Laporan Kasus Pneumonia
Laporan Kasus Pneumonia
I. Identitas Pasien
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak semalam pukul 2 pagi. sesak
awalnya dirasakan ketika jam 8 malam, dan pasien masih bisa berbicara seperti
biasa. tetapi pada pukul 2 pagi, keluhan sesak muncul kembali dan dirasakan
semakin berat, pasien hanya bisa mengucapkan kata-kata saja. Pasien merasa
berkurang sesaknya bila diposisikan duduk daripada posisi tidur. Sesak diiringi
kejadian penyerta seperti muntah, dan tidak diiringi demam maupun keringat
malam. Pasien belum pernah mengalami sesak sebelumnya.
Keluhan tambahan batuk sejak 3 hari lalu. Batuk berdahak berwarna putih
bening, tidak ada darah ataupun sampai menggonggong. Batuk dirasakan semakin
lama semakin memberat dan semakin sering. Batuk timbul ketika beraktivitas dan
hilang ketika istirahat atau tidur. Batuk seringkali membuat pasien ingin
memuntahkan makanan. Pasien belum pernah minum obat batuk sebelumnya.
Keluhan tambahan lain demam yang naik turun sejak 3 hari yang lalu jam
3.00. Demam sampai mencapai 39 C. demam dirasakan terutama saat malam hari
dan turun pada pagi hari. Pasien diberikan obat penurun panas paracetamol
sebanyak 1,5 sendok takar 5ml setiap muncul demam dan suhu pasien turun normal.
Saat demam pasien menjadi sulit tidur dan merintih pada malam hari
Ibu pasien mengatakan teman satu kelas pasien ada yang mengalami batuk
seperti anaknya. Ayah pasien merupakan perokok dirumah
Keluhan lain, keringat malam, kejang, pilek, mimisan, mual, muntah, nyeri
sendi, gangguan pola BAB dan BAK disangkal.
V. Riwayat Perinatal
Anak pertama dari satu bersaudara
Lahir cukup bulan dengan persalinan SC karena sungsang & post term (> 42 mgg)
BBL 2800 gram, PBL 51 cm
Selama kehamilan rutin kontrol ANC sesuai jadwal
Tidak ada penyulit kehamilan maupun persalinan.
Kesadaran (GCS) : 15
Keadaan umum : tampak lemas
Skala nyeri (Wong Baker Faces): 4
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 124 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 36,8 ⁰C
Pernapasan : 40x/menit, reguler
Spo2 : 96%
• Antropometri : skor TB: 3 (tanpa tes Mantoux)
– BB = 16 kg
– TB = 105 cm
– IMT = 14, 46 kg/m2
• WHO antropometri :
– BB/ U: 0 - 2 SD Normal
– TB / U : 0 – 2 SD Normal
– BB/TB : 0 – 2 SD Normal
– IMT/U : 0 – 2 SD Normal
– BB ideal 18 kg
• Waterlow : 89 % Gizi Baik
Abdomen
• Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
• Auskultasi : BU (+) 6x/ menit, bruit (-)
• Palpasi : supel, turgor kulit kembali dengan cepat, massa (-), nyeri tekan (-)
• Perkusi : tidak dilakukan
• Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
• Kulit: dalam batas normal, sianosis (-)
• Anus dan Genitalia : anus (+), genitalia tidak diperiksa
• KGB: Tidak terdapat pembesaran KGB
Pemeriksaan neurologis :
– Rangsang meningeal = Negatif
– Saraf cranialis I-XII = kesan normal
– Reflek fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+), achilles (+/+)
– Reflek patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), gordon (-/-), schaeffer (-/-),
hoffman tromner (-/-), klonus paha (-/-), klonus kaki (-/-), oppenheim (-/-)
– Normotoni, normotrofi
– Kekuatan 5555 5555
5555 5555
X. Pemeriksaan Penunjang
• Ro thorax:
Kesan: bronchopneumonia duplex
Non Farmakologis
XIV. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. sebagian besar oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll)
2. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengoatan. Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus gurp B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dinegara maju,
pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran
bakteri virus. (tabel 1)
3. Epidemiologi
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita
meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27% kematian bayi, 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1
4. Patofisiologi
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga
stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di
seluruh lapang paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi
pada saru lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus aureus
menghasilakan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisis, lekosidin, stafilokinase, dan
koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, pendarahan, dan kavitas. Koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Pneumatokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi
biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.1
5. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yan gberat, mengancam kehidupan, dan
mungkinkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yag luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif,
etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut:
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmuner
Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan
ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan
tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak nafas. Pada bayi,
gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak besar kadang mengeluh sakit kepala,
nyeri abdomen disertai muntah.2
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi
yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif),
takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah
dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapa terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles (ronki basah halus)
yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah
dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine
creakles (ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri
dada; bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan
kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.2
6. Diagnosis kerja
Pneumonia pada anaka umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia
adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, nafas cuping
hidung, retraksi, ronki dan suara nafas melemah. Tandan bahaya pada anak:1,3
1. usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk
2. tanda bahaya pada aak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
pneumonia berat:
- bila ada sesak nafas
- harus dirawat dan diberikan antibiotik
pneumonia
- bila tidak ada sesak nafas
- ada nafas cepat dengan laju nafas:
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak >1-5 tahun
- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
- Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simtomatis
seperti penurun panas
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.2,3
7. Diagnosis banding
1. Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk,
dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak napas.
Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi,
muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik pada
anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan
peningkatan suhu diatas 38,5 derajad celcius. Selain itu, dapat juga ditemukan
konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon
inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-
usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan
napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari
pemeriksaan auskultasi paru. sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat terjadi
apnea, terutama pada bayi berusia 6 minggu.
Pada rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran ini
tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret
pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar dan
peningkatan diameter antero-posterior.
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian
suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi.
Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral
seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline, atau
humanized RSV monoclonal antibody (palivizumab).4
2. Bronkitis
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama dan
menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.
Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki,
suara napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi. Hasil pemeriksaan
radiologis biasanya normal atau didapatkan peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya,
gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3
minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri
sekunder.4
8. Pemeriksaan penunjang
1. darah perifer lengkap
pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal ataus sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( >5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (<
3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada
keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chalmydia
pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofiilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa
relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara
pasti.
2. C- Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama
inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
3. Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A
dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim,
atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk
konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang dirawat di Rs. Untuk pemeriksaan mikrobiologis spesimen
dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura,
atau aspirasi paru. diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum
yang mengandung lebih dari 25 lekosit dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada
pemeriksaan mikroskopis dengan pemebesaran kecil.
5. Rontgen toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Posisi lateral tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto
AP lateral hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan.
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan
di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan
berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran
perkabutan atau ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena
infiltrat intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi mikoplasma.1
9. Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.indikasi perawatan terutama
berdasarkan terat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mu makan/minum,
atau ada penyakit dasar yang lina, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta
tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, kompilasi yang mungkin terjadi harus
dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikroniologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris.
Umumnya pemilihan antibiotik empiris didarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis (tabel 2).1
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin.
Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulonat
dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik
dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-
laktam/klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberika beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengna makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien
sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan
berobat jalan.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta laktam,
ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.
10. Komplikasi
komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks,
atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi
tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri
Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan
untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.1
11. Prognosis
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna, walaupun
kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada
beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang. Pada
kasus seperti ini keumgnkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus dinvestigasi lebih lanjut,
seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit kistik fibrosis,
pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi
kelaianan anatomis atau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks
gastroeusofageal.5
12. Pencegahan
Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak berusia 6 bulan- 18
tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi
dari influenza yang dilemahkan dapat diberikan pada pasien 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen
telah memiliki lisensi untuk digunakan sejak berusia 6 bulan. vaksinasi universal sejak masa
kanak-kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B terkonjungasi dan S.pneumonia telah
menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat
dikurangi dengan menggunakan palivisumab pada pasien yang beresiko tinggi.5
Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik dengan bijaksana dapat
menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur pada bagian kepala harus dinaikan setinggi
30-45 derajad pada pasien terintubasi untuk meminimalisasi risiko aspirasi dan semua instrumen
penghisap lendir dan cairan saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan setelah kontak
dengan setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika menggunakan prosedur invasif
sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial. Staf rumah sakit yang
mengalami penyakit respiratori atau menjadi pembawa penyakit tertentu seperti MRSA
(methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah
transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin
udara) dapat mencegah terjadinya pneumonia Legionella.5
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu
rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah.
Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita.
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya
dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI
terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi
sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita
yang tidak mendapatkannya.
1. Rahajoe N, Supriyanto B, setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI; 2013
2. WHO. Classification and treatment (revised) of Pneumonia. Tersedia di http://apps.who.
int/iris/bitstream/10665/137319/1/9789241507813_eng.pdf. Diakses : 18 januari 2018.
Updated 2014
3. Yayasan penyantun anak asma Indonesia. Manajemen kasus respirologi anak dalam
praktek sehari-hari. Jakarta: YAPNAS SUDDHAPRANA; 2007
4. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga; 2005
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier; 2014