Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma laring merupakan entitas paling penting dalam ilmu onkologi.


Berdasarkan data dunia, porsi kejadian kanker laring adalah sekitar 30% hingga
40% dari semua kejadian malignansi kepala dan leher serta 1% hingga 2,5% dari
total neoplasma ganas pada manusia. Secara histopatologis, 95% hingga 98%
karsinoma laring berasal dari sel squamosa. Penyakit ini lebih sering menyerang
pria. Insidensi tertinggi biasanya terjadi pada pasien berusia 50 hingga 70 tahun
ke atas. Hingga saat ini, faktor predisposisi yang dicurigai memicu terjadinya
karsinoma laring ialah sering dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol. Faktor risiko lain yang biasa memicu terbentuknya karsinogen
di tubuh antara lain lingkungan kerja, nutrisi, infeksi virus dengan HPV serta
EBV, radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi molekuler di
studi analisis serta pemecahan kode DNA membuktikan sejumlah gen, disebut
sebagai onkogen, ternyata terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen
pada laring.2
Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua
jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring (yang paling
banyak frekuensinya) yang bisa didapatkan dalam dua bentuk yaitu juvenil dan
tunggal, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan
neurofibroma.2
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan,
hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga
dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan
yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan.
Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.2

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI LARING


Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada
pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring
terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.3
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling
dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori
dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan
epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid,
corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di
antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang
kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap
sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid
lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea
merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya
terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.3,4
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan
apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica.
Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang
terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana
dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane
mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.3,4
Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago
cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum,
(2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.3,4
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica
vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.

2
Rima vestibule adalah celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis
yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah
membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari
kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.3,4
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi
plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima
glottides adalah celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis
kartilaginis arytneoidea di belakang.3,4
Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir
bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus
dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat
membrane mukosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane
mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.3,4

Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring.

Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2)
intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada

3
kartilago thyroidea melalui membrane thyroihyoidea, gerakan os hyoideum akan
diikuti oleh gerakan laring.3,4
Otot-otot elevator laring meliputi m.digastricus, m.stylohyoideus,
m.geniohyoideus. M.stylopharyngeus, m.salphingopharyngeus, dan
m.palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir posterior lamina kartilaginis
thyroidea juga mengangkat laring.3,4
Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus, m.sternothyroideus, dan
m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trakea yang
elastis.3,4
Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok; kelompok yang
mengendalikan aditus laringis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.3,4
Terdapat dua sfingter pada laring yaitu (1) pada aditus larynges dan (2)
pada rima glottis. Sfingter pada aditus larynges hanya berfungsi pada saat
menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan
palatum durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah. Aditus
larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus obliqus dan m.aryepiglotica.
Epiglotis didorong ke belakang oleh lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas
aditus larynges. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam esophagus
dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi
aditus larynges, yaitu melalui fossa piriformis.3,4
Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sfingter. Setelah
inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi
dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu
yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang
terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari
saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini
akan ditelan atau dikeluarkan.3,4
Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan,
udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima
glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot
dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah
oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup

4
lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima
glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.4

Gambar 2: otot-otot intrinsik laring.


Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang
sedang adduksi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulkan suara.
Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan
ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu
faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum
molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada
kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang
dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni
dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut
dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan
meminta pasien mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.3,4
Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui
plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara

5
ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica
vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat
getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.3,4
Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga
aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut: 3,6

ABDUKTOR ADDUKTOR TENSOR


Krikotiroideus posterior Interaritenoideus Krikotiroideus (eksterna)
Krikoaritenoideus Vokalis (interna)
lateralis
Krikoaritenoideus Tiroaritenoideus (interna)

Laring dipersarafi oleh saraf sensorik yang mempersarafi membran


mukosa laring di atas plica vocalis dan berasal dari n.laryngeus internus, cabang
dari n.laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane
mukosa dipersarafi oleh n. laryngeus recurrens. Saraf motorik ke otot-otot
intrinsik laring berasal dari n. laryngeus recurrens, kecuali m. cricothyroideus
yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n.
vagus).3,4

Gambar 3: persarafan pada laring.

6
Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus
laryngeus inferior a. thyroidea inferior.3,4

Gambar 4: suplai darah arteri pada laring.

2.2 FISIOLOGI LARING


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan
proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian
berikut:
2.2.1 Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsic

7
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. 4

2.2.2 Fungsi Proteksi.


Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-
otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 4

2.2.3 Fungsi Respirasi.


Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2
arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring . Tekanan parsial
CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. 4

2.2.4 Fungsi Menelan.


Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah
(m. Konstriktor faringeus superior, m. palatofaringeus dan m. stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta
menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke
bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan

8
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi
lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga
makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan masuk ke
sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 4
2.3 DEFINISI
Karsinoma glotis merupakan keganasan laring yang melibatkan pita suara
asli dan komissura anterior dan posterior. Karsinoma glottis dapat memberikan
gejala pada fungsi vital dasar termasuk gangguan bernapas, menelan, ganguan
suara, dan, akhirnya kematian.medscape
Batas inferior glotik adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm
merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Oleh karena itu, tumor
glotik dapat mengenai 1 atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh
10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosesus
vokalis kartilago adenoid. 11
Karsinoma invasif glottis umumnya kurang agresif dibandingkan dengan
karsinoma sel skuamosa supraglotik atau hypopharyngeal. Dari histologinya
biasanya baik untuk berdiferensiasi sedang, dan tanpa disertai metastasis jauh. Hal
ini diduga karena limfatik submukosa di pita suara sangat jarang dan mungkin
mencerminkan ke arah karsinoma berdiferensiasi baik. Gejala hadir lebih awal
karena sebagian besar tumor berasal dari dua pertiga anterior permukaan bebas
lipatan pita suara dua di mana suara serak adalah gejala pertamanya. Di stadium
awal, radioterapi atau konservatif menjadi terapi terbaik tanpa perlu direncanakan
manajemen operasi leher eletif.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Menurut data yang dirilis oleh American Cancer Society, sekitar 10.000 kasus
baru kanker laring didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat dan 3.900
kematian terjadi setiap tahun sebagai akibat dari penyakit ini.
kanker laring mempengaruhi laki-laki 4 kali lebih sering daripada wanita di
Amerika Serikat. Rasio laki-perempuan lebih tinggi untuk tumor glotis daripada
tumor supraglottic. Rasio ini telah menurun dalam beberapa tahun terakhir karena
peningkatan insiden wanita yang merokok.

9
Secara histopatologis, 95% hingga 98% karsinoma laring berasal dari sel
squamosal. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi: Berdiferensiasi
baik (Grade I), Berdiferensiasi sedang (Grade II), Berdiferensiasi buruk (Grade
III).
Kebanyakan tumor ganas pita suara berdiferensiasi dengan baik. Lesi yang
mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik.11

2.5 ETIOLOGI
Etiologi kasinoma glottis terdiri dari: Rokok dan alkohol. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan
risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma glottis yang kuat
adalah rokok, alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.8 Karsinogen lingkungan,
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar
(pabrik), serbuk nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik,
lingkungan), vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang diawetkan,
ikan asin). 9 Human papilloma virus (HPV), predileksi di korda vokalis. Awalnya
tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian terjadi perubahan
maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma). 9

10
2.6 KLASIFIKASI
Kanker laring dibagi berdasar system TNM (tumor, nodul, metastasis)
menurut American Joint Committee on Cancer. Untuk kepentingan staging, nodul
positif di leher termasuk dalam metastasis regional; metastasis di bagian tubuh
yang lain (seperti paru, mediastinum, hepar dan tulang) termasuk dalam
metastasis jauh. Untuk pertama kalinya, tumor T4 dibagi menjadi tumor stage
IV.A, IV.B dan IV.C (adanya metastasis jauh). Studi yang dilakukan sebelumnya,
bagaimanapun juga, mengacu pada system lama yakni tahun 1998 di mana
terdapat T4 yang berdiri sendiri.2,13
Klasifikasi Tumor Ganas Laring
Tumor primer (T)
Supraglotis Glotis Subglotis
Tis Karsinoma insitu Karsinoma insitu Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada Tumor mengenai Tumor terbatas pada
satu sisi suara/pita satu atau dua sisi daerah subglotis.
suara palsu (gerakan pita suara, tetapi
masih baik). gerakan pita suara
masih baik, atau
tumor sudah terdapat
pada kommisura
anterior atau
posterior.
T2 Tumor sudah Tumor meluas ke Tumor sudah meluas
menjalar ke 1 dan 2 daerah supraglotis ke pita, pita suara
sisi daerah atau subglotis, pita masih dapat
supraglotis dan suara masih dapat bergerak atau sudah
glotis masih bisa bergerak atau sudah terfiksir.
bergerak (tidak terfiksir (impaired
terfiksir). mobility).
T3 Tumor terbatas pada Tumor meliputi Tumor sudah
laring dan sudah laring dan pita suara mengenai laring dan
terfiksir atau meluas sudah terfiksir. pita suara sudah

11
ke daerah ke krikod terfiksir.
bagian belakang,
dinding medial dari
sinus piriformis, dan
kearah rongga
preepiglotis.
T4 Tumor sudah meluas Tumor sangat luas Tumor yang luas
keluar laring, dengan kerusakan dengan destruksi
menginfiltrasi tulang rawan tiroid tulang rawan atau
orofaring jaringan atau sudah keluar perluasan ke luar
lunak pada leher dari laring. laring atau dua –
atau sudah merusak duanya.
tulang rawan tiroid.

Penjalaran ke kelenjar limfe (N)11,12


Nx: Kelenjar limfe tidak teraba.
N0: Secara klinis kelenjar tidak teraba.
N1: Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3
cm homolateral.
N2: Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-
6 cm.
N2a: Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak
lebih dari 6 cm.
N2b: Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
10
N2c: Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6
cm.
N3: Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

12
Tabel dibawah menunjukkan penentuan kategori TNM edisi ke-7 pada
karsinoma laring
Kategori T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1, T2 N1
IV A T4a N0 M0
T 1-3 N2 M0
IV B T4b N apapun M0
T apapun N3 M0
IV C T apapun N apapun M1

Gambar 7: stadium karsinoma laring.

13
2.7 HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor
ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu
berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang
jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan
kondrosarkoma. Karsinoma Verukosa adalah satu tumor yang secara
histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2%
dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita
dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar
sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi
metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi
tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma, angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.
Sering terjadi pada kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak
pernah dari glottis. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan
diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.8 Kondrosarkoma
adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid
20% dan aritenoid 10%.Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun.Terapi yang
dianjurkan adalah laringektomi total. 8

14
2.8 PATOFISIOLOGI

Gambar 8: model skematik perkembangan sel karsinoma


dengan berbagai penyebab pada laring.

Lebih dari 90% pasien dengan karsinoma laring memiliki riwayat


merokok berat dan konsumsi alkohol. Merokok, secara khusus
merupakan faktor risiko utama terjadinya karsinoma pada laring.
Kombinasi dari rokok dan konsumsi alkohol memberi efek
karsinogenik yang lebih besar pada laring.
Faktor risiko lain telah diketahui. Infeksi laring yang disebabkan
oleh virus human papilloma virus (HPV) mengakibatkan laryngeal
papilomatosis dimana berawal dari jinak, tetapi terkhusus tipe 16 dan
18 ternyata diketahui mampu berdegenerasi menjadi karsinoma sel

15
skuamosa (SCC). Refluks gastroesofageal juga dicurigai
menyebabkan karsinoma laring; meski hubungan langsung antara
keduanya masih belum jelas walaupun terapi yang berguna dalam
menurunkan kadar asam lambung dikatakan mampu menurunkan
rekurensi karsinoma laring. Paparan okupasi yang beranekaragam dan
inhalasi beracun (seperti asbestos dan gas mustad), defisiensi nutrisi,
serta riwayat radiasi leher juga memiliki hubungan dengan karsinoma
laring.
Karsinogenesis pada traktus aerodigestif digambarkan mengalami
proses yang berlipat. Agen ekosgenous yang berbahaya (tembakau,
alkohol, asbes, dll) menyebabkan injuri epitel dan memicu terjadinya
respon berupa (hiper)regenerasi (hyperplasia) dan/atau
hyperkeratosis.13

Gambar 9: Evolusi sel karsinoma.

2.9 MANIFESTASI KLINIS


Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas
nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita
suara.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan
celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita
suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.

16
Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu,
sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang bisa afoni karena
nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak
dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring
tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap.
Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika
ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian.
Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir
atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak
kecuali tumornya eksentif.2,13
Gejala lainnya yaitu: Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam. Dispnea dan stridor: Gejala yang
disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring.
Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor,
penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada
tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan
yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umunya dispnea dan
stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik. Nyeri tenggorok: Keluhan
ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik,
hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang
paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada
tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai
sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada
tumor subglotik dan tumor supraglotik. 13

17
Gambar 6: gambaran letak tumor dan gejala
yang biasa timbul dari letaknya.

2.10 DIAGNOSIS
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang
diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah
diobati dan makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah
seorang perokok berat yang juga kadang–kadang adalah seorang yang
juga banyak memakai suara berlebihan dan salah (vocal abuse), peminum
alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif.
Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan hemoptisis, yang tidak bisa
dibedaka dengan adanya TBC paru, banyak penderita menjelang tua dan
dari sosio - ekonomi yang lemah.
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3
bagian yakni supraglotis, glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda –
tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang
khas dari luar, terutama pada stadium dini/permulaan, tetapi bila tumor
sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher,
dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan
dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan

18
laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat
(field of cancerisation), dan kemudian melakukan biopsi.13

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan
laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari lateral
kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya
cukup besar. Apabila memungkinkan, CT scan laring dapat
memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya
penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta
metastase kelenjar getah bening leher.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-
anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum-halus pada
pembesaran kelenjar limfe dileher. Dari hasil patologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. 13

2.11.1 CT Scan Leher


Pemeriksaan ct-scan dapat membantu dalam mengidentifikasi
perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan
lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau
tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid.
Tumor yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan
stadium T4a. Ada yang berpendapat bahwa kerterlibatan korteks bagian
luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi kriteria
pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan
hanya dengan pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria
tidak dapat diniai dengan hanya inspeksi dan palpasi. Pencitraan secara
cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui komponen anatomi yang
terlibat untuk menentukan stadium tumor.13

19
Gambar 10: Gambaran CT scan aksial
karsinoma supraglotik(x). Terdapat erosi
kartilago thyroid (xx) dan metastasis kelenjar
getah bening di leher(xxx).

2.11.2 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin
membantu dalam perencanaan pre-operasi. Pencitraan koronal membantu
dalam mengetahui keterlibatan ventrikel laryngeal dan penyebaran
transglottic. Pencitraan midsagittal membantu untuk memperlihatkan
hubungan antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul
daripada CT untuk karakterisasi jaringan spesifik. 13

Gambar 11: Gambar MRI laring Gambar12: MRI laring


normal abnormal

20
2.12 PENATALAKSANAAN
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada
stadium penyakit dan keadaan umum pasien. 13

2.12.1 PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring adalah laringektomi
terdiri dari:
2.121.1 Laringektomi parsial.

Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan
trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan
napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau.

2.12.1.2 Hemilaringektomi atau vertikal.

Bila ada kemungkinana kanker pita suara. Bagian ini diangkat


sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid. Trakeostomi
sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan.

2.12.1.3 Laringektomi supraglotis atau horisontal.

Bila tumor berada pada epiglotis, dilakukan diseksi leher radikal


dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal. Karena
epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral
meningkat.

2.12.1.4 Laringektomi total.

Karsinoma tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring,


memerlukan pengangkatan laring, tulang hiod, kartilago krikoid,2-3
cincin trakea, dan otot penghubung ke laring. Mengakibatkan kehilangan
suara dan sebuah lubang (stoma) trakeostomi yang permanen. Dalam hal
ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak

21
lagi berhubungan dengan saluran udara–pencernaan. Suatu sayatan telah
dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi
pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot
sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius,
kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis. Operasi
ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi
kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan pada mereka
berbicara menggunakan esofagus (esofageal speech), meskipun
kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan
organ laring. Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan
seorang binawicara.12,13

2.12.2 RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis
T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%).
Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara
masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari
sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

2.12.3 KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant
ataupun paliatif. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2
dan 5 FU 800–1000 mg/m2.12,13
2.12.4 REHABILITASI SUARA.
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma
laring menyebabkan cacat pada penderita. Dengan dilakukannya
pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka
penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di
leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang
bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan mandiri
kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice
rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga

22
berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan
pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan
di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari
esophagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor
yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat
disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-
sosial.13

2.13 PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan
kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival rate pada
karsinoma laring stadium I 90–98% stadium II 75–85%, stadium III 60–70%
dan stadium IV 40–50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan
menurunkan five year survival rate sebesar 50%.13

23
BAB 3
KESIMPULAN

Suara parau merupakan gejala dini dari karsinoma laring. Suara parau
lebih dari 4 minggu harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain
sesak napas, stridor, rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan
klinis, radiologi dan biopsi.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa
laringektomi parsial atau total dengan atau tanpa diseksi leher, radioterapi,
kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor,
pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx


and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar
Smoke. British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.
2. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. 7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 176-86.
3. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH, editors. Principles of
Anatomy and Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc; 2009. p. 879-82.
4. Vashishta R. Larynx Anatomy: Medscape; 2015 [updated August 31, 2015].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1949369-
overview#showall . Accessed: October 1, 2015.
5. Netter FH. Head and Neck. In: Brueckner JK, Carnichael SW, editors. Atlas of
Human Anatomy. 4 ed. Pennysylvania: Elsevier; 2006. p. 69-79.
6. Sasaki CT, Kim Y-H. Anatomy and Physiology of the Larynx. In: Snow JB,
Ballegner JJ, editors. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery. 16
ed. London: Becker Inc; 2003. p. 1090-107.
7. Cohen James I. Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. P. 369-76
8. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity, Pharynx/larynx
and Lung in North Thailand: Case-Control Study and Analysis of Cigar
Smoke. British Journal of Cancer. 1977;36(130):1-11.
9. Pira E, Pelucchi C, Buffoni L, Palmas A. Cancer Mortality in a Cohort of
Asbestos Textile Workers. British Journal of Cancer. 2005;92:580-6.
10. Qadeer MA, Colabianchi N, Strome M, Vaezi MF. Gastroesophageal Reflux
and Laryngeal Cancer: Causation or Association? American Journal of
Otolaryngology. 2004(27):119-28.
11. Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck
Dissection Classification. In: Descher DG, Day T, editors. Pocket Guide to
TNM Staging of Head and Neck Cancer and Neck Dissection Classification:
Head and Neck Surgery Commitee; 2013. p. 11-23.

25
12. Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002 [updated July 31, 2014].
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515?report=printable.
Accessed: October 1, 2015.
13. Dhillon RS, East CA. Laryngeal Neoplasia. In: Dhillon RS, East CA, editors.
Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 3 ed: Elsevier; 2001. p.
98-101.

26

Anda mungkin juga menyukai