Anda di halaman 1dari 5

Lampiran

Surat Keputusan Direktur RSU ‘Aisyiyah Ponorogo


Nomor : RSU.A.298.12.2008
Tanggal : 07 Dzulhijjah 1429 H / 05 Desember 2008 M
Tentang : Kebijakan Mediko Legal Di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo

KEBIJAKAN
MEDIKO LEGAL

A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini, dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan hukum, dan merebaknya
tuntutan baik pidana atau perdata berkaitan dengan his-hap terhadap layanan kesehatan di rumah
sakit, menjadi alasan kuat bagi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo menyusun dan menetapkan suatu sistim dan
mekanisme kerja yang menangani apabila terjadi kasus-kasus mediko legal di rumah sakit. Panitia
tersebut secara diharapkan mampu melaksanakan upaya-upaya pencegahan kasus mediko-legal
komprehensip, selain itu juga mampu menangani apabila terjadi kasus mediko legal sehingga tidak
merugikan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Panitia ini bersifat khusus dan ditetapkan dengan SK
Direktur Rumah Sakit untuk melaksanakan tugas mencegah dan menangani kasus-kasus mediko-legal
yang terjadi di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.

B. Kebijakan Etik Rumah Sakit


1. Rumah RSU ‘Aisyiyah Ponorogo memberlakukan dan menjaga terlaksananya Kode Etik Rumah
Sakit berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit yang diberlakukan oleh Depkes RI atau Oleh PERSI.
2. Pengawasan dan evaluasi penerapan Kode Etik Rumah Sakit dilakukan oleh MKLH PDA Ponorogo
dengan melibatkan Direktur sebagai pengelola Rumah Sakit.
3. Direktur membentuk Panitia Etik Rumah Sakit dengan tetap mempertimbangan unsur Komite
Medis dan Pejabat lain yang kompeten dalam pengawasan Etik Rumah Sakit.
4. Apabila ada kasus kasus yang mengarah dan/atau melanggar Kode Etik Rumah Sakit, maka kasus
tersebut harus dibahas dan ditelaah oleh Panitia Mediko legal Rumah Sakit, hasil dari telaah
tersebut akan dibuat rekomendasi kepada Direktur untuk ditindak lanjuti.

Hal 1/5
C. Kebijakan Etik Kedokteran
1. Standar Etik Kedokteran di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo berpedoman pada Kode Etik Kedokteran yang
diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB. IDI) dan diberlakukan di RSU
‘Aisyiyah Ponorogo melalui SK. Direktur.
2. Standar Kode Etik Kedokteran yang telah ditetapkan dan diberlakukan oleh Direktur harus
dilaksanakan oleh setiap tenaga medis maupun paramedis, dan oleh dokter organik maupun dokter
tamu / mitra.
3. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kode etik kedokteran dilakukan oleh Panitia Etik
Kedokteran Rumah Sakit yang dibentuk berdasarkan SK. Direktur.
4. Apabila ada kasus kasus yang mengarah dan/atau melanggar kode etik, maka kasus tersebut
harus dibahas dan ditelaah oleh Panitia Etik Kedokteran, dan Panitia Etik Medis dengan
sepengetahuan Komite Medis berkewajiban memberi rekomendasi kepada Direktur untuk ditindak
lanjuti.

D. Kebijakan Etik Keperawatan


1. Pelaksanaan Etik Keperawatan berpedoman pada Standar Etik Keperawatan Nasional Indonesia
yang diterbitkan oleh Depkes RI sesuai SK Menkes dan Edaran Dirjen Pelayanan Medis.
2. Pemberlakuan Standar Etik Keperawatan Nasional Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Direktur.
3. Standar Etik Keperawatan tersebut harus dilaksanakan oleh setiap tenaga paramedis di lingkungan
RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.
4. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Etik Keperawatan dilaksanakan oleh Komite Etik
Keperawatan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur.
5. Apabila ada kasus-kasus yang mengarah dan atau melanggar kode etik, maka kasus tersebut
harus dibahas dan ditelaah oleh Komite Etik Keperawatan, dan Komite Etik Keperawatan wajib
memberi rekomendasi kepada Direktur untuk ditindak lanjuti.

Hal 2/5
E. Kebijakan Penanganan Kasus Medikolegal:
1. Penanganan kasus medico legal di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo dikategorikan dalam empat jenis yaitu:
(a) Penanganan Etichal malpractice (pelanggaran etik profesi);
(b) Penanganan Criminal malpractice (pelanggaran pidana);
(c) Penanganan Administrative malpractice (pelanggaran administrasi);
(d) Penanganan Civil malpractice (pelanggaran perdata);
Criminal malpraktek, administrative malpraktek dan civil malpraktek merupakan yudicial
malpraktek.
2. Setiap permasalahan yang berkaitan dengan dugaan malpraktek di RSU ’Aisyiyah Ponorogo
pertama kali segera dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit;
3. Direktur kemudian membahas dan mengkategorikan permasalahan apakah termasuk dalam
lingkup mediko legal/bukan;
4. apabila termasuk sebagaimana pada angka1, maka direksi dapat menunjuk penanganan
permasalahan kepada panitia/petugas yang diberi wewenang menangani;
5. Petugas yang diberi wewenang menangani :
(a) Penanganan Ethical malpractice diserahkan kepada panitia etik profesi RSU’A Ponorogo;
(b) Penanganan Criminal malpractice ditangani oleh Direktur, Bagian Kesekretariatan dan Rekam
medis, dan Komite Medis sebelum diserahkan penanganannya kepada pihak yang
berwenang;
(c) Penanganan Administratif malpractice ditangani oleh Bagian Kesekretariatan dan Rekam
Medis dan Komite Medis;
(d) Penanganan Civil malpractice menjadi diproses Direktur, Bagian Kesekretariatan dan Rekam
medis, dan Komite Medis.
6. Pelanggaran etik/ethichal malpractice meliputi pelanggaran terhadap kode etik profesi dokter,
perawat, bidan dan penunjang medis lain sesuai profesinya;
7. Pelanggaran etik/ethichal malpractice yang masuk dalam lingkup yudicial malpractice oleh Panitia
Etik penanganannya harus diserahkan kepada petugas Rumah Sakit yang diberi kewenangan
sebagaimana pada angka 5 kebijakan ini. Kemudian Direktur yang memutuskan penanganan
berikutnya;
8. Untuk menentukan ada/tidaknya pelanggaran etik kedokteran, Panitia Etik dapat meminta
pendapat ahli dari Majelis Kehormatan Etik (MKE) masing-masing profesi, sebelum membuat
kesimpulan;

Hal 3/5
9. Criminal malpractice meliputi :
(a) melakukan aborsi tanpa indikasi medis;
(b) melakukan euthanasia;
(c) membocorkan rahasia kedokteran
(d) tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam keadaan
emergensi/darurat meskipun tahu bahwa tidak ada dokter lain yang akan menolongnya;
(e) menerbitkan surat kedokteran yang tidak benar;
(f) melakukan tindakan medis yang tidak lege artis;
(g) melakukan tindakan dibawah standar/tidak sesuai standar sehingga mengakibatkan
luka/cacat/meninggal dunia pasien;
(h) melakukan tindakan medis tanpa informed consent;
(i) alpa atau kurang hati-hati sehingga mengakibatkan resiko yang lebih tinggi pada pasien;
(j) alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka/cacat/meninggal dunia;
10. Pada criminal malpractice tanggungjawab bersifat pribadi, yaitu pada tenaga medis yang
melakukan. Tanggungjawab tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada Rumah Sakit;
11. Penerapan sanksi/hukuman sesuai ketentuan hukum positif akan diserahkan kepada aparat
penegak hukum yang berwenang;
12. Tindakan dokter/perawat yang dapat dikategorikan Civil malpractice antara lain :
(a) tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatan dengan pasien wajib
dilakukan;
(b) melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan tetapi terlambat;
(c) melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan tetapi tidak sempurna;
(d) melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan.
13. Setiap penyelesaian civil malpractice diupayakan semaksimal mungkin dengan upaya musyawarah
dengan pihak pasien/keluarganya, sehingga lebih efisien waktu,biaya dan tenaga serta diharapkan
diperoleh penyelesaian yang sama-sama menguntungkan;
14. Setiap tanggunggugat civil malpraktek yang dibebankan kepada RSU ’Aisyiyah Ponorogo harus
dapat dibuktikan bahwa tindakan yang dilakukan dokter/tenaga medis tersebut dalam rangka
melaksanakan kewajiban Rumah Sakit, namun apabila karena kesalahannya sendiri maka
ditanngung secara pribadi oleh yang bersangkutan;

Hal 4/5
15. Administrative malpractice meliputi :
(a) menjalankan praktek kedokteran/keperawatan/kebidanan tanpa lisensi/ijin;
(b) melakukan tindakan medis yang tidak sesuai lisensi/ijin yang dimiliki;
(c) melakukan praktek dengan menggunakan lisensi atau ijin yang sudah kedaluwarsa;
(d) tidak membuat/mengisi rekam medis;
16. Penanganan kasus pelanggaran administrasi akan dilakukan upaya musyawarah dengan tenaga
yang bersangkutan guna upaya penyelesaian dan/atau perbaikan;

07 Dzulhijjah 1429 H
Ponorogo,
05 Desember 2008 M
Direktur,

Dr. Hj. RINI KRISNAWATI,


MARS
NIK. 178 03 03

Hal 5/5

Anda mungkin juga menyukai