Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu
dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila
perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru
muncul seiring dengan perkembangan jaman. Namun masalah yang selalu
berkaitan dan melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia industri dimulai
adalah timbulnya kecelakaan kerja (Patria, 2003).
Perkembangan dibidang industri yang semakin maju, canggih dan
modern berdampak terhadap bentuk teknologi yang dipergunakan. Hal
tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh
karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja
yang mengoperasikan. Penerapan teknologi yang canggih disamping
membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit akibat kerja,
kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan kerja yang menimpa tenaga
kerja. Penerapan akan teknologi pengendalian yang mengantisipasi segala
dampak negatif perlu dipikirkan sehingga efek dapat ditekan sekecil
mungkin. Peran Hiperkes dan Keselamatan Kerja sangat diperlukan
didalamnya (Syukri Sahab, 1997).
Sebagai negara industri yang sedang berkembang, Indonesia banyak
menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan mempermudah
pekerjaan. Masalahnya, kemudian timbul bising lingkungan kerja yang dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan pekerja. Kebisingan
merupakan risiko dalam bidang kesehatan bagi pekerja yang kemungkinan
timbulnya penyakit terkait kerja (work related diseases) disebabkan oleh
suatu faktor yang berasal dari tempat kerja dalam bentuk gangguan
kesehatan, penyakit, kecelakaan, cacat, dan kematian. Semua gangguan
tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Oleh karena itu
intensitas kebisingan pada suatu tempat kerja harus sesuai dengan persyaratan
tingkat kebisingan yang dianjurkan (Basharuddin, 2002).
1
2

Untuk melindungi tenaga kerja/pekerja dari bahaya kebisingan yang


terjadi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai
ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, di dalamnya
ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dBA sebagai
intensitas tertinggi dan merupakan nilai yang masih dapat diterima oleh
pekerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
Pada suatu penelitian yang dilakukan di di PT. PLN (Persero),
intensitas kebisingan adalah sebesar 70,2 – 103 dBA dan sebanyak 30,7 %
pekerja mengalami penurunan pendengaran (Sari I.P , dkk, 2012). Kejadian
penurunan pendengaran akibat pajanan bising di tempat kerja dapat terlihat
dari penelitian yang telah ada, di perusahaan baja ditemukan kejadian NIHL
pada pekerja sebesar 43.6% dengan intensitas tingkat kebisingan lingkungan
kerja antar 88,3 – 112,8 dBA (Tana dkk,2000). Penelitian yang dilakukan oleh
Istantyo (2011), mendapatkan hasil bahwa dosis kebisingan terbukti memiliki
hubungan yang sangat signifikan terhadap gangguan fungsi pendengaran
dengan nilai Pvalue sebesar 0,000. Sedangkan berdasarkan analisis
multivariat diketahui bahwa nilai OR untuk variabel dosis kebisingan sebesar
19,279, artinya pekerja yang menerima dosis kebisingan lebih dari 100% atau
equivalen dengan 85 dB memiliki peluang 19,279 kali lebih berisiko untuk
mengalami gangguan fungsi pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang
menerima dosis kebisingan < 100%.
PT Menara Terus Makmur adalah salah satu perusahaan
berspesialisasi dalam bidang desain dan manufaktur sparepart otomotif yang
beroperasi sejak tahun 1986. Produk yang dihasilkan oleh PT Menara Terus
Makmur adalah forging part, mechanical jack, dan tools. Dalam proses
kerjanya perusahaan ini menggunakan mesin yang menimbulkan suara yang
cukup keras seperti mesin forging dan trimming dan alat tersebut
dioperasikan oleh pekerja, sehingga para pekerja setiap harinya akan terpapar
3

oleh suara bising tersebut, hal ini bagi pekerja/karyawan PT. Menara Terus
Makmur dapat berpeluang untuk terganggu oleh suara tersebut.
Untuk mengendalikan faktor bahaya kebisingan tersebut, perusahaan
melakukan pengukuran kebisingan secara eksternal delama 6 bulan sekali
yang dilakukan oleh Balai K3 Bandung. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa intensitas kebisingan di Area 1 Produksi 1 diatas NAB kebisingan
untuk 8 jam kerja yaitu 85 dBA. Selain itu, hasil pemeriksaan kesehatan
secara berkala yang dilakukan setiap tahun ditemukan bahwa terdapat 4
karyawan di Area 1 Produksi 1 yang mengalami gangguan pendengaran.
Dari keadaan-keadaan tersebut diatas, maka penelitian ini bermaksud
untuk mendapatkan informasi hubungan kebisingan dan karakteristik pekerja
dengan gangguan pendengaran di PT. Menara Terus Makmur.

B. Rumusan Masalah
Area 1 Produksi 1 di PT. Menara Terus Makmur memiliki tingkat
kebisingan diatas nilai ambang batas yang dipersyaratkan (85 dBA). Hasil
pengukuran sebelumnya yang dilakukan oleh Balai K3 menunjukkan bahwa
di Area 1 Line Forging paling rendah adalah 92,8 dB dan tertinggi adalah
112,6. Hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan bulan Desember tahun
2016 menunjukkan bahwa terdapat pekerja PT Menara Terus Makmur di Area
1 yang memiliki gangguan pendengaran. Selain itu terdapat beberapa
karyawan yang bekerja lebih dari 8 jam sehari. Sementara berdasarkan
Peraturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.PER13/MEN/X/2011 dengan tingkat kebisingan 85dB hanya
diperbolehkan bekerja selama 8 jam dalam sehari atau 40 jam seminggu tanpa
menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan kebisingan dan karakteristik pekerja dengan
gangguan pendengaran di Area 1 Produksi 1 di PT Menara Terus Makmur.

2. Tujuan Khusus
4

a. Diketahuinya gambaran gangguan pendengaran di kalangan pekerja


Area 1 Produksi 1 PT Menara Terus Makmur tahun 2017.
b. Diketahuinya gambaran kebisingan dan hubungannya dengan
gangguan pendengaran di Area 1 Produksi 1 PT Menara Terus
Makmur tahun 2017.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, indek masa tubuh,
masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga, jenis alat pelindung
telinga, pengetahuan cara memakai alat pelindung diri, penggantian
alat pelindung telinga, durasi pekerjaan dan riwayat merokok) dan
hubungannya dengan gangguan pendengaran di Area 1 Produksi 1 PT
Menara Terus Makmur tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi PT. Menara Terus Makmur
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi
bagi PT. Menara Terus Makmur mengenai faktor kebisingan dan
karakteristik pekerja yang dapat mempengaruhi gangguan pendengaran
pada pekerja sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan
yang lebih baik lagi di masa mendatang.
2. Manfaat bagi Pekerja di PT. Menara Terus Makmur
Penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran kepada para
pekerja di Area 1 Produksi 1 PT Menara Terus Makmur mengenai faktor
kebisingan dan karakterisrik pekerja yang dapat mempengaruhi gangguan
pendengaran pada pekerja. Tujuannya agar pekerja lebih memperhatikan
faktor risiko yang dapat mempengaruhi gangguan pendengaran, sehingga
dapat mengurangi angka kejadian gangguan pendengaran yang dialami
pekerja di PT. Menara Terus Makmur.
3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi untuk
penelitian di masa mendatang yang berhubungan dengan kebisingan dan
gangguan fungsi pendengaran.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksankana di Area 1 Produksi 1 PT. Menara Terus
Makmur yang terletak di Jl. Jababeka XI Vlok H3 No 12 Kawasan Induksi
Jababeka, Cikarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kebisingan dan karakteristik pekerja dengan gangguan kebisingan
5

di Area 1 Prosuksi 1 PT. Menara Terus Makmur tahun 2017. Cross sectional
dipilih sebagai desain studi yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2017. Ruang lingkup penelitian
ini terbatas pada kelompok pekerja di Area 1 Produksi 1.
Variabel independen pada penelitian ini adalah karakteristik pekerja (usia,
indek masa tubuh, masa kerja, penggunaan alat pelindung telinga, jenis alat
pelindung telinga, pengetahuan cara memakai alat pelindung diri,
penggantian alat pelindung telinga, durasi pekerjaan dan riwayat merokok),
sedangkan variabel dependen adalah gangguan pendengaran pada pekerja di
Area 1 Prosuksi 1. Data primer intensitas kebisingan diperoleh dasi hasil
pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter,
sedangkan karakteristik pekerja (usia, indek masa tubuh, dan masa kerja)
diperoleh dari data pemeriksaan kesehatan terbaru yaitu bulan Desember
2016 dan karakteristik pekerja yang lain (penggunaan alat pelindung telinga,
jenis alat pelindung telinga, pengetahuan cara memakai alat pelindung
telinga, penggantian alat pelindung telinga, durasi pekerjaan dan riwayat
merokok) diperoleh menggunakan kuesioner. Data terkait gambaran PT.
Menara Terus Makmur diperoleh dari profil perusahaan tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai