Anda di halaman 1dari 12

1.

Apa yang saudara ketahui mengenai inti dari perkembangan ilmu antropologi

Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara
etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu.
Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan
kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan
kebudayaannya.

1. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi


dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing
bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di
buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang
deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi
tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan
abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari
sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk
mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

2. Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan
berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap
bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan
menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, Antopologi
bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan
maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran
kebudayaan manusia.

3. Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain
seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni
tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-
pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan
lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari
kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai
mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari
kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

4. Fase keempat ( setelah tahun 1930’an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku


bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan
bangsa Eropa.Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II.
Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu
menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah
Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

5. Fase kelima (sesudah tahun 1970-an)

Perkembangan antropologi pada era 1970-an masih memperlihatkan perkembangan


antropologi pada fase 4 di atas yang masih memfokuskan diri pada tujuan akademis dan
tujuan praktisnya, tetapi penekanan terhadap kedua tujuan tersebut berbeda-beda di
setiap negara. Perbedaan tersebut memungkinkan lahirnya perbedaan aliran dalam
antropologi yang dapat diklasifikasikan berdasarkan asal universitas tempat
dikembangkannya antropologi di suatu negara, seperti Inggris, Eropa Utara, Eropa Tengah,
Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara berkembang.

Di Inggris, antropologi diperlukan terutama untuk mengenal dan memahami kehidupan


masyarakat lokal pada negara-negara jajahan Inggris, yang pada waktu itu sangat berguna
bagi pemerintah setempat. Setelah negara-negara jajahan Inggris merdeka, seperti Papua
New Guinea dan Kepulauan Melanesia, penelitian antropologi masih tetap dilakukan oleh
para sarjana Antropologi Inggris dan para sarjana Antropologi dari negara masing-masing
dalam upaya pembangunan masyarakat.

Di Eropa Utara, antropologi berkembang pada upaya untuk mencapai kebutuhan akademis
seperti yang berkembang di Jerman dan Austria. Di sini juga tumbuh upaya untuk
melakukan penelitian terhadap masyarakat di luar Eropa terutama kebudayaan suku
bangsa Eskimo. Metode antropologi yang digunakan juga telah berkembang pesat dan
beberapa di antaranya telah mengembangkan metode seperti halnya yang dikembangkan
di Amerika Serikat.

Di Eropa Tengah, seperti di Belanda, Prancis, dan Swiss, pada masa awal tahun 1970-an
perhatian antropologi masih ditujukan pada masyarakat di luar Eropa yang bertujuan untuk
mengkaji sejarah penyebaran kebudayaan manusia yang ada di seluruh dunia. Pada
perkembangan selanjutnya, antropologi di negara-negara ini pun telah banyak mengadopsi
metodemetode antropologi yang dikembangkan di Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat, antropologi menunjukkan perkembangannya yang paling luas.


Perkembangan antropologi di sini telah didukung oleh lahirnya berbagai himpunan
antropologi dan terbitnya jurnal-jurnal serta majalah ilmiah antropologi. Antropologi yang
berkembang di Amerika Serikat telah menggunakan dan mengintegrasikan seluruh bahan-
bahan dan metode antropologi dari fase pertama, kedua, dan ketiga, serta berbagai
spesialisasi antropologi telah berkembang dengan pesat.

Tujuan dari pengembangan antropologi tersebut adalah untuk mencapai pengertian


tentang dasar-dasar dari keanekaragaman bentuk masyarakat dan kebudayaan manusia
yang hidup pada masa kini. Tujuan Antropologi seperti yang terungkap pada fase keempat
menjadi fokus perhatian kalangan universitas-universitas di Amerika Serikat terutama
universitas yang memiliki departemen antropologi sendiri.

Di Rusia, sebelum tahun 1970-an, perkembangan antropologi di negara ini tidak banyak
diketahui, walaupun kemudian ditemukan tulisan etnografi karya S.A. Tokarev yang
berjudul ”Der Anteil Der Russischen Gelehrten An Der Entwicklung Der International
Ethnographischen Wissenchaften” dalam majalah Sowjetwissenshaf. II (1950).

Pemikiran antropologi di Soviet banyak dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx dan F. Engel
terutama pemikiran tentang perkembangan masyarakat melalui tahap-tahap evolusi.
Antropologi dianggap menjadi bagian dari ilmu sejarah yang memfokuskan pada
masalahmasalah asal mula kebudayaan, evolusi, dan masalah persebaran kebudayaan
bangsa-bangsa di muka bumi ini.

Dalam perkembangan selanjutnya, antropologi di Soviet selain mengembangkan kajian


keilmuan juga melakukan penelitian-penelitian, terutama pada suku bangsa yang terdapat
di Soviet, yang digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan
masalah upaya-upaya membangun saling pengertian di antara penduduk pribumi.
Walaupun pada akhirnya, karena situasi politik yang berkembang di Rusia, disintegrasi
bangsa pun tidak dapat dihindari. Selain itu, antropologi di Rusia sebenarnya juga
memperhatikan kehidupan masyarakat dan kebudayaan di luar bangsa-bangsa Eropa. Hal
ini terlihat dalam sebuah buku hasil karya ahli antropologi di Soviet yang berjudul “Narody
Mira” (Bangsa bangsa di Dunia) yang memuat deskripsi tentang kehidupan masyarakat
suku-suku bangsa di Afrika, Oseania, Asia dan Asia Tenggara, termasuk suku bangsa di
Indonesia.

Kajian pada bidang antropologi di negara-negara berkembang terus mendapat perhatian


terutama dalam kaitannya dengan kegunaan praktisnya yang mampu mendeskripsikan
berbagai pemasalah sosial budaya. Deskripsi ini kemudian sangat berguna sebagai
masukan dalam upaya pengambilan kebijakan pembangunan, seperti masalah kemiskinan,
kesehatan, hukum adat, dan sebagainya. Di India misalnya, antropologi dimanfaatkan
dalam kegunaan praktisnya terutama untuk memperoleh pemahaman tentang kehidupan
masyarakatnya yang sangat beragam. Pemahaman seperti itu akan sangat berguna dalam
upaya membangun integrasi sosial di antara penduduk yang beragam itu. Sebagai negara
bekas jajahan Inggris, antropologi di India banyak dipengaruhi oleh kultur antropologi yang
berkembang di Inggris. Hal ini terlihat terutama pada metode-metode antropologinya yang
banyak mengikuti aliran-aliran antropologi yang berkembang di Inggris.

Di Indonesia juga hampir sama dengan yang terjadi di India. Antropologi di Indonesia
berkembang untuk pengkajian masalah-masalah sosial budaya dan upaya mendeskripsikan
berbagai kehidupan dari berbagai suku bangsa dari Sabang sampai Merauke agar saling
mengenal satu dengan lainnya.

Upaya-upaya tersebut terus dilakukan hingga kini karena masih banyak suku-suku bangsa
yang jumlah anggotanya relatif sedikit dan hidup di beberapa daerah yang terpencil belum
mendapat perhatian. Perkembangan antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh
tradisi antropologi manapun (Koentjaraningrat, 1996). Menurut Koentjaraningrat (1996)
antropologi di Indonesia yang belum mempunyai tradisi yang kuat, kemudian bisa memilih
sendiri dan mengombinasikan beberapa unsur dari aliran mana pun yang paling sesuai
dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.

Kita bisa mengikuti cara Amerika dalam menentukan konsepsi mengenai batas-batas
lapangan penelitian antropologi dan pengintegrasian dari beberapa metode antropologi.
Kita juga dapat meniru cara India dalam mempergunakan antropologi sebagai ilmu praktis
yang mampu mendeskripsikan kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang beragam, dan
ikut membantu dalam pemecahan masalah kemasyarakatan serta merencanakan
pembangunan nasional.

Kita juga dapat mencontoh Meksiko yang telah menggunakan antropologi sebagai ilmu
praktis untuk mengumpulkan data tentang kebudayaan daerah dan masyarakat pedesaan
untuk menemukan dasar-dasar bagi suatu kebudayaan nasional dengan kepribadian yang
khas dan dapat digunakan untuk membangun masyarakat desa yang modern.

Menurut Kontjaraningrat, antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh tradisi antropologi
manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari
beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masalah-masalah
kemasyarakatan yang dihadapi.

Di Indonesia, antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia.


Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis oleh para
pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai tulisan etnologi tersebut
bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi. Keaslian masyarakat dipertahankan
kemurniannya oleh kolonial. Penjagaan kemurnian tersebut merupakan strategi agar masyarakat
setempat tetap lemah dan mudah dikuasai. Hal ini berlangsung terus sampai Belanda angkat kaki
dari tanah air. Setelah Indonesia merdeka, antropologi tetap menempati posisi strategis sebagai
ilmu yang bermanfaat untuk menjaga ketertiban sosial.

2. Jelaskan 5 konsep antropologi dibawah ini:

A. Etnologi

Pendekatan etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiannya pada kebudayaan-


kebudayaan zaman sekarang, telaahannya pun terpusat pada perilaku manusianya sebagaimana
yang dapat disaksikan langsung, dialami, serta didiskusikan dengan pendukung kebudayaannya.
Dengan demikian etnologi ini mirip dengan arkeologi, bedanya dalam etnologi tentang kekinian
yang dialimi dalam kehidupan sekarang, sedangkan arkeologi tentang kelampauan yang klasik.
Antropologi pada hakikatnya mendokumentasikan kondisi manusia pada masa lampau dan masa
kini.

Secara keseluruhan, yang temasuk bidang-bidang khusus secara sistematis dalam antropologi
lainnya, selain antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi ekonomi, antropologi medis,
antropologi psikologi dan antropologi sosial.

B. Akulturasi

Akulturasi adalah proses pertukaran ataupun saling memengaruhi dari suatu kebudayaan asing
yang berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun
diakomodasikan dan diintegrasikan kedalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan
kepribadiannya sendiri.

C. Asimilasi

D. Etnografi

Adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian antropologi. Penelitian etnografi ini
mensyaratkan dilakukannya penelitian lapangan di mana peneliti bertindak sebagai orang yang
sedang mempelajari suatu kebudayaan. Dalam melakukan penelitian etnografi, peneliti harus
menguasai secara baik konsep-konsep dan teknik-teknik yang akan digunakannya. Di samping itu
untuk memperoleh data yang obyektif maka peneliti harus tinggal di dalam komunitas yang
ditelitinya.

Pada periode kajian antropologi klasik, metode etnografi digunakan untuk meneliti masyarakat
sederhana. Akan tetapi metode etnografi ini telah mengalami evolusi besar, di mana dewasa ini
metode etnografi bisa juga diterapkan untuk meneliti masyarakat kompleks. Dalam meneliti
masyarakat kompleks, peneliti akan memulainya dengan mengambil satu atau lebih culture scene
sebagai fokus kajian. Di samping itu penelitian pada masyarakat kompleks juga mulai
menggunakan teknik-teknik penelitian lainnya seperti teknik survei. Sementara itu teknik analisis
jaringan sosial lazim digunakan untuk meneliti masyarakat kompleks dalam rangka
mendeskripsikan pola-pola hubungan.

Pengumpulan data penelitian pada masyarakat kompleks selain menggunakan metode etnografi
juga digunakan teknik survei untuk mendapatkan gambaran umum dari subyek yang ditelitinya. Di
samping itu penelitian pada masyarakat kompleks juga menggunakan metode analisis jaringan
sosial. Analisis jaringan sosial sendiri digunakan untuk mendeskripsikan pola-pola hubungan antara
satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak yang lainnya. Analisis jaringan sosial dilakukan
dengan cara menentukan alpha sebagai titik sentral jaringan yang kemudian diperlebar pada para
alter.

E. Wujud Perubahan Budaya

F. Terdapat dua pendekatan dalam mempelajari kebudayaan yaitu pendekatan ideasional dan
pendekatan behaviorisme. Kedua pendekatan ini memandang kebudayaan melalui kacamata yang
berbeda. Pendekatan ideasional melihat kebudayaan sebagai sistem kognitif, sementara
pendekatan behaviorisme melihat kebudayaan sebagai sistem adaptif. Kedua pendekatan ini
melahirkan sejumlah pengertian kebudayaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli.
Melalui kedua pendekatan ini maka wujud kebudayaan dapat dilihat sebagai sistem ide/gagasan,
sistem perilaku, dan artefak.

Sementara itu dalam melihat dan memahami kebudayaan kita harus mengacu pada sejumlah
karakteristik kebudayaan. Karakteristik kebudayaan tersebut antara lain adalah bahwa
kebudayaan itu dimiliki bersama, diperoleh melalui belajar, bersifat simbolis, bersifat adaptif dan
maladapti, bersifat relatif dan universal. Setiap kebudayaan di manapun akan mengandung unsur-
unsur kebudayaan yang terdiri dari tujuh unsur yaitu sistem pengetahuan (kognitif), kekerabatan,
sistem teknologi dan peralatan hidup, sistem religi, sistem mata pencaharian hidup, bahasa dan
kesenian. Antara unsur satu dan lainnya akan saling berkaitan tidak dapat berdiri sendiri. Isi dari
setiap unsur kebudayaan akan berbeda antara kebudayaan satu dari yang lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya faktor geografis. Setiap isi dari unsur kebudayaan
tidak bersifat statis tetapi akan berubah sesuai dengan tingkat kebutuhan dan proses adaptif yang
diperlukan. Sebab pada dasarnya kebudayaan berfungsi mempermudah kehidupan manusia.

Di samping itu terdapat beberapa aspek dari kebudayaan, yaitu integrasi kebudayaan, fokus
kebudayaan, dan etos kebudayaan. Aspek-aspek kebudayaan ini juga menjelaskan pada kita
bagaimana rupa dan fungsi dari kebudayaan masyarakat tersebut.

G. Ekologi Kebudayaan

?
H. Perubahan Kebudayaan
?
3. Hubungan Masyarakat dan Kebudayaan uraikan

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan
tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya.

Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melvile J. Herskovit dan Bronislaw Malinowski,
mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Kemudian
Herskovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang super organic karena kebudayaan yang
turun temurun dari generasi kegenerasi tetap hidup terus, walaupun orang-orang yang menjadi
anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran.

Kata ‘kebudayaan’ berasal dari budhayyah (bahasa sanksekerta) yang merupakan bentuk jamak
dari ‘buddhi’, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan
dengan budi atau akal.

Adapaun istilah culture yang merupakan bahasa asing, sama artinya dengan kebudayaan yang
berasal dari kata latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau
bertani. Sehingga culture dipahami sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah
dan mengubah alam.

Misalnya kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam
kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara
memakan adalah bagian dari kebudayaan. Kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya
menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya
adalah cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan
menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya, tetapi cara
tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat yang sederhana dari kayu
untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang alat tersebut dibuat dari
almunium. Begitu juga tempat dimana manusia itu makan. Dulu manusia makan disembarang
tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua
terjadi karena manusia mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi
sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya. Proses
perubahan tata cara makan tersebut merupakan terjadi dari proses belajar sehingga menghasilkan
perubahan perilaku yang dinilai baik dan berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan
pendidikan. Masyarakat dan budaya adalah dua hal yang bisa dihubungkan satu sama lain,dan
memiliki keterikatan yang kuat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup
bersama,saling berinteraksi dan saling bergantung diri dalam menjalani kehidupan.
Budaya adalah cara sekelompok orang untuk hidup yang nantinya akan diwariskan secara turun
temurun terhadap kelompok tersebut. Jadi dari pengertian telah terlihat jelas bahwa masyarakat
dan budaya itu saling berhubungan satu sama lain, masyarakat sebagai subjek untuk menjalankan
budaya. Dari kehidupan sekitar yang kita jalani sehari hari , telah dapat diambil contoh dari
hubungan masyarakat dan budaya.

Contohnya kita sebagai orang indonesia , makan dengan sopan serta memiliki aturan dilarang
berbicara sambil makan , membaca doa sebelum melakukan sesuatu, berbicara sopan terhadap
yang lebih tua dan banyak lagi contoh lainnya. Dengan sendirinya hal tersebut akan kita turunkan
lagi kepada gerasi dibawah kita dan ini menunjukan bahwa budaya itu disampaikan dari generasi
ke generasi. Budaya yang telah diturunkan kepada kita , harus dapat kita jaga jangan sampai
kebudayaan tersebut luntur karna pengaruh dari luar, contohnya saja oleh globalisasi saat ini yang
telah berhasil mengikis kebudayaan kita sebagai orang indonesia.

Dalam hubungan ini, masyarakat sebagai variabel yang menghasilkan kebudayaan, sedangkan
kebudayaan sebagai variabel yang menentukan corak masyarakat. Jadi dalam hal ini antara
manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat
yang dimana tidak mungkin keduanya saling dipisahkan karena masyarakat dan kebudayaan saling
memengaruhi.

Kebudayaan memiliki fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat. Masyarakat memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupannya. Kebutuhan-
kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada
masyarakat itu sendiri. Kemampuan manusia terbatas sehingga kemampuan kebudayaan yang
merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan. Hasil karya
masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama
di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Teknologi pada hakikatnya
meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu:
1. Alat-alat produktif
2. Senjata
3. Wadah
4. Makanan dan minuman
5. Pakaian dan perhiasan
6. Tempat berlindung dan perumahan
7. Alat-alat transport
Kebudayaan mengatur supaya manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat
menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Setiap orang bagaimanapun
hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan merupakan suatu
perilaku pribadi, yang berarti kebiasaan seseorang itu berbeda dari kebiasaan orang lain, walaupun
mereka hidup dalam satu rumah.Kebiasaan menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di
dalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur bagi dirinya sendiri.
Khusus untuk mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula struktur normatif
atau menurut Ralph Linton, designs for lifing (garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Yang dapat
diartikan bahwa kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint for
behavior, yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa
yang seharusnya dilarang dan sebagainya.
4. Manfaat antropologi bagi Ilmu Hukum
Suatu perspektif antropologi menurut minat luas para antropolog adalah minat mengenai
masyarakat (sebagai satuan sosial) atau kebudayaan (sebagai perangkat gagasan, aturan-aturan,
keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama).
Freidman, seorang sosiolog hukum dari Universitas Stanfords, menyatakan bahwa sistem hukum
terdiri atas tiga komponen, struktur hukum, hukum substantif, dan budaya hukum. Struktur
mengacu pada lembaga dan proses dalam sistem hukum; struktur hukum merupakan badan,
kerangka kerja, dan sistem yang tahan lama. Sistem ini meliputi sistem pengadilan, legislatif,
perbankan, dan sistem koporat. Hukum substansi mengacu pada hukum peratutan prosedur dan
substansi dan norma yang digunakan dalam sebuah lembaga dan mengikat hukum struktur secara
bersama. para pengacara dan sarjana hukum cenderung membatasi analisis mereka terhadap
struktur dan substansi sistem hukum yang sedang mereka pelajari. Budaya hukum mengacu pada
sikap, nilai, dan opini dalam masyarakat dengan penekanan pada hukum, sistem hukum serta
beberapa bagian hukum.
Dari ketiga komponen di atas, budaya hukum merupakan komponen yang paling penting. Budaya
Menurut Friedman, arti pentingya budaya hukum adalah bahwa konsep ini merupakan variabel
penting dalam proses menghasilkan hukum statis dan perubahan hukum. Cotterrell
menggarisbawahi kesulitan dalam menggunakan konsep budaya hukum. Dia salah dalam menarik
kesimpulan bahwa konsep tidak padu karena tidak adanya hal yang khusus. Alasannya adalah
bahwa konsep sekompleks µbudaya hukum cenderung sulit dipahami. Hal ini membuktikan
kemampuan konsep budaya hukum menembus masyarakat dan bukan tanda-tanda kelemehan.
Di sisi lain, Cotterrell sendiri mengakui bahwa konsep Friedman µmerupakan usaha yang paling
dapat menjelaskan konsep budaya hukum dalam sosiologi hukum komparatif dan
mempertahankan dan mengembangkan secara teoritis penggunaan konsep tersebut.
Di negara berkembang, konsep budaya hukum menempati posisi penting karena negara
berkembang sering mendatangkan peraturan, hukum bahkan keseluruhan sistem hukum dari
negara barat dalam usahanya untuk melakukan modernisasi kerangka kerja hukum mereka.
Masalah muncul jika cangkok hukum mengabaikan budaya hukum setempat. Jika budaya hukum
lokal tidak diakomodasi dalam hukum struktur dan substantif asing, konsep ini tidak akan dapat
diterapkan dengan baik. Dikaitkan dengan kasus yang terjadi di Indonesia, konsep ini telah
disampaikankan oleh komentator luar negeri pada awal tahun 1972. Jika kita melihat Antropologi
pada tahap awal perkembangannya dalam abad ke 19 sudah menyadari bahwa hukum atau sistem
normatif merupakan aspek kebudayaan atau dapat dikatakan hukum merupakan salah satu aspek
kebudayaan.
Pada tahun 1982 mantan menteri hukum dan peradilan, Mochtar Kusumaatmaja juga
menyampaikan hal yang sama. Namun setelah beberapa tahun, konsep ini telah dilupakan para
reformis hukum dan baru sekarang diingat kembali oleh reformasi hukum di Indonesia.
Keberhasilan reformasi hukum Indonesia bergantung bukan hanya lembaga pengambil suara,
tetapi juga sikap mental yang tepat dan perilaku mereka yang bekerja, mengawasi dan
menggunakan lembaga ini. Dengan demikian, reformasi pada lembaga hukum tanpa lembaga
budaya tidak akan efektif. Ketika melihat hukum di Indonesia, perhatian dititikberatkan pada
masalah structural, seperti sistem dewan dua pintu dan ketetapan hukum perusahaan yang
dikeluarkan pada tahun 1995 dan membandingkannya dengan produk hukum lainnya.

3. Hubungan Ilmu Antropologi Dengan Ilmu Hukum


Dalam perspektif antropologi hukum, hukum lahir dari kebudayaan. Melihat hal tersebut di atas
tentunya menyadarkan kepada kita akan peran Antropologi Hukum sebagai sebuah perspektif
untuk melihat berbagai macam corak hukum yang lahir dan berkembang pula dari berbagai corak
dan ragam kebudayaan. Mempelajari Antropologi Hukum berarti kita melihat sebuah realitas,
kenyataan atas kehidupan hukum yang sesungguhnya yang berjalan di masyarakat.
Hal ini karena para ahli antropologi mempelajari hukum bukan semata-semata sebagai produk dari
hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan semata, tetapi lebih mempelajari hukum sebagai perilaku dan proses sosial yang
berlangsung dalam kehidupan masyarakat.Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai
bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum dipelajari sebagai
produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti
politik, ekonomi, ideologi, religi,struktur sosial, dll.
1) Hukum lahir dari kebudayaan.
2) Mempelajari Antropologi berarti kita melihat sebuah realitas, kenyataan atas kehidupan
hukum yang sesungguhnya berjalan di masyarakat.
3) Diharapkan dapat memunculkan kesadaran atas kenyataan adanya keberagaman hukum
karena beragamnya budaya.
Hukum ditinjau sebagai aspek dari kebudayaan. Manusia pada hakekatnya telah dibekali untuk
bertingkah laku dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tertentu. Nilai-nilai budaya dalam
masyarakat tertentu dijunjung tinggi oleh pendukung budaya yang bersangkutan, namun belum
tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lain.
Nilai-nilai budaya secara kongkrit meliputi norma-norma sosial yang diajarkan kepada setiap warga
masyarakat sebagai pedoman dalam melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial.
Norma-norma sosial tersebut saling berkaitan satu sama lain dan sebagai akibatnya akan
membentuk suatu lembaga sosial yang akan mempermudah manusia dalam mewujudkan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai atau gambaran ideal mengenai cara hidup yang dianut dalam
kelompoknya. Nilai-nilai atau gambaran ideal yang telah ada dalam masyarakat itu, hendak
dilestarikan melalui cara hidup masyarakat dan salah satu cara untuk mendorong para anggota
masyarakat untuk melestarikan kebudayaan melestarikan itu adalah hukum.
Sebagai contoh, sistem kekerabatan orang Bali. Dalam kebudayaan Bali, sistem perhitungan garis
keturunan merupakan suatu hal yang sangat penting. Mereka beranggapan bahwa hanya anak
laki-laki yang diakui sebagai penghubung dalam garis keturunan. Apabila terdapat anggota
masyarakat yang melanggar aturan tersebut maka ia telah mengingkari nilai budayanya sendiri
dan jika pelanggaran tersebut sering dilakukan maka nilai budaya tersebut lama-kelamaan akan
memudar dan akhirnya hilang. Selain itu juga akan terkena sanksi bagi pelanggar norma tersebut,
dikenakan oleh para petugas hukum atau wakil-wakil masyarakat yang diberi wewenang untuk itu.
Maka, sebagian dari nilai-nilai budaya yang telah tercermin dalam norma sosial dimasukkan ke
dalam peraturan hukum sehingga perlindungan dan konsekwensinya juga berdasarkan hukum.
Demikianlah gambaran mengenai hubungan antara antropologi budaya dengan hukum.
Sumber Data :

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta

Burhannudin M.Pd. Konsep Dasar Antropologi. http://mikailahaninda.blogspot.co.id/ diakses


tanggal 12 Desember 2017

http://ardianrock.wordpress.com/2012/06/25/makalah-antropologi-hukum/
http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertian-antropologi-hukum-dan.html
http://statushukum.com/antropologi-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai