Anda di halaman 1dari 48

SKENARIO 2

BLOK KARDIOVASKULAR
“NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA”

Disusun oleh:
KELOMPOK A-03
Ketua : Maydina Sifa F (1102016114)
Sekretaris : Mahesa Kurnianti P. (1102016108)
Anggota : Baiti Anisa (1102016042)
Fadhilatul Hilya (1102016062)
Ibnu Hakim Anshori N. (1102016085)
Dina Ramayanti (1102016055)
Maya Aulia Marsam (1102016113)
M. Muchlis Ismail (1102013160)

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI


TAHUN AKADEMIK 2017/2018
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510.
Telepon: +62 21 420667
DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................................................... 1


Skenario .......................................................................................................................... 2
Kata Sulit ........................................................................................................................ 3
Pertanyaan dan Jawaban ................................................................................................. 4
Hipotesis ......................................................................................................................... 5
Sasaran Belajar ............................................................................................................... 6
Pembahasan .................................................................................................................... 7
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 46

1
Skenario 2

NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA

Seorang laki-laki berusia 45 tahun di bawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri dada retrosternal
yang menjalar ke ekstermitas kiri pada saat menonon pertandingan sepak bola. Nyeri dada
disertai rasa sulit bernafas, dada terasa berat, badan lemas, dan berdebar-debar. Dari anamnesis
diketahui beliau merokok kretek 3 bungkus/hari dan jarang olahraga. Pada pemeriksaan fisik
didapati Indeks Masa Tubuh (IMT) 24kg/m2. Pemeriksaan EKG terdapat irama sinus
100x/menit, dijumpai ST elevasi pada sadapan prekordial. Pemeriksaan laboratorium terdapat
penigkatan kadar enzim jantung. Dokter segera memberikan obat agregasi trombosit dan
antiangina serta menyarankan pasien untuk menjalani pemeriksaan angiografi pada pembuluh
darah koroner.

2
KATA SULIT

1. Angiografi : Sebuah teknik sinar-x dimana di masukan zat warna ke dalam ruang
jantung/arteri yg mengarah ke jantung (arteri koroner)
2. Irama Sinus : Irama jantung normal adanya gelombong P yang diikuti kompleks QRS.
3. EKG : Pencatatan grafik variasi-variasi potensoal listrik yang di sebabkan oleh aktivitas
listrik otot jantung.
4. Sadapan prekordial: Sadapan pada EKG untuk menandakan aktivitas jantung di bidang
horizontal
5. ST Elevasi : Segmen ST di atas garis isoelektrik yang artinya otot jantung sedang
mengalami infrak yang akut.
6. Obat Anti Angina : Obat penghilang rasa nyeri dada
7. Enzim Jantung : Protein dalam sel otot lurik yang menandakan adanya spesifik
kerusakan jantung.
8. IMT : Rasio standar berat badan terhadap tinggi badan.

3
PERTANYAAN
1. Kenapa keluhan nyeri dada retrosternal menjalar ke ekstrimitas kiri?
2. Apa hubungan pasien merokok dengan keluhan nyeri dada?
3. Mengapa kadar enzim jantung meningkat?
4. Mengapa dokter menyarankan untuk pemeriksaan angiografi?
5. Mengapa pasien disarankan pemeriksaan EKG?
6. Mengapa pada pemeriksaan EKG ditemukan ST elevasi?
7. Kenapa dokter memberikan obat agregasi trombosit dan anti angina?
8. Berapa IMT normal?
9. Mengapa nyeri dada di sertai rasa sulit bernapas?
10. Apa saja enzim-enzim pada jantung?
11. Apa diagnosis sementara pasien?
12. Apa saja faktor yang menyebabkan seseorang mengalami nyeri dada yang di sertai
sulit bernapas?
13. Apa penyakit ini berkaitan dengan usia?
14. Bagaimana tatalaksana awal selain pemberian obat?
15. Bagaimana cara pencegahannya?
JAWABAN
1. Iskemi di jantung menstimulasi pensyarafan di jantung sehingga menimbulkan nyeri.
2. Rokok mengandung senyawa kimia yang menyebabkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah yang disertai pengerasan pada alveolus sehingga oksigen yang masuk
berkurang.
3. Emzim jantung meningkat merupakan indikasi adanya kerusakan pada otot jantung.
4. Untuk memastikan bagian mana adanya penyumbatan pada pembuluh darah.
5. Karena untuk mengetahui ke abnormalitasan jantung.
6. Karena pada saat ST elevasi menunjukan adanya kerusakan otot jantung yang sedang
mengalami infrak miokard akut.
7. Karena agregasi trombosit untuk mencegah trombus/sumbatan. Contoh: Aspirin non
koting dengan cara penggunaan dikunya. Sedangkan Antiangina untuk
menghilangkan nyeri dada.
8. Pria dan wanita normalnya 18,5-22,9
9. Kerja jantung meningkat karena adanya iskemi di jantung yang menstimulasi
pensyarafan akibat paru-paru berusaha menyerap oksigen lebih banyak yang
menyebabkan nyeri dada disertai sulit bernapas.
10. Troponin, CKMB, dll.
11. Penyakit jantung koroner
12. Merokok, pola makan tak sehat, kurang berolaraga, obesitas, dll.
13. Iya, karena semakin bertambahnya usia sel dalam tubuh akan mengalami degenerasi
sel.
14. Pemberian oksigen
15. Menghindari faktor resiko.

4
HIPOTESIS
Pola hidup tidak sehat seperti merokok, kurang berolaraga dapat terjadinya Penyakit
Jantung Koroner karena penyumbatan pembuluh darah dan iskemi jantung yang
menimbulkan rasa nyeri dan sesak napas. Untuk menegakan diagnosis diperlukan
pemeriksaan EKG dan angiografi. Penatalaksaan awal dengan pemberian oksigen dan
dilanjutkan pemberian antiangina dan agregasi trombosit.

5
SASARAN BELAJAR
LI.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VASKULARISASI DAN INERVASI
JANTUNG
LO.1.1 Vaskularisasi
LO.1.2 Inervasi
LI.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI KELISTRIKAN JANTUNG
LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SINDROM KORONER AKUT
LO.3.1 Definisi
LO.3.2 Etiologi dan klasifikasi
LO.3.3 Epidemiologi
LO.3.4 Patofisiologi
LO.3.5 Manifestasi klinis
LO.3.6 Diagnosis dan diagnosis banding
LO.3.7 Tatalaksana
LO.3.8 Pencegahan
LO.3.9 Komplikasi
LO.3.10 Prognosis

6
LI.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN VASKULARISASI DAN INERVASI
JANTUNG
LO.1.1 Vaskularisasi Jantung

Jantung mendapat perdarahan dari arteri coronaria cordis yang merupakan cabang dari
aorta ascendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu: arteri coronaria dextra
dan arteri coronaria sinistra. Arteri coronaria dextra muncul dari sinus aorticus anterior,
mula-mula berjalan ke depan kemudian ke kanan untuk muncul 8 diantara truncus pulmonalis
dan auricula kanan, kemudian berjalan turun dan ke kanan pada bagian kanan sulcus
atrioventricularis menuju pertemuan margo dextra dan inferior cordis. Untuk kemudian
berputar ke kiri sepanjang bagian belakang jantung sampai sulcus interventri cularis
posterior, dimana ia beranastomose dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang–cabangnya
adalah ramus interventricularis posterior dan ramus marginalis.
Arteri koronaria sinistra muncul dari sinus aorticus posterior sinistra, berjalan ke
depan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra kemudian membelok ke kiri menuju
sulcus atrioventricularis, kemudian berjalan ke belakang mengelilingi margo sinistra untuk
berjalan bersama sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis dimana ia akan

7
beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang arteri koronaria sinistra adalah
arteri interventricularis anterior dan arteri sirkumflexa.
Aliran darah koroner yang normal rata-rata sekitar 225 mililiter/menit, dimana jumlah
ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung total. Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa
muda meningkat curah jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah melawan
tekanan arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam kondisi yang
berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran darah koroner meningkat 3-4
kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung, tetapi ini tidak
sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio energi yang dikeluarkan
jantung dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, efisiensi energi oleh digunakan jantung
meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang (Guyton &
Hall,2006)
Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang jantung untuk menyuplai
seluruh lapisan sel yang menyusun dinding jantung. Alasan inilah yang membuat miokardium
memunyai jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi aliran darah koroner
(Tortora,2009). Aliran darah koroner yang melewati ventrikel kiri menurun sampai jumlah
yang minimal ketika otot jantung berkontraksi karena pembuluh darah kecil, terutama di
daerah miokardium terkompresi oleh kontraksi otot jantung. Aliran darah pada arteri koroner
kiri selama fase sistol hanya 10-30 % dari jumlah darah ketika fase diastol dimana otot
jantung mengalami relaksasi dan banyak aliran darah terjadi. Efek kompresi dari sistol pada
aliran darah koroner sangat kecil pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel
yang lebih rendah sehingga kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit.
Perubahan aliran darah koroner selama siklus jantung pada orang yang sehat tidak
terlalu berdampak walaupun sewaktu aktivitas berat. Berbeda dengan orang yang memiliki
gangguan pada arteri koroner, sedikit peningkatan denyut jantung yang mengurangi waktu
diastol, akan mengganggu aliran darah koroner.
Otot jantung mendapat perfusi nutrisi dari permukaan epikardial (luar) ke permukaan
endokardial (dalam). Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada aliran darah koroner
pada lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi dan tekanan pembuluh darah
jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner bagian miokardium menurun (Williams &
Wilkins,2013). Tetapi pembuluh darah besar pada pleksus subendokardial yang normal dapat
mengompensasi hal tersebut (Guyton & Hall,2006).
Menurut Guyton & Hall (2006), ada beberapa hal yang mempengaruhi aliran darah
koroner, yaitu:
1. Hasil metabolisme dari otot lokal
Aliran darah yang melalui sistem koroner diregulasi oleh vasodilatasi arteriol lokal
sebagai respon dari kebutuhan otot jantung akan nutrisi. Ketika kebutuhan akan nutrisi
meningkat, maka akan terjadi vasodilatasi arteri koroner untuk mencukupi kebutuhan itu.
Aliran Darah Koroner Kiri dan Kanan selama Siklus Jantung
2. Kebutuhan akan oksigen
Aliran darah koroner diregulasi juga oleh proporsi kebutuhan oksigen. Normalnya,
sekitar 70% oksigen pada darah arteri koroner dipakai oleh otot jantung ketika istirahat dan

8
meningkat atau menurun seiring dengan aktivitas yang dilakukan. Dengan meningkatnya
aktivitas yang tidak diimbangi oleh suplai oksigen, berbagai substansi, seperti adenosin, ATP,
ion kalium, ion hidrogen, karbon dioksida, bradikinin, prostaglandin, dan nitrit oksida,
terlepas dan menyebabkan vasodilatasi arteri koroner.
3. Kontrol sistem saraf otonom
Pengaktifan sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan norepnefrin dan epinefrin
dan merangsang reseptor α sehingga meningkatkan kontraksi dan denyut jantung. Itu
menyebabkan peningkatan hasil metabolisme otot jantung dan mengaktifkan mekanisme
regulasi oleh hasil metabolisme dan menyebabkan vasodilatasi. Sebaliknya, pengaktifan
sistem parasimpatis menyebabkan pengeluarkan asetilkolin dan merangsang reseptor β
sehingga menurunkan kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan penurunan hasil
metabolisme otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner.
Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus ini terletak
dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh stratum musculare atrium kiri. Sinus
koronarius berakhir di atrium kanan, diantara muara vena kava inferior dan ostium
atrioventrikularis. Vena-vena yang bermuara ke sinus koronarius yaitu: vena kordis magna,
vena kordis parva, vena kordis media, vena ventrikuli sinistra posterior dan vena obliqua
sinistra marshall.

Tabel 2.1. Daftar Arteri yang Menyuplai Jantung

Arteri/cabang Asal Perjalanan Distribusi Anastomosis

Melalui sulkus Atrium kanan, Cabang sirkumfleksi


koronarius nodus sinoatrial dan interventrikuler
Koroner kanan Sinus aortik
(atrioventrikuler) (SA) dan (IV) anterior dari
(Right coronary kanan
di antara atrium atrioventrikuler LCA
artery = RCA)
dan ventrikel (AV), dan bagian
septum
interventrikuler
posterior
Nodus SA RCA dekat
dengan asal
Berjalan naik ke Trunkus pulmoner
dari arteri
SA dan nodus SA
koroner
kanan
Berjalan ke batas Ventrikel kanan dan
inferior dari apeks jantung
Marginal kanan RCA Cabang IV
jantung dan
apeks

9
IV posterior RCA Berjalan di IV posterior dari Ventrikel kanan dan IV posterior Cabang
(67%) sulkus apeks jantung kiri, serta sepertiga IV anterior dari LCA
bagian septum
Nodus AV RCA dekat IV posterior Melewati nodus AV
asal dari Nodus AV
arteri
Berjalan pada Sebagian besar
sulkus AV dan atrium dan ventrikel
Koroner kiri Sinus aortik RCA
bercabang kiri, septum IV, dan
(Left coronary = kiri
menjadi arteri IV buntelan AV, bisa
LCA)
kiri dan juga menyuplai
sirkumfleksi nodus AV
Cabang Berjalan naik
arteri pada permukaan
Nodus SA Atrium kiri dan
sirkumfleksi posterior dari
nodus SA
dari LCA atrium kiri ke
(40%) nodus SA
Melewati Ventrikel kanan dan Cabang IV posterior
sepanjang sulkus kiri, serta dua per dari RCA (pada
IV anterior LCA
IV anterior ke tiga bagian septum apeks)
apeks jantung IV anterior
Berjalan ke kiri
melalui sulkus
Sirkumfleksi LCA Atrium dan ventrikel RCA
AV dan berjalan
kiri
ke permukaan
jantung posterior
Cabang Mengikuti batas
arteri kiri jantung
Marginal kiri Atrium kiri Cabang IV
sirkumfleksi
dari LCA
Berjalan di Ventrikel kanan dan Cabang IV anterior
sulkus IV kiri, serta sepertiga dari LCA (pada
IV posterior LCA (33%)
posterior ke bagian IV posterior apeks)
apeks jantung
Sumber: Moore, K. L., Dalley, A. F., and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
LO.1.2 Inervasi Jantung
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom
melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta. Saraf simpatis berasal dari
bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus symphatikus, dan persarafan parasimpatis

10
berasal dari nervus vagus. Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus
sinusatrial dan nodus atrioventrikular, serabut-serabut otot jantung dan arteria coronaria.
Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung, meningkatkan denyut
jantung (daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi arteria koroner. Serabut-serabut
postganglionik parasimpatis berakhir di nodus sinusatrial dan nodus atrioventrikular dan
arteria coronaria. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut
jantung (daya kontraksi otot jantung) dan konstriksi arteria koroner. Serabut-serabut aferen
yang berjalan bersama saraf simpatis membawa implus saraf yang biasanya tidak dapat
disadari. Akan tetapi bilai pasokan darah kurang ke otot jantung terganggu maka implus rasa
nyeri dapat dirasakan melalui lintasan tersebut. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama
nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular.
1. Saraf simpatis
o Berasal dari ganglion cervicalis (superior,media dan inferior)  nervus cardiacus
thoracis (superior, media, dan inferior)
o Mempengaruhi kerja otot ventrikel, atrium, dan arteri koronaria
o Saraf simpatis menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya daya kontraksi
jantung dan dilatasi arteria koronaria
2. Saraf parasimpatis
o Berasal dari nervus vagus (X)  plexus cardiacus
o Mempengaruhi SA node,atrio-ventrikular,ventrikel kiri dan serabut-serabut otot
atrium
o Saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontraksi jantung
dan konstriksi arteria koronaria

LI.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI KELISTRIKAN JANTUNG


Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial aksi yang dihantarkan
sepanjang membran sel otot jantung. Jantung akan berkontraksi secara ritmik, akibat adanya
impuls listrik yang dibangkitkan oleh jantung itu sendiri yang disebut “autorhytmicity”.
Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu: sel kontraktil dan sel otoritmik.
Sel kontraktil melakukan kerja mekanis, yaitu memompa, sedangkan sel otoritmik
mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-
sel pekerja. Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki potensial membran
istirahat. Sel-sel khusus jantung tidak memiliki potensial membran istirahat, tetapi
memperlihatkan aktivitas “pacemaker” (picu jantung), berupa depolarisasi lambat yang
diikuti oleh potensial aksi apabila potensial membran tersebut mencapai ambang tetap.
Dengan demikian, timbulah potensial aksi secara berkala yang akan menyebar keseluruh
jantung dan menyebabkan jantung berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan melalui
saraf.
1. Potensial aksi pada sel saraf dan sel otot rangka
Suatu saraf atau membran otot pada keadaan istirahat (tidak adanya proses konduksi
impuls listrik), konsentrasi ion Na+ lebih banyak di luar sel dari pada dalam sel
sehingga di dalam sel akan lebih negatif dibanding luar sel.

11
Apabila suatu rangsangan terhadap membran dengan mempergunakan listrik,
mekanik atau zat kimia, maka butir-butir membran akan berubah dan beberapa ion Na+
akan masuk dari luar sel ke dalam sel. Di dalam sel akan menjadi kurang negatif dari
pada di luar sel dan potensial membran akan meningkat. Keadaan membran ini di
katakan menjadi depolarisasi. Suatu rangsangan yang cukup kuat mencapai titik tertentu
sehingga dapat menimbulkan depolarisasi membran, titik tertentu ini disebut nilai
ambang, dan proses depolarisasi akan berkelanjutan serta irreversible, ion-ion Na+ akan
mengalir ke dalam sel secara cepat dan dalam jumlah yang banyak.
Pada keadaan ini potensial membran akan naik dengan cepat mencapai overshoot + 40
mVolt. Terjadinya depolarisasi sel membran secara tiba-tiba disebut potensial aksi, yang
berlangsung kurang dari 1 mdetik. Segera setelah potensial aksi mencapai puncak,
mekanisme pengangkutan di dalam sel membran dengan cepat mengembalikan ion Na+
ke luar sel sehingga mencapai potensial membran istirahat (- 90 mVolt) yang disebut
repolarisasi.
Suatu rangsangan yang mencapai nilai ambang timbul potensial aksi kemudian
mencapai repolarisasi dan berakhir dengan potensial membran istirahat. Setelah timbul
potensial aksi, sel membran akan mengalami repolarisasi. Proses repolarisasi sel
membran disebut suatu tingkat refrakter. Tingkat refrakter ada dua fase yaitu periode
refrakter absolut dan periode refrakter relatif.
Periode refrakter absolute terjadi selama tidak ada rangsangan, tidak ada unsur
kekuatan untuk menghasilkan potensial aksi yang lain. Periode refrakter relatif terjadi
setelah sel membran mendekati repolarisasi seluruhnya maka dari periode refrakter
absolut akan menjadi periode refrakter relatif, dan apabila ada stimulus yang kuat secara
normal akan menghasilkan potensial aksi yang baru.
2. Elektrofisiologi Jantung
Kontraksi sel otot jantung dalam siklus di picu oleh aksi potensial yang menyebar ke
seluruh membran sel otot. Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu:
- Sel kontraktil yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan kerja
mekanis memompa darah. Dalam keadaan normal, sel ini tidak membentuk sendiri
potensial aksinya.
- Sel otoritmik, yang tidak berkontraksi tapi khusus memulai dan menghantarkan
potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil.

Sel otoritmik jantung merupakan sel otot khusus yang berbeda dari sel saraf dan sel
otot rangka di mana sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. Sel ini
memperlihatkan aktivitas pemicu yaitu potensial membran secara perlahan
terdepolarisasi sampai ke ambang (potensial pemicu). Dengan siklus yang berulang
tersebut, sel otoritmik memicu potensial aksi yang kemudian menyebar ke seluruh
jantung untuk memicu denyut berirama tanpa rangsangan saraf apapun. Sel-sel jantung
otoritmik ini membentuk area tersendiri di:
1. Nodus Sinoatrial (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium kanan
dekat pintu masuk vena cava superior.

12
2. Nodus Atrioventrikuler (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung khusus
yang terdapat pada dasar atrium kanan dekat septum, tepat diatas pertemuan atrium
dan ventrikel.
3. Berkas His (berkas atrioventrikuler), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari
nodus AV dan masuk ke septum antar ventrikel. Disini berkas tersebut terbagi
menjadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun menyusuri septum, melengkung
mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik kearah atrium di sepanjang
dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur ke seluruh miokardium
ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon.

Sistem konduksi diatas di mulai dari nodus sinoatrial sebagai pacemaker yang
berguna untuk memicu setiap siklus jantung.

3. Potensial Aksi Sel Otoritmik Jantung


- Fase 0 (Depolarisasi Cepat)
Dibawah keadaan normal, serat otot jantung dapat berkontraksi sekitar 60-100
kali/menit oleh karena impuls listrik yang dihasilkan oleh nodus SA.Aksi ini merubah
potensial istirahat membran dan membiarkan masuknya aliran Na+ (sodium) secara
cepat ke dalam sel melalui natrium channel. Dengan masuknya ion natrium (bersifat
positif) ke dalam sel, maka potensial dalam membran sel akan menjadi lebih positif
sehingga ambang potensialnya akan naik (depolarisasi) sekitar 30 mV.
- Fase 1 (Repolarisasi Awal)
Segera setelah fase 0, channel untuk ion K+ (potassium) terbuka dan melewatkan ion
kalium ke luar dari dalam sel. Hal ini membuat potensial membran sel menjadi lebih
turun sedikit.
- Fase 2 (Plateu)
Segera setelah repolarisasi awal, untuk mempertahankan ambang potensial di
membran sel maka ion kalsium (Ca+) akan segera masuk sementara ion kalium tetap
keluar. Dengan begini, ambang potensial membran sel akan tetap datar untuk
mempertahankan kontraksi sel otot jantung.
- Fase 3 (Repolarisasi Cepat)
Aliran lambat ion kalsium berhenti, akan tetapi aliran ion kalium yang keluar
membran sel tetap terjadi sehingga potensial membran menjadi turun (lebih negatif) dan
disebut dengan repolarisasi.
- Fase 4 (Istirahat/resting state)
Potensial membran menjadi ke fase istirahat dimana potensialnya sekitar – 90 mV.
Dikarenakan ion natrium yang berlebihan di dalam sel dan ion kalium yang berlebihan
di luar sel dikembalikan ke tempat semula dengan pompa natrium-kalium, sehingga ion
natrium kembali ke luar sel dan ion kalium kembali ke dalam sel.
Pada otot jantung, ion Na+ mudah bocor sehingga setelah repolarisasi, ion Na+ akan
masuk kembali ke sel disebut depolarisasi spontan (nilai ambang dan potensial aksi tanpa
memerlukan rangsangan dari luar). Sel otot jantung akan mencapai nilai ambang dan
potensial aksi pada kecepatan yang teratur disebut Natural Rate / kecepatan dasar membran
sel.

13
 Elektrokardiografi
Elektrokardiografi adalah representasi aktivitas listrik jantung yang direkam oleh
elektrode pada permukaan tubuh.
BENTUK GELOMBANG EKG
1. Gelombang EKG ( EKG wave) dan interval
a. P wave/ gelombang P : Depolarisasi atrium kanan dan kiri
b. QRS complex/ kompleks QRS : Depolarisasi ventrikel kanan dan kiri
c. ST-T wave : Repolarisasi ventrikel
d. U wave/ gelombang U : asal gelombang ini tidak jelas, tetapi mungkin representasi dari
“afterdepolarizations” di ventrikel.
e. PR interval/ Interval PR : interval waktu dari onset depolarisasi atrium sampai onset
depolarisasi ventrikel.
f. QRS duration/ durasi QRS: durasi depolarisasi otot ventrikel.
g. QT interval/ interval QT : durasi dari depolarisai dan repolarisasi ventrikel
h. RR interval/ interval RR: durasi dari siklus ventrikel jantung( indicator kecepatan
ventrikel)
i. PP interval : durasi dari siklus atrial
2. Orientasi spasial 12 lead EKG
Penting untuk di ingat bahwa EKG 12 lead menyediakan informasi spasial tentang
aktivitas listrik jantung dalam sedikitnya 3 daerah ortogonal (RA = right arm; LA = left
arm, LF = left foot). Setiap lead standar representasi orientasi ruang, sebagai mana
ditunjukkan di bawah ini:
 Bipolar limb leads (frontal plane):
o Lead I: RA (-) to LA (+) (Right Left, or lateral)
o Lead II: RA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
o Lead III: LA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
• Augmented unipolar limb leads (frontal plane):
o Lead aVR: RA (+) to [LA & LF] (-) (Rightward)
o Lead aVL: LA (+) to [RA & LF] (-) (Leftward)
o Lead aVF: LF (+) to [RA & LA] (-) (Inferior)
• Unipolar (+) chest leads (horizontal plane):
o Leads V1, V2, V3: (Posterior Anterior)
o Leads V4, V5, V6:(Right Left, or lateral)

14
Segmen ST

 ST Segmen merupakan Segmen waktu di antara gelombang QRS dan gelombang T


 ST Segmen mempresentasikan waktu diantara depolarisasi ventrikel dan repolarisasi
ventrikel
 Segmen ST normalnya Flat, isoelektrik diantara akhir gelombang S ( J Point ) dan
awal gelombang T
 Penyebab kelainan ST Segmen Utama ( Elevasi atau Depresi ) adalah Iskemia dan
Infark Miokardium

Kelainan Segmen ST:

 ST Elevasi : Merupakan Peningkatan Segmen ST di atas Garis Isoelektrik


Baseline yang diukur dari J Point ( Awal dari Akhir kompleks QRS )
 ST Depresi : Merupakan Penurunan Segmen ST di bawah Garis Isoelektrik
Baseline yang diukur dari J Point ( Awal dari Akhir kompleks QRS )

15
 Penyebab ST Elevasi :
 Infark Miokardium
 Benign Early Repolarization
 Myopericarditis
 Left Bundle Branch Block
 Left Ventricular Hyperthropy
 Aneurisma Ventrikel
 Hiperkalemia
 Penyebab Lain : Hipotermi, Sindrom Brugada, Perdarahan Intrakranial atau
Subarakhnoid
 Penyebab ST Depresi :
 Iskemia Miokardium / NSTEMI
 Reciprocal dari STEMI
 Gangguan Konduksi ( LBBB, RBBB, Sindrom WPW )
 Hipertrofi Ventrikel ( LVH, RVH )
 Drugs ( Intoksikasi Digitalis )
 Hipokalemia
 Perdarahan Subarachnoid

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SINDROM KORONER AKUT


3.1 Definisi
Menurut Garko (2012), penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner adalah
sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau lebih arteri
koroner menjadi sempit baik sebagian ataupun total akibat akumulasi kronis dari plak
ateromatous yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen dari paru-paru ke
otot jantung sehingga merusak struktur dan fungsi dari jantung dan meningkatkan resiko dari
berbagai kejadian pada jantung seperti nyeri dada (contohnya angina pektoris) dan serangan
jantung (infark miokard).
3.2 Etiologi dan klasifikasi
 Etiologi

Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah deposit ateroma di jaringan
subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis). Penyakit jantung koroner
juga dapat disebabkan spasme dari arteri koroner, vaskulitis (bisa karena systemic lupus
erythematosus (SLE) atau sifilis), dan penyakit-penyakit yang mengenai arteri koroner,
seperti emboli, diseksi, dan aneurisma, tetapi jarang menyebabkan penyakit jantung koroner
(Porter & Kaplan,2011).

16
Aterosklerosis adalah suatu proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan
karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan molekul inflamasi pada
dinding arteri koroner. Aterosklerosis merupakan proses etiopatogenesis utama penyebab
penyakit jantung koroner dan progresivitasnya berhubungan dengan faktor lingkungan dan
genetik dimana faktor tersebut akhirnya akan berubah menjadi faktor resiko dari penyakit
jantung koroner (Sayols-Baixeras, et al.,2014).
 Faktor Resiko Utama
a. Hipertensi (>140/80 mmHg)
Komplikasi yang terjadi biasanya pada hipertensi esensial, akibat perubahan struktur
arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-
mula terjadi hipertropi pada tunika media, diikuti dengan hialinisasisetempat dan
penebalan fibrosis di tunika intima dan akhirnya terjadi penyempitan pembuluh darah.
b. Hiperkolesterolemia
- Kolesterol total
Normal : < 200 mg/dl
Tinggi : > 240 mg/dl
- LDL kolesterol
Apabila LDL meningkat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar
LDL
kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol
total.
Normal <130mg/dl
Tinggi >160 mg/dl
- HDL kolesterol
HDL adalah jenis kolesterol yang menguntungkan karena mengikat kolesterol dari
pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah penebalan dinding
pembuluh darah atau mencegah terjadi aterosklerosis. Jadi, jika HDL turun maka
semakin besar kemungkinan terjadi PJK. Kadar HDL dapat dinaikan dengan penurunan
berat badan, dan berhenti merokok.
- Trigliserida
Terdiri dari 3, yaitu lemak jenuh, lemak tidak tunggal, lemak jenuh ganda
Normal < 150 mg/dl
Meningkat 150-250 mg/dl
Tinggi 250-500 mg/dl
Sangat Tinggi > 500 mg/dl
c. Merokok
Orang yang merokok >20 batang sehari dapat mempengaruhi/memperkuat efek
hipertensi dan hiperkolesterolemia. Rokok menyebabkan beban miokard bertambah
karena rangsang ketokolamin dan penurunan konsumsi O2 akibat inhalasi CO, takikardi,
vasokontriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10% Hb menjadi karboksi HB, serta penurunan HDL.
 Faktor Resiko Lainnya
- Umur,Jenis kelamin, Geografis, Ras, Obesitas, Diabetes, Perilaku dan kebiasaan
- Perubahan keadaan sosial dan stress, Keturunan/genetik, Hiperhomosisteinemia
- Pembekuan darah, Infeksi, Alkoholik.

17
Enzim jantung
 Troponin
Troponin I jantung (cTnI) dan troponin T jantung (cTnT) adalah protein dalam sel otot
lurik yang merupakan penanda spesifik kerusakan jantung. Bila terjadi cedera pada jaringan
miokardium, protein ini dilepaskan kedalam aliran darah dilihat dalam 1 jam terjadinya infark
miokard (M3) dan menetap selama satu minggu atau lebih.
Tujuan untuk meneteksi dan mendiagnosis AMI dan reinfarksi. Serta untuk menilai
kemungkinan penyebab nyeri dada.

Nilai rujukan
Hasil laboratorium dapat bervariasi. Beberapa laboratorium mungkin menyebut hasil
positif jika uji tersebut memperlihatkan kadar yang dapat dideteksi, dan laboratoeium lain
mungkin memberikan kisaran hasil yang abnormal. Normalnya, kadar cTnI < 0,35 μg/L (SI,
< 0,35μg/L). kadar cTnI > 2,0μg/L (SI, >2,0 ug/L) member kesan adanya cedera jantung.
Hasil immunoassay cepat cTnT kualitatif yang > 0,1μg/L (SI, >0,1 μg/L) dianggap positif
terhadap cedera jantung. Selama cedera jaringan berlanjut, kadar troponin akan tetap tinggi.
Temuan abnormal
Kadar troponin meningkat secara cepat dan terdeteksi dalam 1 jam terjadinya cedera
sel miokard. Kadar cTnI tidak terdeteksi pada orang yang mempunyai cedera jantung.
Factor yang mempengaruhi
 Olaharaga berat yang berlangsung lama (meningkatkan kadar troponin darah
meskipun tanpa kerusakan jantung yang berarti).
 Obat-obat kardiotoksik seperti doksorubisin (meningkatkan kadar troponin darah).
 Penyakit ginjal, prosedur bedah tertentu (mungkin meningkatkan kadar troponin
darah).

 Mioglobin
Mioglobin, yang biasanya ditemukan pada otot rangka dan otot jantung, berfungsi
sebagai protein otot pengikat oksigen. Mioglobin dilepaskan kedalam aliran darah pada
keadaan iskemia, trauma, dan inflamasi otot.
Tujuan
 Sebagai uji yang nonspesifik, untuk memperlihatkan adanya kerusakan pada jaringan
otot rangka dan otot jantung.
 Untuk meprediksi terjadinya eksaserbasi polimiositis.
 Secara spesifik, untuk menentukan apakan infark miokard (MI) telah terjadi.
Nilai rujukan
Nilai mioglobin normal adalah 0 sampai 0,09 μg/ml (SI, 5 - 70μg/L).
Temuan abnormal
Selain MI, kadar mioglobin yang meningkat dapat terjadi pada intoksikasi alcohol akut,
dermatomiositis, hipotermia (dengan keadaan menggigil yang lama), distrofi otot,
polimiositis, rabdomielitis, luka bakar berat, trauma, gagal jantung berat, dan lupus
eritematosa sistemik.
Factor yang memengaruhi
 Hemolisis atau scan radioaktif yang dilakukan dalam 1 minggu setelah diuji.

18
 Angina yang baru terjadi, kardioversi, atau saat uji yang tidak sesuai (mungkin
meningkatkan kadar mioglobin).
 Injeksi I.M (mungkin memberikan hasil positif semu).

 Keratin kinase
Keratin kinase (CK) adalah enzim yang berfungsi sebagai katalisator jalur metabolic
kreatinin-kreatinin dalam sel-sel otot dan jaringan otak. Karena peranannya yang erat dalam
produksi energy, CK mencerminkan katabolisme jaringan yang normal; kadar dalam serum
yang meningkat menunjukkan trauma sel.
Fraksinasi dan pengukuran ketiga isoenzim CK yang berbeda CKBB (CK1), CK-MB
(CK2) dan CK-MM (CK3), telah menggantikan kadar CK total untuk menunjukkan lokasi
peningkatan dektruksi jaringan secara akurat. CK-BB paling sering ditemukan dijaringan
otak. CK-MM dan CK-MB ditemukan terutama di otot rangka dan otot jantung. Sebagai
tambahan, sub-unit dari CK-MB dan CK-MM, yang disebut isoform atau isoenzim, dapat
diperiksa untuk meningkatkan sensitivitas uji.

Tujuan
 Untuk mendeteksi dan mendiagnosis infark miokard akut (MI) dan reinfark (yang
digunkan terutama CK-MB).
 Untuk menilai penyebab nyeri dada yang mungkin dan memantau beratnya iskemia
miokard setelah operasi jantung, kateterisasi jantung, dan kardioversi (yang
digunakan terutama CK-MB).
 Untuk mendeteksi dermatomiokaletal yang penyebabnya bukan neurogenik seperti
distrofi otot Duschenne ( yang digunakan terutama CK total).
Nilai rujukan
Nilai CK total ditentukan oleh sinar ultraviolet atau pengukuran kinetic berkisar
antara 55 – 170 U/L (SI, 0,94 sampai 2,89 μKat/L) pada lelaki dan antara 30 – 135 U/L (SI,
0,51 sampai 2,3 μKat/L) pada perempuan. Kadar CK mungkin secara berarti lebih tinggi pada
orang yang berotot. Bayi sampai usia 1 tahun yang mempunyai kadar 2 sampai 4x lebih
tinggi daripada kadar pada orang dewasa, mungkin mencerminkan trauma kelahiran dan
perkembangan otot lurik. Kisaran normal dari kadar isoenzim adalah sebagai berikut: CK-
BB, tidak terdeteksi; CK-MB, <5% (SI, < 0,05); CK-MM, 90% sampai 100% (SI, 0,90 –
1,00).
Temuan abnormal
CK-MM menentukan 99% dari CK total yang normalnya terdapat dalam serum.
Isoenzim CK-BB yang terdeteksi mungkin menunjukkan, tapi tidak memastikan, suatu
diagnosis cedera jaringan otak, tumor ganas yang menyebar, syok berat, atau gagal ginjal.
Kadar CK-MB >5% dari CK total menunjukkan MI, khususnya jika rasio isoenzim
laktat dehidrogenase >1 (LD yang melonjak). Pada MI akut dan setelah operasi jantung, CK-
MB mulai meningkat dalam 2-4 jam, mencapai puncaknya dalam 12-24 jam; peninggian
yang persisten dan kadar yang meningkat menunjukan adanya kerusakan miokardium yang
sedang berlangsung. Kadar CK total secara kasar mengikuti pola yang sama, tapi kemudian
sedikit meningkat. Kadar CK-MB mungkin tidak meningkat pada gagal jantung atau selama
angina pectoris yang tidak disertai oleh nekrosis sel miokard. Cedera otot rangka yang serius
yang terjadi pada distrofi otot tertentu, poliomyelitis, dan mioglobinuria berat mungkin

19
mengakibatkan peningkatan CK-MB yang ringan karena isoenzim tersebut dalam jumlah
kecil terdapat dalam beberapa otot rangka.
Nilai CK-MM meningkat mengikuti kerusakan otot rangka akibat trauma, seperti
operasi dan injeksi I.M. akibat penyakit-penyakit, seperti dermatomiositis dan distrofi otot
(kadarnya mungkin 50-100 kali normal). Peningkatan kadar CK-MM yang moderat terjadi
pada pasien dengan hipotiroidisme; peningkatan yang tajam terjadi pada aktivitas otot yang
disebabkan oleh agitasi, seperti selama suatu episode psikotik akut.
Kadar CK total mungkin meningkat pada pasien dengan hipokalemia, hipertemia
maligna, dan kardiomiopati alkoholik. Kadar CK mungkin juga meningkat setelah kejang dan
kadangkala pada pasien yang menderita infark paru dan otak. Troponin I dan troponin C
jantung terdapat pada sel-sel kontraktil dari jaringan miokardium, dan dilepaskan pada
keadaan cedera jaringan miokardium. Kadar troponin meningkat dalam 1 jam terjadinya
infrak dan mungkin tetap tinggi sampai 14 hari.
Factor yang memengaruhi
 Hemolisis akibat perlakuan yang kasar terhadap sampel.
 Tidak mengirimkan sampel ke laboratorium segera atau tidak membekukan serum
jika uji ditunda selama lebih dari 2 jam (mungkin akan menurunkan konsentrasi
Kreatin Kinase)
 Tidak mengambil sampel pada waktu yang dijadwalkan (mungkin akan
menghilangkan kadar puncak).
 Halotan dan suksinilkolin, alcohol, litium, asam amiokaproat dalam dosis besar,
prosedur diagnosis invasive, olahraga berat atau pijatan otot yang baru dilakukan,
batuk hebat, dan trauma.
 Operasi yang melibatkan otot rangka (menigkatkan kadar CK total).

 Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),


dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:

20
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah
dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik
atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan
menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan
tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka
jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal,
ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan
diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran
nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau
selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut
Braunwald (1993) adalah:

21
 Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
 Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
 Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

3.3 Epidemiologi
Tujuh jenis penyakit jantung terpenting ialah :
1. Penyakit jantung koroner (penyebab 46% kematian yang disebabkan penyakit jantung)
2. Penyakit jantung akibat hipertensi (5%)
3. Penyakit jantung rematik (0.5%)
4. Penyakit jantung kongenital (0.5%) PJK
5. Stroke (17%)
6. Penyakit jantung kongestif (5%) Stroke
7. Aterosklerosis(2%),
8. Dll (23%). PJ.Rematik

PJ.Kongenital

PJ.Hipertensi

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World
Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di
negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit
jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah.Berdasarkan kondisi itu,
dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk
menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990
sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada
laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu
48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler
menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya.Oleh karena itu, penyakit jantung
koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja
mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang
menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja
penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the silence
killer".Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK)
mencapai 26%.Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam
10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan.Pada tahun 1991, angka
kematian akibat PJK adalah 16 %.kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi
26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di
negara kita.

22
3.4 Patofisiologi

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria paling


sering ditemukan.Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa
dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah.
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan alian darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan
pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan
kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayana miokardium yang terletak
di sebelah distal dari daerah lesi.

Lesi diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata, sebagai
berikut:

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat)
pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Endapan lemak mendatar
dan bersifat non-obstruktif dan mungkin terlihat oleh mata telanjang sebagai bercak
kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah. Endapan lemak biasanya
dijumpai dalam aorta pada usia 10 tahun dan dalam arteri koronaria pada usia 15
tahun. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi
plak fibrosa.

2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima
yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis
lanjut dan biasanya tidak timbul hingga usia decade ketiga. Biasanya, plak fibrosa
berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul k eke arah

23
lumen sehingga menyebabkan obstrukksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid
dan ddebris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung
banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Plak fibrosa biasanya terjadi di tempat
percabangan, lekukan atau penyempitan arteri. Sejalan dengan semakin matangnya
lesi, terjadinya pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal,
remodeling vascular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan
disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut
“rupture plak” dan akhirnya trombosis vena.

3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan,trombosis, atau ulserasi dan
dapat menyebabkan infark miokardium.

3.5 Manifestasi klinis

a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium


Lokasi : subternal, retrosternal, dan precordial
Sifat nyeri : rasa sakit seperti di tekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan di pelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, bisa juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung, perut, dan juga kebawah lengan.
b. Dispnea (kesulitan bernafas) akibat meningkatnya usaha bernafas yang terjadi akibat
kongesti pembuluh darah paru ,ortopnea (kesulitan bernafas pada posisi berbaring), dispnea
nocturna paroksimal yaitu dispnea yang terjadi sewaktu tidur, terjadi akibat kegagalan
ventrikel kiri dan akan pulih dengan duduk di sisi tempat tidur.
c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepetan,
keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
d. Edema perifer (penimbunan cairan dalam ruang interstitial) jelas terlihat pada daerah yang
menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
e. Sinkop (kehilangan kesadaran) sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.
f. Kelelahan dan kelemahan, sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran
darah perifer yang berkurang.
Angina, Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Rasa terbakar, teremas dan sesak yang menyakitkan di dada substernal atau prekordial yang
bisa memancar kelengan kiri atau tulang belikat, leher dan rahang.
b. Rasa nyeri setelah mengerahkan usaha fisik, meluapkan kegembiraan emosional, terpapar
dingin atau makan dalam jumlah besar.

MI (myocardial infarction)
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang
sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit
(biasanya lebih dari 15 menit)

24
b. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di
punggung diantara tulang belikat
c. Pusing dan kemudian pingsan
d. Berkeringat
e. Mual
f. Sesak napas
g. Keresahan

3.6 Diagnosis dan diagnosis banding

DIAGNOSIS

1. Anamnesis : Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor risiko. Sifat
nyeri dada spesifik angina sebagai berikut :

 Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial


 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat
seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
 Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
 Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

1. Gejala menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.


2. Hati-hati pada pasien diabetes melitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada
akibat neuropati diabetik.

Perbedaan nyeri dada jantung dan non jantung:

Jantung Non Jantung


Tegang tidak enak Tajam
Tertekan Seperti pisau
Berat Ditusuk
Mengencangkan Dijahit
Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan
Menekan Terus-menerus seharian

Angina pada wanita dan pria :

1. Wanita : Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal
maksudnya nyeri dada)
2. Pria : Paling sering langsung miocard infark – banyak yang sudden
death.

2. Pemeriksaan Fisik

Tujuannya mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK.
Hipertensi tak terkontrol, takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising

25
sistolik) dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati hipertensi
diabetik. Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur, dan
gallop S3) menunjukkan prognosis buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler
perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung
koroner.

3. Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal, dislipidemia,


SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test


enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific
troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim
CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark
miokard).Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
1. Cardiac specific troponin (cTn)

 Paling spesifik untuk infark miokard


 Troponin C pada semua jenis otot
 Troponin I & T pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
2. Myoglobin


Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil),
1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
3. Creatine Kinase (CK)

 Ditemukan pada otot, otak, jantung


 Murah, mudah, tapi tidak spesifik

4. Lactat Dehidrogenase (LDH)

 Ditemukan di seluruh jaringan


 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 >
LD1
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2

5. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)


Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal
cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari
6. Foto dada : Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru.
7. Pemeriksaan Jantung non invasif
a. EKG

26
a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut
syaraf khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus
atrio-ventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat
pula dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium
sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan PR
interval terbentuk ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His. gelombang T
terbentuk ketika terjadi repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda.
Maka untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang
mengalami kelainan dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung.
lead dada melihat jantung dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari
tabel di bawah ini:

Sadapan dada Sudut pandang


V1, V2 Lateral kanan jantung
V3, V4 Septum
V5, V6 Lateral kiri jantung

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai
berikut:

27
Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.

a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG, maka
pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat jantung
dari sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam
dominan pada EKG adalah bagian jantung kiri.

Contoh: Irama sinus,reguler, HR:93 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang P normal, PR


interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35,
R/S di V1 < 1.

Kesan: Normal EKG

1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node. Jadi anda harus
bandingkan di dalam satu lead harus mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia. Caranya adalah
memper-hatikan gelombang R. Jarak antar gelombang R atau R-R harus sama. Atau
jarak gelombang P/P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula bentuknya apakah P
mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika PR
interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS menunjukkan
adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau kelainan lainnya)
karena komplek ini dibentuk oleh aliran listrik jantung di daerah ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.

28
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak S
yang ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah 35. Jika > 35 maka bisa dianggap
suatu LVH. Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka harus dikonversi
dulu ke 10 mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk menjadi 10 mV, kotak
tersebut harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi dengan jumlah kotak
S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak diperlukan konversi). Normalnya kurang
dari 1. Jika lebih, maka dicurigai suatu RVH.

Beberapa kejadian khusus yang perlu diketahui yaitu:

a. Gelombang P, normalnya:
i. Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
ii. Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
iii. Positif kecuali di aVR
iv. Gelombang simetris
Kelainan Gelombang P:
i. Pulmonal / Runcing: RAH (Right Atrium Hyperthropie)
ii. Mitral / berlekuk lebar: LAH

b. PR interval normalnya 0,12-0,2 second. Jika memanjang berarti ada block jantung
karena interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung melewati berkas HIS.
c. Gelombang Q, normal:
1) Lebar kurang dari 0,04 second.
2) Tinggi < 0,1 second
Patologis:

1) Panjang gelombang Q > 1/3 R


2) Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada.
Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI).
Bila gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti iskemik belum lama
terjadi (< 12 jam), masih ada kemungkinan diselamtkan.

d. Kompleks QRS:
1) Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang berkas
2) Normal R/S =1 di lead V3 dan V4
3) Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya
gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6 dan
negatif di V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.
e. Segmen ST, normalnya:
1) Isoelektrik
2) Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.
Patologis:

1) Elevasi: AMI atau pericarditis

29
2) Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin
f. Gelombang T
Normal sama dengan gelombang P. Dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif di VR

Patologis:

1) Runcing: Hiperkalemia
2) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia
3) Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada orang kulit hitam)
atau iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom WPW, dan Block
cabang berkas.
g. Blok jantung:
1. Derajat 1: satu gel P: satu Kompleks QRS interval PR > 0,2 Second.
2. Derajat 2:
a. Weckenbach: PR interval awalnya noramal dan makin lama makin panjang lalu
tidak ada gelombang P, kemudian siklus berlanjut lagi.
b. Mobitz 2: P timbul kadang-kadang
c. Derajat 3 (total): QRS lebar, Frekuensi QRS < 50 kali/menit. P dan QRS tidak
berhubungan.
d. RBBB: QRS > 0,12 second, pola RSR’. R’ dominan di V1.
e. LBBB: QRS > 0,12 second, Pola M di lead V6
f. Bifascular: Hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan S dalam pada sadapan II
dan III) ditambah RBBB
Terkadang ketika merekam EKG terlihat gambaran gelombang P yang tidak
jelas.Untuk membedakan ini dengan Fibrilasi Atrium dapat dilihat iramanya.Pada
fibrilasi atrium irama sangat tidak teratur.Dan berbeda dengan Atrial Flutter atau atrial
takikardi, pada Atrial Fibrilasi dijumpai garis dasar yang rata (Nopriansyah, 2012).
Beberapa gambaran di bawah ini sangat khas pada kelainan irama. Contohnya adalah
sebagai berikut:

a. Ventrikular takikardi

b. Ventricular ekstrasistole

Atrial flutter

30
Akut koroner sindrom :
1. STEMI –ST elevasi ≥ 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan
atau ≥ 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru atau diduga baru; ada evolusi
EKG.
2. NSTEMI – Normal, ST depresi ≥ 0,05mV, T inverted simetris; ada evolusi EKG.
3. UAP – Normal atau transient.

Angina pektoris stabil – iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang
b. Uji latihan jasmani (treadmill)
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olahraga umumnya, namun dihubungkan
dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik
jantung saat latihan. Dapat terjadi perubahan gambaran EKG saat aktifitas, yang
memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai
tenaga serap, sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran
EKG tampak normal.Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang
menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaandengan treadmill ini
sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedang untuk wanita hanya 72%.

Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik
non invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, computed
tomography, magnetic resonance arteriography, dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang lebih tinggi. Disamping itu test ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat
melakukan exercise dimana dapat dilakukan uji latih dengan menggunakan obat
dipyridamole atau dobutamine.

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:


Perbedaan APTS NSTEMI STEMI
Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit
EKG Normal/iskemik iskemik Evolusi
Cardiac marker Normal meningkat meningkat
Diagnosis Banding
1.Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau
saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
2.Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-Parkinson-White.
3.Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot
dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.

31
Diagnosis banding nyeri pada Infark Miokard Akut dengan elevasi ST (STEMI) antara lain
pericarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal.
Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes mellitus usia lanjut

3.7 Tatalaksana
TERAPI
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan oleh
tenaga medik ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi
unstable angina dan MI akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan
mendadak, sedangkan infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI)
atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi,
mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau
bersamaan.Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai tindakan. Oksigen diberikan untuk
menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang sampai ke miokard.
Tata Laksana Pra Rumah Sakit
- mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160- 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15
menit sampai 3 kali.
- Bila memungkinkan pasang infus.
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan
selang oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih.
Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat
- Tirah baring
- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%.
- Pasang infus dan pasang monitor.
- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak
ada riwayat alergi aspirin.
- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat
diulang setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada.
- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari
- Segera pindahkan ke ICCU.
Tata Laksana Di ICCU
- Pasang monitor 24 jam

32
- Tirah baring
- pemberian oksigen 3-5 L/menit
- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena
secara titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat
ditingkatkan 5-20 mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial
Pressure (MAP) menurun 10% pada normotensi dan 30% pada hipertensi, tetapi tekanan
darah sistolik harus > 90 mmHg.
- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien SKA dengan hipertensi
dan takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-
50mg.
- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru atau fungsi ventrikel kiri
yang rendah dengan EF <>100mmHg.
- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.
- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15 menit bila nyeri belum
teratasi.
- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.
- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg
- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel buruk, resiko tinggi
trmbosis, fibrilasi atrial, trombus intra kardiak dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan
revaskularisasi.
- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).

Atasi komplikasi :
• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia & blok, Perikarditis.
• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis.
• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel
ditatalaksana dengan operasi.

PENGOBATAN :

OBAT MEKANISME INDIKASI EFEK YANG


KERJA TAK DIINGINKAN

Verapamil - Memblok influks Mengurangi frekuensi Konstipasi, hipotensi,


(isopten) kalsium. angina dan kebutuhan brakikardi, edema, gagal
nitrat. Obat terpilih jantung kongestif, blok
- Mendilatasi untuk takikardi nodus A-V (jarang),
arteriol perifer, supraventrikluler gangguan saluran cerna,
menurunkan beban paroksimal akut. pusing.
akhir. Memperlambat
respons vemtrikel
- Memperlambat
nodus A-V, mencegah

33
irama reentrant, terhadap fibrilasi
melindungi atrium.
miokardium selama
iskemia singkat. Hipertensi.

- Mempunyai
aktifitas pemblokan
adrenergik – alfa.

Diltiazem - Penurunan Mengurangi episode Edema, sakit kepala,


(cardiazem) frekuensi jantung angina. pusing, astenia, mual,
kurang nyata. ruam
Meningkatkan
- Menurukan toleransi latihan pada
beban akhir dengan angina stable. Anti
mendilatasi arteri hipertensi.
perifer.

- Meningkatkan
pasokan oksigen ke
miokardium dengan
mencegah spasme
arteri koroner yang
diinduksi saraf
simpatis.

Nifedipin - Vasodilatasi Angina stable dan Edema perifer, pusing,


(procardia) perifer lebih poten. varian, hipertensi. mual, hipotensi
sementara, infark
- Sedikit depresi miokard, refleks
nodus. takikardi, edema paru.

- Tidak mendilatasi
arteri koroner.

- Menyebabkan
refleks peningkatan
frekuensi dan curah
jantung.

Nikardipin Serupa dengan Angina stable, kronik. Edema perifer, palpitasi,


(cardene) nifedipin. angina, pusing, sakit
Hipertensi. kepala, kemerahan,
astenia.

34
Isradipin Secara selektif Angina, hipertensi. Sedikit takikardi karena
(dynacirc) menghambat kontraksi kerja selektif. Sakit
otot polos vaskuler kepala, kemerahan,
dan konduksi nodes S- astenia.
A dengan sedikit efek
pada kontraktilitas
jantung atau konduksi
nodus A -V.

Bepridil - Sedikit Angina, bila obat lain Takikardi ventrikel dan


(vascor) vasodilatasi. gagal. aritmia lain, sakit kepala,
mual, pusing.
- Mengurangi
frekuensi dan
kontraktilitas.

- Memperlambat
konduksi

Tabel Zat Anti – Angina – Blocker Alfa dan Beta

OBAT MEKANISME INDIKASI EFEK TAK DIINGINKAN


KERJA

Atenolol - Terutama Terapi awal yang Lebih jauh menekan gagal jantung,
(tenormin) memblok reseptor baik untuk depresi dan sedasi SSP.
adrenergik ß1. hipertensi ringan
samapi sedang.
- Menurunkan
frekuensi jantung dan
curah jantung dan
pelepasan renin
menurun.
- Efek
bronkokonstriksi
kurang dibanding zat –
zat yang berikatan
dengan reseptor ß2.
Propanolol - Memblok Hipertensi sementara akibat antagonis
reseptor adrenergik ß1 reseptor ß2 (yang mendilatasi arteri
(mis. dan ß2. besar) dan respons refleks terhadap
Inderal) penurunan curah jantung, bronkospasme,
- Menurunkan
lain – lain seperti atenolol
frekuensi jantung dan

35
curah jantung dan
penurunan pelepasan
renin.
- Bronkokonstriksi
melalui antagonis
reseptor ß2
Pindolol - Mempunyai “” Aktivitas simpatomimetik intrinsik
(biokarden) beberapa aktivitas menurunkan kemungkinan hipertensi
simpatomimetik balik (dengan mendilatasi arteri besar
intrinsik juga aktivitas melalui ß2 ) atau bronkospasme.
pemblokan ß1 dan ß2.
Asebutolol Mempunyai beberapa “” “”
aktivitas
simpatomimetik juga
pemblokan ß1.

Tabel Zat Anti – Angina – Nitrat

Obat Ringkasan

Nitrogliserin Kerja :
- Mendilatasi arteri miokardium besar untuk meningkatkan pasokan darah ke
jantung.
- Menurunkan beban awal jantung dengan mengurangi tonus vena. Hal ini
memungkinkan pengumpulan darah di perifer.
Indikasi :
Zat anti angina yang paling sering digunakan. Berguna utuk mengobati semua bentuk
angina. Dapat digunakan segera sebelum latihan atau stress untuk mencegah episode
iskemik.

Efek yang tak diinginkan :

Hipotensi dan takikardi balik, brakikardi, iskemia serebral, dermatitis kontak dapat
terjadi dengan preparat transdermal, edema perifer bertambah.

Farmakokinetik :
- Sublingual : kadar puncak pada 1 – 2 menit, durasi 30 – 60 menit.
- IV: awitan 2 menit, durasi 3 – 5 menit.
- Transdermal : kadar puncak pada 30 – 60 menit, durasi = 1 hari.
- Pasta topikal : awitan 1 jam, durasi = 2 – 12 jam.

36
Setelah diabsorpsi, hati cepat memetabolisme obat menjadi bentuk tak aktif. Toleransi
dapat terjadi dengan pemberian obat transdermal kontinu.
Interaksi obat : alkohol, zat antihipertensi dan vasodilator meningkatkan risiko
hipotensi ortostatik.
Amil nitrit Digunakan untuk meringankan gejala angina akut. Diberikan dengan cara inhalasi
kapsul yang dihancurkan. Lain – lain serupa dengan nitrogliserin.

Isosorbit Digunakan untuk profilaksis angina. Bukan untuk serangan akut. Sublingual : awitan
dinitrat 5 menit, durasi = 1 – 4 jam. Oral : awitan = 30 menit, durasi = 4 – 6 jam (sampai 8
(isordil) jam dengan formula lepas lambat)

Sediaan Dosis Interval Lama Kerja

Nitrat Kerja Singkat

a) Amilnitrit inhalasi 0,18 – 0,3 Inhalasi 3 – 5 menit


mL

b) Preparat sublingual

 Nitrogliserin 0,15 – 0,6 mg Sesuai 10 – 30 menit


keperluan

 isosorbid dinitrat 2,5 – 5 mg Sesuai 10 – 60 menit


keperluan

 eritritil tetranitrat 5 – 10 mg Sesuai


keperluan

Nitrat Kerja Lambat

1. preparat oral

 isosorbid dinitrat biasa 10 – 60 mg 4 – 6 jam 4 – 6 jam

Lepas lambat 20 – 80 mg 12 – 24 jam

 isosorbid mononitrat 20 mg 12 jam 6 – 10 jam


biasa

Lepas lambat 30 – 240 mg 24 jam

 nitrogliserat

37
Lepas lambat 6,5 – 13 mg 6 – 8 jam 6 – 8 jam

 eritritol tetranitrat 10 mg

 pentaeritritol tetranitrat 10 – 20 mg 4 – 6 jam

2. preparat salep

Nirogliserin 2 % 4 – 8 jam 4 – 6 jam

3. preaparat transdermal
nitrogliserin:

Lepas lambat (disc / patch) 10 – 25 mg 24 jam 8 – 10 jam

4. preparat lepas lambat, 1 – 2 mg 4 jam 3 – 6 jam


bukal nitrogliserin

5. intravena nitrogliserin 5 – 10
mcg/min lalu
ditingkatkan

Terapi Antiiskemia

Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan
terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi antiiskemia terdiri dari NTG
sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat beta oral (pada keadaan
tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada
pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan penyekat beta.6

a. Nitrat

Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami
nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan
interval 5 menit, direkomendasikan pemberian NTG intravena (mulai 5-10 ug/menit). Laju
infus dapat ditingkatkan 10 ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan
darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau
dapat menggantikan NTG intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam.
Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya
dalam 24 jam sebelumnya.

b. Penyekat Beta

Penyekat Beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Antagonis
kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil dan diltiazem
direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat
dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika

38
nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian NTG intavena, morfin sulfat dengan dosis
1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.

Terapi Antikoagulan
Beberapa rekomendasi antikoagulan berdasarkan ESC guideline antara lain:
 antikoagulan direkomendasikan pada semua pasien sebagai tambahan terapi
antiplatelet.
 Tersedia beberapa antikoagulan antara lain: unfaractionated heparin (UFH), low
molecular weight heparin (LMWH), fondaparinux, dan bivalirudin. Pilihan tergantung
strategi awal (invasif segera, invasif dini atau konservatif).
 Pada strategi infasif segera, UFH, enoksaparin atau bivalirudin harus segera
diberikan.
 Pada kondisi tidak segera, sepanjang keputusan untuk strategi invasif dini atau strategi
konservatif masih belum ditetapkan:
- Fondaparinux direkomendasikan berdasarkan profil efikasi/keamanan
yang paling disukai
- Enoksaparin dengan profil efikasi/keamanan kurang disukai daripada
fondaparinux digunakan hanya jika risiko perdarahan rendah
- Sehubungan profil efikasi/keamanan LMWH (selain enoksaparin) atau
UFH relatif terhadap fondaparinux tidak diketahui, antikoagulan
tersebut tidak direkomendasikan melebihi fondaparinux
- Pada prosedur PCI, antikoagulan awal harus dilanjutkan (maintain)
selama prosedur, tanpa melihat apakah terapinya dengan UFH,
enoksaparin atau bivalirudin, dimana penambahan UFH dengan dosis
standar (50-100 IU/kg bolus) diperlukan pada kasus yang mendapat
fondaparinux
- Antikoagulan dapat dihentikan dalam 24 jam setelah prosedur invasif.
Pada strategi konservatif, fondaparinux, enoksaparin atau LMWH lain dapat dilanjutkan
(maintain) sampai pasien ke luar rumah sakit.
Terapi Antiplatelet
a. ASA
Peran penting ASA adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan pada
penelitian klinis multiple dan beberapa meta-analisis, sehingga ASA menjadi tulang
punggung dalam pelaksanaan UAP/NSTEMI.6 ASA direkomendasikan pada semua pasien
UAP/NSTEMI tanpa kontraindikasi dengan dosis loading awal 160-325 mg (non-enteric) dan
dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang.
b. Klopidogrel

39
Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphospate P2Y12 pada permukaan
platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaannya pada
UAP/NSTEMI terutama berdasarkan penelitian Clopidigrel in Unstable Angina to Prevent
Recurrent Ischemic Events (CURE) dan Clopidogrel for The Reduction of Events during
Observation (CREDO). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka klopidogrel
direkomendasikan sebagai obat lini pertama pada UAP dan NSTEMI dan ditambahkan ASA
kecuali mereka dengan risiko tinggi perdarahan dan pasien yang memerlukan coronary artery
bypass graft (CABG) segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien dengan
UAP/NSTEMI pada pasien-pasien:
 Yang direncanakan untuk mendapatkan pendekatan non invasif dini
 Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner segera berdasarkan
pengetahuan sebelumnya tentang anatomi koroner/segera memiliki kontraindikasi
untuk operasi
 Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama >24-36 jam
Pada semua pasien, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30 mg sehari,
dilanjutkan klopidogrel 75 mg sehari. Klopidogrel harus dilanjutkan sampai 12 bulan kecuali
ada risiko perdarahan hebat.
c. Antagonis Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis reseptor GP IIb/IIIa, misalnya tirofiban atau eptifibatide merupakan inhibitor
kuat agregasi platelet. Obat-obat tersebut menghambat pembentukan fibrinogen pada platelet.
Walaupun antagonis reseptor GP IIb/IIIa menghambat pembentukan thrombus, uji klinik
menunjukkan bahwa mereka hanya efektif untuk pasien NSTEMI resiko tinggi, atau untuk
pasien yang potensial mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan bersama dengan aspirin
dan heparin/LMWH.
TERAPI:

Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out
patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan
intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik
yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan
aktivitas secara mandiri dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara
perlahan dan mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar
dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan
edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan
latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih
memudahkan pasien.

Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak
pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.

Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung
kongestif antara lain:

40
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan
pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian
breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini
dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga
dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan.

2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot.
Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini
adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS,
mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.

3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu
sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan
disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai
lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri.
Disamping itu gerak dapat menimbulkan ” pumping action” pada kondisi oedem sering
menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke
proximal.

4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas


kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat
melakukan perawatan diri sendiri.

5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan
harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas
sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah
penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan
masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu
sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.
 Tatalaksana Invasif (tindakan pembedahan)
1. Coronary Artery Bypass Grafting – CABG
Pencangkokan vena dari aorta ke arteri koroner, meloncati bagian
yang mengalami penyumbatan. Pembuluh darah biasanya diambil dari
mamaria interna atau ekstremitas. Dalam 10 tahun pascabedah, 90%
masih berfungsi baik dan tidak mengalami penyumbatan ulang.

2. Percutaneus Cardiac Intervention - PCI :

41
Memasukkan sebuah kateter dengan balon kecil diujungnya
dari a.femoralis ke daerah sumbatan pada a.koroner melalui
kawat penuntun. Balon dikembangkan selama beberapa detik,
lalu dikempiskan kemudian diulangi beberapa kali. Balon
yang mengembang akan menekan plak, sehingga arteri
meregang dan lumen melebar 80-90%. Kelemahan : 30 - 40%
mengalami restenosis.

3. PCI dengan Stent


Stent adalah cincin kawat yang terbuat dari baja antikarat dengan diameter mulai
dari 2.25 - 4 mm dan panjang hingga 33 mm. Ketika kateter dimasukan, balon
dikembangkan dan stent ikut mengembang. Setelah balon dikempiskan, stent tetap
mengembang dan menyangga lumen agar tetap terbuka lebar. Kelemahan : 15-25%
restenosis

4. Drug Eluting Stent – DES


Stent yang dilapisi oleh obat-obatan antiplatelet dan fibrinolitik. Hasil menunjukkan
hanya 0-6% pasien yang mengalami restenosis.
3.8 Pencegahan
Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara terbaik untuk mencegah
penyakit jantung koroner.
1) Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal kehidupan
2) Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki penyakit jantung koroner,
angina, atau serangan jantung pada usia 55 tahun, resiko terkena penyakit jantung
meningkat. Jika penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat direkomendasikan tes
skrining dan tindakan pencegahan.
3) Ubah faktor-faktor risiko berikut:
a. Kadar lemak pada darah
Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan ambil tindakan untuk
mengontrolnya dengan diet dan olahraga jika kadarnya tinggi. Berikut panduan dari
National Cholesterol Education Program (NCEP), kadar kolesterol total yang diukur
dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa berdasarkan subtipe kolesterol penting:
a) LDL cholesterol
 Kurang dari 100 - Optimal
 100-129 - Near optimal/above optimal
 130-159 - Borderline high

42
 160-189 - High
 190 atau lebih tinggi - Very high
b) Total cholesterol
 Kurang dari 200 - Desirable
 201-239 - Borderline high
 240 atau lebih tinggi - High
c) HDL cholesterol (the good cholesterol)
 Kurang dari 40 0 Low
 60 atau lebih tinggi - High (desirable)

b. Diet
Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk orang dengan kolesterol
tinggi tetapi untuk semua orang.
a) American Heart Association merekomendasikan bahwa kalori dari lemak
maksimum kurang dari 30% dari total kalori dalam makanan apapun.
b) Setiap hari, cobalah untuk makan 6-8 porsi roti, sereal, atau padi; 2-4 porsi buah
segar; 3-5 porsi sayuran segar atau beku, 2-3 porsi susu tanpa lemak, yogurt, atau
keju; dan 2-3 porsi daging, unggas, ikan, atau kacang kering.
c) Gunakan minyak zaitun atau canola untuk memasak. Minyak ini mengandung
lemak tak jenuh tunggal yang dikenal untuk menurunkan kolesterol.
d) Makan 2 porsi ikan setiap minggu. Makan ikan seperti salmon, makarel, trout
danau, herring, sardin, dan tuna albacore. Semua ikan ini tinggi asam lemak
omega-3 yang menurunkan kadar lemak tertentu dalam darah dan membantu
mencegah detak jantung tidak teratur dan pembekuan darah yang menyebabkan
serangan jantung.
e) Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat membantu melindungi terhadap
penyakit jantung koroner, namun membatasi asupan Anda untuk 1-2 minuman
per hari. jumlah yang lebih tinggi dapat meningkatkan tekanan darah,
menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia), dan kerusakan otot jantung dan
hati secara langsung.
f) Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak menyenangkan atau nyaman,
tapi mungkin memberikan manfaat yang signifikan dalam jangka panjang.

c. Merokok
Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat dibuat. Perokok
pasif (menghirup asap tembakau), cerutu merokok, atau mengunyah tembakau sama-
sama berbahaya bagi kesehatan.

d. Diabetes
Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan (aterosklerosis) pembuluh darah
di mana-mana dalam tubuh, termasuk arteri koroner. Mengontrol diabetes secara
signifikan mengurangi risiko koroner.

e. Tekanan darah tinggi


Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur, pengurangan konsumsi alkohol,
dan pengurangan berat badan adalah sangat penting.

f. Kegemukan

43
a) Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada jantung dan pembuluh darah
dengan tekanan darah meningkat, ditambah sering dikaitkan dengan diabetes,
kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL rendah.
b) Sebuah, diet rendah lemak serat-tinggi dan olahraga teratur dapat membantu
menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
c) Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda sebelum memulai penurunan berat
badan program.
d) Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat badan. obat-obatan tertentu
yang digunakan untuk berat badan

g. Ketidakaktifan Fisik
Latihan membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat kolesterol baik
(HDL), dan mengendalikan berat badan Anda.
a) Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan minimal 30 menit, 3-5 kali
seminggu. Tapi jalan cepat saja akan meningkatkan kelangsungan hidup
kardiovaskular.
b) Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda, atau aerobik.

h. Stres emosional
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional
3.9 Komplikasi
 Serangan jantung
 Gagal Jantung
 Detak Jantung yang Tidak Normal seperti:
- Bradikardia: detak jantung lambat
- Takikardia: jantung berdetak cepat
- vibrilasi: tidak efektif dalam memompa darah keluar dari atrium dan ke dalam tubuh
untuk sirkulasi.
 Kongesti Paru
 Syok Kardiogenik
 Regurgitasi Katup Mitral
 Ruptur Jantung
 Ruptur Septum Ventrikel
 Perikarditis
 Aneurisma Ventrikel Kiri
 Trombus Ventrikel Kiri
3.10 Prognosis
Tergantung 3 Faktor :
1. Fungsi ventrikel kiri
2. Banyaknya arteri koroner yang mengalami oklusi dan adanya kolateral
3. Adanya aritmia ventrikel

44
Prognosis dan hasil dari penyakit jantung koroner sangat bervariasi tergantung pada seberapa
cepat di diagnosis dan di obati, hidup berdampingan penyakit, gaya hidup dan faktor lainnya.

45
DAFTAR PUSTAKA

http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.pdf
.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123435-S-5380-Faktor-faktor%20risiko-Literatur.pdf.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=359606&val=7288&title=Aktifitas%20
Listrik%20pada%20Otot%20Jantung.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartAttack/AboutHeartAttacks/Acute-
Coronary-Syndrome_UCM_428752_Article.jsp#.
https://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview.
Muttaqin H, Ramadhani D, editor. Buku pegangan uji diagnostic. Edisi ke-3. Jakarta;
Penerbit buku kedokteran EGC.

46
47

Anda mungkin juga menyukai