DIVISI
NEFROLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA
1. Sindroma Nefrotik
2. Glomerulonefritis Akut (GNA)
3. Infeksi Saluran Kemih
4. Gagal Ginjal Akut
5. Gagal Ginjal Kronik
6. Hipertensi
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2
1. SINDROMA NEFROTIK
I. BATASAN
Sindroma nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan sembab. Proteinuria masif apabila didapatkan
proteinuria sebesar > 50 – 100 mg/kg BB/hari. Albumin dalam darah menurun hingga <
2,5 gram/dl. Bisa disertai hematuria, hipertensi.
Disebut sindroma nefrotik primer bila timbul akibat kelainan primer pada glomerulus
dan disebut sindroma nefrotik sekunder bila timbul akibat penyakit sistemik.
Kelainan primer pada glomerulus bisa terjadi secara kongenital dan idiopatik.
II. ETIOLOGI
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4
Sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; awalnya tampak pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita, skrotum atau
labia), akhirnya menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing.
Sesak dapat terjadi karena hidrotoraks, sembab paru atau diafragma letak tinggi karena
asites.
Gangguan gastrointestinal : diare, anoreksia karena sembab usus, nyeri perut karena
sembab dinding usus. Hepatomegali, ascites, hernia umbilikalis dan prolaps ani karena
ascites berat.
Kadang-kadang terjadi hipertensi
Gangguan psikososial
Urine :
protein urin baik secara kuantitatif (Esbach) maupun kualitatif (uji rebus), sedimen urin.
- Hematuri
- Sedimen urin : dapat ditemukan oval fat bodies (OFB), toraks hialin/noktah.
Darah : LED, albumin, kolesterol, globulin, BUN, Serum kreatinin, elektrolit serum.
X-foto dada : efusi pleura.
USG : ascites, ginjal mengalami pembesaran ringan
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5
V. DIAGNOSIS
VII. KOMPLIKASI
Renjatan karena sepsis, emboli atau hipovolemi karena asites yang timbul mendadak.
Kelainan koagulasi dan tendensi trombosis.
Infeksi
Kelainan hormonal dan mineral
Gangguan pertumbuhan
Anemia
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 6
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
1. Diit : tinggi kalori, tinggi protein, rendah lemak, rendah garam (pada stadium sembab
dan selama diberi steroid), cairan terbatas (pada stadium sembab dan hipernatremia),
pemberian vitamin D dan kalsium.
2. Membatasi aktivitas : dengan tirah baring pada stadium sembab, bila ada hipertensi,
bahaya trombosis dan bila relaps. Lingkungan sosial harus normal, hindarkan stress
psikologis. Rawat inap untuk mengatasi komplikasi serta kontrol teratur setelah pulang
dari rumah sakit.
3. Diuretika : dosis 1-2 mg/kgBB/dosis, 2-4 kali/24 jam, diberikan bila terdapat sembab
yang hebat untuk menghindarkan retensi natrium. Jika ada hipertensi dapat diberikan
antihipertensi.
4. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan tranfusi plasma atau albumin.
5. Berantas infeksi.
Penatalaksanaan khusus
Terapi prednison baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom
nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau
tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi
bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7
Kambuh tdk sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.
1. Prednison :
a. Dosis induksi : 2 mg/kgBB/24 jam (maksimal 80 mg/24 jam), dibagi 3 dosis, selama
4 minggu.
b. Dosis rumatan : 1,5 mg/kgBB/24 jam, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (setiap
48 jam sekali), selama 4 minggu. Setelah 4 minggu prednison dihentikan.
c. Bila Remisi terjadi pada 4 minggu I (R1) pengobatan dengan steroid, maka dosis
prednison AD diberikan 4 minggu (total terapi 8 minggu).
d. Bila remisi baru terjadi pada 4minggu kedua (R2) maka pengobatan dosis AD
diteruskan sampai 8 minggu (total terapi 12 minggu). Bila sampai 8 minggu terapi
steroid belum terjadi remisi, disebut steroid resisten.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8
R1 R2
Prednison
Prednison Imunosupresif
2 mg/kgBB/hr)
2/3 initial dose Agent lain
c. Bila kambuh tapi tidak sering : dosis induksi 2 mg/kgBB/24 jam (maksimal 80 mg/ 24
jam), dibagi 3 dosis, selama 3 minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1,5
mg/kgBB/24 jam, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (setiap 48 jam sekali),
selama 4 minggu. Setelah 4 minggu prednison dihentikan.
d. Bila kambuh sering : dosis induksi 2 mg/kgBB/24 jam (maksimal 80 mg/ 24 jam),
dibagi 3 dosis, selama 3 minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan sebagai berikut :
2 mg/kgBB/24 jam, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (4 minggu).
2/3 dosis induksi, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (1 minggu).
1/2 dosis induksi, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (1 minggu).
1/3 dosis induksi, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (1 minggu).
1/6 dosis induksi, dosis tunggal pagi hari, selang sehari (1 minggu),
kemudian dihentikan.
Dosis rumatan dikombinasikan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/24 jam, dosis
tunggal pagi hari selama 8 minggu, kemudian dihentikan bersamaan dengan
dihentikannya prednison.
2. Sitostatika :
Indikasi pemberian sitostatika adalah resistensi terhadap prednison atau adanya efek
samping obat (gangguan pertumbuhan, osteoporosis, katarak, gangguan psikologis).
Dapat diberikan siklofosfamid oral 2 mg/kgBB/24 jam selama 3-8 minggu. Pemakaian
sitostatika terbatas karena efek sampingnya, diantaranya keracunan sumsum tulang,
alopesia dan sistitis hemoragika. Sedangkan jangka panjang dapat terjadi keganasan
dan gonadotoksik.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9
VIII. PROGNOSIS
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10
I. DOSIS
Kebutuhan Albumin :
(3-Alb.serum) x 80 x BB = a gram
100
II. FUROSEMIDE
Pada setiap kali tranfusi (Albumin maupun plasma), harus diberikan Furosemide 2
mg/kg/IV
III. PEMANTAUAN
Tekanan darah, Nadi, Pernapasan, suhu diukur dan dicatat dalam LPD pada saat
basal (B) dan setiap jam sejak 8 jam sebelum dan sesudah trnfusi dilakukan
Serum Albumin, BUN, Serum kreatinin dan serum elektrolit diperiksa pada saat 1 jam
sebelum dan sesudah tranfusi dilakukan
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 11
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 12
2. GLOMERULONEFRITIS AKUT
PASKA STREPTOKOKUS (GNAPS)
I. BATASAN
Glomerulonefritis akut paska streptokokus adalah suatu proses radang yang mengenai
glomeruli akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di
tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak (5 – 15 tahun), jarang pada bayi.
Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan,dimana laki-laki dua kali lebih sering.
II. ETIOLOGI
Glomerulonefritis akut paska streptokokus sebagian besar (75%) timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh kuman streptokokus beta hemolitikus
grup A tipe 1,3,4,12,18,25,49. Tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. 8 –
14 hari setelah infeksi, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus mempunyai resiko terjadinya GNAPS berkisar 10-15%.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 13
X-foto dada : bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura,
kardiomegali.
V. DIAGNOSIS
VI. KOMPLIKASI
VII. PENATALAKSANAAN
Istirahat total selama fase akut, hipertensi, edema untuk menghindari penyulit.
Penisilin prokain 600.000 IU intramuskuler selama 10 hari untuk membunuh kuman
streptokokus beta hemolotikus grup A atau amoksisilin 50 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan Penisilin, diganti eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.
Diit rendah garam (1 gram/hari) dan rendah protein (1 gram/kgBB/hari) pada fase akut.
Penanganan hipertensi :
- Pemberian cairan dikurangi
- Pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga cukup beristirahat
- Pemberian obat antihipertensi : Reserpin 0,03 mg/kgBB/hari atau nifedipin 0,1 mg
/kgBB/ kali
Diuretik : Furosemid 1 mg/kgBB/kali.
Penanganan payah jantung
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 14
VIII. PROGNOSIS
Gejala klinis biasanya menghilang dalam minggu kedua atau ketiga, sedangkan tekanan
darah umumnya menurun dalam waktu seminggu. Hematuria dapat menetap selama 4-6
minggu. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan,
tetapi pada umumnya tidak merubah proses penyakitnya. Diperkirakan 95% akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 15
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih mulai dari uretra, buli-
buli, ureter, piala ginjal sampai jaringan ginjal. Infeksi ini dapat berupa pielonefritis akut,
pielonefritis kronis, infeksi saluran kemih berulang, bakteriuria bermakna, bakteriuria
asimtomatis.
II. ETIOLOGI
Penyebab infeksi saluran kemih pada umumnya adalah bakteri gram negatif, seperti E.
coli (80%), Klebsiela, Enterobacter, Proteus dan Pseudomonas. Penyebab yang lain,
diantaranya Stafilokokus Aureus, bakteri anaerob, TBC, jamur, virus, dll
Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara asending
(anak-anak).
Sebagai faktor predisposisi terjadinya infeksi adalah fimosis, alir balik vesikoureter,
uropati obstruktif, kelainan kongenital buli-buli atau ginjal dan diaper rash (ruam popok).
Infeksi saluran kemih dapat berlangsung dengan gejala (simtomatis) atau tanpa gejala
(asimtomatis).
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila buang
air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi
saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di
daerah pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih
bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.
Pada yang simtomatis, makin muda usia anak gejala klinis makin tidak khas, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 16
Infeksi asimtomatis pada umumnya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan urin
rutin.
Pada infeksi yang kronis atau kambuh berulang dapat terjadi tanda-tanda gagal ginjal
kronis atau hipertensi serta gangguan pertumbuhan.
Pemeriksaan urine : sedimen dan biakan urin. Penampungan urin untuk pembiakan
dapat dilakukan dengan cara urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih.
Pemeriksan darah : BUN dan kreatinin serum untuk mengetahui derajat fungsi ginjal.
Pemeriksaan radiologis : pielografi intravena (untuk mencari latar belakang infeksi
saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih, kelainan kongenital,
kelainan obstruktif/ anatomis), USG (untuk mengetahui kelainan struktur ginjal
dan kandung kemih).
V. DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi saluran kemih dibuat berdasarkan gejala klinis dan ditegakkan dengan
pemeriksaan biakan urin serta pemeriksaan penunjang diagnosis yang lain
Diduga terdapat infeksi bila dari pemeriksaan urin didapatkan adanya kuman, piuria,
atau toraks leukosit.
Dikatakan infeksi positif bila pada pemeriksaan biakan urin tampung porsi tengah
ditemukan kuman dengan jumlah > 105 /mL 2 kali berturut-turut.
Diagnosis pielonefritis perlu difikirkan bila didapatkan infeksi disertai hipertensi, disertai
gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun dan
respon terhadap pemberian antibiotika kurang baik.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 17
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis apabila
didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor
predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik.
VII. KOMPLIKASI
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal dan gagal ginjal kronis.
Pielonefritis timbul karena adanya faktor predisposisi.
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum :
3 prinsip penatalaksanaan infeksi saluran air kemih :
1. Memberantas infeksi
2. Menghilangkan faktor predisposisi
3. Memberantas penyulit
Medikamentosa
Antibiotik sesuai dengan hasil biakan dan uji kepekaan. Sebelum ada hasil biakan urin dan
uji kepekaan, untuk eradikasi infeksi akut diberikan antibiotik secara empirik selama 7-10
hari. Jenis antibiotik dan dosis dapat dilihat pada lampiran.
Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan
faktor predisposisi.
Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup, perawatan
higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.
Lain-lain
- Pengobatan simtomatis terhadap keluhan panas, muntah, diare, dan lain-lain.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 18
PEMANTAUAN
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya
menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain
sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin
ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1
bulan dan setiap 3 bulan dan seterusnya tiap 3 bulan selama 2 tahun. Jika ada ISK berikan
antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan
obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik
profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada
neonatus, dan pielonefritis akut.
(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin 20-40 mg/Kg/hari q8h
Ampisilin 50-100 mg/Kg/hari q6h
Amoksisilin-asam klafulanat 50 mg/Kg/hari q8h
Sefaleksin 50 mg/Kg/hari q6-8h
Sefiksim 4 mg/kg q12h
Nitrofurantoin* 6-7 mg/kg q6h
Trimetoprim* 6-12 mg/kg q6h
Sulfametoksazole 30-60 mg/kg q6-8h
Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginja
Nitrofurantoin* 1 -2 mg/kg
Sulfisoksazole* 50 mg/Kg (1x malam hari)
Trimetoprim* 2mg/Kg
Sulfametoksazole 30-60 mg/kg
VIII. PROGNOSIS
Infeksi saluran kemih tanpa disertai kelainan anatomis mempunyai prognosis yang baik bila
dilakukan pengobatan yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi
berulang. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada
fase akut serta kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua
penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase
terminal gagal ginjal kronis.
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara
mendadak dengan akibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh
hilang, dan disertai dengan disertai gejala-gejala sebagai akibat gangguan keseimbangan
air, elektrolit dan asam basa serta gangguan eliminasi limbah metabolisme.
II. ETIOLOGI
Keluhan dan gejala gagal ginjal akut pada anak umumnya tidak khas. Gagal ginjal akut
hendaknya dipertimbangkan pada anak dengan gejala sebagai berikut :
Gejala non spesifik uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang.
Oliguria atau anuria ( produksi urin < 300 mL/m2/hari atau < 1 mL/kgBB/jam)
Hiperventilasi karena asidosis.
Sembab
Hipertensi
Hematuria, proteinuria
Tanda obstrusi saluran kemih, misalnya pancaran urine lemah, kencing menetes atau
adanya masa pada palpasi abdomen.
Adanya keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal ginjal
akut, misalnya diare dengan dehidrasi berat, pemakaian aminoglikosida, kemoterapi
pada leukemia akut.
Bla dicurigai secara klinis terdapat gagal ginjal akut maka segera dilakukan pemeriksaan
BUN dan kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan gambaran dari laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang dapat diperhitungkan dari rumus :
V. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal ginjal akut dibuat berdasarkan adanya gejala klinis dan didapatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
Perlu segera dibedakan jenis gagal ginjal akut prarenal, renal dan pascarenal, karena
masing-masing mempunyai aspek pengobatan yang berbeda. Gagal ginjal pascarenal
(karena obstruksi) paling mudah dipastikan dengan pemeriksaan USG, sedangkan untuk
membedakan gagal ginjal prarenal dan renal dapat dilakukan 2 macam cara
pemeriksaan :
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 22
Cara ini hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya overload
cairan ataupun dehidrasi.
a. Terapi cairan dengan NaCl 0,9 % atau RL 20 mL/kgBB selama 1 jam, dilanjutkan
pemberian diuretik. Bila terjadi diuresis > 2 mL/kgBB/jam berarti gagal ginjal
prarenal.
b. Diuretika (boleh dilakukan bila faktor prarenal telah dikoreksi) dengan furosemid
1-2 mg/kgBB/kali IV, 2 kali (selang 4 jam) atau manitol 0,5-1 gram/kgBB/kali IV
dalam 10-20 menit, 1 kali. Bila terjadi diuresis > 2 mL/kgBB/jam berarti gagal
ginjal prarenal, bila < 2 mL/kgBB/jam berarti gagal ginjal renal.
VI. PENATALAKSANAAN
Faktor prarenal (penyebab dehidrasi) harus segera dikoreksi dengan pemberian cairan
yang sesuai dan adekuat. Pemberian cairan pada gagal ginjal akut harus hati-hati untuk
menghindarkan overload cairan. Dapat dipakai rumus dimana jumlah cairan yang
diperlukan diperhitungkan terhadap jumlah kalori yang dikeluarkan, yaitu : Kebutuhan
cairan sehari = 25 mL tiap 100 kalori yang dikeluarkan + jumlah volume urin sehari.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 24
- Terjadi perburukan keadaan umum dan terjadi gejala uremia yang berat (perdarahan,
penurunan kesadaran sampai koma).
- Tidak berhasil dengan terapi konservatif.
VII. PROGNOSIS
Prognosis gagal ginjal prarenal baik, sedangkan gagal ginjal renal kurang baik.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 25
I. BATASAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara
progresif, terdiri dari GGK ringan, sedang, berat sampai gagal ginjal terminal atau tahap
akhir. Penurunan fungsi ginjal terjadi sesuai dengan penurunan jumlah dari massa ginjal.
Fungsi ginjal dinyatakan sebagai laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR).
Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Data GGK di Indonesia
belum diketahui secara pasti. Di RSCM Jakarta dilaporkan 21 dari 252 anak yang menderita
penyakit ginjal kronik.
III. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya GGK bermacam-macam. Namun terdapat tiga penyebab utama GGK
pada anak yaitu kelainan kongenital, kelainan herediter, dan glomerulonefritis. Dapat juga
disebabkan oleh penyakit multisistem (lupus eritematosus, henoch schoenlein), tumor
ginjal.
Gejala klinis pada GGK dapat disebabkan oleh penyakit yang mendasari maupun akibat dari
GGK sendiri yaitu :
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 26
V. DIAGNOSIS
LFG = ( K x h )
Pcr
VI. PENGOBATAN
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 28
Pengaturan cairan pada penderita GGK harus mengacu pada status hidrasi penderita.
Dilakukan evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK
dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya
dehidrasi. Harus ada keseimbangan antara jumlah cairan yang dikeluarkan (urin,
muntah, dan lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian cairan juga harus
memperhitungkan insensible water loss. Pembatasan cairan biasanya tidak
diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap akhir atau terminal.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 29
D. Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 meq/kg/hari peroral dalam dosis
terbagi. Keadaan asidosis yang berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan.
Pengobatan asidosis harus dimonitor. Pada asidosis berat dilakukan koreksi IV. Satu
tablet NaHCO3 500 mg = 6 Meq HCO3-.
E. Osteodistrofi ginjal
Osteodistrofi ginjal dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat serta
vitamin D. Dosis kalsium yang sering digunakan 100-300 mg/m 2/hari. Vitamin D yang
sering digunakan 1,25 OH, vitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 μg/hari (15-40
ng/kgBB/hari).
F. Hipertensi
Hipertensi pada GGK penyebabnya multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non
farmakologis yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan olah raga.
Pengobatan farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium
channel blocker, ACE (angiotensin converting enzym) inhibitor, beta blocker,
vasodilator perifer.
Pengobatan hipertensi diawali dengan pemberian diuretik golongan furosemid 1-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis. Bila tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium
channel blocker ( nifedepin 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor
( kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 1-10
mg/kgBB/hari), dan lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin secara
sublingual 0,1mg/kgBB/kali maksimum 1 mg/kgBB/hari.
G. Anemia
Pemberian asam folat diberikan pada penderita dengan defisiensi asam folat, dosis
1-5 mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan dialisis diberi dosis rumatan 1
mg/hari.
H. Gangguan jantung
Bila terjadi gagal jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide
secara oral atau intravena dan pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi
perikarditis dan uremia berat adalah indikasi dilakukan dialisis.
I. Gangguan pertumbuhan
Evaluasi pertumbuhan penderita GGK terutama dibawah umur 2 tahun dengan
melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala secara teratur.
Sehingga adanya gangguan pertumbuhan dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi
yang adekuat dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan.
J. Dialisis dilakukan pada penderita dengan indikasi sebagai berikut :
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 30
Pada anak peritoneal dialisis lebih disukai daripada hemodialisis. Saat ini tindakan
dialisis cenderung dilakukan lebih awal yaitu bila LFG kurang dari 15 mL/menit/1,73
m2 luas permukaan tubuh.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 31
6. HIPERTENSI
I. BATASAN
Hipertensi ialah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik > persentil ke 95 untuk
umur dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali berturut-turut.
ISTILAH BATASAN
Normal TD sistolik dan diastolik < 90 persentil menurut umur dan jenis kelamin.
Rata-rata TD sistolik dan diastolik diantara 90 dan 95 persentil menurut
Normal-tinggi*
umur dan jenis kelamin.
Rata-rata TD sistolik dan diastolik > 95 persentil menurut umur dan jenis
Hipertensi
kelamin pada pengukuran tiga kali berturut-turut.
menurut The Second Task Force on Blood Pressure Control in Children
* Jika tekanan darah yang terbaca normal-tinggi untuk umur, tetapi anak lebih tinggi atau massa
otot berlebih untuk umurnya, maka anak ini dianggap mempunyai nilai tekanan darah normal.
TABEL 2. KRITERIA DERAJAT HIPERTENSI BERDASARKAN KENAIKAN TEKANAN
Krisis hipertensi bila tekanan sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, atau setiap
kenaikan tekanan darah yang mendadak dan disertai gejala ensefalopati hipertensif, gagal ginjal,
gagal jantung, maupun retinopati.
Prevalensi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik yang menetap pada anak usia sekolah sebesar
1,2% dan 0,37%. Pada anak, kejadian hipertensi sekunder lebih banyak daripada hipertensi
primer, dan hampir 80% penyebabnya berasal dari penyakit ginjal.
II. ETIOLOGI
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 32
Hipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder). Terjadinya
hipertensi pada penyakit ginjal adalah karena :
1. Hipervolemia.
Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus larutan garam
fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi
glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan
mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan gagal ginjal.
Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala hipertensi baru muncul
bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis hipertensi. Gejala-gejala dapat berupa sakit
kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, keringat berlebihan,
murmur, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuri, atau retardasi pertumbuhan.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 33
Pada krisis hipertensi dapat timbul ensefalopati hipertensif, hemiplegi, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parese n. facialis, penurunan kesadaran, bahkan sampai koma. Manifestasi klinik
krisis hipertensi yang lain adalah dekompensasi kordis dengan edema paru yang ditandai dengan
gejala oleh gejala edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki, kardiomegali, suara bising jantung,
dan heptaomegali. Dengan funduskopi dapat dilihat adanya kelainan retina berupa perdarahan,
eksudat, edema papil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.
Foto toraks menunjukkan adanya pembesaran jantung dengan edema paru. Pada EKG kadang-
kadang ditemukan pembesaran ventrikel kiri. Pada CT-scan kepala kadang-kadang ditemukan
atrofi otak. Bila segera ditangani gejala dapat menghilang tanpa gejala sisa.
IV. DIAGNOSA
Anamnesis
Selain adanya gejala-gejala yang dikeluhkan penderita, anamnesis yang teliti dan terarah sangat
diperlukan untuk evaluasi hipertensi pada anak. Riwayat pemakaian obat-obatan seperti
kortkosteroid, atau obat-obat golongan simpatomimetik (misal efedrin). Riwayat penyakit dalam
keluarga, misalnya hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan pengukuran tekanan darah pada ke empat ekstremitas untuk mencari koarktasio aorta.
Kesadaran dapat menurun sampai koma, tekanan sistolik dan diastolik meningkat, denyut jantung
meningkat. Dapat ditemukan bunyi murmur dan bruit, tanda gagal jantung, dan tanda
ensefalopati.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berupa perdarahan, eksudat,
edema papil atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.
Untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang tepat perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak (lihat Tabel di bawah ini). Bila
menggunakan manset yang terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang
lebih tinggi, sebaliknya bila menggunakan manset yang terlalu lebar akan memberikan
hasil angka pengukuran lebih rendah.
2. Lebar kantong karet harus menutupi ⅔ panjang lengan atas sehingga memberikan
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 34
ruangan yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah fossa kubiti, sedang
panjang kantong karet sedapat mungkin menutupi seluruh lingkaran lengan atas.
3. Periksa terlebih dahulu sphigmomanometer yang digunakan apakah ada kerusakan
mekanik yang mempengaruhi hasil pengukuran.
4. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam suasana yang tenang, usahakan
agar anak jangan sampai menangis, karena keadaan ini akan mempengaruhi hasil
pengukuran.
Pada anak yang lebih besar, pengukuran dilakukan dalam posisi duduk, sedang pada anak yang
lebih kecil pengukuran dilakukan dalam posisi anak berbaring. Tekanan darah diukur pada ke dua
lengan atas dan paha, untuk mendeteksi ada atau tidaknya koarktasio aorta. Cara yang lazim
digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah cara indirek dengan auskultasi. Manset yang
cocok untuk ukuran anak dibalutkan kuat-kuat pada ⅔ panjang lengan atas. Tentukan posisi arteri
brakialis dengan cara palpasi pada fossa kubiti. Bel stetoskop kemudian ditaruh di atas daerah
tersebut. Manset dipompa kira-kira 20 mmHg di atas tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan
sumbatan pada arteri brakialis. Tekanan di dalam manset kemudian diturunkan perlahan-lahan
dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik sampai terdengar bunyi suara lembut. Bunyi suara lembut
yang terdengar ini disebut fase 1 dari Korotkoff (K1) dan merupakan petunjuk tekanan darah
sistolik. Fase 1 kemudian disusul fase 2 (K2), yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu
disusul dengan fase 3 (K3) berupa suara yang keras, setelah itu suara mulai menjadi lemah (fase 4
atau K4) dan akhimya menghilang (fase 5 atau K5). Pada anak jika fase 5 sulit didengar, maka
fase 4 digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik. The Second Task Force on Blood Pressure
Control in Children menganjurkan untuk menggunakan fase 4 (K4) sebagal petunjuk tekanan
diastolik untuk anak-anak berusia kurang dari 13 tahun, sedang fase 5 (K5) digunakan sebagai
petunjuk tekanan diastolik untuk anak usia 13 tahun ke atas.
Jenis Manset Lebar kantong karet (cm) Panjang kantong karet (cm)
Neonatus 2.5 - 4.0 5.0 - 9.0
Bayi 4.0 - 6.0 11.5 -18.0
Anak 7.5 - 9.0 17.0 - 19.0
Dewasa 11.5 -13.0 22.0 - 26.0
Lengan besar 14.0 -150 30.5 - 33.0
Paha 18.0 -19.0 36.0 - 38.0
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 35
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyakit primer dibagi dalam 2 tahap (lihat lampiran).
Pemeriksaan tahap 2 dilakukan bila pada pemeriksaan tahap 1 didapatkan kelainan, dan jenis
pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan kelainan yang didapat.
Hipertensi akut
Hipertensi akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus, lupus
eritematosus sistemik, dan purpura Henoch-Schonlein.
Pemeriksaan air kemih, kadar elektrolit, IgG, IgM, IgA, C3, ASSTO, ANA, sel LE, BUN, kreatinin
serum, dan hematologi, dapat membedakan penyebab hipertensi tersebut.
Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis kronik, pielonefritis kronik, uropati
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 36
obstruktif, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan gagal ginjal tahap akhir.
Hipertensi sekunder pada anak dapat pula disebabkan oleh hiperaldosteronisme primer, sindrom
Cushin, feokromositoma, hipertiroid, hiperparatiroid, pengobatan steroid jangka panjang,
neurofibromatosis, sindrom Guillain-Barre, dan luka bakar.
V. Komplikasi
- Ensefalopati hipertensif
- Payah jantung
- Gagal jantung
- Retinopati hipertensif yang dapat mengkibatkan kebutaan.
VI. PENGOBATAN
A. Medikamentosa
Penggunaan obat antihipertensi pada anak dimulai bila tekanan darah berada 10 mmHg di atas
persentil ke-95 untuk umur dan jenis kelamin. Langkah pengobatan dan dosis obat antihipertensi
dapat dilihat pada lampiran.
Pengobatan hipertensi non krisis :
1. Tekanan diastolik 90-100 mmHg : diuretik furosemid
2. Tekanan diastolik 100-120 mmHg : furosemid ditambah kaptopril, jika belum turun, ditambah
antihipertensi golongan beta bloker atau golongan lain.
Pengobatan krisis hipertensi :
1. Nifedipin oral diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali. Dinaikkan 0,1 mg/kgBB/kali setiap 30
menit (dosis maksimal 10 mg/kali). Ditambah furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari , bila
tidak turun diberi kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali pehari.
2. Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam + 100 ml dektrose 5%. Tetesan awal 12 mikrodrip/menit,
bila tekanan darah belum turun, tetesan dinaikkan 6 mikrodrip/mnt setiap 30 menit
(maksimum 36 mikrodrip/mnt), bila tekanan darah belum turun ditambahkan kaptopril 0,3
mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari (maksimal 2 mg/kgBB/kali). Diberikan bersama
furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari.
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 37
Penurunan obat antihipertensi secara bertahap perlu dilakukan pada anak, setelah tekanan
darah terkontrol dalam batas normal untuk suatu periode waktu. Petunjuk untuk langkah penurunan
dosis obat-obat antihipertensi pada anak dan rernaja seperti terlihat pada tabel berikut.
B. Bedah
C. Suportif
Pemberian nutrisi yang rendah garam dapat dilakukan. Pada anak yang obesitas diperlukan
usaha untuk menurunkan berat badan. Olahraga dapat merupakan terapi pada hipertensi
ringan.
Restriksi cairan.
Rujukan ke Bagian Mata untuk melihat keterlibatan retina. Rujuk ke dokter nefrologi anak bila
tidak berhasil dengan pengobatan atau terjadi komplikasi .
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 38
Lampiran
1. Kurve tekanan darah sistolik dan diastolik menurut umur dan jenis kelamin
GAMBAR 1. Nilai tekanan darah normal, hipertensi berat, sedang dan berat untuk anak perempuan
(menurut the Report of the National Heart, Lung and Blood Institute's Task Force on Blood
Pressure Control in Children).
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 39
Gambar 2. Nilai tekanan darah normal, hipertensi ringan, sedang, dan berat untuk anak laki-
laki (menurut the Report of the National Heart, Lung and Blood Institute's Task Force on Blood
Pressure Control in Children).
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 40
Cara Lamanya
Pemb respo
Obat Dosis awal Respon awal Efek samping
erian n
Takikardia. flushing,
Hidralazin IV atau IM 0,1-0,2mg/kg 10-30 men 2-6 jam
sakit kepala
Divisi Nefrologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 41
0,002 mg/kg'kali
Divisi Nefrologi