Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat
melahirkan bayi dengan sempurna. Ada dua cara persalinan yaitu persalinan
lewat vagina yang lebih dikenal dengan persalinan alami dan persalinan
caesar atau sectio caesarea yaitu tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi
dengan melalui insisi pada dinding perut dan didnding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosatro,
2007).
Tindakan sectio caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis
untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada bebeapa indikasi dilakukan tindakan
sectio caesarea adalah gawat janin, diproporsi Sepalopelvik, persalinan tidak
maju, plasenta previa, prolapsus tali pusat Letak Lintang (Norwitz E, Schorge
J, 2007), Panggul Sempit dan Preeklamsia (Jitowiyono S & Kristiyanasari W,
2010). World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata
sectio caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di
dunia. Rumah Sakit pemerintah kira – kira 11 % sementara Rumah Sakit
swasta lebih dari 30% (Gibbson L. et all, 2010). Menurut WHO peningkatan
persalinan dengan sectio caesarea di seluruh Negara selama tahun 2007 –
2008 yaitu 110.000 per kelahiran di seluruh Asia (Kounteya, S. 2010).
Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan
pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun
2001 sebesar 45,19%, tahun 2002, sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar
46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun
2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan
(Grace, 2007). Survei Nasional tahun 2009, 921.000 persalinan dengan sectio
dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan.
Untuk RSUD Panembahan Senopati Bantul jumlah ibu melahirkan dari
bulan agustus, september dan oktober 2017 adalah 337 ibu dimana yang
persalinan normal 274 ibu dan sectio caesarea 63 ibu. Dimana dengan rincian
bulan agustus 129 ibu yang persalinan normal 102 orang dan sectio caesarea
27 orang, bulan september 137 ibu yang normal 109 ibu dan yang sectio
caesarea 28 ibu dan bulan oktober 71 orang dimana persalinan normal 63 ibu
dan sectio caesarea 8 ibu.

1
Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini
dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Dalam konteks asuhan keperawatan,
perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman. Salah satu kondisi
yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien adalah nyeri (Asmadi, 2008).
Rasa ketidaknyamanan (nyeri) dapat disebabkan oleh terjadinya keruskan
saraf sensorik atau juga diawali rangsangan aktivitas sel T ke korteks serebri
dan menimbulkan persepsi nyeri (Hidayat,2005).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual dan potensial.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu
penyakit manapun (Smeltzer, 2010).Tanpa melihat sifat, pola atau penyebab
nyeri, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang
membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya, hal ini dapat
mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin
dan imunologik (Yeager dkk, 1987 dalam Smeltzer, 2010). Strategi
penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan non
farmakologis. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum
nyeri menjadi lebih parah dan keberhasilan sering dicapai jika beberapa
intervensi diterapkan secara simultan (Smeltzer, 2010).
Metode non farmakologis bukan merupakan pengganti obat - obatan,
tindakan ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung
hanya beberapa detik atau menit. Mengkombinasikan metode non
farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk
mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non farmakologis menjadi lebih murah,
mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2005). Salah
satu metode untuk mengatasi nyeri secara non-farmakologis adalah terapi
relaksasi autogenik (Asmadi, 2008). Relaksasi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang merasakan bebas mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi bertujuan agar individu dapat mengontrol diri ketika
terjadi 30 rasa ketegangan dan stres yang membuat individu merasa dalam
kondisi yang tidak nyaman (Potter & Perry, 2005).

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui dan mempelajari
teknik relaksasi autogenik terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post
SC sesuai dengan Evidance Based Nursing.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi autogenik
b. Untuk mengetahui penanganan nyeri pada ibu post SC dengan
Evidance Based Nursing.
c. Untuk mengetahui apakah jurnal dapat diaplikasikan di rumah sakit.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil makalah ini diharapkan dapat mengembangkan asuhan
keperawatan maternitas pada kasus penanganan nyeri post sectio
caesaria.
2. Bagi Perawat
Sebagai referensi dalam mengembangkan asuhan keperawatan yang
profesional kasus penanganan nyeri post sectio caesaria.
3. Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kasus kasus
penanganan nyeri post sectio caesaria.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Relaksasi Autogenik
1. Pengertian
Teknik relaksasi autogenik merupakan teknik dalam membantu
pengurangan rasa sakit pada persalinan.
Menurut Varney Midwifery ada beberapa pendekatan untuk
mengurangi rasa sakit saat persalinan adalah : a) adanya seseorang yang
mendukung dalam persalinan, b) pengaturan posisi, c) relaksasi dan
latihan pernapasan, d) istirahat dan privasi, e) penjelasan mengenai
proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan, f) asuhan diri, g)
sentuhan.
Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang efektif mengurangi
rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri akut atau kronis. Relaksasi
sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan
sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri. (Kusyati, dkk 2006).
Relaksasi autogenik juga dapat membantu individu untuk dapat
mengendalikan beberapa fungsi tubuh seperti tekanan darah, frekuensi
jantung dan aliran darah.
Luthe dalam (Kang, dkk 2009) menyatakan relaksasi autogenik
sebagai teknik atau usaha yang sengaja diarahkan pada kehidupan
individu baik psikologis maupun somatik untuk menyebabkan perubahan
dalam kesadaran melalui autosugesti sehingga tercapailah keadaan rileks.
Teknik ini sama halnya dengan teknik hypnobirthing yang
melibatkan relaksasi yang mendalam, pola pernapasan lambat dan
petunjuk cara melapaskan endorpin dari dalam tubuh (relaksasi alami
tubuh) yang memungkinkan calon ibu menikmati proses kelahiran yang
aman, lembut, cepat dan tanpa proses pembedahan (Nurasiah, 2012).
Menurut Widyastuti dalam (Pratiwi 2012), teknik relaksasi autogenik
menggunakan konsep “konsentrasi pasif” pada daerah tertentu di tubuh
tiap individu. Praktisi teknik relaksasi autogenik mengulangi ungkapan
kepada diri sendiri seperti ungkapan kehangatan, ungkapan lamunan
maupun ungkapan pengaktifan. Ungkapan kehangatan yang dipakai
dalam relaksasi ini seperti “ aku merasa hening, kedua tanganku,

4
lenganku terasa hangat dan berat”. Ungkapan lamunan yang digunakan
pada teknik relaksasi ini seperti “jauh dalam pikiranku, aku merasakan
kedamaian dan keheningan yang menenangkan”. Ungkapan pengaktifan
yang dapat digunakan dalam relaksasi autogenik seperti “aku merasa
kehidupan dan energi mengalir melalui dada, kedua lengan, dan kedua
tanganku”.
Hadibroto (2006) menyatakan latihan-latihan untuk menghadirkan
relaksasi pasif diseluruh bagian tubuh yang dibagi menjadi enam tahap
merupakan program teknik relaksasi autogenik. Enam tahap antogenik
terdiri dari merasa berat diseluruh anggota tubuh, merasa hangat ditangan
dan kaki, menenangkan denyut jantung, mengatur pernafasan,
menghangatkan daerah sekitar jantung, serta mendinginkan dahi.
Relaksasi autogenik ini mudah dilakukan dan tidak beresiko.
Prinsipnya klien harus mampu berkonsentrasi dengan ekspirasi udara
paru (Asmadi, 2008).

2. Langka-langka Latihan Relaksasi Autogenik


Asmadi (2008) dalam bukunya berjudul Teknik Prosedural
Keperawatan : Konsep aplikasi Kebutuhan Dasar klien menulis langkah-
langkah pelaksanaan teknik relaksasi autogenik sebagai berikut.
1) Persiapan sebelum memulai latihan
 Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata
terpejam
 Atur napas hingga napas menjadi lebih lentur
 Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
sambil katakan dalam hati “ aku merasa damai dan tenang “
2) Langkah 1 : Merasakan berat
 Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan
terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua
lengan terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali
sambil katakan “ aku merasa damai dan tenang sepenuhnya”.
 Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki

5
3) Langkah 2 : Merasakan kehangatan
 Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan
hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat,
sambil mengatakan dalam diri “aku merasa tenang dan hangat”
4) Langkah 3 : Merasakan denyut jantung
 Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada
perut
 Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan
tenang sambil katakan “jantungku berdenyut dengan teratur dan
tenang”
 Ulangi 6 kali
 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang
5) Langkah 4 : Latihan pernapasan
 Posisi kedua tangan tidak berubah
 Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”
 Ulangi 6 kali
 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”
6) Langkah 5 : Latihan Abdomen
 Posisi kedua tangan tidak berubah
 Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teatur dan
terasa hangat
 Katakan dalam diri “darah yang mengalir dalam perut terasa
hangat.
 Ulangi 6 kali
 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”
7) Langkah 6 : Latihan Kepala
 Kedua tangan kembali pada posisi awal
 Katakan dalam hati “kepalaku terasa benar-benar dingin”
8) Langkah 7 : Akhir latihan
 Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan
(mengepalkan lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang
napas pelan-pelan sambil membuka mata.

6
Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawah
perintah melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan
pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh. Imajinasi
visual dan mantra-mantra verbal yang membuat tubuh merasa hangat,
berat dan santai meruapakan standar latihan relaksasi autogenik
(Varvogli, 2011).

B. Nyeri Persalinan
1. Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat
yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan
oleh orang lain,mencakup pola pikir, aktifitas seseorang secara langsung
dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan suatu kondisi yang
lebih dari pada sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu.
Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan/ atau mental, dan kerusakan dapat
terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang.
Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang sehingga dapat
mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan.
Ada tujuh faktor yang mempengaruhi respon nyeri yaitu 1) Usia,
anak belum bisa mengungkapkan nyeri sehingga perawaat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami karena takut mengetahui
penyakitnya saat diperiksa nyerinya. 2) Jenis kelamin, Gill (1990)
mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi oleh faktor budaya
(contoh: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh
mengeluh nyeri). 3) Kultur, 4) Makna nyeri, 5) Perhatian, tingkat seorang
klien mengfokuskan perhatiaanya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang meningkat
dihubungankan dengan nyeri yang meningkat. Teknik relaksasi
merupakan teknik untuk mengatasi nyeri. 6) Ansietas, cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas. 7) Pengalaman masa lalu, Seseorang yang pernah
berhasil mengatasi nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah

7
mengatasi nyerinya.
Menurut Setiyono dalam Kristiarini (2013), respon tubuh terhadap
nyeri antara lain :
1) Respon prilaku seperti menghindar dari stimulus, meringis atau
menangis, diam menahan, melindungi area yang nyeri
2) Respon fisiologik terbagi atas dua bagian. Pertama simpatetik (pada
nyeri akut atau superfisial) dan merupakan respon homeostatis seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan pernafasan,
dilatasi pupil, ketegangan otot dan kaku, dingin pada perifer, sering
buang air kecil, kadar gula darah meningkat. Kedua respon
parasimpatik (pada nyeri berat) dan menunjukkan bahwa tidak
mampu lagi melakukan homeostatis seperti mual dan muntah,
penurunan kesadaran, penurunan tekanan darah, penurunan nadi,
pernafasan cepat dan tidak teratur, dan lemah.
3) Respon aktif seperti diam tidak berdaya,menolak depresi, marah,
takut, tidak punya harapan, dan tidak punya kekuatan.

2. Penilaian Klinis nyeri :


1) Numeric Rating Scale (NRS)
NRS digunakan untuk menilai intensitas atau derajat keparahan
nyeri dan memberi kesempatan kepada klien untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006). Menurut
Strong, dkk dalam Datak (2008), NRS merupakan skala nyeri yang
paling sering digunakan dalam kondisi akut. NRS digunakan untuk
mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

None Mild Moderate Severe

Gambar 2.1 Numeric rating scale (NRS)

8
2) Face Pain Scale (FPS)
FPS merupakan pengukuran nyeri dengan menggunakan 6 macam
gambar ekspresi wajah. Nilai berkisar antara 0 sampai 5. Nilai 0
mengidentifikasikan tidak nyeri, 5 mengidentifikasikan sangat nyeri
(nyeri yang buruk). FPS biasa digunakan untuk mengkaji intensitas
nyeri pada anak-anak.

0 1 2 3 4
5

Gambar 2.2 Face pain Scale (FPS)

3) Visual Analogue Scale (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas
nyeri dan memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnnya.
Skala ini memberi kebebasan klien untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri. Vas merupakan pengukur intensitas nyeri yang lebih sensitif,
karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry,
2006). Skala ini menggunakan angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Pengukuran dikatakan sebagai nyeri
ringan pada nilai dibawah 4, nyeri sedang bila nilai antara 4-7
dikatakan sebagai nyeri hebat apabila nilai diatas 7 (Sudoyo, dkk
2009).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

No Moderate
worst pain

9
Pain pain
imaginable

Gambar 2.3 Visual analogue scale (VAS)

C. Sectio Caesaria
1. Pengertian
 Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram (Sarwono, 2009)
 Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
 Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2. Jenis-jenis
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal

10
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di
lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien
infeksi uterin berat.

4. Section cesaria Hysteroctomi


Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat

3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi

11
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

12
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).

4. Patifisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de
entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan

13
yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
5. Pathway

14
15
BAB III
KASUS DAN JURNAL

A. Skenario Kasus
. Ny. F 27 tahun G2P1AO riwayat SC, dikirim dari poli kandungan
dengan keluhan hipertensi dan merasa kencang-kencang dari 9
oktober jam 15.00. Setelah dikaji TD : 150/100, N : 76, RR : 20,
BB : 67kg, DJJ : 144, Puki, TBJ : 2700 Gram, HPHT : 23 Januari
2017, HPL : 30 Oktober 2017, pasien terpasang induksi balon,
belum ada pembukaan, drip oksitosin 5 IU 2, pasien merasa takut
jika tidak bisa melahirkan normal dan rencana SC 12 oktober.
Pasien akan diberikan tindakan keperawatan untuk mengatasi rasa
nyeri.

B. Rumusan Masalah
P I C O
Pasien terlihat lemah dan Intervensi yang Pembanding Setelah diberikan
mengatakan nyeri pada diberikan yaitu dengan intervensi teknik
luka post SC seperti Mengajarakan melakukan teknik relaksasi
ditusuk-tusuk dengan teknik relaksasi autogenik
skala 7 pada saat nonfarmakologi autogenik untuk diharapkan dapat
bergerak. Data ( teknik relaksasi mengurangi skala berpengaruh
pemeriksaan fisik TTV : nafas dalam ) nyeri dalam
TD : 130/90 mmhg, S : mengurangi skala
36,5 C, N : 80 x/menit, nyeri pada pasien
RR : 20 x/menit. Pasien post SC
akan diberikan tindakan
keperawatan untuk
mengatasi rasa nyeri

16
C. Metode atau Strategi Penelusuran bukti
1. Masuk ke website www.google.co.id
2. Ketikkan pada kontak pencarian google schooler. Klik link atau
pencaraian teratas maka akan masuk ke website goole schooler.
3. Setelah masuk google schooler, ketikkan dalam kotak pencarian kata
kunci “Relaksasi autogenik nyeri post SC"
4. Download jurnal dalam bentuk pdf.

D. Hasil Penelusuran Bukti

17
E. Telaah Kritis
1. Validity
Desain penelitian. Desain Penelitan yang di gunakan adalah penelitian
eksperimen dengan One Group Pretest Posttest Design. Pretest dilakukan
untuk mengukur skala nyeri pasien dengan post operasi SC sebelum
dilakukan intervensi relaksasi autogenik. Selanjutnya Postest dilakukan
setelah diberikan intervensi relaksasi autogenik pada pasien dengan post
operasi Sectio Caesarea. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 75 ibu
post sectio caesarea dalam waktu 1 bulan. Tehnik pengambilan sampel
menggunakan Non Probability Sampling berupa tehnik Purposive
Sampling dengan kriteria inklusi yaitu Pasien post operasi Sectio
Caesarea (24 jam post partum), Pasien yang mendapatkan anestesi spinal,

18
dan Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian dari awal hingga
akhir sedangkan untuk kriteria eksklusi yaitu Pasien yang mengalami
komplikasi post partum, Pasien yang selama penelitian menggunakan
analgetik. Analisis data menggunakan uji statistik uji t berpasangan
(paired t-test).
2. Importance
Berdasarkan hasil penelitian dari 75 responden, frekuensi usia ibu
tertinggi yaitu berada pada rentang usia 26-45 tahun (62,7%). Rentang usia ini
masih termasuk dalam usia produktif bagi seseorang. Penduduk usia produktif
adalah penduduk yang berumur 15 - 64 tahun. Wanita Usia Subur adalah semua
wanita yang telah memasuki usia antara 15-49 tahun tanpa memperhitungkan
status perkawinannya (Kemenkes, 2011).
Hasil penelitian seperti yang terlihat dalam tabel diatas didapatkan
hampir setengahnya dari responden (38,7%) adalah multipara yaitu 29 ibu post
operasi sectio caesarea. Menurut Saifuddin, 2009 (dalam Trivonia, 2012),
paritas yang paling aman adalah multi gravida. Primi gravida dan Grande multi
gravida mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi
oleh kematangan dan penurunan fungsi organ-organ persalinan. Secara umum
paritas multi gravida merupakan paritas paling aman bagi seorang ibu untuk
melahirkan dan masih digolongkan dalam kehamilan resiko rendah.
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang mempunyai riwayat terbanyak
adalah kehamilan kedua. Keadaan yang pernah mengalami persalinan atau baru
akan terjadi dapat menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa
ketakutan, khawatir dan cemas menjalaninya, karena kekhawatiran dan
kecemasan mengalami rasa sakit tersebut memilih persalinan sectio caesarea
untuk mengeluarkan bayinya (Kasdu, 2003).
Hasil penelitian pada tabel menunjukan adanya pengaruh dari relaksasi
autogenic teradap skala nyeri ibu post operasi SC dengan nilai mean perbedaan
antara sebelum dan sesudah relaksasi autogenik adalah 1,080 dengan standar
deviasi 0,359 (Pvalue < 0,05).
Karakteristik usia responden sebagian besar (62,7%) berusia 26-45 tahun
dengan Paritas responden melahirkan anak kedua dengan persentase 38,7% dan
sebanyak 77,3% responden tidak mempunyai riwayat operasi SC sebelumnya.
Skala nyeri post operasi SC sebelum dilakukan intervensi relaksasi autogenik
sebanyak 64% responden mengalami nyeri luka post operasi dengan rentang
skala 4-6 (nyeri sedang). Sedangkan skala nyeri post operasi SC setelah
dilakukan relaksasi autogenik menunjukkan 73,3% responden mengalami nyeri
dengan rentang skala 4-6 (nyeri sedang). Terdapat pengaruh yang signifikan

19
antara relaksasi autogenik dengan penurunan skala nyeri yaitu dengan t hitung
26,077. Hasil uji t menunjukkan 0,0001 artinya ada perbedaan skala nyeri antara
sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi autogenik dengan nilai mean = 1,080
yaitu terjadi kecenderungan penurunan skala nyeri sesudah perlakuan dengan
rata-rata penurunan skala nyerinya 1,080.

3. Applicability :
Keberhasilan penatalaksaan terhadap nyeri post operasi dapat
meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat
(tenaga kesehatan) hal ini sejalan dengan hasil systematic review yang
dilakukan oleh Sherwood, McNeill, Starck & Disnard (2003) mengenai
“Changing acute pain management outcomes in surgical patients” didapatkan
kesimpulan bahwa dengan adanya kesadaran dan perhatian terhadap nyeri yang
dirasakan oleh pasien post operasi serta dilakukannya intervensi untuk
mengurangi keluhan nyeri akan menigkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan walaupun nyeri yang dialaminya dikategorikan nyeri
sedang sampai berat dan harus beraktivitas saat mengalami sensai nyeri
tersebut.
Karakteristik usia responden sebagian besar (62,7%) berusia 26-45 tahun
dengan Paritas responden melahirkan anak kedua dengan persentase 38,7% dan
sebanyak 77,3% responden tidak mempunyai riwayat operasi SC sebelumnya.
Skala nyeri post operasi SC sebelum dilakukan intervensi relaksasi autogenik
sebanyak 64% responden mengalami nyeri luka post operasi dengan rentang
skala 4-6 (nyeri sedang). Sedangkan skala nyeri post operasi SC setelah
dilakukan relaksasi autogenik menunjukkan 73,3% responden mengalami nyeri
dengan rentang skala 4-6 (nyeri sedang).

F. Perbandingan antara julnal dengan kondisi rill


Dalam melakukan intervensi penurunan skala nyeri yang sering
digunakan yaitu selain menggunakan farmakologi juga dapat menggunakan
teknik non farmakologi dengan teknik relaksasi nafas dalam tetapi untuk
penggunaan teknik relaksasi autogenik masih belum diterapkan di RS.
Terlihat dari jurnal penelitian ini bahwa teknik relaksasi autogenik
berpengaruh dalam penurunan skala nyeri ibu post SC.

20
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan Jurnal Penelitian bahwa Terdapat pengaruh yang signifikan antara


relaksasi autogenik dengan penurunan skala nyeri yaitu dengan t hitung 26,077. Hasil uji t
menunjukkan 0,0001 artinya ada perbedaan skala nyeri antara sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi autogenik dengan nilai mean = 1,080 yaitu terjadi kecenderungan
penurunan skala nyeri sesudah perlakuan dengan rata-rata penurunan skala nyerinya
1,080. Dengan demikian teknik relaksasi autogenik dapat dijadikan salah satu intervensi
dalam menurunkan skala nyeri ibu post SC di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.unai.edu/index.php/jsk/article/view/87

https://scholar.google.co.id/scholar?q=jurnal+gengham+jari+nyeri+post+SC&btn
G=&hl=id&as_sdt=0%2C5

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai