Pada pemeriksaan abdomen,
tampak permukaan perut pasien cembung, ditemukan pembesaran hepar 5 jari di
bawah arkus kosta dan pembesaran lien scuffner III, didapatkan tanda shifting
dullnes (+), lingkar perut 88 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 3,7 ribu/mm3, Hemoglobin (Hb) 8,0 g/dl, Hematokrit 25,3%, eritrosit
2,95 juta/mm3, nilai MCV 85,8 fl, nilai MCH 27,1 pg, nilai MCHC 31,6 g/dl,
trombosit 114 ribu/mm3. Hasil pemeriksaan kimia klinik GDS 63 mg/dL, ureum
46 mg/dL, creatinin 1,0 mg/dL, kalium 4,1 mEq/L, natrium 138 mEq/L, klorida
105 mEq/L. Dari hasil USG pada saat MRS didapatkan hasil
Hepatospleenomegali dengan gambaran seperti degenerasi maligna dengan asites
minimal. Hasil CT Scan menunjukan adanya Hepatospleenomegali dengan massa
pada liver hepatoma juga seperti metastase pada liver asites. Diagnosis yang
diberikan Hepatoma + Ikterik + Hepatospleenomegali dan Sirosis Hati ec
Hepatitis B. Terapi yang diberikan selama masa perawatan yaitu IVFD NaCl 500
+ Furosemid 1 amp/24 jam berbanding D5% 12 jam, Injeksi cefoperazone 2 X 1
(IV), Injeksi omeprazole 2 X 1 (IV), sucralfate syr 4 X 2 cth, Spironolactone 3 X
100mg, laktulosa syr 3 X 1 cth, Dulcolax suppositoria 2, dan urdahex 3 X 250 mg.

Pada tanggal 7 juli 2017 Pukul 23.50 WIT, Pasien dan keluarga menolak
untuk menerima pengobatan dan tindakan medis lainnya. Pasien pulang paksa dari
ruang perawatan penyakit dalam pria (RPDP).

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto Chris, Liwang Frans, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi
IV. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Aesculapius 2014
2. Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga University Press.
2015
3. Setiati Siti, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
VI. Cetakan pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing 2014
4. Corwin,J Elizabeth. Buku Saku Patofisilogi Edisi III Revisi. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2009

21

Anda mungkin juga menyukai