Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput

lendir sinus pranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan

pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya. Sinus pranasal

adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di wajah. Terdiri dari

sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi

kanan dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus etmoid) (Efiaty, 2007 dalam

Nurarif & Kusuma, 2015)

Sinusitis di bagi menjadi:

1.1. Akut (berlangsung kurang dari 4 minggu)

1.2. Sub akut (berlangsung antara 4-12 minggu)

1.3. Kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu) (Efiaty, 2007 dalam Nurarif &

Kusuma, 2015).

Sinusitis merupakan perdangan sinus, yaitu rongga-rongga dalam tulang

yang berhubungan dengan rongga hidung, biasanya terjadi dalam waktu

menahun (kronis) (Ari, 2010).

Sinusitis adalah suatu perdangan pada sinus yang terjadi karena alergi,

infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis biasa terjadi pada salah satu dari

keempat sinus yang ada (cangjaya, 2002 dalam wijaya & putri, 2013).

6
Sinusitis akut adalah radang sinus pranasal, bila terjadi ada beberapa

sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai seluruhnya disebut

pensinus. Sinusitis sub akut sama dengan sinusitis akut, hanya tanda-tanda

radang akutnya sudah reda. Sinusitis kronik umumnya sukar disembuhkan

dengan terapi medikamentoas saja, harus dari faktor penyebab dan

predisposisi (Mansjoer, 2008).

2. Etiologi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) berdasarkan jenisnya, sinusitis

dapat dibagi sebagai berikut:

2.1 Sinusitis akut

Sinusitis bersifat akut jika berlangsung selama 4 minggu atau kurang.

Penyebab sinusitis akut adalah :

2.1.1 Infeksi Virus

Sinusitis akut dapat terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran

pernafasan bagian atas (misalnya pilek).

2.1.2 Infeksi Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam

keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem

pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat

pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya

7
tidak berbahaya akan berkembang biak dan akan menyusup

kedalam sinus, sehinga terjadi infeksi sinus akut.

2.1.3 Infeksi jamur

Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada

penderita gangguan system kekebalan. Pada orang-orang tertentu,

sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

2.1.4 Peradangan menahun pada saluran hidung

Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinus akut. Demikian

pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.

2.1.5 Penyakit tertentu

Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem

kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis

kistik) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

2.2 Sinusitis kronis

Penyebab sinusitis kronis, yaitu:

2.2.1 Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh

2.2.2 Penyakit alergik (rinitis alergika)

2.2.3 Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun

pembuangan lendir

2.2.4 Aktivitas silia yang rusak dapat mengganggu pembersihan sinus

yang menyebabkan infeksi sinus berkepanjangan. Sebagai

tambahan efek buruk dari merokok dan polusi udara terhadap

8
aktivitas mukosiliar, deviasi septum dapat mengubah arus konveksi

aliran udara inspirasi sedemikian rupa, sehingga terdapat daerah

kering yang dapat merusak aktivitas silia.

2.2.5 Obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membran mukosa

hidung (Nurarif dan Kusuma, 2015).

3. Anatomi Fisiologi Hidung

Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal

menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Nares

anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung.

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi

rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut

septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh

penonjolan turbinasi (juga disebut konka) dari dinding lateral. Rongga hidung

dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular

yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus menerus oleh sel-

sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang

ke nasofaring oleh gerkana silia (Brunner & Suddarth, 2006).

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-

paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan

serta mengahangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Hidung

bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaksi

9
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan

perkembangan usia (Brunner & Suddarth, 2006).

3.1. Sinus Pranasal

Sinus-sinus pranasal termasuk empat pasang rongga berulang yang di

lapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang

bersilia. Rongga-rongga udara ini di hubungkan oleh serangkaian duktus

yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus disebut berdasarkan

letaknya, sebut saja sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan

maksilaris.

Gambar 2.1 Sinus Pranasal

10
Fungsi sinus pranasal yaitu:

3.1.1. Pengatur kondisi udara (Airconditioning)

Sinusitis berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan

dan mengatur kelembapan udara inspirasi.

3.1.2. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat

tulang muka . Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan

tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1%

dari berat kepala.

3.1.3. Membantu resonansi suara

Sinus ini berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara

3.1.4. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan jika ada perubahan tekanan yang besar dan

mendadak, misalnya pada waktu bersin dan buang ingus (Brunner

& Suddarth, 2006).

3.2. Tulang Turbinasi (Konka)

Tulang turbinasi, atau konka (nama yang di tunjukan oleh

penampilannya yang seperti siput), mengambil bentuk dan posisi

sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan permukaan membran

mukosa saluran hidung dan untuk sedikit menghambat arus udara yang

mengalir melaluinya (Brunner & Suddarth, 2006).

11
Gambar 2.2 Potongan Melintang Rongga Hidung

Arus udara yang memasuki lubang hidung di arahkan ke atas depan ke

langit-langit hidung dan mengikuti rute sirkuit sebelum udara mencapai

nasofaring. Dalam perjalanannya udara bersentuhan dengan permukaan

membran mukosa yang luas, lembab dan hangat yang menangkap partikel-

partikel debu dan organisme dalam udara yang di inhalasi. Udara ini

dilembabkan dan di hangatkan sesuai dengan suhu tubuh dan dihubungkan

dengan syaraf yang sensitif. Beberapa dari saraf ini mendeteksi bau, dan

lainnya mencetuskan bersin untuk mengeluarkan debu yang mengiritasi

(Brunner & Suddarth, 2006).

4. Patofisiologi

Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya oedem pada dinding

hidung dan sinus, sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada

ostium sinus dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus.

12
Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang

mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan

mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang di

produksi sinus menjadi lebih kental, merupakan media yang sangat baik

untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia

yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi reinfeksi atau

reinokulasi dari virus (Wijaya & Putri, 2013).

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di

dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk

berkembangannya bakteri anaerob, sehingga timbul infeksi oleh bakteri

anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid

atau pembentukan polip dan kista. Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh

fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase

sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen (Wijaya & Putri,

2013).

Beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya disfungsi silia adalah

udara dingin yang dapat menghalangi perkembangan epitel siliaris, sehingga

menyebabkan gangguan pergerakan silia dan akhirnya retensi cairan mukosa.

Udara kering dapat mengeringkan lapisan mukosa sinus, yang dapat

menyebabkan berkurangya sekret. Jika terdapat suatu masa di saluran

pernapasan dan sinus, seperti polip, benda asing, tumor dan pembengkakan

mukosa oleh karena rhinitis, dapat menghalangi ostium dan menyebabkan

13
tertahannya sekresi dan kemudian menimbulkan retensi mukus yang berujung

pada timbulnya infeksi (Wijaya & Putri, 2013).

Sinusitis kronik merupakan peradangan pada sinus pranasalis menetap

hingga 12 minggu. Proses peradangan yang menetap tersebut di pengaruhi

oleh beberapa hal berikut:

4.1. Infeksi persisten

4.2. Alergi dan gangguan sistem imun

4.3. Faktor instrinsik dan saluran napas atas (misalnya deformitas)

4.4. Kolonisasi dari fungsi yang merangsang inflamasi oleh eosinofil

4.5. Gangguan metabolik (Wijaya & Putri, 2013)

5. Gambaran klilnik

Menurut Brunner & Suddarth (2006) gejala sinusitis akut yaitu:

5.1 Nyeri

Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :

5.1.1 Sinusitis maksilaris: nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi, sakit

kepala.

5.1.2 Sinusitis frontalis: sakit kepala di dahi.

5.1.3 Sinusitis etmoidalis: nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit

kepala di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung, berkurangnya

indera penciuman dan hidung tersumbat.

14
5.1.4 Sinusitis sfenoidalis: nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan

dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang

atau kadang menyababkan sakit telinga dan leher.

5.2 Sakit kepala

Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan

paling penting pada sinusitis. Pada sinusitis kronik nyeri dan sakit kepala

mungkin tidak ada kecuali bila terjadi gangguan drainase dan ventilasi.

5.3 Nyeri pada telinga

Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi

pada penyakit di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan wajah

seperti sinus frontalis, sinus etmoro anterior dan sinus maksila.

5.4 Gangguan penghidu

Pasien mencium bau yang tidak tercium oleh hidung normal.

Keluhan yang sering adalah hilangnya penghidu (anosmia), terjadi karena

sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah kontra media.

5.5 Pembengkakan / edema

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat

terjadi pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat periostitis.

Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan.

5.6 Secret nasal

Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus,

Adanya pus dalam rongga menandakan adanya suatu peradangan sinus.

15
5.7 Tidak enak badan

5.8 Demam

5.9 Letih, lesu

Gejala Sinusitis kronik yaitu:

5.1 Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring

(post nasal drip). Sekret di nasofaring secara terus menerus akan

menyebabakan batuk kronik

5.2 Gejala faring, berupa rasa tidak nyaman ditenggorok

5.3 Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba

eustachius.

5.4 Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari.

Mungkin akibat penimbunan ingus di dalam rongga hidung dan sinus,

serta statis vena pada malam hari

5.5 Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis

5.6 Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang komplikasi di paru.

5.7 Gejala saluran cerna, dapat terjadi gastroenteritis akibat mukopus yang

tertelan

6. Komplikasi

Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat

jalan. Pengobatan rawat inap dirumah sakit merupakan hal yang jarang

kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak

diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat

16
rendah. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada

sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau

intrakranial. Komplikasi dari sinusitis ini di sebabkan oleh penyebaran

bakteri yang berasal dari sinus ke struktur disekitarnya. Penyebaran yang

tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami

kontaminasi. Komplikasi sinusitis lebih menurun secara nyata sejak di

temukannya antibiotik (Mansjoer, 2008).

Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain (Mansjoer, 2008):

6.1. Komplikasi lokal

6.1.1. Mukokel

Mukokel adalah suatu ksita yang mengandung mukus yang

timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus

maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus. Kista ini

dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau

fenestra nasalis. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan

diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf di

dekatnya.

6.1.2. Osteomilitis

Penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke

tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan

erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak oedem

17
yang terbatas pada dahi dibawah kulit dan penimbunan pus di

superiostium.

6.2. Komplikasi orbital

6.2.1. Inflamatori oedema

Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis di

dekatnya.

6.2.2. Abses orbital

Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi

orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan

kebutaan unilateral yang lebih serius

6.2.3. Abses subperiostel

Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyeebabkan proptosis dan kemosis

6.2.4. Trombosis sinus cavernosus

Merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke

dalam sinus kavernosu, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis

septik.

6.3. Komplikasi intrakranial

6.3.1. Meningitis

Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis

akut, infeksi dari sinus pranasalis dapat menyebar sepanjang

saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti

18
lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada pasien sinusitis:

7.1. Laboratorium:

7.1.1. Tes sedimentasi, leukosit dan C- reaktif protein dapat membantu

diagnosis sinusitis akut

7.1.2. Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis

akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise

dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon

dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan paien dengan

komplikasi yang disebabkan sinusitis

7.2. Rinoskopi anterior: mukosa merah, mukosa bengkak, mukopus di

meatus medius.

7.3. Rinoskopi posterior: mukopus nasofaring

7.4. Transiluminasi: kesuraman pada sisi sakit. Transiluminasi adalah

pemeriksaan termurah meskipun kebenarannya di ragukan, terutama

digunakan evaluasi penyembuhan dan untuk wanita hamil untuk

menghindari radiasi, bermakna jika hanya satu sisi sinus sakit sehingga

tampak lebih suram dari sisi normal. Penilaian dilakukan dengan

memberikan tanda + untuk sampai +++ untuk suram. Untuk sinus

19
maksila lampu dimasukan ke dalam mulut dan bibir di katubkan. Pada

sinus normal terdapat gambaran bulan sabit yang terang di bawah mata.

7.5. CT Scan : pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling

baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi anatominya yang

relevan, adanya kesuraman, penebalan mukosa.

7.6. Sinoscopy: merupakan satu-satunya cara yang memberikan informasi

akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di sinus

dan letak dan keadaan dari ostium sinus.

8. Penatalaksanaan Medik

Prinsip pengobatan ialah menghilangkan gejala, memberantas infeksi

dan menghilangkan penyebab. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara

konservatif dan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri dari:

8.1. Istrahat yang cukup dan udara disekitarnya harus bersih dengan

kelembaban yang ideal 45-55%

8.2. Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu

8.3. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri

8.4. Dekongestan untuk memperbaiki saluran yang tidak boleh diberikan

lebih dari 5 hari karena dapat terjadi rebound congestioni dan rinitis

medikamentosa. Selain itu pada pemberian dekongestan terlalu lama

dapat timbul rasa nyeri, rasa terbakar dan rasa kering karena atrofi

mukosa dan kerusakan silia.

8.5. Antihistamin jika ada faktor alergi

20
8.6. Kortikosteroid dalam jangka pendek jika ada riwayat alergi yang cukup

parah.

8.7. Pengobatan operatif dilakukan hanya jika ada gejala sakit yang kronis,

otitis media kronik, bronkitis kronik, atau ada komplikasi seperti abses

orbita atau komplikasi abses intrakranial. Prinsip operasi sinus ialah

untuk memperbaiki saluran-saluran sinus paranasalis yaitu dengan cara

membebaskan muara sinus dari sumbatan. Operasi dapat dilakukan

dengan alat sinuskopi (FESS= functional endoscopic sinus surgery).

Teknologi balloon angioplasty untuk jantung, menggunakan kateter

balon sinus yang kecil dan lentur (fleksibel) untuk membuka sumbatan

saluran sinus, memulihkan saluran pembuangan sinus yang normal dan

fungsi-fungsinya. Ketika balon mengembang, ia akan secara perlahan

mengubah struktur dan memperlebar dinding-dinding dari aluran

tersebut tanpa merusak jalur sinus (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1.1.Data biografi

Meliputi identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, dan identitas penanggung jawab (Wijaya &

Putri, 2013).

21
1.2.Riwayat kesehatan

1.2.1. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mengeluh susah bernapas, demam, lesu, hidung tersumbat,

sakit kepala, nafsu makan hilang.

1.2.2. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pasien pernah menderita alergi, terjadi kesukaran dalam

membau/bernapas, sinusitis, kerusakan silia, infeksi gigi rahang.

1.2.3. Riwayat kesehatan keluarga

Mungkin diantara keluarga pasien ada yang menderita sinusitis

(Wijaya & Putri, 2013).

1.3.Dasar-Dasar Pengkajian

1.3.1 Aktivitas/istrahat

Gejala: keletihan, kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan

aktifitas.

Tanda: keletihan, gelisah

1.3.2 Sirkulasi

Gejala: nadi perifer lemah

Tanda: perubahan pada tekanan darah

1.3.3 Integritas ego

Gejala: perubahan pola hidup, peningkatan faktor resiko

Tanda: ketakutan, cemas, depresi

1.3.4 Eliminasi

22
Gejala: (-)

Tanda: (-)

1.3.5 Makanan / cairan

Gejala: anoreksia, mual / muntah, ketidakmampuan untuk makan

karena stress, pernapasan, hidung tersumbat.

Tanda: penurunan BB

1.3.6 Persyarafan neurosensori

Gejala: adanya sakit kepala

Tanda: gelisah, ekspresi wajah tegang

1.3.7 Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala: sakit kepala

Tanda: tingkah laku tidak stabil

1.3.8 Pernapasan

Gejala: napas pendek, sulit bernapas, hidung tersumbat

Tanda: pernapasan dengan bibir, penggunaan otot bantu pernapasan

1.3.9 Pemeriksaan diagnostik

Laboratorium: ditemukan kuman / bakteri pneumococcus,

streptococcus, staphylococcus, haemophilus influenza.

Transiluminasi: sinus yang sakit akan menjadi suram / gelap

Radiologik: akan tampak perselubungan / penebalan mukosa

23
2. Penetapan Diagnosa keperawatan

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan yang

muncul untuk penderita sinusitis adalah:

2.1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi

berlebihan sekunder akibat proses inflamasi

2.2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi, pemajanan kuman

2.3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi jalan napas atas sekunder akibat

infeksi

2.4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit (kesulitan bernapas),

perubahan dalam status kesehatan (eksudat purulen)

2.5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

penyakit di derita dan pengobatannya.

24

Anda mungkin juga menyukai