Anda di halaman 1dari 59

45

BAB III
Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional di Rumah Sakit Jiwa
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya

A. Latar Belakang
Tujuan profesi keperawatan adalah memberikan pelayanan kepada klien dan juga
mempertahankan hidupnya profesi itu sendiri (Keyzer, 1992 dikutip dalam Draper 1996).
Agar dapat mencapai tujuan tersebut perawat perlu memiliki keterampilan intelektual,
teknikal, interpersonal, dan etik. Semua keterampilan ini harus tampak dalam pemberian
asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga.

Praktek keperawatan profesional dengan ciri praktek yang didasari dengan keterampilan
intelektual, teknikal, interpersonal dapat dilaksanakan dengan menerapkan suatu metode
asuhan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode asuhan untuk praktek
profesional tersebut adalah proses keperawatan, suatu rangkaian asuhan yang terdiri dari
pengkajian, menyusun diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi, dan
evaluasi.

Asuhan keperawatan perlu diupayakan untuk dilakukan sejak pasien berada di pelayanan
kesehatan (Rumah Sakit) hingga pasien kembali ke masyarakat. Untuk ini perlu ditata suatu
sistem yang dapat menjamin terlaksananya asuhan yang bermutu dan berkesinambungan,
baik selama pasien masih dirawat dalam lingkungan perawatan di Rumah Sakit (RS) maupun
setelah kembali ke masyarakat.

B. Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa


Manajemen asuhan keperawatan yang baik sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien secara sistematis dan terorganisir. Dalam mengelola suatu kasus,
perawat tidak hanya merencanakan penyelesaian masalah untuk saat ini tetapi juga
memikirkan/ merencanakan bagaimana kesinambungan dari perawatan yang telah
dilakukan, dan untuk ini diperlukan kerjasama yang baik dalam tim maupun dengan tim
kesehatan lain, sehingga apa yang telah dilakukan dapat dilanjutkan.

Beberapa prinsip perlu diperhatikan dan diterapkan saat melaksanakan asuhan keperawatan,
mulai dari saat melakukan pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, penyusunan
rencana tindakan keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Berikut dipaparkan tentang
prinsip-prinsip asuhan keperawatan profesional yaitu holistik, kontinum, komprehensif, dan
paripurna.

1. Holistik
Setiap melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien, aspek-aspek manusia seutuhnya
harus menjadi perhatian perawat, bukan hanya masalah psikososial semata. Aspek-aspek
tersebut meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual. Ketika merawat pasien perawat harus
melakukan pengkajian terhadap aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pasien.
Berdasarkan data yang terkaji, maka perawat juga harus merumuskan masalah

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


46

keperawatan yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan juga harus meliputi aspek biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. Karenanya asuhan keperawatan di rumah sakit jiwa bukan
hanya merawat aspek spikologis dan sosial spiritual semata, tetapi juga aspek biologis,
dan spiritual.

a. Aspek Biologis
Asuhan keperawatan jiwa profesional harus memperhatikan aspek fisik atau biologis
pasien di samping masalah psikososialnya. Penerapan prinsip ini dimulai saat
melakukan pengkajian, perumusan diagnosis, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi tindakan keperawatan dan evaluasinya. Selain melakukan pengkajian
data psikososial, perawat juga harus melakukan pengkajian terhadap kondisi fisik
pasien. Pengkajian fisik meliputi tanda vital, berat badan, tinggi badan, keluhan fisik
dan pemeriksaan fisik dari kepala ke kaki (head to toe). Data pengkajian fisik
dianalisis untuk merumuskan diagnosa keperawatan fisik. Perencanaan tindakan
keperawatan juga harus meliputi tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-
masalah biologis, disesuaikan dengan diagnosis yang ditemukan. Setelah tindakan
dilaksanakan maka evaluasi terhadap masalah fisik juga harus dilakukan dengan
membandingkan kondisi pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Berikut ini penerapan pendekatan biologis dalam asuhan keperawatan jiwa


profesional:
1) Pengkajian: pengkajian kondisi biologis meliputi faktor predisposisi biologis
(genetis, riwayat trauma fisik, riwayat sakit fisik), faktor presipitasi (pencetus dari
masalah fisik, misalnya infeksi, trauma fisik, dsb), serta kondisi saat ini:
a) Tanda vital:
 Tekanan Darah
 Suhu
 Pernafasan
 Nadi
b) Berat badan dan tinggi badan
c) Keluhan fisik
d) Pemeriksaan fisik.
2) Diagnosis keperawatan fisik yang sering ditemukan:
a) Kerusakan integritas kulit
b) Defisit perawatan diri
c) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
d) Gangguan pola eliminasi; diare
e) Gangguan pola nafas (akibat tuberkulosis, atau bronkitis)
f) Risiko dehidrasi
3) Tindakan keperawatan fisik disesuaikan dengan diagnosis yang ditemukan,
misalnya perawatan luka, membantu pasien dalam perawatan diri, memenuhi
kebutuhan nutrisi, mengatasi diare dan risiko dehidrasi yang mungkin terjadi,
serta mengatasi masalah pernafasan.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


47

4) Evaluasi dilakukan dengan melakukan pengkajian fisik, apakah tanda-tanda


masalah sudah teratasi. Misalnya apakah kerusakan inegritas kulit, dehidrasi, pola
nafas sudah teratasi. Evaluasi disesuaikan dengan diagnosis keperawatan yang
teridentifikasi.

b. Aspek Psikologis
1) Pengkajian aspek psikologis:
 Faktor predisposisi: masalah psikologis masa lalu
 Faktor pencetus: masalah psikologis yang mencetuskan gangguan jiwa
 Mekanisme koping
 Perilaku saat ini: konsep diri, status mental dan perilaku.
2) Diagnosis keperawatan terkait kondisi psikologis menjadi masalah utama pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa. Diagnosis keperawatan yang
paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa meliputi:
 Risiko perilaku kekerasan
 Gangguan persepsi sensori: halusinasi
 Isolasi sosial
 Harga diri rendah
 Defisit perawatan diri
3) Tindakan keperawatan terkait masalah psikologis sudah disusun dalam bentuk
standar tindakan.
4) Aspek psikologis dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami
pasien, seperti ketakutan, trauma, kecemasan akibat masalah yang dihadapinya
sehingga memerlukan pelayanan keperawatan agar dapat beradaptasi dengan
situasi tersebut. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
pasien dengan sendirinya akan membantu pasien mengatasi ketakutan, trauma
atau kecemasan yang dihadapi terkait masalahnya.
c. Aspek Sosial
Aspek sosial dikaitkan dengan masalah yang dialami pasien terkait bagaimana
hubungan sosialnya dengan orang lain dan penampilan dirinya yang sesuai agar
dapat diterima secara sosial. Dalam memberikan asuhan, perawat juga
memperhatikan aspek sosial pasien, yaitu dengan melatih pasien untuk berperilaku
yang dapat diterima secara sosial.
d. Aspek Budaya
Aspek budaya dikaitkan dengan bagaimana perawat melakukan perawatan terhadap
pasien dengan memperhatikan budaya pasien. Perawat perlu memahami budaya
pasien sebelum melakukan asuhan keperawatan sehingga pendekatan yang
dilakukan dapat lebih diterima oleh pasien.
e. Aspek Spiritual
Aspek spiritual dikaitkan dengan nilai dan keyakinan hidup yang dimiliki pasien,
pandangan terhadap penyakitnya. Saat memberikan asuhan keperawatan perawat
juga perlu memperhatikan nilai dan keyakinan yang dimiliki pasien.

2. Kontinum (Berkesinambungan)

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


48

Prinsip kontinum dalam pemberian asuhan keperawatan dimaksudkan bahwa asuhan


keperawatan diberikan secara terus menerus dari kondisi sehat hingga sakit dan
sebaliknya, baik di rumah maupun di rumah sakit. Pasien yang datang ke RS dan telah
terdaftar sebagai pasien di RS, akan tetap mendapatkan pelayanan keperawatan hingga
ia pulang ke masyarakat. Pelayanan keperawatan yang berlanjut ini direncanakan sejak
pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Instalasi Rawat Jalan (poli rawat
jalan). Kesinambungan pelayananan keperawatan ini dilakukan selama pasien berada di
lingkungan perawatan RS dan dilanjutkan ketika pasien pulang. Tentunya agar apa yang
akan diberikan dapat berkesinambungan, maka perlu ada catatan yang dapat
menginformasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan rencana tindak
lanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya buku (jadual) kegiatan harian pasien
(lampiran 13) yang akan menjadi acuan perawat dalam melakukan tindakan selanjutnya.

Pelayanan keperawatan di RS Jiwa (RSJ) dilakukan di beberapa area pelayanan rumah


sakit, seperti di IGD, Rawat Jalan, Rawat Inap, Rehabiltasi dan Keswamas. Pemberian
asuhan keperawatan secara kontinum di RS dapat dilakukan melalui adanya
pendokumentasian asuhan yang jelas dan lengkap setiap selesai melakukan asuhan,
sehingga ketika pasien pindah ruang rawat, perawat di ruangan penerima pasien dapat
melanjutkan apa yang telah dilakukan di ruangan sebelumnya.

Selain itu dengan adanya buku (jadual) kegiatan harian pasien yang berisikan kegiatan
yang harus dilatih pasien untuk mengatasi masalahnya, maka kesinambungan asuhan
keperawatan dapat dilakukan. Perawat ruangan penerima pasien dapat mengevaluasi
perkembangan pasien dan merencanakan tindak lanjut terhadap pasien berdasarkan
buku kegiatan harian tersebut. Perawat ruangan juga perlu selalu mengoperkan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan rencana tindak lanjut terhadap pasien secara lisan
jika pasien pindah ruang rawat atau pulang. Hal ini dimulai ketika pasien masuk melalui
IGD maupun Instalasi Rawat Jalan. Jika pasien akhirnya dirawat, maka operan asuhan
keperawatan dilakukan terhadap perawat penerima pasien di ruangan rawat inap.

Begitu pula ketika pasien mengikuti kegiatan di Instalasi Rehabilitasi. Perawat ruang
rehabilitasi dapat mengetahui kondisi pasien berdasarkan adanya catatan asuhan
keperawatan dan berdasarkan catatan pada buku kegiatan harian pasien.

Ketika pasien diijinkan pulang, perawat ruangan perlu menginformasikan data pasien
kepada Instalasi Keswamas yang akan memantau pelayanan lanjutan bagi pasien
tersebut, baik untuk kontrol selanjutnya maupun untuk perawatan lanjutan di
masyarakat. Selanjutnya asuhan keperawatan terhadap pasien di masyarakat akan di
dilakukan oleh perawat kesehatan jiwa Puskesmas (yang telah dilatih) hingga pasien
mandiri.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


49

Bagan 3.1. Pelayanan Keperawatan yang Berkesinambungan di Rumah Sakit


yang mempunyai Instalasi Rehabilitasi dan Keswamas

Bagi RS yang tidak mempunyai Instalasi Keswamas, agar kesinambungan asuhan


keperawatan dapat tetap berjalan, dapat diatur oleh RS, unit atau bagian mana dari RS
yang akan mendata pasien pulang dan memantau kepatuhan berobat maupun
perawatan lanjutan di masyarakat. Bagian ini misalnya Instalasi Rawat Jalan yang
nantinya dapat lebih mudah memantau pasien-pasien yang harus kontrol ulang, pasien
yang rutin kontrol, maupun yang tidak datang sesuai jadual (putus obat).

Bagan 3.2. Pelayanan Keperawatan yang Berkesinambungan di Rumah Sakit


yang tidak mempunyai Instalasi Rehabilitasi dan Keswamas

Perawatan yang berkesinambungan juga dilakukan terhadap pasien yang berkunjung ke


IGD maupun Instalasi Rawat Jalan (poli rawat jalan). Setelah mendapatkan asuhan
keperawatan, maka pasien mendapatkan buku (jadual) kegiatan harian yang berisikan
kegiatan yang harus dilatih pasien di rumah untuk mengatasi masalahnya. Perawat
Puskesmas di wilayah tinggal pasien akan melanjutkan asuhan keperawatan dari RS.
Nantinya pasien diharapkan dapat mandiri mengatasi masalahnya dan lebih lanjut

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


50

diharapkan dapat bekerja/ menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


Selanjutnya jika pasien dalam kondisi tidak dapat dirawat di rumah (misal: pasien tidak
mau minum obat, perilaku tidak terkontrol), maka perawat Puskesmas dapat merujuk
kembali pasien ke RS. Perawat RS akan melanjutkan asuhan keperawatan berdasarkan
adanya catatan kegiatan harian pasien selama ini di rumah. Demikian lingkaran ini terjadi
terus menerus sehingga pelayanan keperawatan yang diperoleh pasien tidak pernah
terputus.

3. Komprehensif
Setiap melakukan asuhan keperawatan, prinsip pencegahan berikut juga perlu
diperhatikan.

a. Pencegahan primer dilakukan terhadap pasien yang masih mempunyai kondisi baik
yang dapat dijaga/ dipertahankan agar tidak terjadi kemunduran. Misal: jika sebelum
dirawat pasien mempunyai kemampuan untuk mandi sendiri di kamar mandi, maka
perawat perlu mempertahankan kemampuan ini saat pasien dirawat; jangan sampai
selama dirawat pasien mandi di luar kamar mandi atau mandi beramai-ramai dengan
pasien lain.
b. Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang kondisinya mundur dan
perlu diperbaiki agar tidak berlanjut semakin parah. Misal: pasien yang tidak mampu
merawat diri karena tidak mempunyai minat untuk merawat diri, akan dilatih oleh
perawat hingga pasien tersebut mandiri kembali untuk merawat diri atau hanya
memerlukan bantuan minimal untuk merawat dirinya.
c. Pencegahan tersier dilakukan terhadap pasien yang telah mendapatkan asuhan
keperawatan dan telah memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
Tujuannya adalah mempertahankan kemampuan yang telah dilatih agar tidak
kembali mundur.

4. Paripurna
Prinsip paripurna adalah memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan
sistem klien (pasien). Asuhan keperawatan dilakukan terhadap pasien sebagai individu,
pasien sebagai kelompok, keluarga sebagai individu dan keluarga sebagai kelompok, dan
terhadap masyarakat. Asuhan keperawatan diberikan terhadap pasien agar ia mampu
mengatasi masalahnya, terhadap keluarga agar keluarga sebagai bagian dari sistem
pendukung pasien mampu merawat pasien di rumah, terhadap kelompok agar kelompok
dapat menjadi pendukung pasien dalam mengatasi masalahnya dan pasien merasa
bahwa tidak hanya ia sendiri yang mempunyai masalah, serta terhadap masyarakat agar
masyarakat dapat menerima keberadaan pasien dan turut membantu pasien mengatasi
masalahnya.

C. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


51

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan penyelesaian masalah yang sistematis dalam
pemberian asuhan keperawatan. Kebutuhan dan masalah klien merupakan titik sentral
dalam proses penyelesaian masalah ini. Proses keperawatan terdiri dari lima fase, yaitu
pengkajian, diagnosis, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi.

Pengkajian
Dalam keperawatan, pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara
sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga
dan komunitas (Craven & Hirnle, 2000). Oleh karena itu dibutuhkan suatu format pengkajian
yang dapat menjadi alat bantu perawat dalam pengumpulan data.

Format pengkajian meliputi aspek-aspek identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi,
fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah
psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Format pengkajian ini dibuat
agar semua data relevan tentang masalah pasien saat ini, yang lampau, atau yang potensial
didapatkan sehingga diperoleh suatu data dasar yang lengkap.

Pengkajian yang dilakukan juga perlu mencakup aspek-aspek yang terdapat pada prinsip
holistik, kontinum, komprehensif dan paripurna. Pengkajian terhadap bagaimana
kesinambungan perawatan selama ini, khususnya saat di masyarakat perlu dilakukan sebagai
dasar perencanaan tindakan keperawatan selanjutnya agar tetap berkesinambungan.

Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan umum dan khusus serta
rencana tindakan yang telah distandarisasi.

Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan hasil analisis data pengkajian. Berdasarkan


masalah yang paling banyak ditemui di RSJ, maka diagnosis keperawatan yang ditetapkan
adalah sebagai berikut:
1. Isolasi sosial
2. Defisit perawatan diri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
4. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
5. Perubahan proses pikir: waham
6. Risiko Perilaku kekerasan
7. Risiko bunuh diri

Seorang pasien gangguan jiwa tidak hanya memiliki satu diagnosis keperawatan tetapi
beberapa diagnosis keperawatan dan yang kerapkali menyertai diagnosis pasien adalah
isolasi sosial dan defisit perawatan diri. Sehingga saat menangani pasien, kedua diagnosis
keperawatan ini juga menjadi bagian yang diintervensi ditambah dengan diagnosis utama
dan diagnosis lainnya). Diagnosis keperawatan isolasi sosial dan defisit perawatan diri akan
selalu dirumuskan untuk setiap pasien. Diagnosis keperawatan ditetapkan oleh S 1 Ners atau
oleh perawat spesialis, sementara bagi RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


52

belum mempunyai perawat S1 Ners atau perawat spesialis diagnosis keperawatan dapat
ditetapkan oleh perawat D3.

Rencana tindakan keperawatan dirancang untuk pasien dan keluarga, direncanakan untuk
tindakan keperawatan generalis (individu dan kelompok) dan tindakan keperawatan spesialis
(individu dan kelompok). Bagi RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang belum
mempunyai perawat spesialis, maka rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan adalah
rencana tindakan keperawatan generalis untuk pasien dan keluarga, baik secara individu
maupun kelompok.

Implementasi dan Evaluasi


Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan
langsung terhadap pasien, keluarga, dan masyarakat (komunitas) berdasarkan rencana
keperawatan yang dibuat. Untuk implementasi telah disusun panduan tindakan keperawatan
per diagnosis keperawatan dengan menetapkan paket tindakan keperawatan pada tiap
pertemuan dengan pasien maupun keluarga. Tindakan keperawatan dirancang dalam bentuk
strategi pelaksanaan tindakan setiap kali bertemu pasien atau keluarga. Dengan adanya
strategi pelaksanaan yang jelas untuk tiap diagnosis keperawatan pasien, maka perawat
dapat memprediksi berapa kali pertemuan perlu dilakukan hingga selesai, dan kapan
kemampuan pasien yang telah dilatih mulai bisa dibudayakan. Pasien yang gejalanya telah
teratasi dan telah memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya akan dipulangkan dan
dirawat oleh perawat Puskesmas wilayah tinggal pasien.

Hasil akhir dari tindakan keperawatan yang dilakukan adalah gejala pasien teratasi dan
pasien memiliki kemampuan untuk mengatasi masalahnya, begitu pula dengan keluarga
diharapkan memiliki kemampuan mengatasi masalah dalam merawat anggota keluarganya
yang sakit. Pasien yang telah dilatih untuk mengatasi masalahnya, diharapkan melatih
kemampuan yang telah diajarkan secara terjadual setiap harinya. Untuk itu setiap pasien
memperoleh buku jadual kegiatan yang akan diisi dengan kegiatan yang perlu dilatih pasien.
Melalui latihan yang terjadual dan rutin dilakukan diharapkan pasien menjadi terampil dalam
melakukan tindakan untuk mengatasi masalahnya dan kemampuan ini akan menjadi budaya
bagi pasien dalam mengatasi masalahnya.

Evaluasi dilakukan setiap perawat selesai melakukan tindakan keperawatan. Evaluasi


dilakukan terhadap kemampuan pasien mengatasi masalahnya dan kemampuan keluarga
mengatasi masalah dalam merawat anggotanya yang mengalami gangguan jiwa. Evaluasi
menilai respon pasien terhadap tindakan keperawatan (subyektif dan obyektif) disertai
analisis dan rencana selanjutnya (SOAP).

Pendokumentasian

Pendokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang
meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi
tindakan keperawatan, dan evaluasi. Berikut contoh format pendokumentasian hasil

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


53

tindakan keperawatan. Format pendokumentasian hasil tindakan keperawatan dapat dilihat


pada lampiran 14.

Formulir Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi

Tindakan Keperawatan Evaluasi


Tanggal.................. Jam................ S:

Kondisi pasien: O:
Diagnosis Keperawatan:
A:
Tindakan Keperawatan:
P:
Rencana Tindak Lanjut:
Perawat

1. Kolom Tindakan Keperawatan berisikan:


a. Tanggal dan jam: tuliskan tanggal melaksanakan asuhan dan jam melakukan
pendokumentasian
b. Kondisi pasien:
1) Pasien baru: tanyakan pada keluarga apa yang terjadi di rumah, validasi ke pasien,
observasi perawat.
2) Pasien yang telah dirawat: tuliskan kondisi akhir pasien setelah mendapatkan
asuhan.
c. Diagnosis keperawatan:
Tuliskan waktu (jam) pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosis keperawatan
yang dikerjakan dan diagnosis keperawatan yang dikerjakan.
d. Tindakan keperawatan:
Tuliskan tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Jika terhadap pasien baru dan
telah mendapatkan obat, maka langsung lakukan strategi pelaksanaan patuh obat.
e. Rencana tindak lanjut (perawat):
1) Evaluasi kemampuan yang telah dilatih
2) Lanjutkan latih kemampuan lain untuk mengatasi masalah pasien

2. Kolom Evaluasi dituliskan hasil evaluasi setelah tindakan keperawatan dilakukan:


a. Subjektif : respon subjektif pasien/ keluarga terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan
b. Objektif : respon objektif pasien/ keluarga terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan
c. Analisis : analisis respon pasien dengan mengaitkan pada diagnosis
keperawatan, data dan tujuan. Jika ditemukan masalah baru maka
dituliskan apakah akan dirumuskan diagnosis keperawatan baru
d. Plannin : latihan bagi pasien terhadap kemampuan yang telah diajarkan untuk
g mengatasi masalah (juga tercantum di buku kegiatan harian pasien).
Bagian paling bawah pada kolom Evaluasi ditandatangani dan ditulis nama jelas perawat
yang melakukan tindakan dan evaluasi.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


54

Berikut contoh pendokumentasian hasil implementasi tindakan keperawatan pada pertemuan


pertama (pasien baru masuk RS), pertemuan kedua, saat pasien dipindahkan ke ruang rawat lain,
dan saat pasien pulang.

1. Pertemuan Pertama (pasien baru masuk rumah sakit)


Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
Tn. S (40 tahun) Ruangan: Cendrawasih
No. RM: 00-10-11
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Jum’at, 18 Maret 2011 Pukul 13.00 S: Pasien merasa senang karena telah mandi serta
Pasien masuk dari rawat jalan pk. 08.30. Bicara berlatih menghardik dan minum obat
sendiri, mendengar suara-suara, kontak mata
(+), pakaian kotor, badan dan kuku kotor. O: Pasien dapat berlatih menghardik dan mandi
Diagnosis Keperawatan: A: Halusinasi masih ada, telah dilatih menghardik,
1. 09.00 Defisit perawatan diri minum obat, dan mandi.
2. 11.15 GSP: halusinasi pendengaran
Tindakan: P:
 Melatih merawat diri: mandi  Latihan menghardik 2 kali sehari
 Melatih menghardik suara dan minum obat  Mandi 2 kali sehari
 Minum obat sesuai jadual (aturan)
RTL:
 Evaluasi menghardik, minum obat Perawat
dan mandi
 Lanjutkan latihan berbincang-bincang dan
ner
makan dengan cara baik
s
(Nama perawat)

2. Pertemuan Kedua
Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
Tn. S (40 tahun) Ruangan: Cendrawasih
No. RM: 00-10-11

Tindakan Keperawatan Evaluasi


Jum’at, 18 Maret 2011 Pukul 19.00 S: Pasien merasa senang belajar berbincang-bincang
Bicara sendiri, kontak mata (+), mendengar suara- dan cara makan yang baik
suara. Telah berlatih menghardik sesuai jadual
(dengan bantuan), mandi sore dimotivasi, minum O: Pasien dapat berlatih berbincang-bincang dan cara

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


55

obat dengan bantuan perawat makan yang baik


Diagnosis Keperawatan:
1. 16.00 GSP: halusinasi pendengaran A: Halusinasi masih ada, telah dilatih berbincang-
2. 16.45 Defisit perawatan diri bincang dan cara makan yang baik

Tindakan: P:
 Mengevaluasi latihan menghardik suara,  Latihan menghardik dan berbincang-bincang 2 kali
mandi dan minum obat sehari
 Melatih cara makan yang baik  Minum obat sesuai jadual (aturan) dan minta obat
 Melatih berbincang-bincang dengan orang langsung pada perawat
lain  Mandi 2 kali
RTL:  Makan dengan cara baik
 Evaluasi menghardik, mandi, minum obat,
cara makan yang baik, berbincang-bincang Perawat
dengan orang lain.
 Lanjutkan latihan melakukan aktivitas secara ner
terjadual dan latihan berdandan.
s
(Nama perawat)

3. Pasien Pindah Ruangan


Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
Tn. S (40 tahun) Ruangan: Cendrawasih
No. RM: 00-10-11

Tindakan Keperawatan Evaluasi


Selasa, 22 Maret 2011 Pukul 13.00 S: Pasien merasa senang berlatih berkenalan dengan
Bicara sendiri (-), frekuensi mendengar suara- orang lain
suara berkurang (hanya pada malam hari), O: Pasien dapat mempraktekkan cara berkenalan
interaksi dengan orang lain terbatas.
A:
Diagnosis Keperawatan: Pasien telah berlatih 4 cara mengontrol halusinasi
09.00 Isolasi sosial, GSP: halusinasi pendengaran, sesuai jadual (dengan bantuan), menerapkan
Defisit perawatan diri menghardik saat halusinasi muncul, melakukan
Tindakan: 4 kemampuan perawatan diri sesuai jadual (mandi
 Mengevaluasi latihan dan penerapan masih perlu diingatkan), pasien telah dilatih
4 kemampuan mengontrol halusinasi, berkenalan dengan 3 orang.
4 kemampuan perawatan diri, dan latihan P:
berkenalan dengan orang lain.  Pasien pindah ruang rawat (ruang Merpati)
 Melatih pasien berkenalan dengan > 2 orang.  Latihan 4 kemampuan mengontrol halusinasi
RTL:  Latihan 4 kemampuan perawatan diri
 Evaluasi kembali latihan dan penerapan  Latihan berkenalan dengan orang lain
mengontrol halusinasi, perawatan diri, dan
Perawat
latihan berkenalan dengan orang lain.
 Tingkatkan interaksi dengan kelompok.
 Libatkan pasien dalam TAKS sesi 1.
ners
(Nama perawat)
 Latih keluarga merawat Isolasi sosial.

4. Pasien Pulang
Implementasi Tindakan Keperawatan dan Evaluasi

Tn. S (40 tahun) Ruangan: Merpati

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


56

No. RM: 00-10-11

Tindakan Keperawatan Evaluasi


Jum’at, 25 Maret 2011 Pukul 11.00 S: Pasien merasa senang bisa pulang
Halusinasi (-), penampilan diri bersih, mulai mau O:Pasien dapat menyebutkan kembali 4 cara
bergabung dalam kelompok. Keluarga telah mengontrol halusinasi, 4 cara merawat diri, dan
mengetahui cara merawat pasien. cara berkenalan
Diagnosis Keperawatan: A: Halusinasi (-), kebersihan diri (+), interaksi dengan
09.30 Isolasi sosial, GSP: halusinasi pendengaran, orang lain (+)
Defisit perawatan diri
P:
Tindakan:
 Latihan dilanjutkan di rumah sesuai jadual yang
 Mengevaluasi jadual kegiatan harian telah dibuat dan menerapkan kemampuan yang
 Mengevaluasi kembali kemampuan mengontrol telah dilatih saat masalah muncul
halusinasi, merawat diri dan berinteraksi.  Minum obat sesuai anjuran
 Memotivasi pasien untuk melanjutkan latihan di  Kontrol ulang ke RS hari Senin, 4 April 2011
rumah sesuai jadual dan menerapkan
kemampuan yang telah dimiliki. Perawat
RTL:
 Informasikan data pasien ke instalasi keswamas ner
s
(Nama perawat)
Berikut akan dipaparkan tentang diagnosis keperawatan dan rencana tindakan
keperawatan untuk tujuh dignosis keperawatan. Rencana tindakan akan ditampilkan
dalam bentuk pedoman implementasi tindakan keperawatan berupa srategi pelaksanaan
dalam melakukan pertemuan dengan pasien maupun keluarga dengan menggunakan
pendekatan secara individual. Pedoman untuk tindakan kelompok dan spesialis tidak
dijelaskan dalam pedoman ini.

1.Asuhan Keperawatan Pasien dengan Isolasi Sosial


Respons perilaku individu terhadap stresor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-
masing. Salah satu respons perilaku yang muncul adalah isolasi sosial yang merupakan
salah satu gejala negatif pasien dengan psikotik. Isolasi sosial merupakan keadaan di
mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

a. Pengkajian :
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui wawancara, adalah:
 Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
 Pasien merasa tidak nyaman berada bersama orang lain.
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
 Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
 Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:


 Tidak memiliki teman dekat.
 Menarik diri.
 Tidak komunikatif.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


57

 Asyik dengan pikirannya sendiri.


 Tidak ada kontak mata.
 Tampak sedih, afek tumpul.

Pedoman pengkajian pasien dengan isolasi sosial:

Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti bagi pasien:


b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat:
c. Hambatan berhubungan dengan orang lain:
Masalah keperawatan: --------------------------------------------------------------

b. Diagnosis Keperawatan

Isolasi Sosial

c. Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien Standar Asuhan Terapi Aktivitas Latihan Terapi suportif
Keperawatan (SAK) Kelompok : Keterampilan
Isolasi Sosial Sosialisasi Sosial

Keluarga Pendidikan Pendidikan Psikoedukasi Kelompok


kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat isolasi kelompok
sosial keluarga

Tujuan
Pasien:
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Menyadari penyebab isolasi sosial.
3) Berinteraksi dengan orang lain.

Keluarga:
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial.

d. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan
(SP) sebagai berikut:

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


58

Tindakan Keperawatan pada Pasien


SP mengenal penyebab isolasi sosial dan latihan cara berkenalan:
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
3) Bantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Bantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
5) Bantu pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
6) Latih pasien cara berkenalan.
7) Bantu pasien memasukkan latihan cara berkenalan ke dalam jadual kegiatan
harian pasien.
SP berkenalan dengan orang pertama (perawat):
1) Evaluasi latihan cara berkenalan, apakah telah dilatih oleh pasien sesuai jadual
yang telah disepakati pada pertemuan lalu.
2) Latih pasien berkenalan dengan satu orang (dimulai dengan perawat lain).
3) Bantu pasien memasukkan ke dalam jadual kegiatan untuk berkenalan dan
bercakap-cakap dengan perawat lain.

SP berkenalan dengan orang kedua - seorang pasien


1) Evaluasi latihan cara berkenalan dan bercakap-cakap dengan perawat lain.
2) Bantu pasien berinteraksi dengan orang kedua (seorang pasien lain).
3) Bantu pasien memasukkan ke dalam jadual kegiatan untuk berkenalan dan
bercakap-cakap dengan pasien lain.
4) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
5) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga


Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah
meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan tentang:
a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya terhadap pasien.
b) Penyebab isolasi sosial.
c) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


59

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning).
2) Jelaskan follow up pasien setelah pulang.

2.Asuhan Keperawatan Pasien dengan Defisit Perawatan Diri


Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri yang
merupakan gejala negatif dari gangguan jiwa (Skizofrenia). Kondisi pasien yang demikian
menyebabkan pasien dikucilkan, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

a. Pengkajian
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat diperoleh melalui observasi terhadap
pasien, yaitu:
 Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
 Ketidakmampuan berhias/ berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan tidak mencuci tangan
sebelum makan, tidak mampu mengambil makanan sendiri, makan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan [Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil (BAK)] secara mandiri,
ditandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK.

Pedoman pengkajian pasien dengan masalah kurang perawatan diri:

Status Mental
1. Penampilan
 Tidak rapi
 Penggunaan pakaian tidak sesuai
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan …………………………………………………………………………………….
Masalah Keperawatan: …………………………………………………………….

Kebutuhan Sehari-hari
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


60

2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantuan total

3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total

4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan ……………………………………………………………………………….
Masalah Keperawatan: …………………………………………………………….

b. Diagnosis Keperawatan

Defisit Perawatan Diri:


Kebersihan diri
Makan
Berdandan
Buang Air Besar/ Buang Air Kecil

c. Rencana Tindakan Keperawatan


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Defisit TAK stimulasi Token Economy Terapi suportif
perawatan diri persepsi:Perawatan
Diri
Keluarga Pendidikan Pendidikan Psikoedukasi Kelompok
kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat defisit kelompok keluarga
perawatan diri

Tujuan
Pasien:
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Melakukan berhias/ berdandan secara baik.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


61

3) Melakukan makan dengan cara baik.


4) Melakukan BAB/BAK secara mandiri.

Keluarga:
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien defisit perawatan
diri.

d. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan
(SP) sebagai berikut:

Tindakan Keperawatan pada Pasien


SP perawatan diri:

1) Identifikasi kebiasaan pasien merawat diri, cara makan, kebiasaan berdandan dan
BAB/ BAK.
2) Diskusikan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
3) Diskusikan akibat tidak menjaga kebersihan diri.
4) Diskusikan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
5) Diskusikan cara-cara melakukan kebersihan diri.
6) Latih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
7) Bantu pasien menyusun jadual perawatan diri.

SP makan:
1) Evaluasi jadual kegiatan melakukan perawatan diri.
2) Diskusikan cara mempersiapkan makan.
3) Diskusikan cara makan yang tertib.
4) Diskusikan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
5) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
6) Bantu pasien membuat jadual makan dengan cara yang baik.

SP berdandan/ berhias:
1) Evaluasi jadual kegiatan melakukan perawatan diri dan latihan cara makan yang
baik.
2) Latih pasien berdandan:
a) Bagi pasien laki-laki, latihan meliputi: berpakaian, menyisir rambut, dan
bercukur.
b) Bagi pasien wanita, latihan meliputi: berpakaian, menyisir rambut dan berhias.
3) Bantu pasien membuat jadual berdandan.

SP BAB/BAK:
1) Evaluasi jadual kegiatan melakukan perawatan diri, latihan cara makan yang baik,
dan latihan berdandan/ berhias.
2) Diskusikan tempat BAB/BAK yang sesuai.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


62

3) Diskusikan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.


4) Diskusikan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
5) Bantu pasien membuat jadual BAB/BAK secara mandiri.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga


Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien defisit perawatan diri di
rumah meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan tentang:
a)Masalah defisit perawatan diri (pengertian, tanda dan gejala) dan dampaknya
terhadap pasien.
b)Jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c)Pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
d)Cara-cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan
diri.
SP melatih merawat langsung:
1)Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan
diri.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning).
2) Jelaskan follow up pasien setelah pulang.

3. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
Harga diri rendah pada pasien gangguan jiwa sering merupakan penyebab terjadinya
masalah-masalah lainnya, seperti isolasi sosial, perilaku kekerasan, dan lain-lain. Harga
diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.

a. Pengkajian
Tanda dan gejala harga diri rendah:
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimis.
 Penurunan produktifitas.
 Penolakan terhadap kemampuan diri.
Selain data di atas, seseorang dengan harga diri rendah biasanya terlihat kurang
memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, tidak berani menatap lawan
bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


63

Pedoman pengkajian pasien dengan harga diri rendah:


a.
Keluhan utama: …………………………………….
b.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan: …………………………………….
c.
Konsep diri
 Gambaran diri: ……………………………………….
 Ideal diri: ………………………………………………..
 Harga diri: ……………………………………………….
 Identitas: ……………………………………………….
 Peran: …………………………………………………….
Masalah keperawatan: ......................................................
d. Alam perasaan
[ ] Sedih [ ] Putus asa [ ] Ketakutan [ ] Gembira berlebihan
Jelaskan: …………………………………………………………….
Masalah keperawatan: ……………………………………….
d. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif [ ] Mudah tersinggung
[ ] Kontak mata kurang [ ] Defensif [ ] Curiga
Jelaskan: …………………………………………………………….
Masalah keperawatan: ……………………………………….
f. Penampilan:
Jelaskan: ………………………………………………………..
b. Diagnosis Keperawatan
Masalah keperawatan: …………………………………..

Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah

c. Rencana Tindakan Keperawatan


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Harga diri TAK stimulasi  Terapi kognitif  Terapi suportif
rendah persepsi: harga dan perilaku  Terapi Logo
diri rendah  Terapi kognitif
 Latihan
keterampilan
sosial
Keluarga Pendidikan Pendidikan  Psikoedukasi Kelompok
kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat anggota kelompok  Triangle therapy
keluarga dengan keluarga
harga diri rendah

Tujuan
Pasien:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3) Menetapkan/ memilih kegiatan sesuai kemampuan.
4) Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.

Keluarga:
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien harga diri rendah.

d. Implementasi

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


64

Implementasi tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan


(SP) sebagai berikut:

Tindakan Keperawatan pada Pasien


SP melatih kemampuan pertama:
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Idenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
3) Bantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan.
4) Bantu pasien memilih/ menetapkan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien.
5) Latih pasien sesuai kemampuan yang dipilih.
6) Anjurkan pasien memasukkan kemampuan yang telah dilatih ke dalam jadual
kegiatan harian.

SP melatih kemampuan kedua:


1) Evaluasi jadual kegiatan harian pasien
2) Latih kemampuan kedua
3) Anjurkan pasien memasukkan dalam jadual kegiatan harian
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain hingga semua kemampuan
yang dipilih pasien dilatih.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga


Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien harga diri rendah di rumah
meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan tentang:
a)Harga diri rendah (pengertian, tanda dan gejala) dan dampaknya terhadap
pasien.
b)Kemampuan yang dimiliki pasien.
c)Cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah.

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga merawat langsung pasien harga diri rendah.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah.
2) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning).
3) Jelaskan follow up pasien setelah pulang.

4. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


65

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada.

a. Pengkajian
Pada proses pengkajian halusinasi, hal-hal yang dikaji adalah jenis, isi, waktu dan
frekuensi halusinasi, situasi yang menimbulkan halusinasi dan respon pasien saat
terjadi halusinasi.

Jenis halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Dengar Marah-marah tanpa sebab kegaduhan, suara yang mengajak
Menyedengkan telinga ke arah bercakap-cakap, suara menyuruh
tertentu melakukan sesuatu yang berbahaya.
Menutup telinga
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon, melihat
Ketakutan pada sesuatu yang hantu atau monster
tidak jelas.
Halusinasi Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti bau
Penghidu membaui bau-bauan tertentu. darah, urin, feses, kadang-kadang
Menutup hidung. bau itu menyenangkan.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urin
Pengecapan Muntah atau feses
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Mengatakan ada serangga di
Perabaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik

Pedoman pengkajian pasien dengan Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi:

Persepsi :
Halusinasi
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penghidu

Jelaskan:
 Isi halusinasi: …………………………………………………………………….
 Waktu terjadinya: ……………………………………………………………..
 Frekuensi halusinasi: …………………………………………………………
 Situasi: ……………………………………………………………………………….
 Respons pasien: ………………………………………………………………..

Masalah keperawatan: …………………………………………………………….

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


66

b. Diagnosis Keperawatan

Gangguan sensori persepsi: halusinasi …………..

c. Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Halusinasi TAK stimulasi  Terapi kognitif Terapi suportif
persepsi: dan perilaku
halusinasi  Terapi Kognitif
 Latihan
keterampilan
sosial
Keluarga Pendidikan Pendidikan  Psikoedukasi Kelompok
kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat kelompok  Triangle therapy
anggota keluarga keluarga
dengan
Halusinasi

Tujuan
Pasien:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Mengenal halusinasi yang dialaminya.
2) Mengontrol halusinasinya.
3) Mengikuti program pengobatan secara optimal.

Keluarga:
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien halusinasi.

d. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP)
sebagai berikut:

Tindakan Keperawatan pada Pasien


SP menghardik:

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


67

1) Bina hubungan saling percaya


2) Identifikasi jenis halusinasi.
3) Identifikasi isi, waktu, dan frekuensi halusinasi.
4) Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
5) Identifikasi respons pasien terhadap halusinasi.
6) Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
7) Masukkan latihan cara menghardik halusinasi ke dalam jadual kegiatan harian.

SP patuh obat:
1) Evaluasi latihan menghardik.
2) Diskusikan tentang obat pasien: jenis, dosis, frekuensi minum obat.
3) Diskusikan tentang manfaat obat.
4) Diskusikan akibat bila putus obat.
5) Diskusikan cara mendapatkan obat/ berobat.
6) Diskusikan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
7) Masukkan jadual minum obat ke dalam jadual kegiatan harian pasien.

SP bercakap-cakap dengan orang lain:


1) Evaluasi latihan menghardik dan jadual minum obat.
2) Latih cara bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi mulai muncul.
3) Masukkan jadual latihan bercakap-cakap dengan orang lain ke dalam jadual kegiatan
harian pasien.

SP melakukan kegiatan secara terjadual:


1)Evaluasi latihan menghardik, jadual minum obat, dan latihan bercakap-cakap dengan
orang lain.
2)Diskusikan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
3)Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
4)Latih pasien melakukan aktivitas.
5)Masukkan jadual aktivitas sehari-hari (sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih)
ke dalam jadual kegiatan harian pasien.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga


Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien halusinasi di rumah meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan tentang:
a) Halusinasi (pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, akibat
jika tidak diatasi) dan dampaknya terhadap pasien.
b) Cara-cara merawat pasien halusinasi.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi.

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga merawat langsung pasien dengan halusinasi.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


68

2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning).
2) Diskusikan follow up pasien setelah pulang.

5.Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan proses pikir: waham


Salah satu gejala positif pada pasien Skizofrenia adalah waham. Waham merupakan suatu
keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/ terus menerus namun tidak sesuai
dengan kenyataan.

a. Pengkajian
Tanda dan Gejala waham berdasarkan jenis waham adalah sebagai berikut:
1) Waham Kebesaran
Pasien meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.

Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho...” atau “Saya punya
tambang emas”.

2) Waham Curiga
Pasien meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/ mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh: “Saya tahu... seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.

3) Waham Agama
Pasien memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari”.

4) Waham Somatik
Pasien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/ terserang
penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.

5) Waham Nihilistik
Pasien meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


69

Contoh: “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.

Agar hubungan saling percaya dapat tetap dipertahankan, maka perawat jangan
mendukung atau membantah waham pasien. Segera alihkan kembali percakapan ke
topik awal jika pasien membicarakan wahamnya, dan yakinkan pasien bahwa ia
berada dalam keadaan aman. Perawat juga perlu melakukan observasi pengaruh
waham terhadap aktivitas pasien sehari-hari.

Berikut adalah pedoman pengkajian dari diagnosis keperawatan gangguan proses


pikir: waham.

Proses pikir
[ ] Sirkumstansial [ ] Tangensial
[ ] Flight of ideas [ ] Blocking
[ ] Kehilangan assosiasi [ ] Pengulangan bicara

Isi pikir
[ ] Obsesi [ ] Fobia
[ ] Depersonalisasi [ ] Ide terkait
[ ] Hipokondria [ ] Pikiran magis

Waham
[ ] Agama [ ] Somatik [ ] Kebesaran [ ] Curiga
[ ] Nihilistik [ ] Sisip pikir [ ] Siar pikir [ ] Kontrol pikir

b. Diagnosis Keperawatan

GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM

c. Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Waham TAK orientasi  Terapi kognitif Terapi suportif
realitas dan perilaku
 Terapi Kognitif
Keluarga Pendidikan Pendidikan  Psikoedukasi Kelompok
kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat waham kelompok  Triangle
keluarga therapy

Tujuan
Pasien:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Berorientasi terhadap realitas secara bertahap.
2) Memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


70

3) Menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Keluarga:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien waham.

d. Implementasi
Tindakan Keperawatan pada Pasien
SP membantu orientasi realitas:
1) Bina hubungan saling percaya
2) Identifikasi tanda dan gejala waham
3) Bantu orientasi realitas: panggil nama, orientasi waktu, orang, dan tempat.
4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
5) Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi.
6) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya.
7) Bantu pasien memasukkan pemenuhan kebutuhan ke dalam jadual kegiatan
harian.

SP melatih kemampuan:
1) Evaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien.
2) Diskusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki pasien.
3) Latih kemampuan yang dipilih, berikan pujian.
4) Bantu pasien memasukkan kegiatan yang telah dilatih kedalam jadual aktivitas.

SP patuh obat:
1) Evaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien dan kegiatan yang dilakukan
pasien.
2) Diskusikan tentang obat pasien: jenis, dosis, frekuensi minum obat.
3) Diskusikan tentang manfaat obat.
4) Diskusikan akibat bila putus obat.
5) Diskusikan cara mendapatkan obat/ berobat.
6) Diskusikan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
7) Masukkan jadual minum obat ke dalam jadual kegiatan harian pasien.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga


Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien waham di rumah meliputi:
SP mengenal masalah dan cara merawat:
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan dengan keluarga tentang:

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


71

a) Waham yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala, jenis waham yang
dialami pasien dan proses terjadinya, akibat jika tidak diatasi) dan dampaknya
terhadap pasien.
b) Cara merawat pasien waham.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan waham.

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga melakukan cara merawat pasien waham secara langsung.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat.
2) Diskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau keluarga.

6. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan


Kemarahan merupakan salah satu respons yang terjadi jika ada kebutuhan yang tidak
terpenuhi. Kemarahan yang tidak terkontrol sering dialami oleh pasien gangguan jiwa.
Kondisi ini perlu diintervensi agar tidak berlanjut pada kondisi yang lebih berbahaya,
yaitu menciderai diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal; diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.

a. Pengkajian
Tanda dan Gejala
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui hasil observasi terhadap perilaku
berikut ini:
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Bicara kasar, mengancam secara verbal atau fisik
8) Melempar atau memukul benda/ orang lain.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


72

Pedoman pengkajian pasien dengan perilaku kekerasan:


Berikan tanda (√ )pada kolom yang sesuai dengan data pasien
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
1. Aniaya fisik [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
2. Aniaya seksual [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
3. Penolakan [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
4. Kekerasan dalam keluarga [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
5. Tindakan kriminal [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
6. Aktivitas motorik
[ ] Lesu [ ] Tegang [ ] Gelisah [ ] Agitasi
[ ] Tik [ ] Grimasen [ ] Tremor [ ] Kompulsif
7. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif [ ] Mudah tersinggung
[ ] Kontak mata kurang [ ] Defensif [ ] Curiga

b. Diagnosis Keperawatan

Perilaku Kekerasan
Risiko Perilaku Kekerasan

c. Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Perilaku TAK stimulasi  Latihan asertif Terapi suportif
kekerasan persepsi:  Terapi kognitif
Perilaku dan perilaku
kekerasan  Terapi Kognitif

Keluarga Pendidikan Pendidikan  Psikoedukasi Kelompok


kesehatan cara kesehatan keluarga Swabantu
merawat perilaku kelompok  Triangle
kekerasan keluarga therapy

Tujuan
Pasien:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu:
1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
2) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
3) Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
4) Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
5) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
6) Mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, sosial, spiritual, dan dengan terapi
psikofarmaka.

Keluarga:

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


73

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien dengan


perilaku kekerasan.

d. Implementasi

Tindakan Keperawatan pada Pasien


Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai
berikut:

SP cara fisik:
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Identifikasi penyebab perilaku kekerasan saat ini dan lalu.
3) Identifikasi perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
a) Identifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah.
b) Identifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan.
c) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
 Fisik: tarik napas dalam, pukul kasur atau bantal.
 Patuh Obat.
 Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya.
 Spiritual: sholat/ berdoa sesuai keyakinan pasien.
4) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I dan II: latihan nafas
dalam dan pukul kasur atau bantal.
5) Identifikasi perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
6) Anjurkan pasien memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik
I dan II ke dalam kegiatan harian.

SP patuh obat:
1) Evaluasi hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tentang obat pasien: jenis, dosis, frekuensi minum obat.
3) Diskusikan tentang manfaat obat.
4) Diskusikan akibat bila putus obat.
5) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat).
6) Anjurkan pasien memasukkan jadual minum obat ke dalam kegiatan harian.

SP cara sosial/ verbal:


1) Evaluasi hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan jadual minum
obat.
2) Latih pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal: meminta dengan baik,
menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan cara baik.
3) Susun jadual latihan mengungkapkan marah secara verbal.

SP cara spiritual:
1) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, jadual minum obat
dan latihan mengungkapkan marah secara sosial/verbal.

2) Latih pasien mengontrol marah dengan cara spiritual: sholat/ berdoa.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


74

3) Buat jadual untuk melakukan sholat/ berdoa.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien perilaku kekerasan di rumah
meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang:
a) Perilaku kekerasan (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang
muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
b) Cara merawat pasien perilaku kekerasan.
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan.

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga merawat pasien perilaku kekerasan secara langsung.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge
planning).
2) Diskusikan follow up pasien setelah pulang.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan.
4) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dirujuk ke RSJ
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (seperti melempar atau memukul
benda/orang lain).

7. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Risiko Bunuh Diri


Risiko bunuh diri sering terjadi pada pasien gangguan jiwa karena adanya perasaan tidak
berharga, merasa tidak berguna dalam hidup ini. Kondisi ini khususnya sering dialami
pasien dengan depresi.

a. Pengkajian
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat tiga
macam perilaku bunuh diri, yaitu:

1) Isyarat bunuh diri


Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


75

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah /
putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2) Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3) Percobaan bunuh diri


Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri,
misalnya dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Panduan pengkajian pada pasien risiko bunuh diri:


1. Keluhan utama: ..........................................................
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ..........................................
3. Konsep diri : Harga diri ......................................................................
4. Alam perasaan
[ ] Sedih [ ] Putus asa
[ ] Ketakutan [ ] Gembira berlebihan
5. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif [ ] Defensif
[ ] Kontak mata kurang [ ] Mudah tersinggung [ ] Curiga
6. Afek
[ ] Datar [ ] Tumpul [ ] Labil [ ] Tidak sesuai
7. Mekanisme koping mal adaptif
[ ] Minum alkohol [ ] Reaksi lambat [ ] Menghindar
[ ] Bekerja berlebihan [ ] Mencederai diri [ ] Lainnya
8. Masalah psikososial & lingkungan
[ ] Masalah dengan dukungan keluarga
[ ] Masalah dengan perumahan

b. Diagnosis Keperawatan

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


76

Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh


diri. Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, diagnosis
keperawatan yang mungkin muncul adalah gangguan konsep diri: harga diri rendah.

Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri,
maka diagnosis keperawatannya adalah:

Risiko bunuh diri

c. Rencana Tindakan Keperawatan


RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SASARAN Generalis Spesialis
Individu Kelompok Individu Kelompok
Pasien SAK Risiko bunuh  TAK stimulasi  Terapi kognitif  Terapi suportif
diri persepsi: HDR dan perilaku  Terapi Logo
 TAK Sosialisasi  Terapi kognitif
 Terapi Logo

Keluarga Pendidikan Pendidikan  Psikoedukasi Kelompok


kesehatan cara kesehatan keluarga swabantu
merawat anggota kelompok  Triangle
keluarga dengan keluarga therapy
risiko bunuh diri

Tujuan
Pasien:
Pasien tetap aman dan selamat

Keluarga:
Keluarga dapat merawat anggota keluarga dengan risiko bunuh diri

d. ImplementasiI
Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai
berikut:

SP mengendalikan dorongan bunuh diri:


1) Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
2) Amankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
3) Temani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang
aman.
4) Lakukan kontrak terapi.
5) Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
6) Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


77

7) Bantu pasien memasukkan latihan mengendalikan dorongan bunuh diri ke dalam


jadual kegiatan harian pasien.

SP latihan berpikir positif:


1) Evaluasi jadual latihan mengendalikan dorongan bunuh diri.
2) Identifikasi aspek positif pasien.
3) Dorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri.
4) Dorong pasien untuk menghargai diri sebagi individu yang berharga.
5) Bantu pasien memasukkan latihan berpikir positif tentang diri ke dalam jadual
kegiatan harian pasien.

SP memilih pola koping:


1) Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien.
2) Nilai pola koping yang biasa digunakan.
3) Identifikasi pola koping yang konstruktif.
4) Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif.
5) Anjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian.

SP menyusun rencana masa depan:


1) Bantu pasien membuat rencana masa depan yang realistis.
2) Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
3) Dorong pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang
relistis.
4) Bantu pasien memasukkan kegiatan untuk meraih masa depan ke dalam jadual
kegiatan harian.

Tindakan Keperawatan pada Keluarga

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien risiko bunuh diri di rumah
meliputi:

SP mengenal masalah dan cara merawat:


1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan bersama keluarga tentang:
a) Risiko bunuh diri (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, jenis perilaku
bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya).
b) Cara melindungi pasien (pengawasan ketat, jangan biarkan pasien sendiri di
kamar/ rumah, amankan benda-benda yang dapat digunakan untuk melakukan
bunuh diri)
c) Cara merawat pasien risiko bunuh diri
3) Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri.

SP melatih merawat langsung:


1) Latih keluarga merawat pasien risiko bunuh diri secara langsung.
2) Beri pujian atas kemampuan keluarga.

SP perencanaan pulang:
1) Bantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(perencanaan pulang).
2) Diskusikan follow up pasien setelah pulang.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


78

3) Diskusikan bersama keluarga hal-hal yang dapat dilakukan jika pasien melakukan
percobaan bunuh diri:
a) Minta bantuan tetangga sekitar atau tokoh masyarakat.
b) Segera bawa pasien ke RSJ atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

D. Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa


Pelayanan keperawatan di RSJ terdapat di beberapa area, meliputi IGD, Rawat jalan, Rawat
Inap, Rehabilitasi dan keswamas. Berikut akan dijelaskan tentang asuhan keperawatan gawat
darurat, asuhan keperawatan rawat inap, asuhan keperawatan rawat jalan, asuhan
keperawatan rehabilitasi dan keswamas.

1. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


Asuhan keperawatan gawat darurat diberikan terhadap pasien-pasien yang berada dalam
kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien dengan kondisi ini adalah pasien-pasien
dalam kondisi dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti
pasien dengan usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, waham, dan pengguna
NAPZA.

Kedaruratan dapat terjadi dimanapun dan membutuhkan penanganan segera. Kondisi


kedaruratan di RS sering ditemui di IGD, rawat jalan, maupun rawat inap. Kecepatan
menangani kondisi kedaruratan akan meminimalkan gejala sisa maupun kecacatan yang
akan dialami pasien. Oleh karena itu tenaga kesehatan umumnya dan tenaga
keperawatan khususnya perlu memperlengkapi diri dengan kemampuan menangani
masalah-masalah kedaruratan.

Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan, perilaku, atau
hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen, Forster, Zealberg, &
Currier, 2002), sedangkan menurut Kaplan dan Sadock (1993) kedaruratan psikiatrik
adalah gangguan alam pikiran, perasaan atau perilaku yang membutuhkan intervensi
terapeutik segera.

Prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah intervensi atau penanganan segera. Berdasarkan
prinsip segera ini maka penanganan kedaruratan dibagi dalam fase intensif I (24 jam
pertama) dan fase intensif II (24-72 jam pertama).

Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan kondisi gawat darurat sedikit berbeda
dengan pengkajian terhadap pasien yang bukan dalam kondisi kedaruratan. Pengkajian
terhadap pasien gawat darurat menggunakan skor RUFA. Pada keperawatan, kategori
pasien dibuat dengan skor RUFA (Respon Umum Fungsi Adaptif)/ GARF (Global
Assessment of Response Functioning) yang merupakan modifikasi dari skor GAF karena
keperawatan menggunakan pendekatan respon manusia dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan fungsi respon yang adaptif.

Keperawatan meyakini bahwa kondisi manusia selalu bergerak pada rentang adaptif dan
maladaptif. Ada saat individu tersebut berada pada titik yang paling adaptif, namun di

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


79

saat lain individu yang sama dapat berada pada titik yang paling maladaptif. Kondisi
adaptif dan maladaptif ini dapat dilihat atau diukur dari respon yang ditampilkan.
Berdasarkan respon ini kemudian dirumuskan diagnosis Skor RUFA yang dibuat
berdasarkan diagnosis keperawatan pasien, sehingga setiap diagnosis keperawatan
memiliki kriteria skor RUFA tersendiri.

Tindakan keperawatanyang dilakukan adalah tindakan intensif I, intensif II, dan


intensif III.

Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan observasi, diagnosis,
tritmen dan evaluasi yang ketat. Fase intensif II adalah perawatan pasien dengan
observasi kurang ketat sampai dengan 72 jam. Fase intensif III pasien di kondisikan sudah
mulai stabil, sehingga observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan
keperawatan lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung sampai
dengan maksimal 10 hari.

Tindakan keperawatan gawat darurat diberikan terhadap pasien dan keluarga. Berikut
akan dijelaskan tentang asuhan keperawatan gawat darurat terhadap pasien untuk
diagnosis keperawatan risiko bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, waham, panik,
putus zat dan over dosis untuk pengguna NAPZA. Tindakan keperawatan pada keluarga
dapat dilihat pada penjelasan sebelumnya tentang pedoman asuhan keperawatan jiwa.

a. Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri

1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk Risiko Bunuh Diri

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Terus-menerus berpikir Sering dipengaruhi Kadang-kadang berpikir
bunuh diri pikiran bunuh diri untuk bunuh diri

Perasaan Terus menerus putus asa Seringkali putus asa Kadang-kadang putus asa

Tindakan  Mencoba bunuh diri  Mengancam bunuh  Isyarat bunuh diri


dengan cara yang diri
lethalitasnya tinggi

2) Diagnosis Keperawatan

Risiko bunuh diri


3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

• Tempatkan di tempat yang • Dengarkan keluhan pasien • Dengarkan keluhan


mudah diawasi tanpa menghakimi pasien
• Awasi kondisi pasien • Buat kontrak keamanan • Latih cara mengendalikan

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


80

dengan ketat • Tingkatkan harga diri pasien dorongan bunuh diri


• Observasi variatif • Kerahkan dukungan sosial • Awasi dengan ketat
• Berikan psikofarmaka • Awasi dengan ketat • Pertahankan pemberian
• Pertimbangkan • Beri psikofarmaka: anti psikofarmaka oral: anti
mengusulkan ECT jika perlu depresan oral depresan

b. Asuhan Keperawatan Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi


1) Pengkajian

Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk halusinasi

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Sangat dikendalikan oleh isi Lebih dikendalikan oleh Masih bisa mengendalikan
halusinasi halusinasi, kadang- diri
kadang masih dapat
mengendalikan diri
Perasaan Takut, marah, “lucu” Takut, marah, “lucu” Takut, marah, “lucu”
(tergantung isi halusinasi) (tergantung isi (tergantung isi halusinasi)
halusinasi)
Tindakan  Perilaku terteror  Perilaku lebih  Meningkatnya tanda-
semacam panik. dikendalikan oleh isi tanda sistem syaraf
 Risiko tinggi bunuh diri halusinasi. terhadap ansietas:
atau membunuh orang  Kesulitan meningkatnya denyut
lain. berhubungan dengan jantung, pernafasan, dan
 Aktivitas fisik orang lain. tekanan darah).
merefleksikan halusinasi  Rentang perhatian  Perhatian mulai sedikit
(kekerasan, agitasi, hanya beberapa detik menyempit.
menarik diri, katatonia) atau menit.  Asyik dengan pengalaman
 Tak mampu berespon thd  Gejala fisik seperti sensori dan belum
perintah yang kompleks ansietas berat mampu membedakan
 Tak mampu berespon (keringat dingin, halusinasi dan kenyataan
terhadap lebih dari satu tremor, tak mampu
orang mengikuti perintah)

2) Diagnosis Keperawatan

Gangguan Sensori Persepsi: halusinasi

3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

• Dengarkan ungkapan • Dengarkan keluhan pasien • Dengarkan keluhan pasien


pasien tanpa membantah tanpa menghakimi • Latih cara mengontrol
atau mendukung • Latih cara mengontrol halusinasi dengan
• Yakinkan pasien dalam halusinasi dengan bercakap dengan orang
keadaan aman menghardik lain, dan melakukan
• Berikan psikofarmaka • Beri psikofarmaka: aktivitas terjadual.
parenteral: anti psikotik antipsikotik oral • Pertahankan pemberian
psikofarmaka oral: anti
psikotik

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


81

c. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan


1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk perilaku kekerasan

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Orang lain / makhluk lain Orang lain / makhluk Orang lain / makhluk lain
mengancam lain mengancam mengancam
Perasaan Marah dan jengkel terus- Marah dan jengkel Kadang marah dan jengkel,
menerus (seringkali) sering tenang
Tindakan  Terus-menerus  Hanya mengancam  Kadang-kadang masih
mengancam orang lain secara verbal mengancam secara verbal
(verbal)  Tidak ada tindakan  Komunikasi cukup
 Terus-menerus berusaha kekerasan fisik koheren
mencederai orang lain  Komunikasi kacau
(fisik)
 Komunikasi sangat kacau

2) Diagnosis Keperawatan

Perilaku Kekerasan

3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

 Kendalikan secara verbal  Dengarkan keluhan pasien  Dengarkan keluhan


 Pengikatan atau Isolasi tanpa menghakimi pasien
 Psikofarmaka: anti psikotik  Latih cara fisik  Latih cara
parenteral, anti ansietas mengendalikan marah: mengendalikan marah
nafas dalam dengan cara verbal,
 Beri psikofarmaka: spiritual.
antipsikotik oral  Pertahankan
pemberian psikofarmaka
oral: anti psikotik

Pada kondisi pasien yang tidak mampu lagi mengontrol emosi/ perilaku
(mengamuk) perlu dilakukan tindakan segera (manajemen krisis) untuk
mengatasi situasi.

Tehnik Manajemen Krisis

 Identifikasi pemimpin tim krisis


 Kumpulkan tim krisis
 Beritahu petugas keamanan jika diperlukan

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


82

 Pindahkan semua pasien dari area tersebut


 Siapkan alat pengekang (restraints)
 Susun strategi dan beritahu anggota tim
 Lakukan penanganan pasien secara fisik
 Jelaskan setiap tindakan pada pasien
 Kekang klien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman)
 Berikan obat psikofarmaka (berdasarkan hasil kolaborasi)
 Jaga tetap tenang dan konsisten
 Evaluasi tindakan dengan tim
 Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya
 Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan
 Observasi pengekangan secara berkala
 Observasi tanda-tanda vital secara berkala

d. Asuhan Keperawatan Gangguan Proses Pikir: waham


1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk waham

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Terus menerus terfiksasi Pikiran didominasi Pikiran kadang-kadang
dengan wahamnya oleh isi waham, dikendalikan wahamnya
kadang masih memiliki
pikiran yang rasional
Perasaan Sangat dipengaruhi oleh Lebih dipengaruhi Kadang masih dipengaruhi
wahamnya wahamnya wahamnya
Tindakan  Komunikasi sangat kacau,  Komunikasi masih  Komunikasi sering
selalu dipengaruhi oleh kacau. terganggu waham
waham.  Tidak mencederai
 Mungkin mengancam orang lain
orang lain
 Mencederai orang lain

2) Diagnosis Keperawatan

Gangguan Proses Pikir: waham

3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

• Dengarkan ungkapan klien • Dengarkan keluhan pasien • Dengarkan keluhan pasien


walaupun terkait waham- tanpa menghakimi • Bantu identifikasi stimulus
nya tanpa membantah atau • Komunikasi sesuai kondisi waham dan usahakan
mendukung obyektif pasien menghindari stimulus
• Berkomunikasi sesuai • Beri psikofarmaka: tersebut
kondisi obyektif antipsikotik oral • Pertahankan pemberian
• Psikofarmaka: anti psikotik psikofarmaka oral: anti

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


83

parenteral, anti ansietas psikotik


e. Asuhan Keperawatan Panik
1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk panik

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Tidak mampu Hanya berkonsentrasi pada Konsentrasi berkurang
berkonsentrasi sedikit- hal tertentu
pun
Perasaan Teror Khawatir berat Khawatir
Takut
Tindakan  Napas pendek, rasa  Napas pendek,  napas pendek,mulut
tercekik dan palpitasi, berkeringat, tekanan kering, anoreksia,
nyeri dada, sakit darah naik diare/konstipasi
kepala, pucat dan  Persepsi sangat sempit,  Banyak bicara dan
gemetar merasa tidak mampu cepat
 Persepsi sangat kacau, menyelesaikan masalah  Sering merasa gelisah,
takut menjadi gila,  Bicara cepat terkadang gerakan tersentak-
takut kehilangan blocking sentak (meremas
kendali  Tegang tangan)
 Bloking, berteriak  Gelisah, kurang atau  Adanya perasaan tidak
 Ketakutan sama sekali tak mampu aman
 Agitasi, mengamuk, berkonsentrasi  Hanya berfokus pada
marah masalahnya

2) Diagnosis Keperawatan

Gangguan Panik
3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

• Dengarkan ungkapan klien • Dengarkan keluhan pasien • Dengarkan keluhan pasien


walaupun terkait waham- tanpa menghakimi • Bantu identifikasi stimulus
nya tanpa membantah atau • Komunikasi sesuai kondisi waham dan usahakan
mendukung obyektif pasien menghindari stimulus
• Berkomunikasi sesuai • Kolaborasi pemberian tersebut
kondisi obyektif psikofarmaka: antipsikotik • Pertahankan pemberian
• Psikofarmaka: anti psikotik oral psikofarmaka oral: anti
parenteral, anti ansietas psikotik

f. Asuhan Keperawatan Putus Zat

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


84

1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk putus zat

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Keinginan memakai zat Keinginan memakai Keinginan memakai zat
sangat kuat zat kuat agak kuat
Perasaan Putus asa Putus asa Putus asa
Tindakan  Mual menetap kadang-  Mual ringan tanpa  Adanya nyeri otot yang
kadang muntah muntah berat,
 Goose flesh jelas pada  Goose flesh jelas  Merasa
tubuh dan tangan dan dapat diraba kedinginan,tangan
 Berkeringat basah di  Butir-butir keringat kedinginan dan
muka dan dada jelas di dahi berkeringat
 Sepanjang waktu  Gelisah dan kurang  Tidak ada rasa sakit,
melakukan pergerakan istirahat yang bowel sound normal
atau berpindah atau moderat, sering  Tidak menguap
bolak-balik bertukar posisi  Tidak ada penyumbatan
 Air mata mengalir ke  Mata berair, air hidung & bersin
muka mata di sudut mata  Tidak mual dan tidak
 Adanya tremor berat  Adanya tremor yang muntah atau
walaupun lengan tidak moderat pada saat Mual yang hilang timbul
diekstensikan atau lengan diekstensikan  Kadang-kadang ada goose
dilebarkan atau dilebarkan flesh tapi tidak teraba
 Midriasis  Midriasis dan tidak jelas atau Tidak
 Bersin dengan konstan  Kadang-kadang tampak goose flesh
dan berair bersin  Jarang keringat yang
 Sering menguap  Kadang-kadang jelas,telapak tangan
 Adanya rasa sakit, menguap basah atau Keringat tidak
abdominal cramp,  Adanya gelombang kelihatan
diare,hiperaktivitas dan rasa sakit,  Aktivitas lebih dari
bising usus meningkat abdominal cramp normal,gerakan kaki naik
 Tidak ada perubahan  Adanya perubahan turun, kadang-kadang
suhu suhu yang tidak berubah posisi atau
 Tidak ada kejang otot, terkontrol Aktifitas
otot lengan dan leher  Nyeri otot yang  normal
tidak kaku sewaktu ringan (nyeri  Tidak keluar air mata
istirahat (nyeri berat) sedang)  Tremor tidak terlihat
 Sistolik 160-180  Sistolik di bawah atau tremor tidak
Nadi 90-110 x /menit 160 kelihatan tapi dapat
 Nadi 70-89 x/ menit dirasakan dari ujung-
ujung jari
 Sistolik dibawah 130
 Nadi di bawah 70 x
permenit

2) Diagnosis Keperawatan

Putus zat

3) Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


85

Intensif I Intensif II Intensif III

 Bina hubungan saling  Diskusikan obat untuk  Mendiskusikan mekanisme


percaya mengatasi gangguan nutrisi terjadinya reaksi putus zat
 Dengarkan keluhan pasien  Mendiskusikan cara  Mendiskusikan rencana
 Jelaskan mekanisme mengatasi gejala fisik yang rehabilitasi yang akan
terjadinya nyeri hebat masih muncul dijalani oleh pasien
 Ajarkan teknik relaksasi
untuk mengatasi nyeri
 Psikofarmaka: analgesik +
diazepam

g. Asuhan Keperawatan Over Dosis


1) Pengkajian
Pengkajian dengan menggunakan skor RUFA untuk over dosis

Domain Intensif I Intensif II Intensif III


1 – 10 11 - 20 21 - 30
Pikiran Keinginan pakai tinggi

Perasaan Putus asa

Tindakan  Tingkat kesadaran koma  Tingkat kesadaran  Tingkat kesadaran


 Komunikasi tidak ada somnolen compos mentis
 Tanda-tanda vital :  Komunikasi  Komunikasi koheren baik
Respirasi hipoventilasi terbatas: non verbal verbal maupun non
kurang dari 12 kali dan bicara kacau verbal serta gelisah
permenit, bradikardi,  Tanda-tanda vital :  Tanda-tanda vital (gejala
suhu badan hipotermia respirasi normal, putus zat ): respirasi
dan tekanan darah heart rate normal, takikardi, suhu
menurun (hipotensi) bradikardi, suhu badan fluktuatif, tekanan
 Respon fisik :pupil miosis badan fluktuatif, darah meningkat dari
(pinpoint pupil), bibir dan tekanan darah normal
tubuh membiru hipotensi  Respon fisik (gejala putus
 Respon fisik : pupil zat) : pupil dilatasi,
dilatasi gooseflesh, yawning,
lakrimasi, berkeringat,
rhinorea, emosi labil,
nyeri abdomen, diare ,
mual dan atau muntah
dan tremor

2) Diagnosis Keperawatan

Over dosis
3) Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan nilai skor RUFA

Intensif I Intensif II Intensif III

 Komunikasi terapeutik:  Komunikasi terapeutik:  Kaji tingkat nyeri pasien

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


86

bicara dengan tenang, bicara dengan tenang, dengan menggunakan skala


gunakan kalimat singkat dan gunakan kalimat singkat dan nyeri 1-10 (1-3 nyeri ringan,
jelas jelas 4-7 nyeri sedang, 8-10
 Kaji keadekuatan  Kaji keadekuatan nyeri berat)
pernafasan, ventilasi dan pernafasan, ventilasi dan  Kaji lokasi nyeri, intensitas
oksigenisasi dan tingkat oksigenisasi dan tingkat nyeri dan karakteristik nyeri
kesadaran pasien kesadaran pasien  Diskusikan dengan pasien
 Pasang O2 100% sesuai  Pasang O2 100% sesuai penyebab nyeri yang terjadi
kebutuhan kebutuhan  Diskusikan pengalaman
 Observasi adanya needle  Obsevasi tanda-tanda vital pasien dalam mengatasi
track bekas suntikan pada setiap 4 jam nyeri
lengan dan kaki pasien  Observasi drip Naloxon  Ajarkan teknik distraksi
 Kolaborasi : untuk ambil dalam IVFD NaCl 0,9% atau (berbicara dengan orang
darah untuk analisis kimia dextrose 5 % 500 ml per 6 lain, melakukan kegiatan
darah jam yang menyenangkan)
 Observasi TTV setiap 5  Kolaborasi terapi medis  Ajarkan teknik relaksasi
menit selama 4 jam lainnya secara simtomatik tarik nafas dalam
 Kolaborasi: pertimbang-kan  Obsevasi CINA setiap 4 jam
intubasi endotrakheal bila  Kolaborasi pemberian terapi
ragu keadekuatan analgesik (sesuai keluhan)
pernafasan, oksigenasi o Tramal 3x50 mg
kurang dan hipoventilasi o Jika perlu, injeksi
menetap diazepam 1 ampul IM
 Kolaborasi : pasang IVFD atau IV.
(NaCl 0,9% atau dextrose 4  Libatkan pasien dalam
%) untuk mendukung terapi modalitas : Living skill
tekanan darah, mencegah dan terapi musik
koma dan dehidrasi
 Pasang kateter untuk
analisis urine untuk
menentukan jenis zat yang
digunakan terakhir
 Pasien dipuasakan untuk
menghindari aspirasi
 Coba untuk mendapat
riwayat penggunaan obat
dari orang lain yang ikut
bersama pasien.
 Kolaborasi terapi medis
pemberian antidotum
Naloxon

Setelah pasien mendapatkan asuhan gawat darurat di IGD, maka pasien akan
dipulangkan atau rawat inap.

a. Jika pasien pulang, maka pasien mendapatkan buku kegiatan harian yang telah diisi
dengan kegiatan yang harus dilatih pasien secara terjadual untuk meningkatkan
kemampuannya. Buku kegiatan harian ini dapat menjadi pedoman bagi perawat
Puskesmas yang akan melakukan asuhan keperawatan selanjutnya. Buku kegiatan
dibawa kembali ke RS saat pasien akan melakukan kontrol ulang.

b. Jika pasien dirawat, maka pasien mendapatkan buku kegiatan harian yang telah diisi
dengan kegiatan yang harus dilatih pasien secara terjadual untuk meningkatkan

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


87

kemampuannya. Buku kegiatan harian ini dapat menjadi pedoman bagi perawat
ruangan yang akan melakukan asuhan keperawatan selanjutnya.

Jika pasien yang mengalami kondisi gawat darurat sedang dirawat inap, maka pasien
dapat dipindahkan ke ruang rawat yang sesuai untuk perawatannya.

2. Asuhan Keperawatan Rawat Jalan


Pasien yang berkunjung ke poli rawat jalan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu
pasien lama (pernah dirawat inap/ belum pernah dirawat inap) dan pasien baru.
Pengkajian yang dilakukan berbeda untuk pasien lama dan baru. Pengkajian terhadap
pasien baru dilakukan untuk menentukan diagnosis keperawatan dan selanjutnya
merencanakan dan melakukan implementasi tindakan keperawatan. Pasien yang pernah
berkunjung ke RS (rawat jalan maupun rawat inap) telah mendapatkan asuhan
keperawatan dan buku kegiatan harian yang akan dievaluasi setiap pasien berkunjung ke
poli rawat jalan. Berikut dijelaskan kegiatan asuhan keperawatan di poli rawat jalan.

a. Pengkajian
Pasien yang pernah dirawat/ pulang dari perawatan
1) Minta buku kegiatan harian pasien.
2) Kaji perawatan diri pasien
3) Kaji hubungan sosial pasien
4) Kaji kepatuhan minum obat
5) Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga

Pasien baru
Lakukan pengkajian sesuai format pengkajian yang tersedia. Pengkajian dilakukan
terhadap masalah pasien dan keluarga.

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Utama Pasien


Diagnosis Lainnya
Isolasi sosial
Defisit Perawatan Diri

c. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan disusun untuk pasien dan keluarga sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang ditetapkan untuk tindakan generalis maupun spesialis,
direncanakan untuk tindakan individu dan kelompok.

d. Implementasi
Pasien yang pernah dirawat/ pulang dari perawatan
1) Evaluasi pelaksanaan latihan (jadual kegiatan harian) di rumah.
2) Evaluasi penerapan kemampuan yang telah dilatih saat masalah muncul.
3) Latih kemampuan lain sesuai diagnosis keperawatan pasien (langkah-langkah
tindakan keperawatan dapat dilihat pada uraian bagian sebelumnya).
4) Masukkan kegiatan yang telah dilatih ke dalam buku jadual kegiatan pasien.
5) Motivasi keluarga untuk memantau pelaksanaan latihan di rumah.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


88

Pasien baru
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
(langkah-langkah tindakan keperawatan dapat dilihat pada uraian bagian
sebelumnya).

Setelah pasien mendapatkan asuhan di rawat jalan, maka pasien akan pulang atau
dirawat.

a. Jika pasien pulang (pasien baru), maka pasien mendapatkan buku kegiatan
harian yang telah dituliskan tentang kegiatan yang harus dilatih pasien secara
terjadual untuk meningkatkan kemampuannya. Bagi pasien lama, melanjutkan
mengisi jadual kegiatan pada lembaran yang masih tersedia. Buku kegiatan
harian ini dapat menjadi pedoman bagi perawat Puskesmas yang akan
melakukan asuhan keperawatan selanjutnya. Buku jadual kegiatan akan dibawa
kembali ke RS saat pasien melakukan kontrol ulang.

b. Jika pasien dirawat, maka pasien mendapatkan buku kegiatan harian yang telah
dituliskan tentang kegiatan yang harus dilatih pasien secara terjadual untuk
meningkatkan kemampuannya. Buku kegiatan harian ini dapat menjadi pedoman
bagi perawat ruangan yang akan melakukan asuhan keperawatan selanjutnya.

3. Asuhan Keperawatan Rawat Inap


Pasien yang dirawat di suatu ruangan rawat inap RS dapat berasal dari IGD, poli rawat
jalan, atau pasien pindahan dari ruang rawat lain.
a. Pengkajian
 Cek buku kegiatan harian pasien
 Lengkapi pengkajian (jika pasien berasal dari IGD atau poli rawat jalan)
 Tentukan kondisi pasien berdasarkan skor RUFA

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Utama
Diagnosis Lainnya
Isolasi Sosial
Defisit
c. Rencana Tindakan Perawatan Diri
Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan ditetapkan untuk pasien dan keluarga berdasarkan


diagnosis keperawatan. Tindakan keperawatan dilakukan untuk tindakan
keperawatan generalis dan spesialis terhadap pasien dan keluarga dengan langkah-
langkah tindakan seperti telah diuraikan di halaman sebelumnya.

d. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan dilakukan sesuai kebutuhan pasien:
1) Tindakan intensif (pasien dengan kegawatdaruratan).
2) Lanjutkan dengan tindakan sesuai SP berdasarkan diagnosis keperawatan.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


89

3) Bantu pasien memasukkan kegiatan yang hrus dilatih ke dalam jadual


kegiatan harian pasien.
4) Dokumentasikan semua tindakan keperawatan yang dilakukan.
5) Jika pasien pindah ruang rawat atau melanjutkan perawatan ke Instalasi
Rehabilitasi, operkan perkembangan pasien selama di ruang rawat dan rencana
tindak lanjut.
6) Jika pasien pulang, maka pastikan pasien membawa buku kegiatan hariannya
untuk mengingatkan pasien tentang kegiatan yang harus dilatih di rumah dan
sebagai acuan bagi perawat puskesmas di wilayah tinggal pasien atau perawat
poli rawat jalan dalam melakukan asuhan selanjutnya.
7) Informasikan data pasien pulang kepada Instalasi Keswamas untuk dimonitor
jadual kontrolnya dan tindak lanjut di Puskesmas.

4. Asuhan Keperawatan Rehabilitasi


Asuhan keperawatan rehabilitasi diberikan terhadap pasien rawat inap maupun pasien
rawat jalan dengan tujuan melatih keterampilan melaksanakan aktivitas hidup sehari-
hari, keterampilan belajar dan keterampilan untuk bekerja. Melalui kemampuan yang
telah dilatih diharapkan pasien lebih siap kembali ke masyarakat.

a. Pengkajian

Hal-hal yang dikaji meliputi:

1) Struktur kepribadian dan potensi


2) Kemampuan pasien:
a) Mememenuhi kebutuhan:
 Makan dan minum
 Manajemen obat
 Kebersihan dan penampilan diri
 Kebersihan dan penataan rumah
b) Kebutuhan sosialisasi
c) Kebutuhan pekerjaan
3) Analisis kebutuhan rehabilitan

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan
di ruang rawat inap atau rawat jalan.

c. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan keterampilan yang akan
dilatihkan terhadap pasien.

d. Implementasi

1) Living Skill

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


90

a) Fisik: kebersihan diri, menggunakan transport, memasak, berbelanja,


olahraga, rekreasi.
b) Emosi (HAM): kontrol diri, pengurangan stigma, penyelesaian masalah,
keterampilan berbicara.
c) Intelektual: pengaturan penggunaan uang, menggunakan sumber-sumber di
masyarakat, menetapkan tujuan.

2) Learning Skill
Fisik: berdiam diri, memberi perhatian, duduk diam, mengobservasi.
Emosi (HAM): berbicara, bertanya, mengikuti arahan, meminta arahan,
mendengar.
Intelektual: membaca, menulis, berhitung, keterampilan belajar, hobi, mengetik/
komputer

3) Working Skill
Fisik: ketepatan waktu, menggunakan alat-alat bekerja, kemampuan bekerja,
transportasi untuk bekerja, pekerjaan tertentu.
Emosi: wawancara kerja, pengambilan keputusan, hubungan dengan orang lain,
kontrol diri, mempertahankan pekerjaan.
Intelektual: kehlian dalam pekerjaan, mencari pekerjaan.

Tindakan keperawatan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien berdasarkan hasil


pengkajian. Hasil tindakan keperawatan didokumentasikan, dan perkembangan
pasien dan jadual pertemuan selanjutnya diinformasikan pada pasien dan ruang
rawat inap (jika pasien sedang dirawat).

5. Asuhan Keperawatan Keswamas


Instalasi Keswamas melakukan pendataan terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan/
Instalasi Gawat Darurat yang pulang. Semua data pasien yang terdaftar di RS, juga
terdata di Instalasi Keswamas.

Kegiatan:
a. Menerima informasi tentang data pasien dari rawat inap dan rawat jalan/ Instalasi
Gawat Darurat yang pulang (nama, nomor rekam medik, alamat, nomor telpon yang
dapat dihubungi).
b. Mengecek wilayah tinggal paien, apakah tinggal di wilayah Puskesmas yang telah
mempunyai perawat kesehatan jiwa masyarakat.
c. Mengecek waktu pasien untuk konsultasi ulang (kontrol) dan mencatatnya.
d. Melakukan kerjasama dengan Instalasi Rawat Jalan tentang waktu kontrol pasien.
e. Mengingatkan pasien (bisa melalui perawat Puskesmas) jika pasien tidak melakukan
kontrol ulang sesuai jadual yang telah ditetapkan.
f. Jika di Puskesmas belum memiliki perawat kesehatan jiwa, maka Rumah Sakit dapat
menugaskan perawat untuk melakukan kunjungan rumah terhadap pasien yang tidak
datang untuk melakukan kontrol ulang pada waktu yang telah ditetapkan.

E. Etik Legal dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa Profesional

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


91

Nilai-nilai etik pelayanan keperawatan jiwa yang profesional meliputi: nilai etik profesi dan
standar keperawatan sebagai akontabilitas pelayanan dan asuhan keperawatan. Standar yang
dimiliki perawat, merupakan tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan.

Untuk memastikan perawat bekerja sesuai kode etik profesi dan standar yang ditetapkan,
dan tanggung jawab moral etik profesi dalam pengendalian, diperlukan aspek legal
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam upaya peningkatan mutu asuhan keperawatan
jiwa profesional.

Pasien dengan masalah kesehatan jiwa berada dalam kondisi fisik dan psikologik yang lemah
dan tidak mempunyai kemampuan untuk membela diri, sehingga sering menjadi korban
penganiayaan fisik seperti dipukul, ditendang, dipasung, diisolasi (dikurung), diancam
dengan kata-kata kasar, ditelantarkan dan diberikan fasilitas fisik yang kurang memadai.

1. Prinsip-prinsip Bioetikal dalam Praktek Keperawatan Jiwa


a. Otonomi
Otonomi merupakan hak seseorang untuk membuat keputusan bagi diri sendiri.
Misalnya memilih membuat keputusan apa yang terbaik bagi dirinya, tetapi juga
menerima dengan bebas akibatnya. Saat perawat melakukan asuhan terhadap
pasien, perlu hati-hati dan menghargai otonomi pasien dalam menerima informasi
tentang dirinya, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan. Bila melakukan
sesuatu terhadap pasien informasikan terlebih dahulu secara lengkap, relevan tanpa
memaksa pasien.

Penerapan:

1) Melakukan kontrak pertemuan (kesepakatan) setiap kali berinteraksi dengan


pasien.
2) Memberi kesempatan pada pasien untuk memutuskan keikutsertaannya pada
kegiatan (tidak ada pemaksaan).
3) Menghargai kegiatan yang dilakukan pasien, tidak melihat kualitas hasil namun
partisipasi melakukan kegiatan. Perawat memperlakukan pasien dengan rasa
hormat dan tidak memandang rendah.
4) Menghargai keputusan pasien tentang perawatan dirinya.

b. Beneficence
Beneficence merupakan prinsip dalam melakukan tindakan keperawatan dan
mencegah bahaya untuk kebaikan pasien. Perawat harus menyadari bahwa kata-kata
yang diucapkan tidak sampai mengganggu pasien.

Penerapan:

1) Mencegah bahaya bagi pasien, terutama bagi pasien yang masih belum dapat
mengontrol emosi, masih labil, secara tiba-tiba mencederai orang lain sehingga
perlu perhatian khusus. Terutama jika pasien dalam pengikatan, perawat harus
memperhatikan anggota tubuh yang diikat, menjamin vaskularisasi dengan baik,
rubah posisi setiap 15 menit, penuhi kebutuhan dasar, lakukan observasi secara
berkala.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


92

2) Menciptakan lingkungan yang aman dengan cara penataan ruangan yang tidak
rumit, kabel listrik yang aman, tower air yang tidak berada di lingkungan ruang
rawat pasien yang dapat digunakan pasien untuk mencelakakan dirinya, dan
menjauhkan benda-benda yang dapat digunakan menciderai diri sendiri maupun
orang lain.
3) Melindungi pasien dari bahaya fisik dengan cara menggunakan perlengkapan
yang aman. Misal tidak menggunakan gelas atau botol dari kaca untuk minum
pasien.
4) Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan cara mengikutsertakan
pasien dalam kegiatan yang sesuai dengan kemampuan pasien.
5) Perawat harus mampu mengendalikan dan memonitor percakapan selama
interaksi sehingga tidak merugikan pasien. Perawat harus mempunyai
kemampuan untuk memprediksi bahaya dari percakapan perawat dan pasien.

c. Veracity (Ketulusan)
Prinsip veracity merupakan perilaku jujur dan tulus dalam mengatakan yang
sebenarnya, tidak membohongi pasien. Kejujuran harus dimiliki perawat saat
berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya perawat-pasien.

Penerapan:
1) Perawat mengungkapkan perasaannya apabila pasien melakukan hal yang tidak
sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
2) Perawat mengakui kesalahan apabila perawat menyimpang dari kesepakatan
bersama misalnya kontrak waktu tidak sesuai jadual.
3) Memberi pujian dengan tulus, sesuai dengan realitas.

d. Fidelity (Kesetiaan)
Prinsip veracity dan fidelity mempunyai hubungan yang dekat. Fidelity adalah
kesetiaan pada pekerjaan/ tugas, kewajiban, dan janji/ komitmen. Keduanya
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Dalam hubungan
terapeutik, fidelity termasuk dalam kesetiaan untuk melakukan terus rencana
keperawatan pasien dan janji yang telah dibuat. Salah satu cara untuk menepati janji
adalah dengan memasukkan ketaatan dalam tanggungjawab.

Penerapan:
1) Menepati janji yang telah dibuat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
tentang kontrak waktu, tempat, topik yang akan dibicarakan.
2) Bila terpaksa melanggar/ menunda janji karena sesuatu hal mendesak dan tidak
bisa ditinggalkan perawat melakukan permintaan maaf.
3) Menjaga kerahasiaan pasien tentang masalahnya dengan tidak mengungkapkan
masalah pasien yang telah diketahuinya kepada orang lain.
4) Peduli dan empati terhadap apa yang dirasakan pasien.

e. Justice (keadilan)

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


93

Prinsip keadilan adalah berlaku adil, dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan
pasien. Setiap individu mendapat perlakuan/ kesempatan yang sama.

Penerapan:
1) Pasien diberikan kesempatan untuk melakukan tindakan yang telah dilatih.
2) Setiap pasien berhak mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaan,
untuk terlibat selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
3) Asuhan keperawatan diberikan tanpa membedakan suku, ras dan agama.

f. Non Malefesiensi:
Berniat melakukan hal yang benar/ berniat melakukan sesuatu hal yang tidak salah.
Prinsip non malefisien menuntut perawat menghindari membahayakan klien selama
pemberian asuhan keperawatan.

Penerapan:
1) Asuhan keperawatan individu maupun kelompok yang dilaksanakan tepat
dengan indikasi pasien (sesuai dengan diagnosis keperawatan pasien).
2) Asuhan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan SPO yang berlaku sehingga
tidak merugikan pasien.

2. Legal
Selama menjalankan praktek keperawatan, perawat perlu memahami tentang batasan
legal dimana perawat harus berfungsi. Pemahaman tentang hukum perlu dimiliki
perawat untuk melindungi dirinya dari pertanggungjawaban dan untuk melindungi hak-
hak pasien. Pemahaman yang baik tentang hukum akan meningkatkan kemampuan
perawat untuk menjadi advokat bagi pasien. Kesalahan yang dibuat terhadap seseorang
dapat digolongkan sebagai tidak disengaja (kelalaian) atau disengaja.

a. Malpraktek
Malpraktek merupakan kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional seperti
perawat atau dokter. Bentuk-bentuk malpraktek antara lain tindakan perawat yang
membuat pasien terluka, performa perawat di bawah standar yang diharapkan,
memutuskan/ menghentikan hak perawatan pasien sebelum waktunya/ tidak sesuai
standar perawatan. Penyebab terjadinya kelalaian antara lain kompetensi perawat
yang tidak memenuhi kualifikasi, jumlah ketenagaan yang tidak memenuhi standar
(rasio pasien dan perawat), fasilitas yang tidak lengkap, kebijakan, pedoman, SPO
yang tidak tersedia atau tidak diperbaharui dan lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Kriteria gugatan hukum malpraktek terhadap seorang perawat adalah sebagai
berikut (Potter & Perry, 2005) :
1) Perawat berhutang tugas kepada pasien.
1) Perawat tidak melakukan tugasnya atau melanggar tugas perawatan.
2) Pasien cedera, baik penyebab aktual maupun kemungkinan mencederai pasien
adalah akibat dari kegagalan perawat untuk melakukan tugas.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


94

b. Kesalahan disengaja merupakan tindakan melanggar hak seseorang misalnya:


pelecehan, pemukulan, memfitnah. Perawat yang melakukan kesalahan dalam
menjalankan tugasnya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Hak-Hak Pasien
Beberapa bentuk hak pasien yang tidak boleh dilanggar seorang perawat agar tidak
dianggap melakukan pelanggaran adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku.
b. Memperoleh layanan yang manusiawi adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
c. Mempunyai tempat pribadi berhubungan dengan privasi.
d. Memilih dan menggunakan barang pribadinya, misal pakaian yang diinginkan,
tidak ada pemaksaan.
e. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianut.
f. Mendapat layanan komunikasi seperti telepon dan surat.
g. Menerima pengunjung setiap hari.
h. Menyampaikan keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai, misal
melarang keluarga untuk bertemu/ berkunjung.
i. Menerima treatmen, tidak ada pembatasan tertentu.
j. Memperoleh hak sebagai kewarganegaraannya.
k. Menolak Electro Convulsive Therapy (ECT).
l. Mengelola kepemilikan barang-barangnya dan mengendalikan pemakainannya.
m. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama berada dalam perawatan
rumah sakit. Misal: tidak dilukai oleh pasien lain.

Selain memilki hak, pasien juga memiliki kewajiban sebagai berikut:


a. Berkewajiban memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima di Rumah
Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contoh: Pembayaran konsultasi medik,
konsultasi keperawatan, tindakan medis, tindakan keperawatan.
b. Berkewajiban mematuhi seluruh ketentuan dan tata tertib Rumah Sakit setelah
mendapat informasi yang benar dan jelas.
c. Berkewajiban mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku di rumah sakit:
seperti pembayaran, perawatan, waktu besuk, waktu tunggu, perawatan dan lain-
lain.
d. Setiap pasien berkewajiban mematuhi segala nasehat dan petunjuk serta instruksi
tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya (perawat) dalam rangka pengobatan
dan perawatan penyakitnya setelah mendapat informasi yang benar dan jelas.
e. Setiap pasien berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang
merawatnya (perawat).
f. Setiap pasien atau keluarganya secara proaktif memberikan informasi yang lengkap
dan jujur tentang keadaan pasien selama perawatan kepada tenaga medis dan
tenaga kesehatan lainnya (perawat).

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


95

g. Setiap pasien dan keluarganya berkewajiban mematuhi hal-hal yang telah disetujui
dalam persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) yang telah dibuatnya.
h. Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) merupakan persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
i. Pasien berkewajiban terlebih dahulu menanyakan kepada pihak rumah sakit,
tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya (perawat) bilamana ada ketidakpuasan
pelayanan yang kurang sebelum menggunakan hak-haknya.
j. Pasien berkewajiban mengajukan permohonan untuk mendapatkan isi rekam medis
kepada pimpinan rumah sakit atau tenaga medis yang merawatnya.
k. Setiap pasien atau keluarganya berkewajiban mematuhi hal-hal yang telah disetujui
tentang rujukan bila dilakukan.

Informed Concent
Informed Concent adalah dokumen yang legal dalam pemberian ijin atas dasar
pengertian terhadap prosedur tertentu dalam tatanan pelayanan kesehatan (Aikin,
2001). Informed Concent merupakan dokumen yang legal sebagai persetujuan prosedur
tindakan medik atau invasif dengan tujuan untuk melindungi tenaga medik jika terjadi
sesuatu yang tidak diharapkan akibat dari tindakan tersebut. Selain itu dapat melindungi
pasien terhadap intervensi/tindakan yang akan dilakukan.

Peran Perawat dalam Informed Concent:


a. Memastikan bahwa pasien telah mengerti mengenai informasi yang disampaikan
dan tindakan yang akan dilakukan.
b. Melindungi pasien terhadap kelalaian.
c. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien dan membantu pasien mengatasinya.

3. Upaya-Upaya Pencegahan Terjadinya Masalah Etik dan Legal


Perawat dapat menghindari diri terkena sanksi hukum dengan melakukan hal-hal
berikut:
a. Melakukan asuhan keperawatan sesuai SPO
b. Melakukan asuhan yang kompeten
c. Memperhatikan dan memenuhi hak-hak pasien
d. Mengembangkan hubungan empati dengan pasien. Hubungan perawat-pasien
sangat penting tidak hanya dalam menjamin kualitas perawatan, tetapi juga dalam
meminimalkan risiko hukum. Pasien yang percaya bahwa perawat telah melakukan
tugas dengan benar dan memperhatikan kesejahteraan pasien mungkin akan
membatalkan niatnya untuk memulai perkara hukum.
e. Melakukan pendokumentasian yang lengkap, dibuat dengan teliti, tepat waktu dan
jujur, mencantumkan tanggal, waktu dan jam, tanda tangan dan nama jelas perawat
pemberi asuhan.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


96

F. Prinsip-prinsip Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam Pelayanan dan Asuhan


Keperawatan Jiwa Profesional

Perawat adalah tim kesehatan yang selama 24 jam merawat pasien. Karenanya perawat
beresiko untuk bersinggungan dengan masalah-masalah keselamatan pasien rumah sakit.
Sebenarnya perawat tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak
bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
Kejadian tidak diharapkan, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat
dicegah (error) berasal dari berbagai proses asuhan keperawatan pasien yang diberikan.
Untuk itu, perawat perlu mengetahui sistem atau intervensi untuk mencegah atau
mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan keperawatan.

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan
maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Keselamatan pasien Rumah Sakit perlu diperhatikan dan dilaksanakan dengan tujuan untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien rumah sakit , meningkatkan akuntabilitas rumah
sakit, menurunkan KTD di rumah sakit , dan terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

1. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Standar keselamatan pasien rumah sakit saat ini mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health
Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai Indonesia saat ini dilakukan
dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh KARS.
Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7 (tujuh)
standar, yakni:
a. Hak Pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

2. Langkah-Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit


a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Pimpin dan dukung staf
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

3. Kesalahan dan Pencegahan pada Pasien Rumah Sakit

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


97

a. Kesalahan pengobatan/ terjadinya efek samping


 Salah memberikan obat, nama pasien, jenis obat, dosis, jarak waktu pemberian
obat yang tidak sesuai dapat menimbulkan akibat fatal bagi pasien.
 Parkinson: Mata silau, tangan gemetaran, susah menelan, banyak air liur, kaku,
jalan seperti robot, agak gelisah.
 Neuroleptic Malignant Syndrome (SMN)
 Syndroma Stevens Jhonson
Pencegahan dilakukan dengan cara:
 Berikan obat dengan benar: benar nama pasien, benar jenis obat, benar waktu
pemberian, benar dosis, benar cara, dan yakinkan bahwa obat betul-betul telah
diminum oleh pasien.
 Kaji sensitifitas pasien terhadap obat.
 Kuasai tanda dan gejala efek samping obat.
 Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
 Lakukan klarifikasi ulang dengan dokter jika perawat merasa ragu tentang
instruksi pemberian obat.

b. Kesalahan penggunaan pengikatan:


 Pengikatan terlalu kencang atau longgar.
 Bahan pengikat kasar.
 Posisi pasien saat diikat tidak sesuai.
 Tidak mengubah posisi pasien secara berkala.
 Lokasi pengikatan menjadi iritasi, bengkak.

Pencegahan dengan cara:


 Perhatikan pengikatan di pergelangan tangan atau kaki tidak mengganggu
vaskularisasi.
 Pilih bahan pengikat yang lembut dan tidak kasar.
 Posisi saat pengikatan tidur terlentang dengan lengan berlainan arah, satu ke
arah atas dan satu lagi ke arah bawah.

 Pengikatan pada tempat tidur, bukan di sisi tempat tidur.


 Periksa benda-benda yang membahayakan pasien.
 Ubah posisi secara berkala.
 Ukur tanda-tanda vital secara berkala.
 Kaji ulang pelaksanaan prosedur dengan perawat lainnya.
 Patuhi standar pelayanan dan SPO yang telah ditetapkan.

c. Infeksi nosokomial
Kesalahan:
 Penggunaan alat-alat yang tidak steril
 Penyimpanan alat-alat kurang baik (tidak pada tempatnya).
 Pasien mandi tidak bersih sehingga menimbulkan penyakit kulit.
 Pakaian jarang diganti terutama pakaian dalam.
 Tidak cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
 Tidak mendesinfektasi daerah yang akan di suntik.
 Membuang bekas alat-alat yang kotor tidak pada tempat khusus.
Pencegahan:
 Gunakan alat-alat yang steril terutama alat injeksi.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


98

 Perhatikan kebersihan diri pasien termasuk penggunaan pakaian.

 Kebersihan tangan (cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan).

 Patuhi standar pelayanan dan SPO yang telah ditetapkan.

d. Dekubitus
Kesalahan:
 Posisi pasien tidak diubah dalam jangka waktu yang lama.
 Alat tenun (seprei) lembab atau basah.
 Tempat tidur yang tidak rapih.

Pencegahan:
 Alat tenun yang digunakan bersih, kering, dan licin.
 Setiap alat tenun yang lembab atau basah segera diganti dengan yang kering.
 Perhatikan ada tanda-tanda dekubitus (merah pada daerah yang tertekan)
 Ganti posisi setiap 1 jam.

e. Keamanan pemberian produk darah


Kesalahan:
 Tidak sesuai dengan golongan darah pasien
 Cara pemberian tidak sesuai prosedur tetap rumah sakit
 Alat yang digunakan tidak steril.
 Tidak memeriksa kekentalan darah.

Pencegahan
 Baca dengan teliti golongan darah yang akan digunakan dan cocokkan dengan
golongan darah pasien.
 Lakukan tranfusi darah sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku di rumah
sakit.
 Pastikan alat yang digunakan steril dan sekali pakai.
 Pastikan darah yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan, kekentalan.

f. Jatuh
Kesalahan
 Fasilitas tempat tidur tidak sesuai dengan standar
 Tidak ada pengaman pada tempat tidur maupun lantai ruangan
 Lantai licin
 Tidak melakukan pengawasa terhadap pasien dalam kondisi lemah atau
gelisah

Pencegahan
 Usahakan fasilitas temptat tidur disesuaikan dengan kondisi pasien (pasien sesak
napas, lemah, gaduh gelisah).
 Gunakan tempat tidur dengan pengaman dan lantai setiap saat tetap kering dan
tidak licin.
 Observasi melekat pada pasien dengan kondisi lemah atau gaduh gelisah.
 Mematuhi standar pelayanan dan SPO yang telah ditetapkan.

g. Review sistem, follow-up, laporan kejadian kunjungan/ pasien

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


99

4. Penyebab Kesalahan-Kesalahan Mendasar


a. Manusia
Kesalahan yang disebabkan oleh manusianya. Contoh: perawat tidak menjalankan
SPO dalam melakukan tindakan keperawatan.
b. Komunikasi
Komunikasi yang tidak jelas, salah menyampaikan pesan, salah menerima pesan.
Contoh: operan tindakan yang tidak jelas tentang pasien.

c. Alur informasi yang tidak adekuat


Tidak ada protap alur informasi, petugas belum pernah pelatihan tentang informasi
dan komunikasi, petugas tidak menguasai protap informasi dan apa yang akan
diinformasikan. Contoh: tidak melakukan operan dengan benar.
d. Isu-isu yang berhubungan dengan masalah pasien.
Contoh: bahaya dari lingkungan, misalnya kebakaran, banjir; aktivitas seksual di
antara pasien, pasien lari, keamanan pengobatan, keamanan di rawat inap.
e. Pengorganisasian transfer pengetahuan
Contoh: tidak ada pemberian informasi tentang pemberian asuhan keperawatan
secara benar kepada staf secara berkala.
f. Pola staf/alur kerja
Contoh: tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara kepala ruangan, ketua tim,
dan perawat pelaksana
g. Kegagalan tehnikal
Contoh: kesalahan dalam menagani pasien perilaku kekerasan sehingga
menyebabkan terjadinya cedera pada pasien.
b. Tidak adekuatnya kebijakan dan prosedur
Contoh: tidak adanya ketetapan akan keharusan pelaksanaan tindakan sesuai
prosedur tindakan yang telah ditetapkan.

5. Proses Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Langkah-langkah mengatasi masalah keselamatan pasien rumah sakit adalah:
a. Membangun kesadaran perawat akan keselamatan pasien rumah sakit
Perawat sebagai tim inti di rumah sakit harus menyadari:
1) Peran perawat dalam mewujudkan keselamatan pasien rumah sakit, yakni:
a) Sebagai pemberi pelayanan keperawatan
b) Mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan
c) Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
d) Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan
e) Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan
kesehatan
f) Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya
g) Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak
diharapkan
h) Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dan keluarga.

2) Tanggung jawab perawat dalam:

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


100

a) Memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan-


kemungkinan resiko
b) Melaporkan kejadian-kejadian tak diharapkan (KTD) kepada yang berwenang
c) Berperan aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan
kualitas/mutu pelayanan
d) Meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan profesional
lainnya
e) Mengusulkan peningkatan kemampuan staf yang cukup
f) Membantu pengukuran terhadap peningkatan keselamatan pasien rumah
sakit
g) Meningkatkan standar baku untuk program pengendalian infeksi
h) Mengusulkan SOP dan protokol pengobatan yang dapat meminimalisasi
kejadian error
i) Berhubungan dengan badan-badan profesional yang mewakili para dokter ahli
farmasi dan lain-lain
j) Meningkatkan cara pengemasan dan pelabelan obat
k) Berkolaborasi dengan sistem pelaporan nasional untuk mencatat, menganalisa
dan mempelajari kejadian-kejadian tak diharapkan (KTD)
l) Mengembangkan mekanisme peningkatan kesadaran, sebagai contoh untuk
pelaksanaan akreditasi
m) Karakteristik dari pemberi pelayanan kesehatan menjadi tolok ukur terhadap
excellence dalam keselamatan pasien rumah sakit.

3) Kualitas tempat kerja sama dengan kualitas pelayanan pasien


a) Secara terus menerus mengembangkan peranan keperawatan
(1) Menentukan ruang lingkup praktek keperawatan sehingga perawat, atau
disiplin lainnya, dan masyarakat menyadari terjadinya proses evolusi pada
profesi
(2) Mengusulkan pengenalan profesional dan remunerasi
(3) Mengembangkan dan menyebarluaskan suatu pernyataan sikap tentang
pentingnya suatu lingkungan kerja yang aman
(4) Memastikan bahwa disiplin lain terlibat dalam pengembangan kebijakan
untuk lingkungan kerja yang aman

b) Mendukung penelitian, mengumpulkan data untuk praktek terbaik, dan


penyebarluasan data setelah tersedia
(1) Mendorong lembaga pendidikan untuk meningkatkan kerjasama dengan
memberikan kesempatan untuk kolaborasi dan penekanan pada teori kerja
sama tim
(2) Menyajikan penghargaan kepada fasilitas kesehatan yang menunjukkan
efektivitas praktik lingkungan positif melalui rekrutmen dan inisiatif retensi,
mengurangi tingkat drop out, opini publik, memperbaiki perawatan dan
tingkat kepuasan pasien lebih tinggi
(3) Menggunakan sebagai tool kit untuk memberikan informasi latar belakang
tentang pentingnya lingkungan kerja yang positif

b. Melakukan pengkajian keselamatan pasien secara komprehensif

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


101

Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,
lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang, dan budaya.

1) Struktur
a) Kebijakan dan prosedur organisasi: cek telah terdapat kebijakan dan prosedur
tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.
b) Fasilitas: apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan?
c) Persediaan: apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di
ruang IGD/ PICU.
2) Lingkungan
a) Pencahayaan dan permukaan : berkontribusi terhadap pasien jatuh atau
cedera.
b) Temperatur: pengkondisian temperatur dibutuhkan di beberapa ruangan seperti
ruang IGD/ PICU, hal ini diperlukan karena ruangan yang panas mempengaruhi
temperamen pasien.
c) Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang
memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan
kondisi pasien.
d) Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan seperti
teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien
jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah
disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis,
penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan pasien.

c. Peralatan dan Teknologi


1) Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk
mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
2) Keamanan: alat – alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat
meningkatkan keselamatan pasien.

d. Proses
1) Desain kerja: desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya
penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang
hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus
dilakukan research based practice yang diimplementasikan.
2) Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus menerus
saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat
menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat
suatu sistem pengingat untuk mengurangi kesalahan.
3) Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah
tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa
tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada
pasien-pasien emergensi oleh karena itu pada saat-saat tertentu waktu dapat
menentukan apakah pasien selamat atau tidak.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


102

4) Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien


karena perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan
menyeluruh.
5) Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan
diagnostik atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian
antibiotik atau trombolitik, keterlambatan akan berpengaruh terhadap diagnosis
dan pengobatan.
6) Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu
perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus ditanggung oleh
pasien.

e. Orang
1) Sikap dan motivasi; sikap dan motivasi sangat berdampak terhadap kinerja
seseorang. Sikap dan motivasi yang negatif akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
2) Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak terhadap kinerja
dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
3) Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan
kebutuhan dan masalah pasien. Tanpa perhatian yang penuh akan terjadi
kesalahan-kesalahan dalam bertindak.
4) Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat memerlukan
pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat-alat kesehatan
dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit yang sebelumnya belum
tren, seperti perawatan flu babi (swine flu).
5) Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi; kognitif sangat berpengaruh terhadap
pemahaman mengapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat
berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah
baru, mengkomunikasikan hal-hal yang baru.

f. Budaya
1) Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan
keselamatan pasien.
2) Filosofi tentang keamanan; keselamatan pasien tergantung kepada filosofi dan nilai
yang dibuat oleh para pimpinan pelayanan kesehatan.
3) Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan
dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa
yang menerima laporan).
4) Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat
hambatan karena terbentuknya budaya blaming (menyalahkan). Budaya blaming
merupakan fenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan
membuat protap jalur komunikasi yang jelas.
5) Staf – kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang
penting adalah sistem kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf,
membuat kebijakan dan mengatur personal termasuk jam kerja, beban kerja,
manajemen kelelahan, stres dan sakit.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional


103

6. Melaksanakan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Solusi life-saving keselamatan pasien rumah sakit adalah:
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication
Names).
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien.
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
h. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Draft Pedoman Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional

Anda mungkin juga menyukai