Anda di halaman 1dari 43

JOURNAL READING

Cow’s Milk Sensitization In Young Children With Gastroesophageal


Reflux Disease
Mozhgan Moghtaderi1, *Shirin Farjadian2, Mohammad Hadi Imanieh3, Saeed
Hosseini Teshnizi4
1. Allergy Research Center, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran.
2. Department of Immunology, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran.
3. Department of Pediatric Gastroenterology, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz,
Iran.
4. Paramedical School, Hormozgan University of Medical Sciences, Bandar Abbas, Iran.

Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya


pada SMF Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
Pandu Yuliana Lewerissa, S.Ked
Yupie Faming Jaya, S.Ked

Penguji :
dr. Helena Maniboey, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan dihadapan pembimbing, Journal Reading yang

berjudul ”Cow’s Milk Sensitization In Young Children With Gastroesophageal

Reflux Disease” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Akhir

Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) pada SMF Anak di Rumah Sakit Umum

Daerah Jayapura, pada

Hari/Tanggal : Jumat, 29 Desember 2017

Tempat : Ruang Pertemuan SMF Anak RSUD Jayapura.

Mengesahkan,

dr. Helena Maniboey, Sp.A


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………....

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….

BAB I. RESPONSI KASUS ………………………………………………

1.1 Identitas Bayi ………………………………………………………..

1.2 Anamnesis …………………………………………………………...

1.3 Pemeriksaan Fisik …………………………………………………...

1.4 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………..

1.5 Resume ………………………………………………………………

1.6 Daftar Masalah ………………………………………………………

1.7 Diagnosis Banding …………………………………………………..

1.8 Diagnosis Kerja ……………………………………………………..

1.9 Perencanaan ………………………………………………………….

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………….

BAB III. KESIMPULAN ………………………………………………….

Daftar Pustaka …………………………………………………………….


BAB 1
RESPONSI KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. I.C
No. DM : 29 62 80
Umur : 3 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku Bangsa : Serui
Alamat : Hamadi
Pendidikan : Belum sekolah
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 21 November 2017
Tanggal KRS : 26 November 2017
Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2017

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis (ibu pasien) pada hari
kamis, 23 November 2017.
1. Keluhan Utama
Kejang demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan kejang 1 kali di
rumah, didahului demam, saat kejang pasien tidak sadar, seluruh badan
kaku, mata mendelik ke atas, lamanya kejang kurang dari 10 menit,
setelah kejang pasien sadar namun pasien lemas dan tertidur. Keluhan
demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam hilang timbul saat pagi
dan malam. Sebelum demam pasien menggigil terlebih dahulu sehingga
pasien meminta ditutupi selimut dan saat diraba tubuh pasien dingin,
hal ini berlangsung sekitar 15 menit. Setelah demam selama beberapa
jam, pasien berkeringat saat demamnya turun hingga baju yang
dikenakan pasien basah. Pasien diberikan obat penurun panas berupa
paracetamol sirup sebanyak 1 sendok takar saat demam. Pasien muntah
sebanyak 3x berisi makanan, kira-kira setengah gelas, tidak berbau.
Sejak mulai sakit, nafsu makan pasien menurun. Keluhan batuk dan
pilek disangkal. Buang air besar normal, 1 kali sehari, konsistensi padat
lunak, warna kuning. Buang air kecil normal, warna kuning jernih.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang sebelumnya, sekitar 1 tahun
yang lalu. Pasien mengalami 2x kejang tahun lalu, yaitu pada bulan Mei
dan September. Kejang didahului demam, dengan tipe kejang yang
sama seperti saat ini. Ibu pasien tidak membawa pasien untuk berobat.
Pasien tidak pernah mendapat obat-obatan untuk kejang.
4. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien tidak pernah menderita sakit malaria
maupun sakit berat lainnya. Jarang memeriksakan kehamilan ke
puskesmas atau pusat pelayanan medis. Tidak pernah mengonsumsi
obat-obatan maupun jamu selama kehamilan. Tidak merokok dan tidak
mengonsumsi alkohol.
5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan, lahir di rumah
dibantu oleh bidan, berat waktu lahir ibu pasien lupa, cara persalinan
spontan dan bayi langsung menangis ketika lahir.
6. Riwayat Neonatal
Saat lahir, pasien langsung menangis, bergerak aktif dan
berwarna kemerahan seluruh badan. Riwayat kuning setelah lahir
disangkal. Riwayat kejang saat lahir disangkal.
7. Riwayat Imunisasi

BCG√
Hepatitis B0√ HB1√ HB2√ HB3√
DPT1√ DPT2√ DPT3√
Polio1√ Polio2√ Polio3√ Polio4√
Campak√ Booster √
HiB1√ HiB2√ HiB3√
8. Riwayat Tumbuh Kembang
Usia 0-3 bulan
 Belajar mengangkat kepala 45o(+)
 Melihat dan mengikuti objek dengan menggerakan kepala (sampai
garis tengah) (+)
 Melihat muka orang dengan tersenyum (+)
 Terkejut terhadap suara (+)
 Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
kontak(+)
 Mengoceh spontan dan bereaksi dengan mengoceh (+)
 Menahan benda yang ada dalam genggaman (+)
Usia 3-6 bulan
 Berbalik dari telungkup ke telentang (+)
 Mengangkat kepala 90o, mengangkat dada dengan bertopang tangan
(+)
 Mulai belajar meraih benda yang ada dalam jangkauannya (+)
 Berusaha memperluas pandangan (+)
 Mengarahkan matanya pada benda kecil (+)
 Tertawa, menjerit karena gembira/diajak bermain (+)
 Tersenyum bila melihat mainan lucu dan gambar, pada saat bermain
sendiri (+)
Usia 6-9 bulan
 Duduk (sikap tripoid sendiri) (+)
 Merangkak meraih mainan, mendekati seseorang (+)
 Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya (+)
 Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk (+)
 Bergembira dengan melempar bola (+)
 Mengeluarkan kata tanpa arti ma, ba (+)
 Mengernal wajah orang terdekat, takut orang asing (+)
 Bermain tepuk tangan/ ci-luk-ba (+)
Usia 9-12 bulan
 Minum dengan cangkir (+)
 Menirukan kegiatan (+)
 Daag-daag dengan tangan (+)
 Menyatakan keinginan (+)
 Tepuk tangan (+)
 Mengucapkan papa/mama secara spesifik (+)
 Mengoceh (+)
 Berdiri 2 detik (+)
 Bangkit terus duduk (+)
Umur 12-18 bulan
 Berdiri tanpa berpegangan(+)
 Membungkuk, memungut mainan, kemudian berdiri kembali(+)
 Berjalan mundur 5 langkah(+)
 Memanggil ayah dengan "bapak" memanggil ibu dengan "mama"(+)
 Menumpuk dua kubus(+)
 Memasukkan kubus dalam kotak(+)
 Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu(+)
 Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing(+)
Umur 18-24 bulan:
 Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik(+)
 Berjalan tanpa terhuyung-huyung(+)
 Bertepuk tangan, melambai-lambai(+)
 Menumpuk 4 buah kubus(+)
 Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk(+)
 Menggelindingkan bola ke arah sasaran(+)
 Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti(+)
 Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga(+)
 Memegang cangkir sendiri, belajar makan dan minum sendiri(+)
Umur 24-36 bulan:
 Naik tangga sendiri(+)
 Dapat bermain dan menendang bola kecil(+)
 Mencoret-coret kertas(+)
 Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata(+)
 Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta(+)
 Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda
atau lebih(+)
 Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu
mengangkat piring jika diminta(+)
 Makan sendiri tanpa banyak tumpah(+)
 Melepas pakaiannya sendiri(+)
9. Riwayat Gizi
Pasien mendapat ASI hingga umur 6 bulan, dan dilanjutkan
dengan susu formula. Saat ini pasien berumur 3 tahun, pasien makan
makanan yang sama dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3 kali
sehari.
10. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan di dalam keluarga. Tidak
ada anggota keluarga yang mengalami kejang seperti yang dialami
pasien.
11. Riwayat Kepribadian
Pasien merupakan anak yang aktif, mudah dekat dengan orang
yang baru dikenal, dan tidak mudah menangis.
12. Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan dua saudaranya.
Pasien tinggal di rumah kayu, berlantai semen, ventilasi rumah
terpasang has, di sekitar rumah terdapat banyak tanaman. Saat tidur
pasien tidak pernah menggunakan kelambu.

1.3 Pemeriksaan Fisik (Kamis, 23 November 2017)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD: 100/70, Nadi: 88 x/menit, Respirasi: 28 x/menit,
Suhu badan: 38,5oC
Berat Badan : 13 kg
Panjang Badan : 139 cm
Status Generalis
1. Kepala
 Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikerik (-/-)
 Pernapasan cuping hidung (-/-)
 Mulut:
o Mukosa bibir lembab (+)
o Oral Candidiasis (-/-)
o Stomatitis daerah ujung lidah (-)
o Faring hiperemis (-/-)
o Tonsil T3/T2, hiperemis (-/-), kripta melebar (+)
2. Leher :
 Trakea (normal, terletak di tengah/ tidak ada deviasi)
 Pembesaran KGB regio colli (-)
3. Pulmo :
 Inspeksi : Simetris, tidak ada bekas luka/scars/sikatriks, ikut gerak
napas, retraksi (-)
 Palpasi : Taktil fremitus (Dextra = Sinistra)
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+); Rhonki (-/-);Wheezing (-/-)
4. Cor
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Thrill tidak teraba, ictus cordis kuat angkat teraba pada
ICS V midline clavicula sinistra
 Perkusi : Pekak (+) dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
5. Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar / lien (tidak teraba besar),
turgor kembali cepat (+) normal
 Perkusi : Timpani
6. Ekstremitas : Akral hangat, CRT< 2”, Edema (-), Ulkus (-), pucat (-),
Sianosis (-), Ikterus (-)
7. Vegetatif
 Makan/Minum : nafsu makan menurun.
 BAB/BAK : baik, lancar, nyeri (-)
8. Status Neurologis:
 Refleks Fisiologi : Biceps Triceps Reflex (+)
 Refleks Patologis : Babinsky (-), Rangsang Meningeal :
Kaku Kuduk (-) ; Brudzinsky 1 (-)
 Tonus otot : Baik

 Kekuatan Otot : 555 555

555 555

9. Antropometri
Perhitungan Status Gizi berdasarkan Rumus Berhman:

Berat Badan Ideal:


= Umur (Tahun) x 2+8
= 3 x 2+8
= 14 kg
Perhitungan Gizi:
BB aktual
¿ x 100 %
BB ideal
14 kg
¿ x 100 %=100 %
13 kg
Menurut Kriteria Berhman 80 – 120% adalah
status gizi baik, maka status gizi An. I.C adalah
Gizi Baik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap, DDR (23/11/2017)
Jenis
No Hasil Nilai normal
Pemeriksaan

1 WBC 21.230/µL 4.000 – 10.000/µL

2 RBC 4,96 juta/µL 4,20 – 6,90 juta/µL

3 HGB 10,2 g/dl 12 – 16 g/dl

4 PLT 151.000/µL 150.000 – 450.000/µL

5 MCV 79,5 fl 79 – 99 fL

6 MCH 26,6 pg 27,0 – 31,0 pg

7 MCHC 34 g/dl 33 – 37 %

8 Hematokrit 30,0% 37-52 %

Plasmodium falciparum +4
9 DDR negatif
(7.163 parasit/ µL)
1.5 Resume
Anak laki-laki, umur 3 tahun 5, berat badan 13 kg, panjang badan
139 cm. Dari anamnesis, didapatkan keluhan kejang kejang 1 kali di rumah,
didahului demam (> 41˚C), saat kejang pasien tidak sadar, seluruh badan
kaku, mata mendelik ke atas, lamanya kejang kurang dari 10 menit, setelah
kejang pasien sadar namun pasien lemas dan tertidur. Demam sejak 2 hari
yang lalu, demam hilang timbul saat pagi dan malam, sebelum demam
pasien menggigil berlangsung sekitar 15 menit. Setelah demam selama
beberapa jam, pasien berkeringat saat demamnya turun. Pasien diberikan
obat penurun panas berupa paracetamol sirup sebanyak 1 sendok takar saat
demam. Pasien muntah sebanyak 1x berisi makanan, kira-kira setengah
gelas, tidak berbau. Nafsu makan pasien menurun. Pasien memiliki riwayat
kejang sebelumnya, kejang selalu didahului demam. Pada pemeriksaan fisik,
keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis, tanda vital: nadi
132 x/menit; respirasi 28 x/menit; suhu badan: 41 oC, status generalis
didapatkan tonsil T3/T2. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium
didapatkan WBC 21.230/µL, HGB 10,2 g/dl, DDR Plasmodium Falciparum
+4 (7.163 parasit/ µL)

1.6 Daftar Masalah


1. Kejang demam 1x, < 10 menit.
2. Hiperpireksia.
3. DDR Plasmodium Falciparum +4 (7.163 parasit/ µL).
4. Leukositosis

1.7 Diagnosis Banding


Kejang demam et causa :
- Malaria
- Demam Dengue
- Tonsilitis Akut

1.8 Diagnosis Kerja


Kejang demam sederhana ec malaria berat (hyperpyrexia, hiperparasitemia)

1.9 Perencanaan
1. Perencanaan Diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium (DL, DDR)
2. Perencanaan Terapi
 Propiretik supp 240 mg
 IVFD D5 ½ NS 1150 cc/24 jam
 Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg (iv)
 Inj. Ranitidin 2 x 13 mg (iv)
 Inj. Artesunat 31,2 mg (iv) (pada jam ke 0-12-24)
 Primakuin 1 x 3,25 mg (po) single dose
 DHP 1 x 32,5 mg (po) untuk 3 hari
 Diazepam 3 x 2 mg (po) (k/p)
 Puyer paracetamol 3 x 195 mg (po) (k/p)
3. Pencegahan
 Berikan obat anti demam dan obat anti kejang.
 Menggunakan kelambu.
 Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitarnya.
 Alirkan air yang tergenang untuk membasmi jentik nyamuk.
4. Perencanaan Edukasi
 Edukasi keluarga agar mematuhi cara minum obat dengan benar.
 Jika anak demam, berikan obat anti demam dan obat anti kejang untuk
mencegah terjadinya kejang demam.
 Obat anti malaria harus diminum selama 3 hari berturut-turut.
 Makan sedikit-sedikit tapi sering.
1.10 Prognosis
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam
1.11 Follow Up
An. I.C, 3 tahun, BB 13 kg.
Planning
Hari/
Follow Up (Hasil Lab dan Terapi
Tanggal
Medikamentosa)

23/11/ S : Kejang (-), demam (-), Terapi Medikamentosa


2017 batuk/pilek (-), muntah (-), BAB  IVFD D5 ½ NS 1150
cair (-) cc/24 jam
 Inj. Cefotaxime 3 x
Kesadaran: Compos Mentis
650 mg (iv)
Keadaan Umum : Tampak sakit  Inj. Ranitidin 2 x 13
sedang mg (iv)

TTV: TD: 110/80mmHg, Nadi:  Inj. Artesunat 31,2

110 x/m, RR: 24x/m, SB: 36,7oC mg (iv) (pada jam ke


0-12-24) (stop)
K/L:CA(-/-), SI (-/-), faring  Primakuin 1 x 3,25
hiperemis (-/-), Tonsil mg (po) single dose
T3/T2hiperemis (-), kripta
 Diazepam 3 x 2 mg
melebar(+), P>KGB (-)
(po) (k/p)
Thorax :dalam batas normal  Puyer paracetamol 3
x 195 mg
Abdomen
 DHP 1 x 32,5 mg (po)
I: Simetris, Supel, datar untuk 3 hari

A: Bising usus 8-10 x/menit

P: Hepar/Lien: tidak teraba besar

P: timpani

Ekstremitas: dalam batas normal

A: Kejang Demam Sederhana ec


malaria berat.

24/11/ S : Kejang (-), demam (-), Terapi Medikamentosa


20177 batuk/pilek (-), muntah (-), BAB
cair (-)  IVFD D5 ½ NS 1150
cc/24 jam
Kesadaran: Compos Mentis
 Inj. Cefotaxime 3 x
Keadaan Umum : Tampak sakit 650 mg (iv)
sedang  Inj. Ranitidin 2 x 13
mg (iv)
TTV: TD:110/80mmHg, Nadi:
105 x/m, RR: 24x/m, SB: 36,8oC  Inj. Artesunat 31,2
mg (iv) (pada jam ke
K/L:CA(-/-), SI (-/-), faring 0-12-24) (stop)
hiperemis (-/-), Tonsil T3/T2  Primakuin 1 x 3,25
hiperemis (-), P>KGB (-) mg (po) single dose

Thorax:dalam batas normal  Diazepam 3 x 2 mg


(po) (k/p)
Abdomen
 Puyer paracetamol 3
I: Simetris, Supel, datar x 195 mg
 DHP 1 x 32,5 mg (po)
A: Bising usus 8-10 x/menit
untuk 3 hari
P: Hepar/Lien: tidak teraba besar  Planning: Cek DL,
DDR
P: timpani

Ekstremitas:dalam batas normal

A: Kejang Demam Sederhana ec


malaria berat (perbaikan)

25/12/1201 S : Kejang (-), demam (-), Hasil Laboratorium


7 batuk/pilek (-), muntah (-), BAB  Darah Lengkap:
cair (-) Hb: 10,0 g/dl
Eritrosit : 4,91 juta/uL
Kesadaran: Compos Mentis
Lekosit : 9.200/uL
Keadaan Umum : Tampak baik Hematokrit : 29,7 %

TTV: TD: 110/80mmHg, Nadi:


102 x/m, RR: 22x/m, SB: 36,8oC Trombosit : 297.000
DDR : negatif
K/L:CA(-/-), SI (-/-), faring
hiperemis (-/-), Tonsil Terapi Medikamentosa
T3/T2hiperemis (-), P>KGB (-)
 Aff infus
Thorax:dalam batas normal  Cefixim 2 x 75 mg (po)
 Puyer paracetamol 3 x
Abdomen
195 mg
I: Simetris, Supel, datar  Diazepam 3 x 2 mg (po)

A: Bising usus 8-10 x/menit (k/p)


 BPL
P: Hepar/Lien: tidak teraba besar

P: timpani

Ekstremitas:dalam batas normal

A: Kejang Demam Sederhana ec


malaria berat (perbaikan)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kejang Demam
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan karena demam (suhu
badan ≥ 38oC), tanpa disertai infeksi sistem saraf pusat, kelainan metabolik
atau riwayat kejang tanpa demam dan terjadi pada bayi dan anak usia 6 – 60
bulan. Kejang demam terbagi menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks (Chung, 2014)
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks
Kejang Demam Sederhana (KDS) Kejang Demam Kompleks (KDK)

Kejang bersifat umum Kejang fokal

Kejang < 15 menit Kejang ≥ 15 menit

Tidak berulang dalam 24 jam Berulang dalam 24 jam

Pada pasien ini didiagnosis dengan kejang demam sederhana


(KDS) berdasarkan hasil anamnesis, yaitu kejang 1 kali di rumah, seluruh
badan kaku, mata mendelik ke atas, lamanya kejang kurang dari 10 menit.
Pasien memiliki riwayat kejang, namun selalu didahului dengan demam.
Gambar 1. Bagan Tatalaksana Penghentian Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Pada pasien ini, ketika sampai di IGD RSUD
Jayapura, kejang telah berhenti sehingga tidak diberikan obat-obatan
penghenti kejang.
Terapi pencegahan kejang demam dapat dilakukan dengan terapi
intermitten dan terapi rumatan. Pada kejang demam sederhana terapi
pencegahan kejang dilakukan dengan terapi intermitten, yaitu diberikan
antipiretik dan antikonvulsan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan
antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun antipiretik
tetap dianjurkan untuk menurunkan demam dan menenangkan anak dan
orang tua. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Pada pasien hiperpireksia
> 40oC, diberikan dosis paracetaml 20 mg/kg/kali. Penggunaan diazepam
oral sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu
pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu
>38,5oC (Pusponegoro H, 2006)
Pada pasien diberikan terapi intermitten yaitu pemberian antipiretik
dan antikonvulsan dengan puyer paracetamol 3 x 195 mg jika suhu badan
> 38,5oC dan diazepam oral 3 x 2 mg jika pasien demam, untuk mencegah
terjadinya kejang demam berulang.
Prognosis pada kejang demam yaitu kemungkinan mengalami
kecacatan atau kelainan neurologis bila kejang lama atau kejang berulang,
kemungkinan berulangnya kejang, dapat terjadi epilepsi di kemudian hari
bila terdapat kelainan neurologis sebelum kejang demam pertama, kejang
demam kompleks dan riwayat epilepsi pada keluarga.
Edukasi keluarga mengenai kejang demam, yaitu meyakinkan bahwa
kejang demam umumnya memiliki prognosis yang baik, memberitahukan
cara penanganan kejang, memberikan informasi mengenai kemungkinan
kejang kembali, pemberian obat untuk mencegah terjadinya kejang saat
demam.

2.2 Malaria
Malaria berasal dari kata Italia (mala + aria) yang berarti “udara
yang jelek/salah”. Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi parasit Plasmodium di dalam eritrosit atau jaringan yang
dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang positif atau adanya
antigen malaria dengan tes cepat atau ditemukan DNA/RNA parasit pada
pemeriksaan PCR. Infeksi malaria dapat memberikan gejala berupa
demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik
yang dikenal sebagai malaria berat (Setiati, 2014).
2.2.1 Epidemiologi
Sekitar 3,3 miliar orang dari 97 negara berisiko terinfeksi malaria,
1,2 miliar orang berisiko tinggi terinfeksi malaria, dan 198 juta telah
terinfeksi malaria serta sekitar 584.000 orang meninggal akibat malaria
(WHO, 2014). Beberapa negara yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat,
Canada, Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan
Australia. Meski demikian di negara tersebut makin banyak dijumpai
kasus malaria impor karena pendatang dari negara dengan malaria atau
penduduknya mengunjugi daerah-daerah endemik malaria (Setiati, 2014).
Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae umumnya
dijumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti dan Papua
Nugini umumnya Plasmodium falciparum; Plasmodium vivax banyak
ditemukan di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara
Oceania dan India umumnya Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax. Plasmodim ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan
Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Lombok, NTT, Papua
Barat, dan Papua merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax (Setiati, 2014). Dari tahun 2008-2013
kasus malaria di Indonesia telah menurun dari 2,47 per 1000 penduduk
menjadi 1,38 per 1000 penduduk. Pada tahun 2013 Provinsi Papua
menjadi daerah dengan jumlah penderita malaria tertinggi, yakni tercatat
42,65 per 1000 penduduk kemudian Papua Barat tercatat 38,44 per 1000
penduduk (Kemenkes RI, 2013).

2.2.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah Plasmodium, yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,
reptil dan mamalia. Plasmodium menginfeksi eritrosit (sel darah merah)
manusia dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk Anopheles betina.
Secara keseluruhan ada lima Plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia, yang sering dijumpai ialah Plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertian, Plasmodium falciparum yang menyebabkan
malaria tropika, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale pernah juga
dijumpai pada kasus di Indonesia tetapi jarang. Sejak tahun 2004 telah
dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai malaria ke-5 (the fifth
malaria) yang disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sekarang dapat
juga menginfeksi manusia (Setiati, 2014).

2.2.3 Patogenesis
Patogenesis malaria dipengaruhi oleh faktor parasit (agent), faktor
pejamu (host), dan faktor lingkungan (environment) (Setiati, 2014).

Gambar.1. Patogenesis malaria dan daur hidup nyamuk

Centers For Disease Control and Prevention, 2015

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah manusia, dimana sebagian besar dalam waktu 54 menit akan menuju hati
dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati
mulailah perkembangan bentuk aseksual skizon intrahepatik atau skizon pre-
eritrosit. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuklah skizon hati yang apabila
pecah akan dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke dalam sirkulasi darah.
Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit di dalam sel hati
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun, dan bentuk ini
yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria (Setiati, 2014).
Kemunculan kembali infeksi eritrositik (relaps) terjadi karena merozoit yang
berasal dari hipnozoit di dalam sel hati pecah dan keluar, serta tidak difagosit
dalam aliran darah, kemudian berhasil kembali menginfeksi sel darah merah
(malaria klinis). Tanpa terapi, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
dapat bertahan dan menimbulkan relaps yang periodik hingga 5 tahun (Brooks,
2013).
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui permukaan reseptor eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam
parasit berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium falciparum membentuk
stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi
sitoplasma. Parasit tumbuh setelah menyerang hemoglobin dan dalam
metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat
secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding
berubah lonjong, pada Plasmodium falciparum dinding eritrosit membentuk
tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses sitoaderens,
sekuestrasi, dan resetting (Setiati, 2014). Oleh sebab itu, infeksi Plasmodium
falciparum jauh lebih berat dari pada infeksi lain, dengan derajat keparahan yang
lebih tinggi dan sering kali terjadi komplikasi yang mematikan (Brooks, 2013).
Sitoaderens adalah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada permukaan
endotel vaskular. Perlekatan terjadi pada molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knob eritrosit yang melekat dengan molekul-molekul adhesif yang
terletak di permukaan endotel vaskular. Sekuestrasi menyebabkan eritrosit matur
tidak beredar kembali ke dalam sirkulasi. Hanya Plasmodium falciparum yang
mengalami sekuestrasi, karena pada Plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi
pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh. Rosetting adalah berkelompoknya eritrosit
matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit.
Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga
mempermudah terjadinya sitoaderens (Setiati, 2014).
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon, dan
bila skizon pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale adalah 48 jam, dan pada Plasmodium malariae adalah 72 jam.
(Setiati, 2014).
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi terjadi siklus
seksual di dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan membentuk
zigot dan akan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding
perut nyamuk dan akhirnya akan membentuk oocyst yang akan menjadi matang
dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan
siap menginfeksi manusia (Setiati, 2014).
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
anatar lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-
beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/ovale 48 jam, dan P.
malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2
hari.

Gambar 2. Patogenesis Demam


Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua
jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada innfeksi akut dan
kronis. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel
darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah
merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua
yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia
yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi
pada keadaan kronis.

Gambar 3. Patogenesis Anemia

2.2.4 Klasifikasi malaria


2.2.4.1. Malaria asimptomatik
Malaria asimptomatik ialah penderita malaria dengan ditemukannya
parasit malaria pada pemeriksaan darah dan penderita tidak ada
gejala/keluhan. Penderita ini biasanya ditemukan pada waktu surveilens
dan dijumpai pada orang yang tinggal di daerah hiperendemik. Penderita
ini dengan imunitas yang tinggi sehingga adanya parasit dalam darahnya
tidak memberi gejala. Bila dijumpai kasus seperti ini penderita harus tetap
diberikan obat anti-malaria (Setiati, 2014).
2.2.4.2. Malaria tanpa komplikasi
Malaria tanpa komplikasi ialah ditemukannya parasit bentuk aseksual dari
seseorang penderita disertai dengan gejala-gejala klinis malaria tetapi pada
penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi (Setiati, 2014).

2.2.4.3. Malaria berat


Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual
dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil
laboratorium (WHO, 2015):
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernafasan
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80
mm Hg (pada anak: <70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa Hb <7gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /µL di daerah
endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 1000.000 parasit /µl di daerah
endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
(Buku Malaria)
Pada pasien ini didiagnosis malaria berat berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium darah. Anamnesis,
keluhan demam hilang timbul saat pagi dan malam sejak 2 hari yang lalu
yang didahului dengan menggigil dan kulit dingin disertai berkeringat
saat demam pasien turun hingga baju yang dikenakan pasien basah,
muntah 1 kali, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu
badan 41oC. Pemeriksaan laboratorium darah didapatkan DDR
Plasmodium falciparum +4 (7.163 parasit/ µL)

2.2.4.5. Malaria kondisi khusus


A. Malaria pada kehamilan
Malaria pada ibu hamil lebih sering dijumpai pada kehamilan trisemester
I dan II serta pada saat 40 hari setelah melahirkan (masa
Nifas/Puerperium) pada daerah mesoendemik dan hipoendemik. Hal ini
disebabkan karena penurunan imunitas selama kehamilan. yang
menyebabkan mudahnya terjadi infeksi pada ibu hamil (Setiati, 2014).
B. Malaria pada pelancong (traveller)
Umumnya pada pelancong yang belum memiliki kekebalan (non-immune)
pada parasit malaria, dari daerah yang tidak ada infeksi malaria, ataupun
kelompok dengan imunitas rendah dari daerah endemik yang transmisinya
rendah. Kelompok ini berisiko terinfeksi malaria dan bila kembali ke
daerah asalnya sering tidak terdeteksi karena tenaga dokter sering tidak
terbiasa/berpengalaman dalam deteksi malaria sehingga sering terlambat
diagnosis ataupun tidak tersedianya sarana serta kesulitan dalam
ketersediaan obat-obat anti malaria (Setiati, 2014).

2.2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, dan
tingginya transmisi infeksi malaria. Berat atau ringannya infeksi
dipengaruhi oleh jenis Plasmodium, daerah asal infeksi, umur, keadaan
kesehatan dan nutrisi serta pengobatan sebelumnya. Malaria mempunyai
gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Masa
inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Keluhan prodromal
dapat terjadi sebelumnya terjadinya demam berupa kelesuan, malaise,
sakit kepala, sakit punggung, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan
tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan dan kadang-
kadang dingin. Keluhan prodormal sering terjadi pada Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale, pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae keluhan prodromal tidak begitu jelas bahkan gejala dapat
mendadak (Setiati, 2014).
Serangan mendadak malaria dapat berupa peningkatan gejala
panas, menggigil, dan gemetaran, tetapi jarang dijumpai pada interval
yang teratur. Pada orang dewasa atau anak-anak yang belum memilki
kekebalan terhadap parasit malaria, sering dijumpai gejala nausea,
muntah, dan hipotensi ortostatik. Sebagian besar pasien dengan infeksi
akut tanpa komplikasi akan memeperlihatkan beberapa gambaran fisik
yang abnormal, berupa : anemia dan lien yang dapat diraba (Asdie, 2014).

Tabel 1. Manifestasi Klinik Infeksi Plasmodium (Setiati, 2014). :

Tipe
Rata-Rata
Masa Inkubasi
Plasmodium Panas Relaps Menifestasi klinik
(Hari)
(Hari)
(Jam)

Gejala gastrointestinal;
hemolis; anemia; ikterus;
gejala serebral; edema
falciparum 12 9-14 24,36,48 Tidak
paru; hipoglikemia; syok;
gangguan kehamilan;
kelainan retina.

Splenomegali ruptur
Vivax 13 12-17 48 Ya
limpa; anemia kronik.

Ovale 17 16-18 48 Ya Sama dengan P.vivax

Splenomegali menetap,
Malariae 28 18-40 72 Tidak
ruptur limpa, sindroma
nefrotik
Demam, nyeri perut,
trombositopenia, gangguan
Knowlesi 9-12 9-13 21 Tidak
ginjal, ikterik,
hiperparistemia.

Keterangan :
 Hiperparasitemia adalah tingginya kadar parasit dalam darah.
 Trombositopenia adalah jumlah trombosit yang berkurang dalam
darah.
Gejala klasik malaria yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan, yakni
periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus
diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan
gigi-geligi saling terantuk, diikuti dengan peningkatan temperatur; kemudian
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan suhu badan
tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode
berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehat. Trias malaria lebih sering pada penderita Plasmodium vivax, pada
Plasmodium falciparum dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, serta 60 jam pada Plasmodium malariae (Setiati,
2014).
Anemia merupakan gejala yang dijumpai pada infeksi malaria mekanisme
terjadinya anemia adanya kerusakan eritrosit oleh parasit, hambatan sementara
eritropoiesis, hemolisis oleh karena kompleks imun, eritrofagositosis, dan
penghambatan pengeluaran retikulosit. Pembesaran limpa sering dijumpai pada
penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut,
limpa akan menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis (Setiati, 2014).
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :

1. Serangan primer : dimulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan
berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang
tergantung dari jumlah parasit dan keadaan imunitas penderita.
2. Periode laten adalah periode dimulai dari tanpa gejala dan tanpa
parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.
3. Rekrudensi adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa
8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Rekuderensi dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan
primer. Sering disebut relaps waktu panjang.
4. Rekurens adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
5. Relaps atau Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang
lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer atau
setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya
terjadi karena infeksi tidak sembuh atau bentuk di luar eritrosit (hati) pada
Plasmodiumvivax atau ovale (Setiati, 2014).

2.2.6 Penegakan diagnosis


Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
mikroskopik. Gejala klinis sering bervariasi dan tidak spesifik sehingga
penegakkan diagnosa berdasar gejala klinis mempunyai spesifitas yang
rendah. Adanya riwayat atau anamnesa penderita tentang asal, apakah dari
daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke daerah malaria sangat
membantu dalam penegakkan diagnosa. Diagnosis pasti dengan menemukan
adanya parasit malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik sebagai
standar baku dan bila tidak dimungkinkan dibantu dengan tes diagnosa cepat
(Rapid Diagnosis Test/RDT) (Setiati, 2014).
2.2.6.1 Anamnesa

 Berdasarkan gejala klinis malaria yakni trias malaria (demam, berkeringat,


menggigil) yang dapat disertai gejala mual, muntah, diare, nyeri otot,
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit punggung, nyeri sendi dan tulang,
demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan, dan kadang-kadang
dingin.
 Riwayat sakit malaria, tinggal di daerah endemik malaria, minum obat
malaria 1 bulan terakhir, dan transfusi darah.
 Pada penderita malaria berat, dapat disertai satu dari gejala ini; gangguan
kesadaran, kelemahan umum, kejang, panas sangat tinggi, mata dan tubuh
kuning, warna urin seperti teh tua, oliguria, pucat, perdarahan spontan dari
hidung, gusi, dan saluran cerna (Setiati, 2014).
2.2.6.2 Pemeriksaan fisik
Ada 4 tanda-tanda utama pada pemeriksaan fisik penderita malaria, yakni:
peningkatan suhu tubuh, anemia, pembesaran limpa, penyakit
kuning/jaundice. Namun tanda-tanda ini tidak selalu ada secara
bersamaantetapi tidak adanya demam sangat jarang terjadi. Demam
intermiten adalah gambarandemam dengan suhu normal pada serangan
pertama malaria, tanda-tanda lainnya jarang terjadi pada serangan pertama
malaria (Holmgren, 2015).
2.2.6.3 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis pasti infeksi malaria dengan menemukan adanya parasit malaria,
berdasarkan pemeriksaan penunjang, seperti : pemeriksaan tetes darah, tes
antigen, tes serologi, dan tes diagnosis molekular (Setiati, 2014).
 Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif dapat menyingkirkan
kemungkinan malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas
dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit malaria (Setiati,
2014).
Sedian darah dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk pemeriksaan
mikroskop dan sampai sekarang masih digunakan sebagai Gold Standard untuk
diagnosis rutin. Sedian malaria dapat digunakan untuk identifikasi spesies maupun
menghitung jumlah parasit. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan
melalui : tetesan preparat darah tebal dan hapusan darah tipis (Sutanto, 2014).

Jumlah parasit juga dapat dihitung dengan menggunakan metode semi-


kuantitatif pada sedian darah tebal, yakni sebagai berikut :
1. + = 1-10 parasit per 100 lapang pandang
2. ++ = 11-100 parasit per 100 lapang pandang
3. +++ = 1-10 parasit per 1 lapang pandang
4. ++++ = > 10 parasit per 1 lapang pandang (Sutanto, 2014).

Pada pasien ini didiagnosis malaria berat berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium darah. Anamnesis,
keluhan demam hilang timbul saat pagi dan malam sejak 2 hari yang lalu
yang didahului dengan menggigil dan kulit dingin disertai berkeringat
saat demam pasien turun hingga baju yang dikenakan pasien basah,
muntah 1 kali, nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu
badan 41oC. Pemeriksaan laboratorium darah didapatkan DDR
Plasmodium falciparum +4 (7.163 parasit/ µL)

2.2.7 Tatalaksana
1. Cairan
1
Cairan yang digunakan adalah D5 NS . Dimana cairan ini
2
memiliki fungsi pemeliharaan (maintenance) dengan komposisi
1
bervariasi dengan elektrolit. D5 NS mengandung dextrose 5% : NaCl
2
0,225% diberikan pada usia 1 bulan sampai 3 tahun dengan indikasi non
diare. Maintenance dengan Rumus Holiday Segar.
Pada kasus pasien An IC (3 tahun; 15 kg) yakni: pada 10 kg
pertama x 100 cc = 1000 cc; pada 10 kg kedua x 50 cc = 3 kg x 50 cc =
150cc. Kebutuhan cairan An. HK yaitu 1150 cc/hari, maka jumlah
1
tetesan D5 NS adalah 48 - 49 tetesan mikro per menit.
2
2. Antibiotik
Pada daerah endemis malaria, dimana parasitemia banyak terjadi
pada anak-anak, sangat sulit menyingkirkan terjadinya septikemia
sehingga direkomendasikan pemberian antibiotik spektrum luas
bersamaan dengan dimulainya terapi antimalaria.6
Cefotaxim merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi
ketiga. Di antara bakteri gram negatif, cefotaxim aktif melawan
kebanyakan Enterobacteriaceae, termasuk, E.coli, Klebsiella sp,
Salmonela, Shigella, dan Yersinia sp. Cefotaxim juga aktif melawan
beberapa bakteri anaerobic.7,8
Mekanisme kerja Cefotaxim seperti halnya antimikroba
betalaktam lainnya yakni menghambat sintesis dinding bakteri dengan
berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein-penisilin (penicillin
binding protein) yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidase
sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat
biosintesis dinding bakteri. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas
enzim autolitik (autolisis dan murein hydrolase) saat dinding sel bakteri
terhambat. Dosis untuk infant dan anak-anak 100-150 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis.7,8
Pada kasus An.IC (3 tahun; 13 kg) diberikan Inj. Cefotaksim 650 mg/8
jam dan berarti dalam 1 hari An. IC mendapatkan 1950 mg.

3. Prinsip pengobatan malaria :


Menurut Buku Malaria, 2017:
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
1. Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama
dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan
untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB.
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan
malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di
bawah ini:
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP)
Primakuin
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan
dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP
ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian
obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari
selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria
lainnya dan tidak diberikan primakuin
5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3
hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14
hari.
C. Pengobatan Malaria Berat
Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga
kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita
harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan.
1. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum
dirujuk berikan artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)
2. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau
Rumah Sakit
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan kina drip.

Pada kasus An. IC diberikan artesunat 31,2 mg pada jam (0-12-


24) (iv) dimana dosis artesunat yang digunakan adalah 2,4mg/kgbb/hari
dengan berat badan 13 kg, ditambah dengan primakuin 3,25 mg
diberikan hanya satu kali (dosis tunggal), dimana dosis yang digunakan
adalah 0.25mg/kgBB (single dose) karena pasien terinfeksi parasit P.
falciparum. Setelah pemberian artesunat dan pasien mampu makan dan
minum, dilanjutkan dengan pemberian DHP selama 3 hari. Dosis DHP
yang diberikan adalah 2 – 4 mg/kgBB/hari sehingga pada pasien
diberikan dosis 32,5 mg (1 tablet 40mg) dalam 1 kali pemberian selama
3 hari.

 Kemasan dan cara pemberian artesunat


Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat
5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat.
Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5
ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan
secara bolus perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2,4
mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan
2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu
minum obat. Contoh perhitungan dosis :
Penderita dengan BB = 50 kg.
Dosis yang diperlukan : 2,4 mg x 50 = 120 mg
Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali pemberian.

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan


dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai
dengan jenis plasmodiumnya).

 Kemasan dan cara pemberian kina drip


Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat
ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intramuskular/intravena. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina
dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml Pemberian kina pada
dewasa :
1) loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml (hati-
hati overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan
selama 4 jam pertama.
2) 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
3) 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb
dalam larutan 500 ml (hati-hati overload cairan) dekstrose 5 % atau
NaCl.
4) 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl
0,9%.
5) Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai
penderita dapat minum kina peroral.
6) Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan
kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8
jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada
orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina
selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama. Pemberian kina pada anak : Kina HCl 25 % (per-infus)
dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb)
diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 -
10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai
penderitadapat minum obat.

Catatan :
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
 Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

D. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil


Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan
artesunat injeksi atau kina HCl drip intravena.

2.2.7 Non farmakoterapi


Intervensi non-obat pada pencegahan malaria meliputi pengetahuan tentang
transmisi malaria di daerah kunjungan, pengetahuan tentang infeksi malaria, dan
menghindari dari gigitan nyamuk (Setiati, 2014).

2.2.8 Komplikasi
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Malaria berat ialah
ditemukannya parasit bentuk aseksual dari seseorang penderita disertai dengan
gejala-gejala klinis malaria dan ditemukan tanda-tanda komplikasi. Komplikasi
malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan
Plasmodium knowlesi. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya,
dan sering terjadi pada pendatang/traveller dan ibu hamil. Komplikasi terjadi 5-
10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di rumah sakit dan 20% nya
merupakan kasus yang fatal. Komplikasi malaria diantaranya adalah : malaria
selebral (koma), respiratory distress, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,
hipoglikemia, syok, perdarahan spontan, kejang berulang, delirium, kelemahan
otak, hiperparasitemia, ikterik, dan hiperpireksia (Setiati, 2014).
Pada ibu hamil komplikasi yang sering terjadi adalah hipoglikemia, edema paru,
anemia berat, gagal ginjal akut, hiperpireksia, abortus, janin kecil masa
kehamilan, malaria kongenital, dan malaria plasental (Sarwono. 2014)

2.2.9 Pemantauan Pengobatan


A. Rawat Jalan
Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke 3,
7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa
pengobatan dan evaluasi, penderita segera dianjurkan datang kembali
tanpa menunggu jadwal tersebut di atas.

B. Rawat Inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
dengan pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan
hasil mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7,
14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis.

2.9.10 Rehabilitasi
Pelayanan rehabilitasi medik bersifat komprensif mulai dari promotif, preventif,
kuratif, dan rehabiltatif.
A. Upaya promotif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang mencakup strategi
promosi kesehatan. Promosi ini ditunjukan untuk membantuh individu
memodifikasi pola hidup dan tingkah laku untuk mencapai status kesehatan
yang optimal, yang mencakup penyuluhan informasi dan edukasi tentang
hidup sehat dan melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah kondisi
sakit.
B. Upaya preventif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang mencakup pemberian
vaksin malaria dan pemberian obat kemoprofilaktis bagi pelancong yang
berkunjung ke daerah endemik malaria.
C. Upaya Kuratif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang dilakukan untuk
mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi tubuh yang
meliputi pelayananan rawat inap, pelayanan rawat jalan dan program
berkesinambungan. Pelayanan rawat inap dilakukan terutama pada
penderita malaria berat agar mencegah komplikasi yang semakin
memperburuk keadaan pasien sehingga risiko mortalitas akibat malaria
berat dapat teratasi.
D. Upaya Rehabilitatif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang dilakukan untuk
mencegah disabilitas dan restorasi fungsi tubuh yang meliputi pendekatan
psiko-sosio-okupasi-vokasional yang bertujuan mengembalikan dan
meningkatkan kemampuan fungsi dan meningkatkan kemampuan
partisipasi di masyarakat sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup
(Laswati, 2014).

2.2.11 Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat,
mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di rumah sakit, kecepatan
diagnosa dan penanganan yang tepat. Meski demikian mortalitas penderita
malaria berat di dunia masih cukup tinggi sekitar 15%-60% tergantung fasilitas
pemberi pelayanan. Semakin banyak jumlah komplikasi malaria akan diikuti
dengan peningkatan mortalitas (Setiati, 2014)

2.2.12 Edukasi
Edukasi dilakukan untuk proteksi perorangan terhadap malaria dengan
memberi saran untuk melakukan tindakan pencegahan. Tindakan ini mencakup
upaya untuk menghindari frekuensi gigitan nyamuk, penggunaan pakaian yang
menutupi seluruh permukaan kulit, dan pemakain obat pengusir nyamuk,
pemasangan kawat nyamuk, penggunaan kelambu khususnya kelambu yang sudah
diberikan insektisida, dan pemberian kemoprofilaksis pada kelompok berisiko
tinggi (perempuan hamil, pelancong yang tidak memiliki kekebalan, anggota
ABRI, serta pekerja-pekerja proyek yang bekerja di daerah endemis) (Asdie,
2014).
BAB 3
KESIMPULAN
1. Kejang demam adalah kejang yang disebabkan karena demam (suhu badan ≥
38oC), tanpa disertai infeksi sistem saraf pusat, kelainan metabolik atau riwayat
kejang tanpa demam dan terjadi pada bayi dan anak usia 6 – 60 bulan.
2. Pasien didiagnosis dengan kejang demam sederhana (KDS) sesuai dengan
kriteria kejang bersifat umum, kejang < 15 menit dan tidak berulang dalam 24
jam.
3. Pada kejang demam sederhana terapi pencegahan kejang dilakukan dengan
terapi intermitten, yaitu diberikan antipiretik dan antikonvulsan.
4. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alamiah ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
5. Pasien ini didiagnosis malaria berat berdasarkan kriteria malaria berat yaitu
hiperpireksia (suhu badan 41oC) dan hiperparasitemia (DDR Plasmodium
falciparum +4, (7.163 parasit/ µL)
6. Terapi antimalaria yang diberikan artesunat 31,2 mg pada jam ke 0-12-24,
DHP 1x1 tablet selama 3 hari setelah pemberian artesunat sebanyak 3 kali dan
pasien mampu makan minum, dan primakuin 1 x 3,25 mg dosis tunggal.
7. Pasien diedukasi untuk mematuhi cara minum obat antimalaria yang benar dan
mencegah gigitan nyamuk saat pulang ke rumah.
Daftar Pustaka

Brooks, F Brooks dkk. 2014. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Centers For Disease Control and Prevention. 2015.Laboratory Diagnosis Of

Malaria.

Chung, S. 2014. Febrile Seizures. Korean Journal Pediatry. Tersedia dari URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/PMC/articles/PMC419. Diakses pada tanggal
23 Desember 2017.

Holmgren, Gunnar et al. 2015. Malaria-the disease. Sweden.

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan

Kasus Malaria. Kementerian Kesehatan RI

Pusat Data dan Informasi Kementerian Republik Indonesia. 2013. Situasi

Malaria di Indonesia

Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Badap Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Setiati, Siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

InternaPublishing.

Sutanto, Inge. 2014. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai