Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya
perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada
kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage,
early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang
lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum.
Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai
dengan pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat
terjadinya perdarahan pada kehamilan kita harus selalu berfikir tentang
akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan
kehamilan itu sendiri. Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang
ditandai dengan perdarahan pada kehamilan muda, salah satunya adalah
abortus.
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.
Sementara itu, dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus
spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba
hamil akan mengalami keguguran 2 kali yang berurutan, dan sekitar 1%
dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran berurutan. Rata-rata
terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau
dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%.
Abortus disebabkan oleh beberapa faktor baik dari ibu maupun
dari janin, oleh sebab itu kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan
wawasan dan HE pada ibu hamil untuk selalu memeriksakan
kehamilannya dan waspada terhadap komplikasi yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Kegawatdaruratan pada ibu hamil TM I?
2. Kegawatdaruratan pada ibu hamil TM II?
3. Kegawatdaruratan pada ibu hamil TM III?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui kegawatdaruratan pada ibu hamil TM I
2. Dapat mengetahui kegawatdaruratan pada ibu hamil TM II
3. Dapat mengetahui kegawatdaruratan pada ibu hamil TM III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL PADA IBU
HAMIL TM I
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal
kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan
ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/
plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri.
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan
terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak
direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau
cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Obstetri
adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-
hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya .membahas tentang
fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik
dalam keadaan normal maupun abnormal.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode
selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir)
1. Abortus
a. Pengertian
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-
akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah
tanpa intervensi luar atau buatan untuk mengakhiri kehamilan
tersebut. Terminology umum untuk masalah ini adalah keguguran
atau miscarriage.
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat
intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses
kehamilan. Terminology untuk keadaan ini adalah penggugguran,
aborsi atau abortus provokatus.
b. Etiology
Penyebab abortus ( early pregnancy loss ) bervariasi dan
sering diperdebatkan. umumnya lebih dari satu penyebab.
Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang
paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum
umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan
kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik,
lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang
berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau,
alkohol dan infeksi virus.
2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan
pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan
oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3) Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh
sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat,
keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan
pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang
lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung
ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.

Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai


berikut :

1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi


Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin atau cacat, kelainan berat biasanya
menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Factor-
faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan antara
lain :
a) Kelainan kromosom
Kelainan yang paling sering ditemukan pada abortus
spontan adalah trisomi, poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan seks
b) Lingkungan kurang sempurna
Lingkungan endometrium disekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan
pada hasil konsepsi terganggu
c) Pengaruh dari luar
Radiasi, virus, obat-obatan dapat mempengaruhi hasil
konsepsi maupun lingkungan hidupnya didalam uterus.
Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
d) Kelainan pada plasenta
Oksigenisasi plasenta yang terganggu menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin dan kematian janin.
Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda\
e) Penyakit ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus, malaria
dan pielonefritis dapat menyebabkan abortus.
f) Kelainan traktus genitalis
Retroversio uteri, miomata uteri atau kelainan bawaan
dapat menyebabkan abortus. Sebab lain abortus dalam
trimester ke 2 adalah servik inkompeten yang dapat
disebabkan oleh kelemahan bawaan serviks, dilatasi
serviks berlebihan, atau robekan servik luas yang tidak
dijahit.
c. Gejala Klinis
1) Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2) Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi
3) Rasa mulas atau nyeri yang hebat karena adanya kontraksi
uterus
4) Rasa kram di daerah perut atau di daerah atas simfisis
5) Rasa tertekan pada punggung bagian belakang/pelvic
d. Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya
sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan
minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.
1) Pada kehamilan kurang dari 8 minggu:
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan
sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil
konsepsi.
2) Pada kehamilan 8 – 14 minggu:
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya
selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering
menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.
3) Pada kehamilan minggu ke 14 – 22:
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun
rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa
abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri
dengan intensitas beragam.
e. Patofisiology
Pada abortus terjadi perdarahan desidualis, Pelepasan
embrio parsial atau komplit akibat perdarahan kecil didalam
desidua. Ketika terjadi kegagalan fungsi plasenta, uterus mulai
berkontraksi sehingga proses abortus mulai. Jika terjadi sebelum
minggu kedelapan, embrio defektif yang tertutup vilidan desidua
cenderung dikeluarkan dalam gumpalan yang disebut blighted
ovum, walaupun sedikit konsepsi dapat tertahan dalam uterus
maupun serviks.
Perdarahan uterus terjadi sewaktu proses pengeluaran,
antara minggu kedelapan dan ke empat belas, mekanisme diatas
dapat terjadi. Atau membran ketuban dapat ruptur sehingga
mengeluarkan janin yang cacat, tetapi gagal mengeluarkan
plasenta. Plasenta ini dapat menonjol di osteum serviks eksterna.
Atau tetap melekat pada dinding uterus.
Abortus ini diikuti oleh perdarahan yang banyak. Antara
minggu ke14 dan 22 janin biasanya dikeluarkan dengan diikuti
plasenta beberapa saat kemudian. Plasenta lebih jarang tertahan.
Biasanya perdarahan tidak berat, tetapi rasa nyeri dapat hebat,
sehingga menyerupai persalinan kecil
f. Macam-Macam Abortus
1) Aborsi Spontan
Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis
untuk mengosongkan uterus, disebabkan oleh sebab- sebab
alami.
a) Abortus iminens(keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk
mempertahankannya, pada abortus ini terdapat nyeri akibat
kram pada abdomen bawah atau nyeri pada punggung
bawah, tetapi bisa juga tidak.
b) Abortus incipiens
Abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah
lagi.abortus ini terjadi ketika ada pembukaan serviks atau
ketuban pecah disertai perdarahan dan nyeri pada bagian
abdomen bawah atau pada punggung.
c) Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian
( biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal dalam
raahim, yang akan menyebabkan perdarahan yang
bertambah parah atau infeksi, terutama jika aborsi terjadi
pada trimester ke II
d) Abortus kompletus
Keguguran lengkap
e) Missed abortus ( keguguran tertunda )
Keadaan dimana janin telah mati selama 22 minggu tetapi
tertahan didalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah
janin mati.
f) Abortus Habitualis
Keguguran berulang ulang, terjadi pada wanita yang telah
mengalami abortus lebih dari tiga kali.
g) Abortus infeksiosus dan abortus septic
Abortus yang disertai infeksi pada genetalia, sedang abortus
septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran
kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau
peritonium.
2) Aborsi Buatan (Provokatus)
Pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan mencapai 28
minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal
ini dokter, bidan atau dukun beranak)
3) Abortus provocatus therapeuticus
Pengguguran kehamilan, biasanya dengan alat-alat dengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan, membawa maut bagi
ibu, misalnya karena ibu menderita penyakit berat.
4) Abortus provocatus criminalis
Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan
dilarang oleh hukum.
g. Penanganan Abortus
1) Penilaian awal
Untuk penanganann yang memadai, segera lakukan penilaian
dari;
a) Keadaan umum pasien
b) Tanda tamda syok ( Pucat, berkeringat banyak, pingsan,
tekanan sistolik <90 mmHg, nadi >112x/menit
c) Bila syok disertai dengan massa lunak di aneksa nyeri perut
bawah, adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan
kemungkinan kehamilan etopik yang terganggu
d) Tanda tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, secret
berbau pervaginam,nyeri perut bawah, dinding perut
tegang, nyeri goyang porsio, dehidrasi, gelisah atau pingsan
e) Tentukan melalui evaluasi medic apakah pasien dapat
ditatalaksana pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk
(setelah dilakukan stabilisasi).
2) Penanganan spesifik
a) Abortus Imminens
(1) Tidak diperlukan pengobatan medic yang khusus atau
tirah baring secara total
(2) Ajarkan untuk tidak melakukan aktiftas secara
berlebihan atau melakukan hubungan seksual
(3) Bila pendarahan:
(a) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan
penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi
(b) Terus berlangsung : nilai komdisi janin (uji
kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain ( hamil
etopik/mola)
(c) Pada fasilitas kesehatan dengan sarana
terbatas,pemautauan hanya dilakukan melaui gejala
klinik dan hasil pemeriksaann ginekologi
b) Abortus insipient
(1) Lakukan prosedur evakuasi hasil operasi
(2) Bila usia gestasi <16 minggu, evakuaasi dilakukan
dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual(AVM)
setelah bagian-bagian janin dikeluarkan bila usia gestasi
>16 minggu evakuasai dilakukan dengan prosedur
Dilatasi dan Kuretase(D&K)
(3) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan
atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu ,lakukan
tindakan pendahuluan dengan:
(a) Infuse Oksitosinin 20 unit dalan 500 ml NS atau RL
mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikan
hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi
kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil
konsepsi
(b) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit
kemudian
(c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila nasih
dilakukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama
setelah 4 jam dari dosis awal
(4) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat
dikeluarkan dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko
perforasi)
c) Abortus Inkomplit
(1) Tentukan besar uterus (tafsir usia gestasi), kenali dan
atasi setiap komplikasi (pendarahan, syok, infeksi atau
sepsis)
(2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang
disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat
dikeluarkan secara digital setelah itu evaluasi
pendarahan:
(a) Bila pendarahan berhenti beri ergometrin 0,2 mg IM
atau misoprostol 400mg per oral
(b) Bila pendarahan terus berlangsung, evakuasi sisa
hasil konsepsi dengan AVM dan D&K (pi.ihan
tergantung darib usia gestasi, pembukaan servik dan
keberadaan bagian-nagian janin.
(c) Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika
profilaksis (ampisilin 500mg/oral atau doksisiklib
100mg)
(d) Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 gr dan
metronidazol 500 mg setiap 8 jam
(e) Bila terjadi pendarahan hebat dan usia gestasi
dibawah usia 18 minggu segera ;akukan evakuasi
dengan AVM
(f) Bila pasien tampak anemic, berikan sulfas ferosus
600 mg/ hari selama 2 minggu
d) Abortus komplit
1) Apabila kondisi pasien baik cukup diberikan tablet
ergometrin 3x1 tablet/ hati untuk 3 hari
2) Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan
tablet sulfas ferosus 600 mg/hari sela,a 2 minggu
disertai dengan anjuran mengonsumsi makanan bergzi (
susu, sayuran segar, ikan, daging, telur) untuk aneia
berat berikan tranfusi darah.
3) Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu
diberikan antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi
dapat diberikan antibiotika profilaksis.
e) Abortus infeksiosa
1) Kasus ini beresiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila
fasilitas kesehatan setempat tidak memiliki fasilitas
yang memadai rujuk ke rumah sakit
2) Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi cairan yang
hilang dengan NS atau RL melalui infuse dan berikan
antibiotika ( misalnya: ampisilin 1gr dan metroridazol
500mg)
3) Jika ada riwayat abortus tidak aman, berikan ATS dan
TT
2. Mola Hidatidosa
a. Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan)
yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau
mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri
stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin
biasanya meninggal akan tetapi vilus-vilus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus sebuah anggur.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir
seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak
normal yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan
plasenta.
Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai
dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik. Hamil
anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa
tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan
“bakal janin“ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran
(vili-vili) mirip gerombolan buah anggur.
b. Penanganan umum
1) Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2) Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu diagnosis
3) Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4) Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, pendarahan hebat atau
perforasi uterus)
5) Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahunpasca
evakuasi
c. Penangan klinik
1) Hampir semua besar kehamilan mola akan disertai dengan
pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG
a) Lakukan pengukuran kadar kuantitatif kadar HCG spesifik
bila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan tersebut,
pengukuran dapat dilakukan dengan uji imunologik dimana
kadar hormone diukur secara semikuantitatif melalui
pengenceran urine
b) Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda, tetapi gejala
mual dan muntah lebih hebat, sering disertai dengan gejala
preeklamsi. Pe,eriksaan dengan ultrasonografi akan
menunjukkan gambaran seperti sarang tawon tetapi tidak
ada janin
c) Diagnosis pasti adalah dengan melihat jaringan mola, baik
melalui ekspulsi spontan maupun biopsi.
d. Penanganan khusus
1) Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infuse 10 IU oksitosin dalam 500
ml NS atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes /menit.
2) Pengosongan dengan aspirasi vakum lebih aman dari kuretase
tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara
bergantian.
3) Kenali dan tangani komplikasi penyerta seperti tiritoksikosis
atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur
evakuasi
4) Anemia sedang cukup diberikan sulfas ferosus 600 mg/hari,
untuk anemia berat lakukan transfuse.
5) Kadar HCG diatas 1000 IU per L pra evakuasi dianggap
sebagai resiko tinggi untuk perubahan kearah ganas,
pertimbangkan untuk memberikan methotrexate atau MTX 3-5
mg /kg BB atau 25mg IM dosis tunggal.
6) Lakukan pantauan kadar HCG hingga minimal 1 tahun. Kadar
yang menetap atau meninggi setelah 8 minggu pasca evakuasi
menunjukkan masih terdapat trofoblas aktif.
7) Selama pemantauan, pasien dianjunjurkan untuk memakai
alakon hormonal apabila masih ingin anak atau tubektomi
apabila ingin menghetikan fertilitas.
3. Kehamilan etopik terganggu
a. Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan
akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi
istilah ektopik dapat diartikan “berada diuar tempat yang
semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi diluar rongga uterus. Tuba fallopii merupakan tempat
tersering terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebihdari 90%).
Sedangkan kehamilan ektopik terganggu, ialah kehamilan
ektopik yang mengalami gangguan, dapat berupa abortus atau
ruptur tuba dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.
b. Penyebab Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan
sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari
beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai
penyebabnya adalah:
1) Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan
gangguan pada motilitas saluran telur.
2) Riwayat operasi tuba
3) Cacat bawaan pada tuba
4) Kehamilan ektopik sebelumnya
5) Aborsi tuba dan pemakaian IUD
6) Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom
7) Bekas radang pada tuba
8) Operasi plastik pada tuba
9) Abortus buatan
10) Tumor rahim yang menekan tuba
11) Uterus hipoplastis
12) Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba
c. Tanda Gejala Kehamilan Ektopik Terganggu\
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat
berbeda-beda dari perdarahan yang banyak tiba-tiba dalam rongga
perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar
membuat diaognosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya
kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil. (Sujiyatini, et. Al, 2009:48) Beberapa
tanda gejala yang biasanya muncul menurut Leveno 2009, yaitu:
1) Nyeri daerah panggul dan perut
2) Haid abnormal:Amenorea dengan bercak-bercak perdarahan
pervagina
3) Nyeri tekan abdomen dan panggul
4) Perubahan uterus
5) Tekanan daran akan turun dan nadi meningkat.
6) Suhu dapat meningkat hingga 380C
7) Massa panggul
8) Kuldosentesis (douglas pungsi)
Mochtar menambahkan adanya beberapa tanda dan gejala lain:
1) Tanda cullen: sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru
hitam dan lebam
2) Pada pemeriksaan dalam terdapat: nyeri goyang porsio,
douglas crise dan cavum doglas menonjol.
3) Pada palpasi perut ada tanda-tanda perdarahan
intraabdominal.
d. Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu
Menurut Wiknjosastro, Buku Ilmu Kandungan (2005),
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik,
gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga
pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesukaran yang
terpenting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah
supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap
kemungkinan kehamilan ini. Menurut Saifuddin, Buku pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal 2002, Pemeriksaan untuk
membantu diagnosis:
1) Tes kehamilan
2) Pemeriksaan umum, dapat ditemukan. Pada jenis tidak
mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan
nyeri tekan.
3) Anamnesis kehamilan muda nyeri perut bagian bawah.
4) Pemeriksaan ginekologi, Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan
5) Pemeriksaan laboratorium diagnosis kehamilan ektopik
terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut.
6) Pemeriksaan kuldosentesis
Douglas ada darah, cara ini amat berguna dalam membantu
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
7) Pemeriksaan ultra sonografi
Apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam
nya tampak denyut jantung janin.
8) Pemeriksaan laparoskopi
h. Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparatomi. Pada laparatomi perdarahan selekas mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan
darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini
menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan
pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif).
Peningkatan kadar HCG yang berlangsung terus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi,
infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan anti inflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan
dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan
harus dirawat inap di rumah sakit.
Menurut Leveno 2009, penanganannya antara lain:
1) Penanganan menunggu, sebagian memilih mengamati
kehamilan tuba yang sangat dini dengan kadar β-HCG serum
yang stabil atau turun. Hampir sepertiga dari wanita dengan
kehamilan ektopik akan memperlihatkan penururnan kadar β-
HCG.
2) Imunoglobulin anti-D, jika wanita yang bersangkutan D
negatif, tetapi belum tersensitisasi antigen D maka ia perlu
diberi imunoglobulin anti-D
3) Kuretase, pada banyak kasus aborsi inklompet dan kehamilan
tuba dapat dibedakan dnegan kuretase. Kuretase dianjurkan jika
kadar progesteron serum dari 5 µg/ml atau βHCG meningkat
secara abnormal.
Menurut Prafitri tahun 2008, penanganannya yaitu:
1) Operatif
Penanganann kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparatomi. Namun harus diperhatikan dan dipertimbangkan,
yaitu: kondisi pasien saat itu, kondisi anatomik organ pelvis,
keinginan penderita akan organ reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kemampuan teknik pembedahan mikro
dokter operator, kemampuan teknologi fertilisasi in vitro
setempat
Pada kehamilan tuba dilakukan salpingostomi, partial
salpingektomi, salpingektomi, atau salpingo-ooforektomi,
dengan mempertimbangkan: jumlah anak, umur, lokasi KET,
umur kehamilan dan ukuran produk kehamilan.
2) Kemoterapi
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis yang
belum pecah pernah dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasusnya yaitu:
a) Kehamilan di pars ampularis tuba beum pecah
b) Diameter kantung distansi kurang dari 4 cm
c) Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d) Tanda vital tetap stabil dan baik.
4. Hiperemesis Gravidarum (HEG)
a. Pengertian
Mual dan muntah ini terjadi pada 60-80% primigravida dan
40-60% pada multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala-
gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh
karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam
serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas,
mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung
yang berkurang.(Prawirahardjo, 2005)
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan
sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi
dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998). Hiperemesis gravidarum juga
dapat diartikan keluhan mual muntah yang dikategorikan berat jika
ibu hamil selalu muntah setiap kali minum ataupun makan.
Akibatnya, tubuh menjadi sangat lemas, muka pucat, dan frekuensi
BAK menurun drastis, aktifitas sehari-hari menjadi terganggu dan
keadaan umum menurun. Meski begitu, tidak sedikit ibu hamil
yang masih mengalami mual muntah berlebih sampa trimester
ketiga.(Cunningham, 2005)
b. Etiologi
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara
pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor
toksik juga tidak ditemukan kelainan biokimia, perubahan-
perubahan anatomik yang terjadi pada otak, jantung, hati, dan
susunan syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat
lain akibat kelemahan tubuh karena tidak mau makan dan minum.
(Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan, 2010). Beberapa faktor
predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan, adalah sebagai
berikut:
1) Faktor predisposisi yang sering ditemukan adalah primigravida,
mola hidatidosa, dan kehamilan ganda.Frekuensi yang tinggi
pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan
dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada
kedua keadaan tersebut hormon chorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan. (Wiknjosastro, 2005)
2) Masuknya vili khriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat kehamilan serta resistensi yang menurunkan
dari pihak ibu terhadap perubahan-perubahan ini merupakan
faktor organik. (Wiknjosastro, 2005)
3) Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap
anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
(Wiknjosastro, 2005)
4) Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit
ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan
sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat
memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar
terhadap keenggangan manjadi hamil atau sebagai pelarian
kesukaran hidup. (Wiknjosastro, 2005). Kurangnya penerimaan
terhadap kehamilan dinilai memicu perasaan mual dan muntah
ini. Pada waktu hamil muda, kehamilan dinilai tidak
diharapkan, apakah karena kegagalan kontrasepsi ataupun
hubungan diluar nikah. Hal ini dapat memicu penolakan ibu
terhadap kehamilannya. (Cunningham, 2005)
5) Faktor adaptasi dan hormonal. Pada wanita hamil yang
kekurangan darah lebih sering mengalami hiperemesis
graviarum, dapat dimasukkan dalam ruang lingkup faktor
adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia. Wanita
primigravida dan overdistensi rahim pada hamil ganda dan
hamil mola hidatidosa, jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu
tinggi dan menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum.
(Manuaba, 1998)
6) Peningkatan hormon estrogen dan HCG. Pada kehamilan
dinilai terjadi perubahan juga pada sistem endokrinologi,
terutama untuk hormon estrogen dan HCG yang dinilai
mengalami peningkatan. Pada kehamilan mola hidatidosa dan
kehamilan ganda, memang terjadi pembentukan hormon yang
berlebihan. (Cunningham, 2005)
c. Tanda dan gejala
Batas antara mual dalam kehamilan yang masih fisiologik
dengan hiperemesis gravidarum tidak jelas, akan tetapi muntah
yang menimbukan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari dan
dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil telah
memerlukan perawatan yang intensif.
Menurut Wiknjosastro (2005), hiperemesis gravidarum
berdasarkan berat ringannya gejala dapat dibagi kedalam tiga
tingkatan, yaitu :
1) Tingkatan I, Ringan
Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan
umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada,
berat badan menurun, nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat
sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor
kulit berkurang, lidah mengering, dan mata cekung.
2) Tingkatan II, Sedang
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mulai
jelek, lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat,
suhu badan naik (dehidrasi), mata mulai ikterik. Berat badan
mulai turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi,
oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dari hawa
pernafasan dan terjadi asetonuria
3) Tingkatan III, Berat
Keadaan umum lebih parah, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, muntah berhenti, nadi kecil dan cepat, suhu
meningkat dan tensi menurun. Terjadi komplikasi fatal pada
susunan saraf yang dikenal sebagai ensepalopati wernicke,
dengan gejala nigtasmus, diplopia, dan penurunan mental.
Keadaan ini adalah akibat dari kekurangan zat makanan,
termasuk vitamin B komplek. Timbulnya ikterus menunjukkan
adanya payah hati.
e. Penatalaksanaan
Penataaksanaan pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum,
yaitu:
1) Pencegahan
Pencegahan tehadap Hiperemesis gravidarum perlu
dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan tentang
kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik,
memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang
muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan
muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan,
menganjurkan makan sehari-hari dengan makanan dalam
jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan
segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan
roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang
berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan
dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan
hangat.(Prawirahardjo, 2005)
2) Obat-obatan
Komponen (susunanan obat) yang dapat diberikan
adalah: Sedatif ringan, yaitu Phenobarbital (luminal) 30
mgr. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B2 yang
berfungsi untuk mempertahankan kesehatan syaraf, jantung,
otot, serta meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan sel; dan
vitamin B6 berfungsi menurunkan keluhan atau gangguan mual
dan muntah bagi ibu hamil serta juga membantu dalam sintesa
lemak untuk pembentukan sel darah merah. (Admin, 2007).
Pemberian antihistaminika juga dianjurkan. Pada keadaan lebih
berat diberikan antimimetik seperti disklomin hidrokhlorid, dan
avomin. (Wiknjosastro, 2005)
3) Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi
cerah, dan peredaran udara yang baik. Jangan terlalu banyak
tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh
keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau
makan. Catat cairan yang masuk dan keluar serta tidak
diberikan makan dan minum selama 24 jam. Kadang-kadang
isolasi saja dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini
tanpa pengobatan.
4) Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan,
kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan
konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit
ini. (Wiknjosastro, 2005). Bantuan yang positif dalam
mengatasi permasalahan psikologi dan sosial dinilai cukup
signifikan memberikan kemajuan keadaan umum. (Admin,
2008)
5) Diet
Ciri khas diet hiperemesis gravidarum adalah penekanan
karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta
menghindari makanan yang berlemak dan goreng-gorengan
untuk menekan rasa mual dan muntah, sebaiknya diberi jarak
dalam pemberian makan dan minum. Diet ini bertujuan untuk
mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis
secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi
yang cukup. (Dinar, 2008)
Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranya adalah karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari
kebutuhan energi total; lemak rendah, yaitu < 10% dari
kebutuhan energi total; protein sedang, yaitu 10-15% dari
kebutuhan energi total; makanan yang diberikan dalam bentuk
kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien,
yaitu 7-10 gelas per hari; makanan mudah dicerna; tidak
merangsang saluran pencernaan dan diberikan sering dalam
porsi kecil; bila makan pagi sulit diterima, pemberian makanan
dioptimalakn pada makan malam dan selingan mlam; makanan
scara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien. (Dinar, 2008)
Ada tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu:
a) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan.
Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat-zat gizi,
kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama
beberapa hari.
b) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah
berkurang. Secara berangsur mulai diberikan makanan
yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-
zal gizi kecuali vitamin A dan D.
c) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan
hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita
minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini
cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.
Makanan yang dianjurkan untuk hiperemesis I, II, dan III
adalah roti panggang, biskuit crakers, buah segar, dan sari
buah, minuman botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak, teh dan
kopi encer. Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan adalah
makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan
berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol,
kopi dan yang mengandung zat tambahan (pengawet, pewarna,
dan penyedap rasa) juga tidak dianjurkan. (Dinar, 2008)
6) Cairan Parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat
dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis
sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan
kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin
C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam
amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol
cairan yang masuk dan dikeluarkan. Urine perlu diperiksa
terhadap protein, aseton, khlorida, dan bilirubin. Suhu dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3x sehari. Dilakukan
pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya
menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah
dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk
diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan tersebut,
pada umumnya gejala akan berkurang dan keadaan akan
bertmbah baik.
7) Penghentian kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan
mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan
psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan,
takhikardi, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan
manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan
untuk melakukan abotus terapiutik sering sulit diambil, oleh
karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi
dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala irreversibel pada organ vital. (Wiknjosastro, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

Gary Cunningham, dkk. 2005. Buku Obstetri Williams, Edisi 18. Jakarta. Penerbit

EGC

Manuaba,Ida Bagus Gede. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi

Wanita,Jakarta :Arcan

Muchtar. 1998. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Prawiroharjo, Sarwono.2001. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan

Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Wiknjosastro Hanifa, dkk. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi II. Cetakan VI. PT Bina

Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai