Pembimbing:
Dr. dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, KR
Oleh:
Eko Roharto Harahap, S.Ked 04054821719065
Hasna Mujahidah, S.Ked 04084821719190
Laporan Kasus
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Gagal
Jantung Kongestif”
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
sebagai tauladan umat manusia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr.
dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, KR selaku pembimbing.
Penulis menyadari banyak kekurangan dari laporan ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Demikian, semoga laporan
ini tetap dapat berkonstribusi untuk kemajuan ilmu kedokteran.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah dari penderita
gagal jantung mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis.4
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit
jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat
barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi
mungkin lebih penting di Negara berkembang. Pada pasien hipertensi resiko
terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat tiga kali. Pada pasien hipertensi
dapat terjadi perubahan-perubahan struktrur dan fungsi jantung, yaitu hipertrofi
ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung.5 Data
kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada
>75% pasien degan gagal jantung.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Tn. SR
b. Umur : 67 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Pedagang
f. Alamat : Jl. Naskah II No. 898 Sukarami, Palembang
g. No Registrasi : RI 17025714
h. Tgl masuk RS : 5 September 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak bertambah hebat sejak 1 hari SMRS
3
4
duduk. Pasien juga mengeluh sesak pada malam hari yang disertai batuk
tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena
sesak. Sesak disertai keringat dingin. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
atau terpapar debu. Pasien menyangkal adanya sesak disertai suara mengi,
nyeri dada, jantung berdebar-debar, mata berkunang-kunang, telinga
berdenging, demam, keringat di malam hari, pusing, mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan berat badan. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien juga merasakan perut terasa penuh, cepat kenyang saat makan dan
nyeri ulu hati.
Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan obat:
- Isosorbit dinitrat
- Clopidogrel
- Aspilet
- Lansoprazol
Riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal.
Riwayat pemasangan stent pada jantung pada bulan Juli di RSMH
Palembang.
5
B. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, alopesia (-)
b. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-),
exophthalmus (-), pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
6
c. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
d. Mulut
Bibir tidak kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
e. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus eksterna
lapang, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-)
f. Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-)
g. Thoraks
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan = kiri, sela iga
melebar -/-, barrel chest (-), retraksi intercostal (-),
penggunaan otot bantu nafas (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada basal
paru kanan
Perkusi : nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri, redup
dari ICS 5 ke bawah paru kanan
Auskultasi : vesikuler pada lapangan paru kiri, vesikuler
menurun pada basal paru kanan, ronkhi basah
halus (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba, thrill (+)
Perkusi : batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan sulit dinilai
batas jantung kiri ICS V linea axilaris anterior
sinistra
Auskultasi : HR= 120x/menit, reguler, HR=PR, murmur (+),
7
gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus tidak
menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae dan
lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri
tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
i. Genitalia : tidak diperiksa
j. Ekstremitas : akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial
(+), sianosis (-), clubbing finger (-)
8. SGPT 6 (Normal)
9. Ureum 31 (Normal)
10. Kreatinin 0,96 (Normal)
Enzim Jantung
11. Troponin T <40 (Normal)
12. CK-MB 19 (Meningkat)
c. Rontgen Thoraks
Kesan:
Cardiomegali
Gambaran edema paru dengan efusi pleura kanan kiri (terutama kanan)
V. Diagnosis
CHF et causa CAD dengan Hipertensi Stage I
e. Cor Angiografi
VIII. Tatalaksana
a. Non Farmakologis
- Istirahat/ tirah baring
- Edukasi tentang penyebab penyakit dan tatalaksananya
- Head up 30o
- Diet jantung III, DM 1900 kkal
b. Farmakologis
- IVFD Asering gtt x/m
- Furosemide 1x20 mg IV
- NRF 2x5 mg p.o
- Aspilet 1x80 mg p.o
- Clopidogrel 1x75 p.o
- Atorvastatin 1x20 p.o
- Laxadin syrup 3x15 ml p.o
- Lamoprazole 1x30 mg p.o
- Valsartan 1x8 mg p.o
- KSR 1x 600 mg p.o
- Inj. Novorapid 3x8 unit
- Inj. Levemir 1x8 unit
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
X. Follow Up
Tanggal 8 September 2017
S Keluhan: Sesak terpasang nasal kanul
11
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Nadi 100 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,3 oC
Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-),
epistaksis (-), atrofi papil lidah (-)
Leher JVP (5+2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri,
sela iga melebar -/-, barrel chest (-), retraksi
intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (+)
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada
basal paru kanan
Perkusi: nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri,
redup dari ICS 5 ke bawah paru kanan
Auskultasi: vesikuler pada lapangan paru kiri,
vesikuler menurun pada basal paru kanan, ronkhi
basah halus (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)
Farmakologis
IVFD Asering gtt x/m
Furosemide 1x20 mg IV
NRF 2x5 mg p.o
Aspilet 1x80 mg p.o
Clopidogrel 1x75 p.o
13
3.1 Jantung
3.2.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel
kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput
pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari
jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang
terdiri jaringan endotel disebut endokardium.
14
15
lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang
sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika
tekanannya lebih rendah.
3.2.2 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori
utama:1,5
17
3.2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat peningkatan tekanan bergantung
pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.5,6
18
c. Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban
20
3.2.5 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis
gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:5,8,9
- Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispnu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
- Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120 x/menit)
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak
mengalami gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat
berbaring pada permukaan datar. Pada gagal jantung yang lebih berat,
pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan
kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak
22
napas yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada
gagal jantung ringan, namun berkurang pada gagal jantung berat, karena
adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang
atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus
takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan
aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya
ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan
oleh aktivitas adrenergik yang berlebih.
b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pada gagal
jantung stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu
istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen.
c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan
edema paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan
pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi
pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura,
hasilnya adalah transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan,
maka apex cordis biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah
lateral dari midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2
interkosta dari apex. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat
terdengar dan dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami
takikardi dan takipneu, dan sering kali menandakan gangguan
23
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah
darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin,
SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung dengan tujuan untuk mendeteksi anemia,
gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
- Foto thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk
jantung, struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai
melalui pengukuran cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%.
- EKG
24
3.2.6 Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir.6
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :9
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot
jantung, yaitu kerja inotropik positif (meningkatkan kontraksi
miokard), kerja kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung),
25
3.3.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian
tersering di negara maju maupun negara berkembang. Gambaran klinis
aterosklerosis dapat timbul pada semua usia, tetapi paling sering pada orang
berusia lanjut, dengan puncak insidensi setelah usia 60 tahun pada laki-laki dan 70
tahun pada perempuan. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan sampai
decade kesembilan, saat mana frekuensi penyakit arteria koronaria terjadi sama
banyaknya pada kedua jenis kelamin.15 Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal
akibat penyakit jantung pada tahun 2008, sekitar 30% dari angka kematian total di
dunia.23 Dari kematian itu, diperkirakan 7,3 juta akibat penyakit jantung koroner
dan 6,2 juta akibat stroke.24 Lebih dari 80% dari angka kematian akibat penyakit
jantung terjadi di negara berkembang dan Negara miskin.23 Angka kematian
akibat penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner dan stroke,
diperkirakan akan mencapai 23,3 juta pada tahun 2030. Penyakit jantung
diperkirakan tetap menjadi penyebab kematian nomor 1 di dunia.23,32 9,4 juta
kematian tiap tahun, atau 16,5% dari angka kematian total dapat berhubungan
dengan hipertensi.33 Angka kematian itu meliputi 51% kematian akibat stroke dan
45% kematian akibat penyakit jantung koroner.34
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling banyak adalah penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, dan penyakit
jantung bawaan.25 Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian
karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar
26,4%.26 Depkes RI pada tahun 2009, memperkirakan bahwa pada tahun 2015,
kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah akan
meningkat menjadi 20 juta.22
28
3.3.3 Etiologi
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokardium dengan suplai oksigen oleh darah yang mengalir
melalui pembuluh darah koroner. Kurangnya suplai oksigen miokardium ini
merupakan akibat dari penyempitan pembuluh darah koroner dengan berbagai
etiologi.15,18 Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah
penyempitan pembuluh darah koroner oleh plak aterosklerosis.15,18,19
Aterosklerosis secara progresif menyebabkan penyempitan lumen pembuluh
darah koroner sehingga terjadi pengurangan perfusi miokard yang absolut.18,19
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokardium. Bila keadaan ini semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yaitu berkurangnya
kemampuan vasodilatasi pembuluh. Dengan demikian keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan
miokardium yang terletak pada daerah lesi.19
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi
komplikata, sebagai berikut:19
1. Endapan lemak, merupakan tanda awal terbentuknya aterosklerosis,
ditandai dengan adanya penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos
berisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima
pembuluh darah. Secara mikroskopis endapan lemak terlihat mendatar
dan bersifat non-obstruktif, sedangkan secara kasat mata endapan lemak
terlihat kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.
2. Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika
intima yang meninggi dan dapat diraba sebagai bentuk kubah dengan
permukaan opak dan mengkilat yang keluar kearah lumen sehingga
menyebabkan oklusi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris
sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung
banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Seiring berkembangnya lesi,
terjadilah pembatasan aliran darah koroner, remodeling vaskular, dan
29
c. Kebiasaan merokok
Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari,
dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu
pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan terhadap penyakit
aterosklerotik koroner daripada mereka yang tidak merokok.3 Risiko
penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar daripada
yang bukan perokok. Kandungan zat racun pada rokok antara lain tar,
nikotin dan karbon monoksida. Rokok akan menyebabkan penurunan
kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,
penurunan kadar kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah dan
kerusakan endotel pembuluh darah koroner.20
d. Diabetes mellitus
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula
darah. Penderita diabetes melitus cenderung memiliki prevalensi,
prematuritas, dan keparahan aterosklerotik koroner yang lebih tinggi.
Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Diabetes melitus
juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah
arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid, peningkatan
kadar LDL, dan penurunan kadar HDL.3
e. Sedentary life style
Ketidakaktifan fisik meningkatkan risiko penyakit jantung koroner setara
dengan hyperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif
secara fisik memiliki risiko 30-50% lebih besar untuk mengalami
hipertensi. Keuntungan latihan aerobic yang teratur adalah meningkatkan
kadar HDL, menurunkan kadar LDL, menurunkan tekanan darah,
mengurangi obesitas, mengurangi frekuensi denyut jantung saat istirahat
dan konsumsi oksigen miokardium, serta menurunkan resistensi insulin.3
f. Alkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah kecil, sekitar 1 sampai 2 unit per hari,
dapat meningkatkan kadar HDL, menurunkan kadar LDL, dan
32
3.3.6 Patofisiologi
Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari. Iritan tersebut diantaranya adalah faktor-faktor
hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, kadar gula darah yang tinggi, serta
toksin rokok. Agen infeksius (Clamydia pneumonia) juga dapat menyebabkan
cedera. Cedera dan disfungsi endotel meningkatkan perlekatan trombosit dan
leukosit, meningkatkan permeabilitas, meningkatkan koagulabilitas, inflamasi,
migrasi monosit ke dalam dinding arteri. Bercak lemak terdiri atas makrofag
mengandung lipid dan limfosit T. Kemudian lepasnya faktor pertumbuhan dari
makrofag teraktivasi dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika
media ke dalam intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Trombosis dapat terjadi dari perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar. Ulserasi dan ruptur mendadak lapisan fibrosa dapat
terjadi setelah oklusi arteri. Perdarahan yang terjadi dalam ateroma dapat
menyebabkan oklusi arteri.3
35
3.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit jantung koroner dimana sudah terjadi iskemia dan
infark miokard antara lain:3
a. Gagal jantung kongestif
37
b. Syok kardiogenik
c. Disfungsi muskulus papilaris
d. Defek septum ventrikel
e. Ruptur jantung
f. Aneurisme ventrikel
g. Tromboembolisme
h. Perikarditis
i. Sindroma Dressler
j. Disritmia
3.3.9 Diagnosis
Diagnosis PJK dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan untuk menemukan symptom serta
riwayat keluarga, sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan sign
serta manifestasi klinis, kemudian pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
penderita PJK diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium,elektrokardiografi
(EKG), Echocardiography, dan Angiografi koroner.3 Angiografi koroner
(kateterisasi jantung) masih merupakan gold standarduntuk mengetahui adanya
oklusi arteria koronaria.2,4,17 Setelah dilakukan kateterisasi, terdapat 3 pilihan
terapi umum meliputi modifikasi gaya hidup, Percutaneous Coronary
Intervention (PCI), dan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG).4
3.3.10 Tatalaksana
1. Pencegahan
Harus dilakukan pencegahan untuk menghilangkan atau mengendalikan
faktor-faktor risiko pada setiap individu. Lemahnya perhatian terhadap
faktor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana pengobatan dan perawatan,
dan tingginya biaya pengobatan merupakan hambatan yang mempengaruhi
keberhasilan dalam pengendalian faktor risiko PJK. Beberapa strategi untuk
menurunkan faktor risiko:12
38
2. Pengobatan
Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah untuk mencegah
terjadinya kerusakan miokardium dengan mempertahankan keseimbangan
antara konsumsi oksigen miokardium dan suplai oksigen. Suplai oksigen
dipertahankan dengan mencegah agregasi trombosit dan trombosis, yang
paling baik dicapai dengan pemberian aspirin, heparin, dan trombolitik
intravena. Nitrogliserin sublingual atau intravena merupakan terapi utama
untuk memulihkan iskemia dengan vasodilatasi perifer jaringan arteri dan
vena yang akan menurunkan preload, dan dengan memperbaiki penyebaran
aliran darah koroner ke daerah iskemik dengan mendilatasi arteria
epikardium dan meningkatkan aliran darah kolateral ke miokardium yang
iskemik.3
Obat penyekat beta-adrenergik menghambat perkembangan iskemia
dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis
terhadap jantung; pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Obat
penyekat beta-adrenergik menurunkan frekuensi denyut jantung dan
kekuatan kontraksi sehingga mampu mengurangi kebutuhan oksigen
miokardium. Morfin sulfat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
dengan menghilangkan nyeri dan agitasi. Obat diuretik menurunkan volume
darah dan aliran balik vena ke jantung, sehingga menurunkan volume dan
ukuran ventrikel. Obat vasodilator, ACE inhibitor, dan penyekat saluran
kalsium menurunkan tekanan arteri dan resistensi terhadap ejeksi ventrikel.3
39
3. Maintenance
Bertujuan untuk mencegah terjadinya kembali infark miokardium setelah
pengobatan primer serta untuk mendukung reperfusi.26
a. Terapi Antiplatelet
Aspirin
Clopidogrel
b. Terapi Antikoagulan
UFH
Enoxaparin
Fondaparinux
c. Terapi Fibrinolitik
Streptokinase
Alteplase (tPA)
Reteplase (rPA)
Tenecteplase (TNK-tPA)
BAB IV
ANALISA KASUS
Tn. SR, 67 tahun, datang dengan keluhan sesak yang semakin memberat
sejak ±1 hari SMRS. Sesak dirasakan pada saat aktifitas seperti berjalan ke kamar
mandi. Keluhan sesak awalnya dirasakan ±7 hari SMRS saat pasien melakukan
aktifitas seperti berjalan ±20 meter serta keluhan memberat saat merasa emosi,
dan saat terlalu banyak berbicara. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring
sehingga pasien tidur dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak pada malam hari yang disertai batuk tidak berdahak. Pasien juga
mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena sesak. Sesak disertai keringat
dingin. Pada keluhan utama pasien, adanya sesak merupakan mekanisme
peningkatan usaha pernafasan pada kasus gagal jantung yang paling umum. Pada
kondisi awal dispneu terjadi pada saat aktifitas yang sedang dan berlanjut semakin
agresif dengan aktifitas yang tidak begitu berat dan pada akhirnya, sesak nafas
timbul walaupun pasien sedang beristirahat. Dispnea yang terjadi pada kasus
gagal jantung paling sering pada pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan
tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh
darah paru dan edema paru interstitial yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologis. Dispneu dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir
dari gagal jantung dibandingkan dispneu pada saat beraktivitas (dispneu de effort).
Ortopneu terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah
ke dalam dada. Sehingga pasien dengan ortopneu harus meninggikan posisi
kepalanya dengan beberapa bantal pada malam hari dan sering terbangun pada
malam hari karena sesak nafas dan batuk. Sensasi sesak nafas biasanya dapat
hilang dengan posisi duduk tegak karena posisi ini mengurangi aliran balik vena
dan tekanan kapiler paru. Sesak nafas yang disertai batuk kering pada malam hari
seringkali membangunkan pasien saat tidur, hal ini disebabkan karena depresi
pusat pernafasan saat tidur memungkinkan mengurangi ventilasi yang cukup
sehingga menurunkan tekanan oksigen arteri terutama pada kondisi edema paru
40
41
interstitial. Pada kondisi lain, fungsi ventrikel mungkin dapat terganggu pada
malam hari karena berkurangnya rangsangan adrenegik pada fungsi miokardium.
Keringat dingin pada kasus ini dapat terjadi karena adanya rangsangan dari
penurunan stroke volume pada kondisi gagal jantung sehingga dideteksi oleh
baroreseptor arteri menimbulkan stimulus pada saraf simpatis untuk mensekresi
katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin dan gangguan pada persarafan saraf
parasimpatis yang bekerja pada salah satunya kelenjar keringat sehingga
menyebabkan berkeringat dingin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. In: Sudoyo AW, et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam Jilid 1, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI,
2006; p1511-4.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/
3. Bazo A. 2010. Congestive Heat Failure.
4. Kulick D. Congestive Heart Failure. 2010. (http://www.medicinenet.com/)
5. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung.
Dalam:Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Medical
Series. 2002; 80-97
6. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Standar
Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Edisi kedua. Jakarta. 2003; 170-80
7. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi: Patogenesis dan Patofisiologi
Terkini. Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. Dalam: Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003.
8. Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart
Failure in Australia. National Heart Foundation of Australia.
(www.heartfoundation.org.au/)
9. Lily Ismudiati Rilantono, dkk.; Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2004. hal 173-181.
10. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (http://www.emedicine.com/).
11. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 7thEd. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.
241
12. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (http://www.umm.edu/).
13. Price SA, Wilson LM. Fisiologi system kardiovaskular, Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2006.
p.530-543.
14. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
15. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
2007. h.45
16. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC. H.322-323.
17. Katzung, betram. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: EGC.
2001. h. 245
18. Anthony S Fauci. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Harrison.13thed, Vol. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
19. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. 6thed, Vol 1. Jakarta: Penerbit
42
Buku Kedokteran EGC.
20. Remmerman Curis M. Coronary Artery Disease. Cleveland Clinic. 2012.
Medical pubs.
21. Dorland, Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. 31sted, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
22. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. 1st ed. Departemen Kesehatan RI. Ditjen P2PL Ditjen
Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
23. World Health Organization. 2011. Global Status Report on
Noncommunicable Diseases 2010. Geneva: WHO.
24. World Health Organization. 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention and Control. Geneva: WHO.
25. Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
26. Susiana C, Lantip R & Thianti S. 2006. Kadar malondiadehid (MDA)
penderita penyakit jantung koroner di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Mandala of Health. a Scientific Journal, Vol 2, 47-54.
27. Rahajoe, A. 2011. Current Problem of Cardiovascular Disease in
Indonesia. 20thAnnual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association
(ASMIHA). Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
28. Tavakol M, Ashraf S, Brener SJ. 2012. Risks and Complications of
Coronary Angiography: A Comprehensive Review. New York Methodist
Hospital.
29. Eeckhout E. 2006. Definition of Multivessel Disease. World Congress
Cardiology. World Congress Cardiology.
30. Lewis,S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’brien, P.G. & Bucher,L.
(2007). Assesment and Management of Clinical Problems. 7th Edition.
Volume 2. Mosby Elsevier.
31. World Health Organization. 2002. The Atlas of Heart Disease and Stroke,
Risk Factor. WHO. (http://www.who.int/).
32. Mathers CD, Loncar D. 2006. Projections of Global Mortality and Burden
of Disease from 2002 to 2030. PLoS Med.
33. Lim SS, Vos T, Flaxman AD, Danaei G, Shibuya K, Adair-Rohani H et al.
2012. A Comparative Risk Assessment of Burden of Disease and Injury
Attributable to 67 Risk Factors and Risk Factor Clusters in 21 Regions,
1990-2010: A Systematic Analysis for the Global Burden of Disease Study
2010. Lancet.
34. World Health Organization. 2008. The Global Burden of Disease: 2004
update. Geneva: WHO.
43