Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

II. Riwayat Penyakit Sekarang


 Dilakukan alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada tanggal 13 Januari
2018 jam 13.00 WIB
 Keluhan Utama : Sesak sejak semalam dan Batuk sejak 3 hari SMRS

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak semalam pukul 2 pagi. sesak
awalnya dirasakan ketika jam 8 malam, dan pasien masih bisa berbicara seperti
biasa. tetapi pada pukul 2 pagi, keluhan sesak muncul kembali dan dirasakan
semakin berat, pasien hanya bisa mengucapkan kata-kata saja. Pasien merasa
berkurang sesaknya bila diposisikan duduk daripada posisi tidur. Sesak diiringi
kejadian penyerta seperti muntah, dan tidak diiringi demam maupun keringat
malam. Pasien belum pernah mengalami sesak sebelumnya.

Keluhan tambahan batuk sejak 3 hari lalu. Batuk berdahak berwarna putih
bening, tidak ada darah ataupun sampai menggonggong. Batuk dirasakan semakin
lama semakin memberat dan semakin sering. Batuk timbul ketika beraktivitas dan
hilang ketika istirahat atau tidur. Batuk seringkali membuat pasien ingin
memuntahkan makanan. Pasien belum pernah minum obat batuk sebelumnya.

Keluhan tambahan lain demam yang naik turun sejak 3 hari yang lalu jam
3.00. Demam sampai mencapai 39 C. demam dirasakan terutama saat malam hari
dan turun pada pagi hari. Pasien diberikan obat penurun panas paracetamol
sebanyak 1,5 sendok takar 5ml setiap muncul demam dan suhu pasien turun normal.
Saat demam pasien menjadi sulit tidur dan merintih pada malam hari

Ibu pasien mengatakan teman satu kelas pasien ada yang mengalami batuk
seperti anaknya. Ayah pasien merupakan perokok dirumah

Keluhan lain, keringat malam, kejang, pilek, mimisan, mual, muntah, nyeri
sendi, gangguan pola BAB dan BAK disangkal.

III. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah mengalami sesak dan batuk seperti ini sebelumnya
 Riwayat dermatitis Atopik (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat TB paru (-)
 Riwayat rawat inap (-)

IV. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat TB (ayah) 4 tahun yll. Pengobatan TB 6 bulan, sudah dinyatakan sembuh
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat Asma atau atopic
Di sekolah ada 2 anak yang sedang batuk

V. Riwayat Perinatal
Anak pertama dari satu bersaudara
Lahir cukup bulan dengan persalinan SC karena sungsang & post term (> 42 mgg)
BBL 2800 gram, PBL 51 cm
Selama kehamilan rutin kontrol ANC sesuai jadwal
Tidak ada penyulit kehamilan maupun persalinan.

VI. Riwayat Imunisasi


 Hep B: usia 0 bulan
 Polio: usia 1,2,3,4 bulan
 BCG: usia 1 bulan
 DPT/Hep B/Hib: usia 2, 3, 4, bulan
 Campak: usia 9 bulan
 MR: usia 4 tahun (agustus 2017)
 DPT: usia 4 tahun (Desember 2017)
 PCV : -
 Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster (-)

VII. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan


BBL= 2900 gr PBL= 47 cm
BB = 16 kg TB = 110 cm KPSP jawaban Ya:10  sesuai
PSC 17 = 10 (anak dapat bersosialisasi dengan baik kepada tetangga)
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

VIII. Riwayat Asupan Nutrisi


ASI eksklusif 6 bulan
Makanan pendamping ASI sejak usia 7 bulan
Makanan padat sejak usia 7 bulan

Food Recall 1x24 jam

Kesan: Secara kuantitas tidak mencukupi kebutuhan energy


IX. Pemeriksaan Fisik
Tanggal pemeriksaan : 13/01/2018; pukul 13.00 WIB

Kesadaran (GCS) : 15
Keadaan umum : tampak lemas
Skala nyeri (Wong Baker Faces): 4
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 124 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 36,8 ⁰C
Pernapasan : 40x/menit, reguler
Spo2 : 96%
• Antropometri : skor TB: 3 (tanpa tes Mantoux)
– BB = 16 kg
– TB = 105 cm
– IMT = 14, 46 kg/m2

• WHO antropometri :
– BB/ U: 0 - 2 SD Normal
– TB / U : 0 – 2 SD  Normal
– BB/TB : 0 – 2 SD  Normal
– IMT/U : 0 – 2 SD  Normal
– BB ideal  18 kg 
• Waterlow : 89 %  Gizi Baik

• Kepala: normocephali, tidak teraba massa, rambut berwarna hitam, rambut


terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan
• Mata: bentuk simetris, pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-)
• Hidung: deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
• Telinga: dalam batas normal, sekret (-/-)
• Mulut: sianosis (-), mukosa oral basah, faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, hiperemis
(-), tremor lidah (-)
• Leher: trakea di tengah, ada pembesaran KGB submandibular D= 1cm
 Thorax
Paru-paru
• Inspeksi : bentuk simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-)
• Palpasi : tidak teraba massa, krepitasi (-), nyeri (-), stem fremitus kanan
kiri sama kuat
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru, rh (+/+), wh (+/+) minimal
Jantung
• Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV MCLS.
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi :S1 dan S2 dbn, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
• Auskultasi : BU (+) 6x/ menit, bruit (-)
• Palpasi : supel, turgor kulit kembali dengan cepat, massa (-), nyeri tekan (-)
• Perkusi : tidak dilakukan
• Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
• Kulit: dalam batas normal, sianosis (-)
• Anus dan Genitalia : anus (+), genitalia tidak diperiksa
• KGB: Tidak terdapat pembesaran KGB
Pemeriksaan neurologis :
– Rangsang meningeal = Negatif
– Saraf cranialis I-XII = kesan normal
– Reflek fisiologis : biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+), achilles (+/+)
– Reflek patologis : babinski (-/-), chaddock (-/-), gordon (-/-), schaeffer (-/-),
hoffman tromner (-/-), klonus paha (-/-), klonus kaki (-/-), oppenheim (-/-)
– Normotoni, normotrofi
– Kekuatan 5555 5555
5555 5555
X. Pemeriksaan Penunjang

• Ro thorax:
Kesan: bronchopneumonia duplex

XI. Diagnosis Utama


Bronkopneumonia

XII. Diagnosis Banding


o Asma bronchial
o Bronkitis
o TB paru

XIII. Tata laksana


Farmakologis
 Cefotaxim 3 x 500 mg IV (25-50mg/kgBB/kali
 Gentamycin 1x70 mg IV (2-2,5mg/kgBB/hari)
 Aminofilin 3x20 mg IV (1.2-1.5 mg/kgBB/kali)
 Dexamethasone 3x 2 mg IV (0.5-1 mg/kgBB/hari)
 PCT syr 1 ½ cth (185mg) jika demam > 38C dapat diulang @4jam (10-
15mg/kg/kali)
 Puyer (salbutamol 1.7 mg + CTM 1,7 mg)
 Ventolin 1 ampul + NACL 0,9% 2,5ml

Non Farmakologis

– Kebutuhan cairan: 1300 cc / hari


• Oral : 300 mL / hari
• IVKDN I: 1000 cc/ 24 jam
– Kebutuhan Kalori:
• Kalori : 1440 kkal/ hari
• Protein : 16 gram/ hari
• Diet: Nasi tim dengan lauk 3x sehari, snack buah 1 porsi 2x sehari

XIV. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. sebagian besar oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll)

2. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengoatan. Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus gurp B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dinegara maju,
pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran
bakteri virus. (tabel 1)

Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas


pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).1
Tabel 1. Etiologi pneumonia menurut umur
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri an aerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Virus Moraxella cathralis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia legionella
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

3. Epidemiologi

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita
meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27% kematian bayi, 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1

4. Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran


respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu
terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hapatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini
disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga
stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di
seluruh lapang paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi
pada saru lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus aureus
menghasilakan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisis, lekosidin, stafilokinase, dan
koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, pendarahan, dan kavitas. Koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Pneumatokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi
biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.1

5. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yan gberat, mengancam kehidupan, dan
mungkinkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yag luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif,
etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut:

 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmuner
 Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan
ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan
tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1

Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak nafas. Pada bayi,
gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak besar kadang mengeluh sakit kepala,
nyeri abdomen disertai muntah.2

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi
yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif),
takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah
dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.

Pada auskultasi, dapa terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles (ronki basah halus)
yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah
dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine
creakles (ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri
dada; bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan
kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.2

6. Diagnosis kerja

Pneumonia pada anaka umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia
adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, nafas cuping
hidung, retraksi, ronki dan suara nafas melemah. Tandan bahaya pada anak:1,3

1. usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk
2. tanda bahaya pada aak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.

Berikut adalah kalsifikasi pneumonia berdasarkan pedoman diagnosis dari WHO

Usia 2bulan – 5 tahun

 pneumonia berat:
- bila ada sesak nafas
- harus dirawat dan diberikan antibiotik
 pneumonia
- bila tidak ada sesak nafas
- ada nafas cepat dengan laju nafas:
 >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit untuk anak >1-5 tahun
- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
 Bukan pneumonia
- Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simtomatis
seperti penurun panas

Usia < 2 bulan

 Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.2,3

7. Diagnosis banding
1. Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk,
dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak napas.
Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi,
muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik pada
anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan
peningkatan suhu diatas 38,5 derajad celcius. Selain itu, dapat juga ditemukan
konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon
inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-
usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan
napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari
pemeriksaan auskultasi paru. sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat terjadi
apnea, terutama pada bayi berusia 6 minggu.

Pada rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran ini
tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret
pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar dan
peningkatan diameter antero-posterior.

Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian
suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi.
Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral
seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline, atau
humanized RSV monoclonal antibody (palivizumab).4

2. Bronkitis
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama dan
menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.
Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki,
suara napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi. Hasil pemeriksaan
radiologis biasanya normal atau didapatkan peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya,
gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3
minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri
sekunder.4

8. Pemeriksaan penunjang
1. darah perifer lengkap
pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal ataus sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( >5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (<
3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada
keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chalmydia
pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofiilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa
relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara
pasti.
2. C- Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama
inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
3. Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi streptokokus grup A
dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim,
atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk
konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang dirawat di Rs. Untuk pemeriksaan mikrobiologis spesimen
dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura,
atau aspirasi paru. diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum
yang mengandung lebih dari 25 lekosit dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada
pemeriksaan mikroskopis dengan pemebesaran kecil.
5. Rontgen toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Posisi lateral tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto
AP lateral hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan.
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan
di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan
berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran
perkabutan atau ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena
infiltrat intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi mikoplasma.1

9. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.indikasi perawatan terutama
berdasarkan terat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mu makan/minum,
atau ada penyakit dasar yang lina, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta
tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, kompilasi yang mungkin terjadi harus
dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikroniologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris.
Umumnya pemilihan antibiotik empiris didarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis (tabel 2).1

 Pneumonia rawat jalan


Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotika lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan
antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di
Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan
kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang
diberikan 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20mg/kgBB
sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S.pneumoniae dan bakteri atipik.
 Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan kolramfenikol
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin.
Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulonat
dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik
dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-
laktam/klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberika beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengna makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien
sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan
berobat jalan.1

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta laktam,
ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.

Tabel 2. Tatalkasana pneumonia menurut etiologinya


Pathogen Rekomendasi terapi Terapi alternative
Streptococcus pneumonia Sefuroksimaxetil,
Seftriakson, sefoktaksim,
eritromisin, klindamisin, atau
penisilin G atau penisilin
vaksomisin.
V
Streptococcus grup A Sefuroksimaxetil,
Penisilin G
eritromisin, sefuroksim
Streptococcus grup B
Penisilin G
Haemophilus influenza tipe Sefuroksimaxetil,,sefuroksim
B Seftriekson, sefotaksim,
ampisilin-sulbaktam, atau
ampisilin
Sefotaksim dengan Piperacilin-tazobactam
Bakteri aerob gram
ataupun tanpa ditambah sediaan
negatif
aminoglikosida aminoglikosid
Seftazidim dengan Piperacillin-tazobactam
p. aeroginosa
ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosida
Nafsilin, sefazolin, Vankomisin (untuk MRSA)
Staphylococcus aureus
klindamisin (untuk
MRSA)
Eritromisin, azitromisin Doksisiklin (<9 tahun),
Chel,ydophilis
atau klaritomisin florokuinolon (>18 tahun)
pneumonia
Eritromisin, azitromisin,
Chalmydia trachomatis
atau klaritomisin
asiklovir
Herpes simplex virus

10. Komplikasi

komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks,
atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi
tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri

Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan
untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.1

11. Prognosis

Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna, walaupun
kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada
beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat berulang. Pada
kasus seperti ini keumgnkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus dinvestigasi lebih lanjut,
seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit kistik fibrosis,
pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi
kelaianan anatomis atau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks
gastroeusofageal.5

12. Pencegahan

Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak berusia 6 bulan- 18
tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi
dari influenza yang dilemahkan dapat diberikan pada pasien 2-49 tahun. Beberapa vaksin trivalen
telah memiliki lisensi untuk digunakan sejak berusia 6 bulan. vaksinasi universal sejak masa
kanak-kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B terkonjungasi dan S.pneumonia telah
menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat
dikurangi dengan menggunakan palivisumab pada pasien yang beresiko tinggi.5

Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik dengan bijaksana dapat
menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur pada bagian kepala harus dinaikan setinggi
30-45 derajad pada pasien terintubasi untuk meminimalisasi risiko aspirasi dan semua instrumen
penghisap lendir dan cairan saline harus steril. Cuci tangan baik sebelum dan setelah kontak
dengan setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril ketika menggunakan prosedur invasif
sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial. Staf rumah sakit yang
mengalami penyakit respiratori atau menjadi pembawa penyakit tertentu seperti MRSA
(methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah
transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin
udara) dapat mencegah terjadinya pneumonia Legionella.5

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu
rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah.
Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita.
Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia :

1. Perawatan selama masa kehamilan


Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan
dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin
dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya
dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI
terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi
sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita
yang tidak mendapatkannya.

3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak


Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai,
yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis,
Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.


Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak
napas.
5. Mengurangi polusi didalam dan diluar rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara
mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang
ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin,
perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk
terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu
jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan
bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan
menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat
sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.1,3,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Supriyanto B, setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI; 2013
2. WHO. Classification and treatment (revised) of Pneumonia. Tersedia di http://apps.who.
int/iris/bitstream/10665/137319/1/9789241507813_eng.pdf. Diakses : 18 januari 2018.
Updated 2014
3. Yayasan penyantun anak asma Indonesia. Manajemen kasus respirologi anak dalam
praktek sehari-hari. Jakarta: YAPNAS SUDDHAPRANA; 2007
4. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga; 2005
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier; 2014

Anda mungkin juga menyukai