Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Pembimbing:
Dr. dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, KR

Oleh:
Eko Roharto Harahap, S.Ked 04054821719065
Hasna Mujahidah, S.Ked 04084821719190

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

“Gagal Jantung Kongestif”

Eko Roharto Harahap, S.Ked 04054821719065


Hasna Mujahidah, S.Ked 04084821719190

Sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 28 Agustus 2017 – 6


November 2017 di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, September 2017

Dr. dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, KR

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Gagal
Jantung Kongestif”
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
sebagai tauladan umat manusia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr.
dr. Radiyati Umi Partan, SpPD, KR selaku pembimbing.
Penulis menyadari banyak kekurangan dari laporan ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Demikian, semoga laporan
ini tetap dapat berkonstribusi untuk kemajuan ilmu kedokteran.

Palembang, September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II. STATUS PASIEN ....................................................................................... 3
2.1. Identifikasi Pasien .......................................................................................... 3
2.2. Anamnesis ...................................................................................................... 3
2.3. Pemeriksaan Fisik........................................................................................... 5
2.4. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 7
2.5. Diagnosis ........................................................................................................ 9
2.6. Diagnosis Banding ......................................................................................... 9
2.7. Pemeriksaan Anjuran ..................................................................................... 9
2.8. Tatalaksana ................................................................................................... 10
2.9. Prognosis ...................................................................................................... 10
2.10. Follow Up ................................................................................................... 10
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
3.1. Anatomi dan Fisiologi Jantung..................................................................... 14
3.2. Gagal Jantung Kongestif .............................................................................. 16
3.3. Penyakit Jantung Koroner ............................................................................ 26
BAB IV. ANALISIS KASUS .................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia.


Jantung memiliki dua atrium, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, yang
membentuk ruang atas jantung, dan dua ventrikel, yaitu ventrikel kiri dan
ventrikel kanan, yang membentuk ruang yang lebih rendah pada jantung. 1 Salah
satu fungsi jantung adalah untuk memompakan darah baik ke paru maupun ke
seluruh tubuh. Bagian jantung yang berfungsi untuk memompakan darah ke paru-
paru adalah ventrikel kanan, sedangkan bagian jantung yang berfungsi untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh adalah ventrikel kiri.
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi
pemompaan ini, baik pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang
menyebabkan darah berkumpul di arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya.
Bendungan ini menyebabkan kemacetan di paru-paru (cairan terbendung di paru-
paru), penurunan output jantung, peningkatan beban jantung, penurunan efisiensi
kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume, peningkatan denyut jantung, dan
hipertrofi. Kompensasi ini dapat menyebabkan peningkatan risiko serangan
jantung dan penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.2 Adapun keluhan gagal
jantung dapat berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif tersebut merupakan alasan
kedatangan penderita ke rumah sakit. Berdasarkan data Medicare di Amerika
Serikat dan data Scottish di Eropa, gagal jantung merupakan penyebab rawat inap
yang paling banyak di rumah sakit.3 Data lain menyebutkan bahwa sekitar 5 juta
warga Amerika mengalami gagal jantung, dan terjadi penambahan 550.000
penderita gagal jantung setiap tahunnya.4 Selain insidensi yang tinggi, angka
kematian pada gagal jantung kongestif juga tidak sedikit. Salah satunya, gagal
jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru yang memiliki angka kematian
12% di rumah sakit.3Data lain menunjukkan bahwa angka kematian akibat gagal

1
2

jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah dari penderita
gagal jantung mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis.4
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit
jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat
barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi
mungkin lebih penting di Negara berkembang. Pada pasien hipertensi resiko
terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat tiga kali. Pada pasien hipertensi
dapat terjadi perubahan-perubahan struktrur dan fungsi jantung, yaitu hipertrofi
ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung.5 Data
kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada
>75% pasien degan gagal jantung.
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Tn. SR
b. Umur : 67 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Pedagang
f. Alamat : Jl. Naskah II No. 898 Sukarami, Palembang
g. No Registrasi : RI 17025714
h. Tgl masuk RS : 5 September 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak bertambah hebat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ±7 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan semakin
berat saat pasien melakukan aktifitas seperti berjalan ±20 meter dan saat
pasien sedang emosi. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring sehingga
pasien tidur dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak pada malam hari yang disertai batuk tidak berdahak. Pasien
menyangkal adanya sesak disertai suara mengi, jantung berdebar-debar,
mata berkunang-kunang, telinga berdenging, demam, keringat di malam
hari, pusing, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan. BAK
dan BAB tidak ada keluhan.
Sejak ±1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan pada saat
berjalan ke kamar mandi, saat merasa emosi, dan saat terlalu banyak
berbicara. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring sehingga pasien tidur
dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien lebih nyaman dengan posisi

3
4

duduk. Pasien juga mengeluh sesak pada malam hari yang disertai batuk
tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena
sesak. Sesak disertai keringat dingin. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
atau terpapar debu. Pasien menyangkal adanya sesak disertai suara mengi,
nyeri dada, jantung berdebar-debar, mata berkunang-kunang, telinga
berdenging, demam, keringat di malam hari, pusing, mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan berat badan. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien juga merasakan perut terasa penuh, cepat kenyang saat makan dan
nyeri ulu hati.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sekitar 10 tahun yang lalu, pasien berobat dengan terbangun pada malam
hari untuk BAK ±3-4 kali di malam hari, sering merasa haus, sukar merasa
kenyang dan kaki terasa kebas serta kesemutan. Pasien juga mengeluh
pakaian yang ia pakai sehari-hari terasa longgar lalu pasien diperiksa kadar
gula darah di Puskesmas dan didiagnosa Diabetes Melitus Tipe 2 dan diberi
obat (Pasien lupa nama obat).
Sekitar 3 tahun yang lalu, pasien mengeluh sering sakit dibagian tengkuk
dan rasa pusing, pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosa hipertensi
stage I. Pasien diberikan 1 macam obat (Pasien lupa nama obat).

Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan obat:
- Isosorbit dinitrat
- Clopidogrel
- Aspilet
- Lansoprazol
Riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal.
Riwayat pemasangan stent pada jantung pada bulan Juli di RSMH
Palembang.
5

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Diabetes melitus dan hipertensi dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien seorang pengusaha rumah makan. Pasien memiliki kebiasaan
makan-makanan asin dan berlemak. Pasien sering kontrol penyakit diabetes
dan hipertensi.
Riwayat merokok waktu muda ±5 tahun.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tekanan darah : 150/90 mmHg
d. Nadi : 120 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
e. Pernapasan : 26 x/menit, regular, thoracoabdominal
f. Suhu tubuh : 36,8oC
g. GDS : 201 mg/dL
h. Berat badan : 58 kg
i. Tinggi badan : 164 cm
j. IMT : 21,65 kg/m2
k. Status gizi : Normoweight

B. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, alopesia (-)
b. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-),
exophthalmus (-), pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
6

c. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
d. Mulut
Bibir tidak kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
e. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus eksterna
lapang, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-)
f. Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-)
g. Thoraks
Paru
 Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan = kiri, sela iga
melebar -/-, barrel chest (-), retraksi intercostal (-),
penggunaan otot bantu nafas (+)
 Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada basal
paru kanan
 Perkusi : nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri, redup
dari ICS 5 ke bawah paru kanan
 Auskultasi : vesikuler pada lapangan paru kiri, vesikuler
menurun pada basal paru kanan, ronkhi basah
halus (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : iktus cordis terlihat
 Palpasi : iktus cordis teraba, thrill (+)
 Perkusi : batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan sulit dinilai
batas jantung kiri ICS V linea axilaris anterior
sinistra
 Auskultasi : HR= 120x/menit, reguler, HR=PR, murmur (+),
7

gallop (-)
h. Abdomen
 Inspeksi : datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus tidak
menonjol
 Palpasi : lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae dan
lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri
tekan suprapubik (-), ballottement (-)
 Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
i. Genitalia : tidak diperiksa
j. Ekstremitas : akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial
(+), sianosis (-), clubbing finger (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium (5 Agustus 2017)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hematologi
1 Leukosit 8700 4000-10000/mm3 Normal
2 Eritrosit 4,56 3,5-5,5x106/mm3 Normal
3 Hemoglobin 12,8 11-15 g/dL Normal
4 Hematokrit 40 35-45vol% Normal
5 Trombosit 385 150-400x103/µL Normal
6 Hitung jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1 1-6%
Neutrofil 60 50-70%
Limfosit 25 20-40%
Monosit 6 2-8%
Faal Hati
7. SGOT 17 (Normal)
8

8. SGPT 6 (Normal)
9. Ureum 31 (Normal)
10. Kreatinin 0,96 (Normal)
Enzim Jantung
11. Troponin T <40 (Normal)
12. CK-MB 19 (Meningkat)

b. Pemeriksaan Elektrocardiografi (5 September 2017)


Kesan :
Anterior infark
Left atrial enlargement
Normal sinus rhytm
9

c. Rontgen Thoraks

Kesan:
Cardiomegali
Gambaran edema paru dengan efusi pleura kanan kiri (terutama kanan)

V. Diagnosis
CHF et causa CAD dengan Hipertensi Stage I

VI. Diagnosis Banding


CHF et causa HHD

VII. Pemeriksaan Anjuran


a. Cek darah rutin
b. Urinalisis
c. HbA1c
d. Echo
10

e. Cor Angiografi
VIII. Tatalaksana
a. Non Farmakologis
- Istirahat/ tirah baring
- Edukasi tentang penyebab penyakit dan tatalaksananya
- Head up 30o
- Diet jantung III, DM 1900 kkal

b. Farmakologis
- IVFD Asering gtt x/m
- Furosemide 1x20 mg IV
- NRF 2x5 mg p.o
- Aspilet 1x80 mg p.o
- Clopidogrel 1x75 p.o
- Atorvastatin 1x20 p.o
- Laxadin syrup 3x15 ml p.o
- Lamoprazole 1x30 mg p.o
- Valsartan 1x8 mg p.o
- KSR 1x 600 mg p.o
- Inj. Novorapid 3x8 unit
- Inj. Levemir 1x8 unit

IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. Follow Up
Tanggal 8 September 2017
S Keluhan: Sesak terpasang nasal kanul
11

O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Nadi 100 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,3 oC

Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-),
epistaksis (-), atrofi papil lidah (-)
Leher JVP (5+2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri,
sela iga melebar -/-, barrel chest (-), retraksi
intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (+)
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada
basal paru kanan
Perkusi: nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri,
redup dari ICS 5 ke bawah paru kanan
Auskultasi: vesikuler pada lapangan paru kiri,
vesikuler menurun pada basal paru kanan, ronkhi
basah halus (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi: iktus cordis terlihat


Palpasi: iktus cordis teraba, thrill (+)
Perkusi: batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan sulit dinilai
batas jantung kiri ICS V linea axilaris
anterior sinistra
12

Auskultasi: HR= 120x/menit, reguler, HR=PR,


murmur (+), gallop

Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus


tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(+), nyeri tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal

Genitalia Tidak diperiksa

Ekstremitas akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial


(+), sianosis (-), clubbing finger (-)
A CHF et causa CAD dengan Hipertensi Stage I
P Non Farmakologis
Istirahat/ tirah baring
Edukasi tentang penyebab penyakit dan
tatalaksananya
Head up 30o
Diet jantung III, DM 1900 kkal

Farmakologis
IVFD Asering gtt x/m
Furosemide 1x20 mg IV
NRF 2x5 mg p.o
Aspilet 1x80 mg p.o
Clopidogrel 1x75 p.o
13

Atorvastatin 1x20 p.o


Laxadin syrup 3x15 ml p.o
Lamoprazole 1x30 mg p.o
Valsartan 1x8 mg p.o
KSR 1x 600 mg p.o
Inj. Novorapid 3x8 unit
Inj. Levemir 1x8 unit
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jantung
3.2.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel
kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput
pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari
jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang
terdiri jaringan endotel disebut endokardium.

3.2.2 Siklus jantung


Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan
relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi
dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan
relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap
relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus

14
15

lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang
sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika
tekanannya lebih rendah.

3.2.3 Curah jantung


Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per
menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap
kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume
sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume
residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada
keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih
kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.

3.2.4 Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung


Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar
60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada
waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai
150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.16 Pada keadaan normal jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga
tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena
dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik
dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema.
16

Gambar 1. Anatomi Jantung

3.2 Gagal Jantung Kongestif


3.2.1 Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah
balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya
dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure),
atau kedua-duanya.5

3.2.2 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori
utama:1,5
17

a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat


disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi
sistemik (peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau
hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat
kongesti pulmonal).
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi).
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
f. Kelainan congenital jantung.

3.2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat peningkatan tekanan bergantung
pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.5,6
18

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis


tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik.5
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
antroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.5,6
Mekanisme Kompensasi
Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Mekanisme
ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung dan pada keadaan
istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
kurang efektif.5,6,7
a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan mengakibatkan
respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal)
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.5
19

Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung,


terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin
yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada
akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun,
katekolamin akan berkurang pengaruhmya terhadap kerja ventrikel. Berkurangnya
respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan
berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini dapat
disebabkan karena cadangan norepinephrin pada miokardium menjadi berkurang
pada gagal jantung kronis.5,6

b. Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-


Aldosteron
Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
Starling. Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut: (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi
glomerulus, (2) pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin
dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4)
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi aldosteron
dari kelenjar adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan
duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati,
sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik
akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan
absorpsi air pada duktus pengumpul.

c. Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban
20

hemodinamik yang yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu


beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan
meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon
miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta ditandai
dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi
akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola
hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun
susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan
kontraksi ventrikel.

3.2.4 Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu :6
a. Kelas 1: Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
b. Kelas 2: Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak napas, atau nyeri.
c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut
di atas.
d. Kelas 4: Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
21

3.2.5 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis
gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:5,8,9
- Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispnu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
- Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120 x/menit)

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak
mengalami gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat
berbaring pada permukaan datar. Pada gagal jantung yang lebih berat,
pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan
kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak
22

napas yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada
gagal jantung ringan, namun berkurang pada gagal jantung berat, karena
adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang
atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus
takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan
aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya
ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan
oleh aktivitas adrenergik yang berlebih.
b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pada gagal
jantung stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu
istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen.
c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan
edema paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan
pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi
pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura,
hasilnya adalah transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan,
maka apex cordis biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah
lateral dari midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2
interkosta dari apex. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat
terdengar dan dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami
takikardi dan takipneu, dan sering kali menandakan gangguan
23

hemodinamika. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan


pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.
e. Abdomen dan ekstremitas
Asites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan
vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum.
Edema perifer adalah manifestasi cardinal jantung, namun hal ini tidaklah
spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat
diuretik. Edema perifer biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal
jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan
daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.
f. Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan
berat badan dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada
gagal jantung dapat melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan
resting metabolic rate, anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali
kongestif dan perasaan penuh pada perut. Jika ditemukan, cachexia
menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah
darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin,
SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung dengan tujuan untuk mendeteksi anemia,
gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
- Foto thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk
jantung, struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai
melalui pengukuran cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%.
- EKG
24

Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan


keberadaan hipertrofi pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard
(ada atau tidaknya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan
adanya disfungsi diastolic pada ventrikel kiri.
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung,
miokardium dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional
dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis
pada gagal jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal
jantung adalah penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF),
beratnya remodeling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi
diastolik.

3.2.6 Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir.6
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :9
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot
jantung, yaitu kerja inotropik positif (meningkatkan kontraksi
miokard), kerja kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung),
25

dan kerja dromotropik negatif (mengurangi hantaran sel-sel jantung).


Contoh preparat digitalis yang banyak digunakan adalah digoksin
- Dosis digitalis :
 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
 Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
- Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
- Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
- Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat
 Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
 Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
c. Menurunkan beban jantung.
- Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada
pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat.
Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan
tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan
pengurangan curah jantung yang penting secara klinis, terutama
pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis
parah dan terus menerus yang menyebabkan turunnya volume
intravaskular yang cepat.Yang digunakan furosemid 40-80 mg.
Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi
curah jantung tapi merupakan pengobatan garis pertama karena
mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
- Vasodilator
 Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload
yang berlebihan. Preload adalah volume darah yang mengisi
26

ventrikel selama diastole. Peningkatan preload menyebabkan


pengisian jantung berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus
di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem arterial.
Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol
sistemik dan menurunkan afterload.Nitrogliserin 0,4-0,6 mg
sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
 Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
 Prazosin per oral 2-5 mg
 Penghambat ACE: kaptopril 2 x 6,25 mg.
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung
kongestif. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang
berasal dari angiotensin I membentuk vasokontriktor yang kuat
angiotensin II.Penghambatan ACE mengurangi volume dan
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah
jantung.

3.3 Penyakit Jantung Koroner


3.3.1 Definisi
Penyakit jantung koroner adalah sekelompok sindrom dengan berbagai
etiologi yang berhubungan erat dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan suplai aliran darah menuju miokardium melalui
pembuluh darah koroner.15,18 Menurut World Health Organization (WHO),
penyakit jantung koroner adalah ketidaksanggupan jantung akut atau kronis yang
timbul karena kekurangan suplai darah pada miokardium sehubungan dengan
proses penyakit pada sistem nadi koroner. Definisi penyakit jantung koroner
menurut kamus kedokteran Dorland adalah semua kelompok gagal jantung akut
atau kronik akibat suplai darah yang mengandung oksigen ke jantung tidak
adekuat; keadaan ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen, transport
oksigen darah berkurang, atau paling sering akibat pengurangan aliran darah
koroner karena penyempitan atau oklusi arteri seperti yang disebabkan oleh
27

aterosklerosis. Manifestasinya dapat berupa angina pektoris, infark miokardium,


fibrilasi ventricular, atau kematian jantung mendadak.21

3.3.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian
tersering di negara maju maupun negara berkembang. Gambaran klinis
aterosklerosis dapat timbul pada semua usia, tetapi paling sering pada orang
berusia lanjut, dengan puncak insidensi setelah usia 60 tahun pada laki-laki dan 70
tahun pada perempuan. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan sampai
decade kesembilan, saat mana frekuensi penyakit arteria koronaria terjadi sama
banyaknya pada kedua jenis kelamin.15 Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal
akibat penyakit jantung pada tahun 2008, sekitar 30% dari angka kematian total di
dunia.23 Dari kematian itu, diperkirakan 7,3 juta akibat penyakit jantung koroner
dan 6,2 juta akibat stroke.24 Lebih dari 80% dari angka kematian akibat penyakit
jantung terjadi di negara berkembang dan Negara miskin.23 Angka kematian
akibat penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner dan stroke,
diperkirakan akan mencapai 23,3 juta pada tahun 2030. Penyakit jantung
diperkirakan tetap menjadi penyebab kematian nomor 1 di dunia.23,32 9,4 juta
kematian tiap tahun, atau 16,5% dari angka kematian total dapat berhubungan
dengan hipertensi.33 Angka kematian itu meliputi 51% kematian akibat stroke dan
45% kematian akibat penyakit jantung koroner.34
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling banyak adalah penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, dan penyakit
jantung bawaan.25 Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian
karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar
26,4%.26 Depkes RI pada tahun 2009, memperkirakan bahwa pada tahun 2015,
kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah akan
meningkat menjadi 20 juta.22
28

3.3.3 Etiologi
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokardium dengan suplai oksigen oleh darah yang mengalir
melalui pembuluh darah koroner. Kurangnya suplai oksigen miokardium ini
merupakan akibat dari penyempitan pembuluh darah koroner dengan berbagai
etiologi.15,18 Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah
penyempitan pembuluh darah koroner oleh plak aterosklerosis.15,18,19
Aterosklerosis secara progresif menyebabkan penyempitan lumen pembuluh
darah koroner sehingga terjadi pengurangan perfusi miokard yang absolut.18,19
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokardium. Bila keadaan ini semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yaitu berkurangnya
kemampuan vasodilatasi pembuluh. Dengan demikian keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan
miokardium yang terletak pada daerah lesi.19
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi
komplikata, sebagai berikut:19
1. Endapan lemak, merupakan tanda awal terbentuknya aterosklerosis,
ditandai dengan adanya penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos
berisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima
pembuluh darah. Secara mikroskopis endapan lemak terlihat mendatar
dan bersifat non-obstruktif, sedangkan secara kasat mata endapan lemak
terlihat kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.
2. Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika
intima yang meninggi dan dapat diraba sebagai bentuk kubah dengan
permukaan opak dan mengkilat yang keluar kearah lumen sehingga
menyebabkan oklusi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris
sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung
banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Seiring berkembangnya lesi,
terjadilah pembatasan aliran darah koroner, remodeling vaskular, dan
29

stenosis luminal sehingga rentan terjadinya ruptur plak yang memicu


trombosis vena.
3. Lesi lanjutan (komplikata), terjadi bila suatu plak fibrosa rentan terhadap
terjadinya kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi
dan dapat menyebabkan infark miokard.
Aliran darah koroner juga dapat berkurang akibat tromboemboli dan spasme
arteri koroner. Kelainan kongenital, seperti anomali arteri koronaria desendens
anterior kiri berasal dari arteri pulmonalis, dapat menyebabkan iskemia miokard
dan infark, tetapi penyebab ini sangat jarang pada orang dewasa.Iskemia miokard
juga dapat terjadi jika tuntutan oksigen miokard meningkat secara abnormal,
seperti pada hipertrofi ventrikel akibat hipertensi atau stenosis aorta. Penurunan
kapasitas membawa oksigen darah, seperti pada anemia yang sangat berat atau
adanya karboksihemoglobin, merupakan penyebab iskemia miokard yang jarang.
Seringkali, dua atau lebih penyebab iskemia terdapat berdampingan, seperti
peningkatan tuntutan oksigen yang disebabkan oleh hipertrofi ventrikel dan
berkurangnya suplai oksigen akibat aterosklerosis koroner.18

3.3.4 Faktor Risiko


Faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi faktor risiko
biologis yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko tambahan yang dapat
dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Usia diatas 40 tahun
Gambaran klinis aterosklerosis dapat timbul pada semua usia, tetapi
paling sering pada orang berusia lanjut.15 Dari usia 40 hingga 60 tahun,
insiden meningkat 5x lipat.19 Puncak insidensi setelah usia 60 tahun pada
laki-laki dan 70 tahun pada perempuan.15
b. Jenis kelamin laki-laki
Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-
laki daripada wanita. Estrogen bersifat protektif pada wanita, namun
30

setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding


dengan laki- laki. Sebelum menopause, wanita mempunyai HDL lebih
tinggi dan LDL lebih rendah dibandingkan laki-laki, setelah menopause
LDL meningkat.19
c. Riwayat penyakit jantung koroner pada keluarga
Keluarga yang langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70
tahun merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK dengan 2
hingga 4 kali lebih besar daripada populasi kontrol.30
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
a. Dislipidemia dan Hiperlipidemia
Dislipidemia adalah abnormalitas metabolisme serta kadar lipid dan
lipoprotein dalam darah dimana dapat terjadi peningkatan kadar lipid dan
lipoprotein tersebut.31 Peningkatan kolesterol total dan LDL mendapat
perhatian utama karena dapat dimodifikasi melalui gaya hidup dan terapi
farmakologis. Komponen dislipidemia yang paling umum ditemukan
adalah peningkatan VLDL, LDL, Trigliserida, dan penurunan HDL.30
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama yang dapat mengawali
faktor risiko lain seperti hiperlipidemia.35 Hiperlipidemia adalah
peningkatan kolesterol atau trigliserida serum diatas batas normal.
Peningkatan kolesterol serum yang terutama mencerminkan kolesterol
LDL merupakan faktor predisposisi terjadinya ateroma.3
b. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah >140/90 mmHg atau
>130/80 mmHg bila pasien mempunyai diabetes atau gagal ginjal
kronik.Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan peningkatan
tekanan darah, dimana peningkatan tekanan darah sistolik 130-139
mmHg dan tekanan diastolik 85-89 mmHg akan meningkatkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan
dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg. Peningkatan tekanan
darah dapat meningkatkan kejadian atherosklerotik.20
31

c. Kebiasaan merokok
Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari,
dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu
pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan terhadap penyakit
aterosklerotik koroner daripada mereka yang tidak merokok.3 Risiko
penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar daripada
yang bukan perokok. Kandungan zat racun pada rokok antara lain tar,
nikotin dan karbon monoksida. Rokok akan menyebabkan penurunan
kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,
penurunan kadar kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah dan
kerusakan endotel pembuluh darah koroner.20
d. Diabetes mellitus
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula
darah. Penderita diabetes melitus cenderung memiliki prevalensi,
prematuritas, dan keparahan aterosklerotik koroner yang lebih tinggi.
Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Diabetes melitus
juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah
arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid, peningkatan
kadar LDL, dan penurunan kadar HDL.3
e. Sedentary life style
Ketidakaktifan fisik meningkatkan risiko penyakit jantung koroner setara
dengan hyperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif
secara fisik memiliki risiko 30-50% lebih besar untuk mengalami
hipertensi. Keuntungan latihan aerobic yang teratur adalah meningkatkan
kadar HDL, menurunkan kadar LDL, menurunkan tekanan darah,
mengurangi obesitas, mengurangi frekuensi denyut jantung saat istirahat
dan konsumsi oksigen miokardium, serta menurunkan resistensi insulin.3
f. Alkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah kecil, sekitar 1 sampai 2 unit per hari,
dapat meningkatkan kadar HDL, menurunkan kadar LDL, dan
32

menurunkan risiko trombosis sehingga dapat menurun risiko penyakit


jantung koroner.31 Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan pada hati sehingga metabolisme lemak
terganggu yang akhirnya dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
Konsumsi alkohol merupakan salah satu penyebab utama
hiperlipidemia.3
g. Nutrisi
Sedikit konsumsi buah dan sayur diperkirakan dapat menyebabkan
sekitar 31% penyakit jantung koroner dan 11% stroke di dunia. Banyak
konsumsi lemak jenuh meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke
melalui pengaruhnya terhadap kadar lemak dalam darah dan trombosis.31
Konsumsi banyak garam dan gula juga meningkatkan risiko terkena
penyakit jantung koroner.22
h. Obesitas
Seseorang yang kelebihan berat badan atau obesitas cenderung
mengalami hiperlipidemia dan resistensi insulin yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya aterosklerosis.3
i. Peningkatan kadar homosistein
Homosistein merupakan asam amino yang dihasilkan tubuh secara
alamiah dalam jumlah kecil, kadar normalnya adalah 5-15 umol/L. Bila
kadarnya tinggi (>15 umol/L), hiperhomosisteinuria berkaitan dengan
penyakit pembuluh darah premature dan menyebabkan disfungsi endotel
dan mencegah fungsi antitrombosit dan vasodilator dinding pembuluh
darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B6 dan B12 adalah faktor-faktor
yang berperan dalam berkembangnya hiperhomosisteinemia ringan
hingga sedang.3
j. Psikososioekonomi
Sosioekonomi yang rendah, stress kerja, kurangnya dukungan sosial,
depresi, anxiety, dan masalah kepribadian dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner.31
33

3.3.5 Manifestasi Klinis


Penyakit jantung koroner memiliki manifestasi klinis berupa angina
pektoris, infark miokardium, kematian jantung mendadak, dan penyakit jantung
iskemik kronis disertai gagal jantung kongestif.1,2
a. Angina Pektoris
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh
iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Terdapat tiga varian
utama angina pektoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina
prizmental (varian), dan angina pektoris tak stabil.1
 Angina pektoris tipikal (stabil) mengacu pada nyeri dada episodik saat
pasien berolahraga atau mengalami bentuk stres lainnya.
 Angina prizmental (varian) mengacu pada angina yang terjadi saat
istirahat atau, pada beberapa kasus, membangunkan pasien dari
tidurnya.
 Angina pektoris tak stabil, kadang disebut angina kresendo, ditandai
dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat. Serangan
cenderung dipicu oleh olahraga yang semakin ringan, dan serangan
menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama daripada episode
angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal
iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel
sehingga terkadang disebut angina prainfark.
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi ketika sirkulasi menuju suatu region
miokardium tersumbat sehingga menyebabkan terjadinya nekrosis pada
daerah tersebut.1,5 Infark miokardium biasanya ditandai dengan nyeri dada,
pucat, berkeringat, nausea, dyspnea, dan sakit kepala. Abnormalitas pada
EKG dapat berupa perubahan pada gelombang QRS, segmen ST, dan
gelombang T.5
c. Penyakit Jantung Iskemik Kronis
Istilah penyakit jantung iskemik kronis yang terkadang disebut
kardiomiopati iskemik, digunakan untuk menjelaskan terjadinya gagal
34

jantung kongestif progresif sebagai akibat jangka panjang dari cedera


miokardium iskemik. Banyak kasus berkaitan dengan riwayat angina
pektoris dan mungkin didahului oleh infark. Pada kasus lain, penyakit ini
muncul secara perlahan. Penyakit jantung iskemik kronis ditandai dengan
terjadinya gagal jantung yang progresif dan berat, terkadang diperparah oleh
serangan angina pektoris atau infark miokardium.1
d. Kematian Jantung Mendadak
Penyebab tersering kematian jantung mendadak adalah penyakit jantung
iskemik. Iskemia kronis memudahkan miokardium mengalami aritmia
ventrikel letal, biasanya dalam bentuk fibrilasi ventrikel, yang merupakan
penyebab tersering kematian jantung mendadak. Pada sebagian kasus,
kematian jantung mendadak didahului oleh manifestasi klinis lain iskemia
miokardium. Kematian jantung mendadak juga merupakan manifestasi awal
pada sekitar 50% pasien dengan penyakit jantung koroner.1

3.3.6 Patofisiologi
Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari. Iritan tersebut diantaranya adalah faktor-faktor
hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, kadar gula darah yang tinggi, serta
toksin rokok. Agen infeksius (Clamydia pneumonia) juga dapat menyebabkan
cedera. Cedera dan disfungsi endotel meningkatkan perlekatan trombosit dan
leukosit, meningkatkan permeabilitas, meningkatkan koagulabilitas, inflamasi,
migrasi monosit ke dalam dinding arteri. Bercak lemak terdiri atas makrofag
mengandung lipid dan limfosit T. Kemudian lepasnya faktor pertumbuhan dari
makrofag teraktivasi dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika
media ke dalam intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak
menjadi ateroma matur. Trombosis dapat terjadi dari perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar. Ulserasi dan ruptur mendadak lapisan fibrosa dapat
terjadi setelah oklusi arteri. Perdarahan yang terjadi dalam ateroma dapat
menyebabkan oklusi arteri.3
35

Berkurangnya kadar oksigen miokardium mengubah metabolisme pada sel-


sel miokardium dari aerob menjadi anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob
yaitu asam laktat akan tertimbun dan dapat menurunkan pH sel. Berkurangnya
energi yang tersedia dan keadaan asidosis dapat mengganggu fungsi ventrikel
dalam memompa darah, sehingga miokardium yang iskemia mengalami
penurunan kekuatan, serabu-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya
berkurang. Selain itu, dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi
abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel
berkontraksi.3
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan
perubahan hemodinamika yang bervariasi sesuai tingkat keparahan iskemia
miokard. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung.
Akibatnya akan terjadi mekanisme kompensasi kardiovaskuler yaitu dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi oleh refleks
simpatis untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer, tekanan
jantung kiri akan meningkat sehingga terjadi peningkatan ringan tekanan darah
sebelum timbul nyeri. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
mengakibatkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis miokardium. Miokard
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Terdapat 2 jenis infark yaitu, infark transmural (mengenai seluruh tebal dinding
miokard yang bersangkutan) dan infark subendokardial (terbatas pada separuh
bagian dalam miokardium.3
36

Gambar 2. Plak Aterosklerosis

3.3.7 Multivessel Coronary Artery Disease


Dikatakan multivessel coronary artery disease jika terdapat oklusi >70%
pada dua atau lebih pembuluh darah koroner.301 vessel disease tidak termasuk
multivessel disease karena oklusi hanya terjadi satu pembuluh saja. Jika oklusi
terjadi pada dua pembuluh darah koroner disebut 2 vessel disease dan jika oklusi
terjadi pada tiga pembuluh darah koroner dikatakan 3 vessel disease. Dikatakan
left main coronary artery disease jika oklusi terjadi pada left main coronary
artery. Multivesel disease dapat didiagnosis dengan angiografi.19

3.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit jantung koroner dimana sudah terjadi iskemia dan
infark miokard antara lain:3
a. Gagal jantung kongestif
37

b. Syok kardiogenik
c. Disfungsi muskulus papilaris
d. Defek septum ventrikel
e. Ruptur jantung
f. Aneurisme ventrikel
g. Tromboembolisme
h. Perikarditis
i. Sindroma Dressler
j. Disritmia

3.3.9 Diagnosis
Diagnosis PJK dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan untuk menemukan symptom serta
riwayat keluarga, sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan sign
serta manifestasi klinis, kemudian pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
penderita PJK diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium,elektrokardiografi
(EKG), Echocardiography, dan Angiografi koroner.3 Angiografi koroner
(kateterisasi jantung) masih merupakan gold standarduntuk mengetahui adanya
oklusi arteria koronaria.2,4,17 Setelah dilakukan kateterisasi, terdapat 3 pilihan
terapi umum meliputi modifikasi gaya hidup, Percutaneous Coronary
Intervention (PCI), dan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG).4

3.3.10 Tatalaksana
1. Pencegahan
Harus dilakukan pencegahan untuk menghilangkan atau mengendalikan
faktor-faktor risiko pada setiap individu. Lemahnya perhatian terhadap
faktor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana pengobatan dan perawatan,
dan tingginya biaya pengobatan merupakan hambatan yang mempengaruhi
keberhasilan dalam pengendalian faktor risiko PJK. Beberapa strategi untuk
menurunkan faktor risiko:12
38

a. Membatasi akses produksi tembakau dengan meningkatkan pajak dan


menegaskan larangan merokok.
b. Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara individu
maupun di tempat makan atau restoran.
c. Mengurangi konsumsi gula dan lemak
d. Meningkatkan aktivitas olahraga
e. Pemberian asuransi kesehatan kerja yang melayani pemeriksaan
tekanan darah, glukosa darah, dan lipid.

2. Pengobatan
Tujuan pengobatan iskemia miokardium adalah untuk mencegah
terjadinya kerusakan miokardium dengan mempertahankan keseimbangan
antara konsumsi oksigen miokardium dan suplai oksigen. Suplai oksigen
dipertahankan dengan mencegah agregasi trombosit dan trombosis, yang
paling baik dicapai dengan pemberian aspirin, heparin, dan trombolitik
intravena. Nitrogliserin sublingual atau intravena merupakan terapi utama
untuk memulihkan iskemia dengan vasodilatasi perifer jaringan arteri dan
vena yang akan menurunkan preload, dan dengan memperbaiki penyebaran
aliran darah koroner ke daerah iskemik dengan mendilatasi arteria
epikardium dan meningkatkan aliran darah kolateral ke miokardium yang
iskemik.3
Obat penyekat beta-adrenergik menghambat perkembangan iskemia
dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis
terhadap jantung; pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Obat
penyekat beta-adrenergik menurunkan frekuensi denyut jantung dan
kekuatan kontraksi sehingga mampu mengurangi kebutuhan oksigen
miokardium. Morfin sulfat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
dengan menghilangkan nyeri dan agitasi. Obat diuretik menurunkan volume
darah dan aliran balik vena ke jantung, sehingga menurunkan volume dan
ukuran ventrikel. Obat vasodilator, ACE inhibitor, dan penyekat saluran
kalsium menurunkan tekanan arteri dan resistensi terhadap ejeksi ventrikel.3
39

Revaskularisasi mekanis dapat dilakukan dengan Percutaneous


Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) dan juga dapat dilakukan
dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG).2 Oklusi arteri koronaria
dikatakan signifikan jika pasien mengalami oklusi >50%. Jika oklusi yang
terjadi >80% maka dapat segera dilakukan PCI.29 Stenosis yang panjang
akan lebih mengurangi coronary blood flow daripada stenosis pendek
dengan derajat stenosis yang sama. Stenosis yang bersekuen akan lebih
mengurangi coronary blood flow daripada stenosis tunggal dengan panjang
stenosis yang sama.28

3. Maintenance
Bertujuan untuk mencegah terjadinya kembali infark miokardium setelah
pengobatan primer serta untuk mendukung reperfusi.26
a. Terapi Antiplatelet
 Aspirin
 Clopidogrel
b. Terapi Antikoagulan
 UFH
 Enoxaparin
 Fondaparinux
c. Terapi Fibrinolitik
 Streptokinase
 Alteplase (tPA)
 Reteplase (rPA)
 Tenecteplase (TNK-tPA)
BAB IV
ANALISA KASUS

Tn. SR, 67 tahun, datang dengan keluhan sesak yang semakin memberat
sejak ±1 hari SMRS. Sesak dirasakan pada saat aktifitas seperti berjalan ke kamar
mandi. Keluhan sesak awalnya dirasakan ±7 hari SMRS saat pasien melakukan
aktifitas seperti berjalan ±20 meter serta keluhan memberat saat merasa emosi,
dan saat terlalu banyak berbicara. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring
sehingga pasien tidur dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak pada malam hari yang disertai batuk tidak berdahak. Pasien juga
mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena sesak. Sesak disertai keringat
dingin. Pada keluhan utama pasien, adanya sesak merupakan mekanisme
peningkatan usaha pernafasan pada kasus gagal jantung yang paling umum. Pada
kondisi awal dispneu terjadi pada saat aktifitas yang sedang dan berlanjut semakin
agresif dengan aktifitas yang tidak begitu berat dan pada akhirnya, sesak nafas
timbul walaupun pasien sedang beristirahat. Dispnea yang terjadi pada kasus
gagal jantung paling sering pada pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan
tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh
darah paru dan edema paru interstitial yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologis. Dispneu dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir
dari gagal jantung dibandingkan dispneu pada saat beraktivitas (dispneu de effort).
Ortopneu terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah
ke dalam dada. Sehingga pasien dengan ortopneu harus meninggikan posisi
kepalanya dengan beberapa bantal pada malam hari dan sering terbangun pada
malam hari karena sesak nafas dan batuk. Sensasi sesak nafas biasanya dapat
hilang dengan posisi duduk tegak karena posisi ini mengurangi aliran balik vena
dan tekanan kapiler paru. Sesak nafas yang disertai batuk kering pada malam hari
seringkali membangunkan pasien saat tidur, hal ini disebabkan karena depresi
pusat pernafasan saat tidur memungkinkan mengurangi ventilasi yang cukup
sehingga menurunkan tekanan oksigen arteri terutama pada kondisi edema paru

40
41

interstitial. Pada kondisi lain, fungsi ventrikel mungkin dapat terganggu pada
malam hari karena berkurangnya rangsangan adrenegik pada fungsi miokardium.
Keringat dingin pada kasus ini dapat terjadi karena adanya rangsangan dari
penurunan stroke volume pada kondisi gagal jantung sehingga dideteksi oleh
baroreseptor arteri menimbulkan stimulus pada saraf simpatis untuk mensekresi
katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin dan gangguan pada persarafan saraf
parasimpatis yang bekerja pada salah satunya kelenjar keringat sehingga
menyebabkan berkeringat dingin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. In: Sudoyo AW, et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam Jilid 1, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI,
2006; p1511-4.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/
3. Bazo A. 2010. Congestive Heat Failure.
4. Kulick D. Congestive Heart Failure. 2010. (http://www.medicinenet.com/)
5. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung.
Dalam:Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Medical
Series. 2002; 80-97
6. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Standar
Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Edisi kedua. Jakarta. 2003; 170-80
7. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi: Patogenesis dan Patofisiologi
Terkini. Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. Dalam: Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003.
8. Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart
Failure in Australia. National Heart Foundation of Australia.
(www.heartfoundation.org.au/)
9. Lily Ismudiati Rilantono, dkk.; Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2004. hal 173-181.
10. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (http://www.emedicine.com/).
11. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 7thEd. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.
241
12. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (http://www.umm.edu/).
13. Price SA, Wilson LM. Fisiologi system kardiovaskular, Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2006.
p.530-543.
14. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
15. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
2007. h.45
16. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC. H.322-323.
17. Katzung, betram. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VIII. Jakarta: EGC.
2001. h. 245
18. Anthony S Fauci. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Harrison.13thed, Vol. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
19. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. 6thed, Vol 1. Jakarta: Penerbit

42
Buku Kedokteran EGC.
20. Remmerman Curis M. Coronary Artery Disease. Cleveland Clinic. 2012.
Medical pubs.
21. Dorland, Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. 31sted, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
22. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. 1st ed. Departemen Kesehatan RI. Ditjen P2PL Ditjen
Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
23. World Health Organization. 2011. Global Status Report on
Noncommunicable Diseases 2010. Geneva: WHO.
24. World Health Organization. 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention and Control. Geneva: WHO.
25. Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
26. Susiana C, Lantip R & Thianti S. 2006. Kadar malondiadehid (MDA)
penderita penyakit jantung koroner di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Mandala of Health. a Scientific Journal, Vol 2, 47-54.
27. Rahajoe, A. 2011. Current Problem of Cardiovascular Disease in
Indonesia. 20thAnnual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association
(ASMIHA). Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
28. Tavakol M, Ashraf S, Brener SJ. 2012. Risks and Complications of
Coronary Angiography: A Comprehensive Review. New York Methodist
Hospital.
29. Eeckhout E. 2006. Definition of Multivessel Disease. World Congress
Cardiology. World Congress Cardiology.
30. Lewis,S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’brien, P.G. & Bucher,L.
(2007). Assesment and Management of Clinical Problems. 7th Edition.
Volume 2. Mosby Elsevier.
31. World Health Organization. 2002. The Atlas of Heart Disease and Stroke,
Risk Factor. WHO. (http://www.who.int/).
32. Mathers CD, Loncar D. 2006. Projections of Global Mortality and Burden
of Disease from 2002 to 2030. PLoS Med.
33. Lim SS, Vos T, Flaxman AD, Danaei G, Shibuya K, Adair-Rohani H et al.
2012. A Comparative Risk Assessment of Burden of Disease and Injury
Attributable to 67 Risk Factors and Risk Factor Clusters in 21 Regions,
1990-2010: A Systematic Analysis for the Global Burden of Disease Study
2010. Lancet.
34. World Health Organization. 2008. The Global Burden of Disease: 2004
update. Geneva: WHO.

43

Anda mungkin juga menyukai