PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama
Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit
yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang
menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang
belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga
ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut
menjadi jelas. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat
ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami
perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-
anak.
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu diperlukan
tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI VERTEBRAE
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat
kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya
nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot, (5) memungkinkan
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai
mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari
tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin
tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh
diskus intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas
yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan
2
DEFINISI
dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis bila disertai
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 – L3 dan paling jarang pada
menyerang arkus vertebrae. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, namun tulang
yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan
cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang
belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang, diikuti kemudian
3
oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data surveilans dan survei, WHO memperkirakan terdapat 9.27 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2007 (139 per 100.000 populasi). Dari 9.27 kasus baru
ini, diperkirakan 44% atau 4.1 juta (61 per 100.000 populasi) adalah kasus baru dengan
smear-positif. India, China, Indonesia, Nigeria dan Afrika Selatan menduduki peringkat
pertama hingga kelima dalam hal jumlah total insiden kasus. Menurut laporan WHO tahun
2009, insidensi tuberkulosa di Indonesia pada tahun 2007 adalah 528.000 kasus atau 228 per
100.000 populasi per tahun. Dari jumlah ini, 236.000 merupakan kasus dengan smear positif
atau 102 per 100.000. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2007adalah 566.000
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang
Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti
HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola
bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang
tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin
4
merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk
PATOLOGI/KLASIFIKASI
dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya
penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui
pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi
TBCakan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas
mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC.
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada
5
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yangberbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi
daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia yaitu:
i. Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.
ii. Derajat II Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
iii. Derajat III Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
iv. Derajat IV Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan
miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung
dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan
6
ekstradural dari abses paravertebral ataukerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidakaktif atau sembuh terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosisyang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan
dapat terjadidestruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karenakerusakan vertebra yang massif di
depan.
MANIFESTASI KLINIK
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti
dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan
refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan
medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda
yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. Pada
tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan
7
menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada
mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian
DIAGNOSIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak faktor.
Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat. Durasi gejala-
gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun;
sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.
1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam, demam
yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cachexia. Pada
pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering
tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang
gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu
2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri
dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Infeksi
yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau nyeri yang
menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan
intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke
8
bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri
4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek,
5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya,
mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh
satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas pada leher dapat bersifat
asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin
mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak
pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong
trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor
respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan
satu penyebab kompresi cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu
6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila berbalik
sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap
kaku (coin test). Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan
mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika
menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan
menyebabkan paralisis.
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di
atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis dan
9
mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip
dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas
paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi pada
kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan
pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari
alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik
dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti
pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung
Palpasi :
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa
sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba
panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di
belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar
dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan
10
Perkusi : 1. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang
baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area
berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥ 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam
setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus (Tandon and Pathak 1973;
Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas
selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)
1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan
bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)
1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat
relatif.
typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat kesehatan
1.6 Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis tuberkulosa).
11
Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih baik.
Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan
menggumpal. Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut
responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik (Kocen and Parsons 1970;
Traub et al 1984). Kandungan protein meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal
tetapi jika gambaran klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Pada
genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan bertahap kandungan protein
menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan sering diikuti dengan kejadian
paralisis. Pemberian steroid akan mencegah timbulnya hal ini. Kandungan protein cairan
serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai 1-4g/100ml. Kultur cairan
serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes konfirmasi yang absolut tetapi hal ini
Pada keadaan lanjut, vertebra akan kolaps ke arah anterior sehingga menyerupai akordion
1. Sinar-X
Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering dilakukan dan berguna
untuk penapisan awal. Proyeksi yang diambil sebaiknya dua jenis, proyeksi AP dan lateral.
Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra dan
fusiformis. Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk
angulasi kifotik (gibbus). Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat terlihat, yang
merupakan cold abscess. Namun, sayangnya sinar-X tidak dapat mencitrakan cold abscess
12
dengan baik Dengan proyeksi lateral, klinisi dapat menilai angulasi kifotik diukur dengan
metode Konstam.
Destruksi endplate dan destruksi korpus vertebra adalah dua tanda yang paling
2. CT Scan
myelography juga dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis apabila tidak
tersedia pemeriksaan MRI. Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan kontras melalui punksi
lumbal ke dalam rongga subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan. Selain hal yang
disebutkan di atas, CT scan dapat juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan
menentukan luas kerusakan jaringan tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya diikuti dengan
13
3. MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan
vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat
dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini. Untuk mengevaluasi spondilitis TB, sebaiknya
dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sagital yang meliputi seluruh vertebra untuk mencegah
terlewatkannya lesi noncontiguous. MRI juga dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan
radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI ini berkorelasi dengan gejala
klinis. Bagaimana membedakan spondilitis TB dari spondilitis lainnya melalui MRI akan
4. Pencitraan lainnya
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah lumbar. Dengan
pemeriksaan ini dapat dievaluasi letak dan volume abses/massa iliopsoas yang mencurigakan
suatu lesi tuberkulosis. Bone scan pada awalnya sering digunakan, namun pemeriksaan ini
hanya bernilai positif pada awal perjalanan penyakit. Selain itu, bone scan sangat tidak spesifi
k dan ber-resolusi rendah. Berbagai jenis penyakit seperti degenerasi, infeksi, keganasan dan
trauma dapat memberikan hasil positif yang sama seperti pada spondilitis TB. Pencitraan
14
dengan Gadolinium diketahui berguna untuk mendeteksi infeksi TB diseminata. Penggunaan
Untuk memastikan diagnosis secara pasti, perlu dilakukan biopsi tulang belakang atau
aspirasi abses. Biopsi tulang dapat dilakukan secara perkutan dan dipandu dengan CT scan
kultur dan pewarnaan basil tahan asam (BTA), gram, jamur dan tumor. Kultur BTA positif
Studi histologi jaringan penting untuk memastikan diagnosis jika kultur negatif,
histologi pada infeksi TB jaringan adalah akumulasi sel epiteloid (granuloma epiteloid), sel
datia langhans dan nekrosis kaseosa. Sel epiteloid adalah sel mononuklear yang mem-
fagositosis basil tuberkulosis dengan sisa-sisa lemak kuman pada sitoplasmanya. Granuloma
epiteloid dapat ditemukan pada 89 persen spesimen yang merupakan gambaran khas histologi
infeksi TB. Superinfeksi kuman piogenik telah dilaporkan pada beberapa kasus. Jika biopsi
jarum tidak dapat memastikan diagnosis, biopsi bedah yang diikuti dengan kultur dapat
dipertimbangkan. biopsi bedah umumnya dilakukan pada keadaan dimana biopsi jarum
Kultur umumnya memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu 2 minggu. Kultur
sebaiknya diikuti dengan uji resistensi OAT. Spesimen yang cocok untuk dijadikan kultur
adalah organ-organ dalam, tulang, pus, cairan sinovial, atau jaringan sinovial. Media yang
dapat digunakan adalah media berbasis telur, seperti media Lowenstein-Jensen dan media
15
DIAGNOSA BANDING
Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukkan
adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang
lain.
Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda
radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara
tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior
Pada pasien dengan infeksi spinal, tujuan terapi adalah untuk menghilangkan penyakit
dan untuk mencegah atau memperbaiki defisit neurologis dan deformitas spinal.
pada tiap kasus. Strategi manajemen optimal bergantung pada luas dan lokasi destruksi
16
tulang, adanya deformitas spinal dan instabilitas, dan keparahan gangguan neurologis.
Dekompresi agresif, pemberian obat antituberkulosa selama 9-12 bulan dan stabilisasi spinal
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakang
dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini
ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang
dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium. Immobilisasi leher dapat
penatalaksanaan selama 12-18 bulan akibat penetrasi yang buruk dari obat
menunjukkan bahwa tuberkulosa skeletal dapat diterapi dengan pemberian obat yang
lebih singkat. Untuk infeksi spondilitis tuberkulosa tanpa komplikasi, British and
pengobatan dapat dinilai dengan radiologis, perbaikan nyeri punggung, dan kembalinya
defisit neurologis,jika ada. Jika pasien tidak menunjukkan respon terhadap terapi,
pengobatan harus diperpanjang hingga 9-12 bulan. Terapi untuk individu yang sensitif
terhadap obat terdiri dari 2 fase yaitu fase inisial atau intensif selama 2 bulan dengan 4
jenis obat, yaitu isoniazid (H) (5mg/kgBB/hari 10 mg/kgBB/hari hingga 300 mg/hari) ,
17
rifampicin (R) (10 mg/kgBB/hari hingga 600 mg/hari), pyrazinamide (Z) (15-
30mg/kgBB/hari) dan etambutol (E) (15-25 mg/kgBB/hari) , diikuti dengan fase lanjutan
4-7 bulan, dengan isoniazid dan rifampicin. Menurut The Medical Research Council,
terapi pilihan untuk spondilitis tuberkulosa di negara yang sedang berkembang adalah
isoniazid dan rifampicin selama 6-9 bulan. Menurut pedoman diagnosis dan
bulan, dengan panduan OAT yang diberikan adalah 2 RHZE/ 7-10 RH.
TERAPI OPERATIF
perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja. Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk
pasien yang mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya
kelainan neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur
selama 3-6 minggu. Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian
terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan operasi
secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester
tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang
terlibat. Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga
diindikasikan bila:
4. Untuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau
18
5. Penyakit yang rekuren
Pott’s paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi
(Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi menjadi:
A. Indikasi absolut
1. Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan bila
timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga terjadi kelemahan
motorik
2. Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikan terapi
konservatif
3. Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan walaupun telah diberi
terapi konservatif
4. Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah baring
dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau terdapat resiko adanya
5. Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan tekanan yang besar
yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanis; dapat juga disebabkan karena
sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih dari 6 bulan
B. Indikasi relatif
19
2. Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena kemungkinan
3. Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena spasme atau
kompresi syaraf
Pilihan pendekatan operasi dilakukan berdasarkan lokasi lesi, bisa melalui pendektan
dari arah anterior atau posterior. Secara umum jika lesi utama di anterior maka operasi
dilakukan melalui pendekatan arah anterior dan anterolateral sedangkan jika lesi di posterior
maka dilakukan operasi dengan pendekatan dari posterior. Saat ini terapi operasi dengan
menggunakan pendekatan dari arah anterior (prosedur HongKong) merupakan suatu prosedur
Pendapat lain menyatakan bahwa kemoterapi diberikan 4-6 minggu sebelum fokus
tuberkulosa dieradikasi secara langsung dengan pendekatan anterior. Area nekrotik dengan
perkijuan yang mengandung tulang mati dan jaringan granulasi dievakuasi yang kemudian
rongga yang ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga. Pendekatan
20
langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan tercapainya stabilisasi
dini tulang belakang dengan memfusikan vertebra yang terkena. Fusi spinal posterior
dilakukan hanya bila terdapat destruksi dua atau lebih korpus vertebra, adanya intabilitas
karena destruksi elemen posterior atau konsolidasi tulang terlambat serta tidak dapat
Pada kasus dengan kifosis berat atau defisit neurologis, kemoterapi tambahan dan
bracing merupakan terapi yang tetap dipilih, terutama pada pusat kesehatan yang tidak
mempunyai perlengkapan untuk operasi spinal anterior. Terapi operatif juga biasanya selain
tetap disertai pemberian kemoterapi, dikombinasikan dengan 6-12 bulan tirah baring dan 18-
24 bulan selanjutnya menggunakan spinal bracing. Pada pasien dengan lesi-lesi yang
melibatkan lebih dari dua vertebra, suatu periode tirah baring diikuti dengan sokongan
eksternal dalam TLSO direkomendasikan hingga fusi menjadi berkonsolidasi. Operasi pada
intramedullary tuberculoma, operasi hanya diindikasikan jika ukuran lesi tidak berkurang
utama terapi Pott’s paraplegia dengan alasan bahwa eksisi lamina dan elemen neural posterior
akan mengangkat satu-satunya struktur penunjang yang tersisa dari penyakit yang berjalan di
anterior. Laminektomi hanya diindikasikan pada pasien dengan paraplegia karena penyakit di
laminar atau keterlibatan corda spinalis atau bila paraplegia tetap ada setelah dekompresi
KOMPLIKASI
1. Pottds paraplegiaa.
21
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
prognosabaik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan
granulasi tuberkulosa (contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering
berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan mielografi dapat
membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dancorda spinalis.
PROGNOSIS
Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia, 2) deformitas kifotik, 3) letak lesi,
4) defi sit neurologis, 5) diagnosis dini, 6) kemoterapi, 7) fusi spinal, 8) komorbid, 9) tingkat
Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik. Namun, Parthasarathy dkk41
menyimpulkan bahwa pada pasien usia dibawah 15 tahun dan dengan kifosis lebih dari 30o
22
cenderung tidak responsif terhadap pengobatan. Kifosis berat, selain memperburuk estetika,
dapat mengurangi kemampuan bernafas. Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi badan
vertebra yang nyata dikombinasi dengan kemoterapi yang adekuat menjanjikan pemulihan
yang sempurna pada semua kasus. Adanya resistensi terhadap OAT memperburuk prognosis
spondilitis TB. Komorbid lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Penelitian lain di Nigeria mengatakan bahwa tingkat edukasi pasien mempengaruhi motivasi
pasien untuk datang berobat. Pasien dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas
datang berobat sebelum muncul gejala yang lebih berat seperti paraplegia.
BAB III
KESIMPULAN
yng disebabkan oleh mikrobakterium TB. Spondilitis TB atau yang dikenal juga sebagai
penyakit Poot, paraplegi Pott, merurpakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.
Nyeri spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi tulang yang
lebih lanjut. Pengobatan tuberklosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk
Kemoterapi yang tepat dengan obat antibuberkulosa biasanya bersifat kuratif, akan
tetapi morbiditas yang berhubungan dengan deformitas spinal, nyeri dan gejala sisa
23
neurologis dapat dikurangi secara agresif dengan intervensi operasi, program rehabilitasi
serta kerja sama yang baik antara pasien, keluarga dan tim kesehatan.
24