Oleh :
Pandu Yuliana Lewerissa, S.Ked
Yupie Faming Jaya, S.Ked
Penguji :
dr. Helena Maniboey, Sp.A
Reflux Disease” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Akhir
Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) pada SMF Anak di Rumah Sakit Umum
Mengesahkan,
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis (ibu pasien) pada hari
kamis, 23 November 2017.
1. Keluhan Utama
Kejang demam.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar ibunya dengan keluhan kejang 1 kali di
rumah, didahului demam, saat kejang pasien tidak sadar, seluruh badan
kaku, mata mendelik ke atas, lamanya kejang kurang dari 10 menit,
setelah kejang pasien sadar namun pasien lemas dan tertidur. Keluhan
demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam hilang timbul saat pagi
dan malam. Sebelum demam pasien menggigil terlebih dahulu sehingga
pasien meminta ditutupi selimut dan saat diraba tubuh pasien dingin,
hal ini berlangsung sekitar 15 menit. Setelah demam selama beberapa
jam, pasien berkeringat saat demamnya turun hingga baju yang
dikenakan pasien basah. Pasien diberikan obat penurun panas berupa
paracetamol sirup sebanyak 1 sendok takar saat demam. Pasien muntah
sebanyak 3x berisi makanan, kira-kira setengah gelas, tidak berbau.
Sejak mulai sakit, nafsu makan pasien menurun. Keluhan batuk dan
pilek disangkal. Buang air besar normal, 1 kali sehari, konsistensi padat
lunak, warna kuning. Buang air kecil normal, warna kuning jernih.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang sebelumnya, sekitar 1 tahun
yang lalu. Pasien mengalami 2x kejang tahun lalu, yaitu pada bulan Mei
dan September. Kejang didahului demam, dengan tipe kejang yang
sama seperti saat ini. Ibu pasien tidak membawa pasien untuk berobat.
Pasien tidak pernah mendapat obat-obatan untuk kejang.
4. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien tidak pernah menderita sakit malaria
maupun sakit berat lainnya. Jarang memeriksakan kehamilan ke
puskesmas atau pusat pelayanan medis. Tidak pernah mengonsumsi
obat-obatan maupun jamu selama kehamilan. Tidak merokok dan tidak
mengonsumsi alkohol.
5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan, lahir di rumah
dibantu oleh bidan, berat waktu lahir ibu pasien lupa, cara persalinan
spontan dan bayi langsung menangis ketika lahir.
6. Riwayat Neonatal
Saat lahir, pasien langsung menangis, bergerak aktif dan
berwarna kemerahan seluruh badan. Riwayat kuning setelah lahir
disangkal. Riwayat kejang saat lahir disangkal.
7. Riwayat Imunisasi
BCG√
Hepatitis B0√ HB1√ HB2√ HB3√
DPT1√ DPT2√ DPT3√
Polio1√ Polio2√ Polio3√ Polio4√
Campak√ Booster √
HiB1√ HiB2√ HiB3√
8. Riwayat Tumbuh Kembang
Usia 0-3 bulan
Belajar mengangkat kepala 45o(+)
Melihat dan mengikuti objek dengan menggerakan kepala (sampai
garis tengah) (+)
Melihat muka orang dengan tersenyum (+)
Terkejut terhadap suara (+)
Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
kontak(+)
Mengoceh spontan dan bereaksi dengan mengoceh (+)
Menahan benda yang ada dalam genggaman (+)
Usia 3-6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang (+)
Mengangkat kepala 90o, mengangkat dada dengan bertopang tangan
(+)
Mulai belajar meraih benda yang ada dalam jangkauannya (+)
Berusaha memperluas pandangan (+)
Mengarahkan matanya pada benda kecil (+)
Tertawa, menjerit karena gembira/diajak bermain (+)
Tersenyum bila melihat mainan lucu dan gambar, pada saat bermain
sendiri (+)
Usia 6-9 bulan
Duduk (sikap tripoid sendiri) (+)
Merangkak meraih mainan, mendekati seseorang (+)
Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya (+)
Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk (+)
Bergembira dengan melempar bola (+)
Mengeluarkan kata tanpa arti ma, ba (+)
Mengernal wajah orang terdekat, takut orang asing (+)
Bermain tepuk tangan/ ci-luk-ba (+)
Usia 9-12 bulan
Minum dengan cangkir (+)
Menirukan kegiatan (+)
Daag-daag dengan tangan (+)
Menyatakan keinginan (+)
Tepuk tangan (+)
Mengucapkan papa/mama secara spesifik (+)
Mengoceh (+)
Berdiri 2 detik (+)
Bangkit terus duduk (+)
Umur 12-18 bulan
Berdiri tanpa berpegangan(+)
Membungkuk, memungut mainan, kemudian berdiri kembali(+)
Berjalan mundur 5 langkah(+)
Memanggil ayah dengan "bapak" memanggil ibu dengan "mama"(+)
Menumpuk dua kubus(+)
Memasukkan kubus dalam kotak(+)
Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu(+)
Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing(+)
Umur 18-24 bulan:
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik(+)
Berjalan tanpa terhuyung-huyung(+)
Bertepuk tangan, melambai-lambai(+)
Menumpuk 4 buah kubus(+)
Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk(+)
Menggelindingkan bola ke arah sasaran(+)
Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti(+)
Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga(+)
Memegang cangkir sendiri, belajar makan dan minum sendiri(+)
Umur 24-36 bulan:
Naik tangga sendiri(+)
Dapat bermain dan menendang bola kecil(+)
Mencoret-coret kertas(+)
Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata(+)
Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta(+)
Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda
atau lebih(+)
Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu
mengangkat piring jika diminta(+)
Makan sendiri tanpa banyak tumpah(+)
Melepas pakaiannya sendiri(+)
9. Riwayat Gizi
Pasien mendapat ASI hingga umur 6 bulan, dan dilanjutkan
dengan susu formula. Saat ini pasien berumur 3 tahun, pasien makan
makanan yang sama dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3 kali
sehari.
10. Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan di dalam keluarga. Tidak
ada anggota keluarga yang mengalami kejang seperti yang dialami
pasien.
11. Riwayat Kepribadian
Pasien merupakan anak yang aktif, mudah dekat dengan orang
yang baru dikenal, dan tidak mudah menangis.
12. Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan dua saudaranya.
Pasien tinggal di rumah kayu, berlantai semen, ventilasi rumah
terpasang has, di sekitar rumah terdapat banyak tanaman. Saat tidur
pasien tidak pernah menggunakan kelambu.
555 555
9. Antropometri
Perhitungan Status Gizi berdasarkan Rumus Berhman:
5 MCV 79,5 fl 79 – 99 fL
7 MCHC 34 g/dl 33 – 37 %
Plasmodium falciparum +4
9 DDR negatif
(7.163 parasit/ µL)
1.5 Resume
Anak laki-laki, umur 3 tahun 5, berat badan 13 kg, panjang badan
139 cm. Dari anamnesis, didapatkan keluhan kejang kejang 1 kali di rumah,
didahului demam (> 41˚C), saat kejang pasien tidak sadar, seluruh badan
kaku, mata mendelik ke atas, lamanya kejang kurang dari 10 menit, setelah
kejang pasien sadar namun pasien lemas dan tertidur. Demam sejak 2 hari
yang lalu, demam hilang timbul saat pagi dan malam, sebelum demam
pasien menggigil berlangsung sekitar 15 menit. Setelah demam selama
beberapa jam, pasien berkeringat saat demamnya turun. Pasien diberikan
obat penurun panas berupa paracetamol sirup sebanyak 1 sendok takar saat
demam. Pasien muntah sebanyak 1x berisi makanan, kira-kira setengah
gelas, tidak berbau. Nafsu makan pasien menurun. Pasien memiliki riwayat
kejang sebelumnya, kejang selalu didahului demam. Pada pemeriksaan fisik,
keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis, tanda vital: nadi
132 x/menit; respirasi 28 x/menit; suhu badan: 41 oC, status generalis
didapatkan tonsil T3/T2. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium
didapatkan WBC 21.230/µL, HGB 10,2 g/dl, DDR Plasmodium Falciparum
+4 (7.163 parasit/ µL)
1.9 Perencanaan
1. Perencanaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium (DL, DDR)
2. Perencanaan Terapi
Propiretik supp 240 mg
IVFD D5 ½ NS 1150 cc/24 jam
Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 13 mg (iv)
Inj. Artesunat 31,2 mg (iv) (pada jam ke 0-12-24)
Primakuin 1 x 3,25 mg (po) single dose
DHP 1 x 32,5 mg (po) untuk 3 hari
Diazepam 3 x 2 mg (po) (k/p)
Puyer paracetamol 3 x 195 mg (po) (k/p)
3. Pencegahan
Berikan obat anti demam dan obat anti kejang.
Menggunakan kelambu.
Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitarnya.
Alirkan air yang tergenang untuk membasmi jentik nyamuk.
4. Perencanaan Edukasi
Edukasi keluarga agar mematuhi cara minum obat dengan benar.
Jika anak demam, berikan obat anti demam dan obat anti kejang untuk
mencegah terjadinya kejang demam.
Obat anti malaria harus diminum selama 3 hari berturut-turut.
Makan sedikit-sedikit tapi sering.
1.10 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
1.11 Follow Up
An. I.C, 3 tahun, BB 13 kg.
Planning
Hari/
Follow Up (Hasil Lab dan Terapi
Tanggal
Medikamentosa)
P: timpani
P: timpani
2.2 Malaria
Malaria berasal dari kata Italia (mala + aria) yang berarti “udara
yang jelek/salah”. Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi parasit Plasmodium di dalam eritrosit atau jaringan yang
dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang positif atau adanya
antigen malaria dengan tes cepat atau ditemukan DNA/RNA parasit pada
pemeriksaan PCR. Infeksi malaria dapat memberikan gejala berupa
demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik
yang dikenal sebagai malaria berat (Setiati, 2014).
2.2.1 Epidemiologi
Sekitar 3,3 miliar orang dari 97 negara berisiko terinfeksi malaria,
1,2 miliar orang berisiko tinggi terinfeksi malaria, dan 198 juta telah
terinfeksi malaria serta sekitar 584.000 orang meninggal akibat malaria
(WHO, 2014). Beberapa negara yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat,
Canada, Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan
Australia. Meski demikian di negara tersebut makin banyak dijumpai
kasus malaria impor karena pendatang dari negara dengan malaria atau
penduduknya mengunjugi daerah-daerah endemik malaria (Setiati, 2014).
Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae umumnya
dijumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti dan Papua
Nugini umumnya Plasmodium falciparum; Plasmodium vivax banyak
ditemukan di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara
Oceania dan India umumnya Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax. Plasmodim ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan
Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Lombok, NTT, Papua
Barat, dan Papua merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax (Setiati, 2014). Dari tahun 2008-2013
kasus malaria di Indonesia telah menurun dari 2,47 per 1000 penduduk
menjadi 1,38 per 1000 penduduk. Pada tahun 2013 Provinsi Papua
menjadi daerah dengan jumlah penderita malaria tertinggi, yakni tercatat
42,65 per 1000 penduduk kemudian Papua Barat tercatat 38,44 per 1000
penduduk (Kemenkes RI, 2013).
2.2.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah Plasmodium, yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,
reptil dan mamalia. Plasmodium menginfeksi eritrosit (sel darah merah)
manusia dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk Anopheles betina.
Secara keseluruhan ada lima Plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia, yang sering dijumpai ialah Plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertian, Plasmodium falciparum yang menyebabkan
malaria tropika, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale pernah juga
dijumpai pada kasus di Indonesia tetapi jarang. Sejak tahun 2004 telah
dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai malaria ke-5 (the fifth
malaria) yang disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sekarang dapat
juga menginfeksi manusia (Setiati, 2014).
2.2.3 Patogenesis
Patogenesis malaria dipengaruhi oleh faktor parasit (agent), faktor
pejamu (host), dan faktor lingkungan (environment) (Setiati, 2014).
Infeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh
darah manusia, dimana sebagian besar dalam waktu 54 menit akan menuju hati
dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati
mulailah perkembangan bentuk aseksual skizon intrahepatik atau skizon pre-
eritrosit. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuklah skizon hati yang apabila
pecah akan dapat mengeluarkan 10.000-30.000 merozoit ke dalam sirkulasi darah.
Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit di dalam sel hati
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun, dan bentuk ini
yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria (Setiati, 2014).
Kemunculan kembali infeksi eritrositik (relaps) terjadi karena merozoit yang
berasal dari hipnozoit di dalam sel hati pecah dan keluar, serta tidak difagosit
dalam aliran darah, kemudian berhasil kembali menginfeksi sel darah merah
(malaria klinis). Tanpa terapi, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
dapat bertahan dan menimbulkan relaps yang periodik hingga 5 tahun (Brooks,
2013).
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui permukaan reseptor eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam
parasit berubah menjadi bentuk ring, pada Plasmodium falciparum membentuk
stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi
sitoplasma. Parasit tumbuh setelah menyerang hemoglobin dan dalam
metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat
secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding
berubah lonjong, pada Plasmodium falciparum dinding eritrosit membentuk
tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses sitoaderens,
sekuestrasi, dan resetting (Setiati, 2014). Oleh sebab itu, infeksi Plasmodium
falciparum jauh lebih berat dari pada infeksi lain, dengan derajat keparahan yang
lebih tinggi dan sering kali terjadi komplikasi yang mematikan (Brooks, 2013).
Sitoaderens adalah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada permukaan
endotel vaskular. Perlekatan terjadi pada molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knob eritrosit yang melekat dengan molekul-molekul adhesif yang
terletak di permukaan endotel vaskular. Sekuestrasi menyebabkan eritrosit matur
tidak beredar kembali ke dalam sirkulasi. Hanya Plasmodium falciparum yang
mengalami sekuestrasi, karena pada Plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi
pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh. Rosetting adalah berkelompoknya eritrosit
matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit.
Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga
mempermudah terjadinya sitoaderens (Setiati, 2014).
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon, dan
bila skizon pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale adalah 48 jam, dan pada Plasmodium malariae adalah 72 jam.
(Setiati, 2014).
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan
bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi terjadi siklus
seksual di dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan membentuk
zigot dan akan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding
perut nyamuk dan akhirnya akan membentuk oocyst yang akan menjadi matang
dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan
siap menginfeksi manusia (Setiati, 2014).
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
anatar lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-
beda, P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/ovale 48 jam, dan P.
malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2
hari.
Tipe
Rata-Rata
Masa Inkubasi
Plasmodium Panas Relaps Menifestasi klinik
(Hari)
(Hari)
(Jam)
Gejala gastrointestinal;
hemolis; anemia; ikterus;
gejala serebral; edema
falciparum 12 9-14 24,36,48 Tidak
paru; hipoglikemia; syok;
gangguan kehamilan;
kelainan retina.
Splenomegali ruptur
Vivax 13 12-17 48 Ya
limpa; anemia kronik.
Splenomegali menetap,
Malariae 28 18-40 72 Tidak
ruptur limpa, sindroma
nefrotik
Demam, nyeri perut,
trombositopenia, gangguan
Knowlesi 9-12 9-13 21 Tidak
ginjal, ikterik,
hiperparistemia.
Keterangan :
Hiperparasitemia adalah tingginya kadar parasit dalam darah.
Trombositopenia adalah jumlah trombosit yang berkurang dalam
darah.
Gejala klasik malaria yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan, yakni
periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus
diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan
gigi-geligi saling terantuk, diikuti dengan peningkatan temperatur; kemudian
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan suhu badan
tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode
berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehat. Trias malaria lebih sering pada penderita Plasmodium vivax, pada
Plasmodium falciparum dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, serta 60 jam pada Plasmodium malariae (Setiati,
2014).
Anemia merupakan gejala yang dijumpai pada infeksi malaria mekanisme
terjadinya anemia adanya kerusakan eritrosit oleh parasit, hambatan sementara
eritropoiesis, hemolisis oleh karena kompleks imun, eritrofagositosis, dan
penghambatan pengeluaran retikulosit. Pembesaran limpa sering dijumpai pada
penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut,
limpa akan menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis (Setiati, 2014).
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
1. Serangan primer : dimulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan
berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang
tergantung dari jumlah parasit dan keadaan imunitas penderita.
2. Periode laten adalah periode dimulai dari tanpa gejala dan tanpa
parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.
3. Rekrudensi adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa
8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Rekuderensi dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan
primer. Sering disebut relaps waktu panjang.
4. Rekurens adalah berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
5. Relaps atau Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang
lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer atau
setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya
terjadi karena infeksi tidak sembuh atau bentuk di luar eritrosit (hati) pada
Plasmodiumvivax atau ovale (Setiati, 2014).
2.2.7 Tatalaksana
1. Cairan
1
Cairan yang digunakan adalah D5 NS . Dimana cairan ini
2
memiliki fungsi pemeliharaan (maintenance) dengan komposisi
1
bervariasi dengan elektrolit. D5 NS mengandung dextrose 5% : NaCl
2
0,225% diberikan pada usia 1 bulan sampai 3 tahun dengan indikasi non
diare. Maintenance dengan Rumus Holiday Segar.
Pada kasus pasien An IC (3 tahun; 15 kg) yakni: pada 10 kg
pertama x 100 cc = 1000 cc; pada 10 kg kedua x 50 cc = 3 kg x 50 cc =
150cc. Kebutuhan cairan An. HK yaitu 1150 cc/hari, maka jumlah
1
tetesan D5 NS adalah 48 - 49 tetesan mikro per menit.
2
2. Antibiotik
Pada daerah endemis malaria, dimana parasitemia banyak terjadi
pada anak-anak, sangat sulit menyingkirkan terjadinya septikemia
sehingga direkomendasikan pemberian antibiotik spektrum luas
bersamaan dengan dimulainya terapi antimalaria.6
Cefotaxim merupakan antibiotika golongan sefalosporin generasi
ketiga. Di antara bakteri gram negatif, cefotaxim aktif melawan
kebanyakan Enterobacteriaceae, termasuk, E.coli, Klebsiella sp,
Salmonela, Shigella, dan Yersinia sp. Cefotaxim juga aktif melawan
beberapa bakteri anaerobic.7,8
Mekanisme kerja Cefotaxim seperti halnya antimikroba
betalaktam lainnya yakni menghambat sintesis dinding bakteri dengan
berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein-penisilin (penicillin
binding protein) yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidase
sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat
biosintesis dinding bakteri. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas
enzim autolitik (autolisis dan murein hydrolase) saat dinding sel bakteri
terhambat. Dosis untuk infant dan anak-anak 100-150 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis.7,8
Pada kasus An.IC (3 tahun; 13 kg) diberikan Inj. Cefotaksim 650 mg/8
jam dan berarti dalam 1 hari An. IC mendapatkan 1950 mg.
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
2.2.8 Komplikasi
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Malaria berat ialah
ditemukannya parasit bentuk aseksual dari seseorang penderita disertai dengan
gejala-gejala klinis malaria dan ditemukan tanda-tanda komplikasi. Komplikasi
malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, dan
Plasmodium knowlesi. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya,
dan sering terjadi pada pendatang/traveller dan ibu hamil. Komplikasi terjadi 5-
10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di rumah sakit dan 20% nya
merupakan kasus yang fatal. Komplikasi malaria diantaranya adalah : malaria
selebral (koma), respiratory distress, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,
hipoglikemia, syok, perdarahan spontan, kejang berulang, delirium, kelemahan
otak, hiperparasitemia, ikterik, dan hiperpireksia (Setiati, 2014).
Pada ibu hamil komplikasi yang sering terjadi adalah hipoglikemia, edema paru,
anemia berat, gagal ginjal akut, hiperpireksia, abortus, janin kecil masa
kehamilan, malaria kongenital, dan malaria plasental (Sarwono. 2014)
B. Rawat Inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
dengan pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan
hasil mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7,
14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis.
2.9.10 Rehabilitasi
Pelayanan rehabilitasi medik bersifat komprensif mulai dari promotif, preventif,
kuratif, dan rehabiltatif.
A. Upaya promotif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang mencakup strategi
promosi kesehatan. Promosi ini ditunjukan untuk membantuh individu
memodifikasi pola hidup dan tingkah laku untuk mencapai status kesehatan
yang optimal, yang mencakup penyuluhan informasi dan edukasi tentang
hidup sehat dan melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah kondisi
sakit.
B. Upaya preventif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang mencakup pemberian
vaksin malaria dan pemberian obat kemoprofilaktis bagi pelancong yang
berkunjung ke daerah endemik malaria.
C. Upaya Kuratif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang dilakukan untuk
mengembalikan dan mempertahankan kemampuan fungsi tubuh yang
meliputi pelayananan rawat inap, pelayanan rawat jalan dan program
berkesinambungan. Pelayanan rawat inap dilakukan terutama pada
penderita malaria berat agar mencegah komplikasi yang semakin
memperburuk keadaan pasien sehingga risiko mortalitas akibat malaria
berat dapat teratasi.
D. Upaya Rehabilitatif
Merupakan upaya pelayanan rehabilitasi medik yang dilakukan untuk
mencegah disabilitas dan restorasi fungsi tubuh yang meliputi pendekatan
psiko-sosio-okupasi-vokasional yang bertujuan mengembalikan dan
meningkatkan kemampuan fungsi dan meningkatkan kemampuan
partisipasi di masyarakat sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup
(Laswati, 2014).
2.2.11 Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat,
mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di rumah sakit, kecepatan
diagnosa dan penanganan yang tepat. Meski demikian mortalitas penderita
malaria berat di dunia masih cukup tinggi sekitar 15%-60% tergantung fasilitas
pemberi pelayanan. Semakin banyak jumlah komplikasi malaria akan diikuti
dengan peningkatan mortalitas (Setiati, 2014)
2.2.12 Edukasi
Edukasi dilakukan untuk proteksi perorangan terhadap malaria dengan
memberi saran untuk melakukan tindakan pencegahan. Tindakan ini mencakup
upaya untuk menghindari frekuensi gigitan nyamuk, penggunaan pakaian yang
menutupi seluruh permukaan kulit, dan pemakain obat pengusir nyamuk,
pemasangan kawat nyamuk, penggunaan kelambu khususnya kelambu yang sudah
diberikan insektisida, dan pemberian kemoprofilaksis pada kelompok berisiko
tinggi (perempuan hamil, pelancong yang tidak memiliki kekebalan, anggota
ABRI, serta pekerja-pekerja proyek yang bekerja di daerah endemis) (Asdie,
2014).
BAB 3
KESIMPULAN
1. Kejang demam adalah kejang yang disebabkan karena demam (suhu badan ≥
38oC), tanpa disertai infeksi sistem saraf pusat, kelainan metabolik atau riwayat
kejang tanpa demam dan terjadi pada bayi dan anak usia 6 – 60 bulan.
2. Pasien didiagnosis dengan kejang demam sederhana (KDS) sesuai dengan
kriteria kejang bersifat umum, kejang < 15 menit dan tidak berulang dalam 24
jam.
3. Pada kejang demam sederhana terapi pencegahan kejang dilakukan dengan
terapi intermitten, yaitu diberikan antipiretik dan antikonvulsan.
4. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alamiah ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
5. Pasien ini didiagnosis malaria berat berdasarkan kriteria malaria berat yaitu
hiperpireksia (suhu badan 41oC) dan hiperparasitemia (DDR Plasmodium
falciparum +4, (7.163 parasit/ µL)
6. Terapi antimalaria yang diberikan artesunat 31,2 mg pada jam ke 0-12-24,
DHP 1x1 tablet selama 3 hari setelah pemberian artesunat sebanyak 3 kali dan
pasien mampu makan minum, dan primakuin 1 x 3,25 mg dosis tunggal.
7. Pasien diedukasi untuk mematuhi cara minum obat antimalaria yang benar dan
mencegah gigitan nyamuk saat pulang ke rumah.
Daftar Pustaka
Malaria.
Chung, S. 2014. Febrile Seizures. Korean Journal Pediatry. Tersedia dari URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/PMC/articles/PMC419. Diakses pada tanggal
23 Desember 2017.
Malaria di Indonesia
Setiati, Siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
InternaPublishing.
Universitas Indonesia.