Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yabg
diperlukan untuk proses pematangan tulang pada osteoporosi terjadi
pengurangan masa atau jaringan tulang per unit volume tulang dibandingkan
dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi
ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun mungkin saat zat-zat dan
mineral untuk pembentukan tulang didalam darah masih dalam batas nilai
normal. Proses pengurangan ini terjadi diseluruh tulang dan berkelanjutan
sepanjang kehidupan.
Manusia lanjut usia (lansia) berisiko menderita osteoporosis, sehingga setiap
patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai osteoporosis, apalagi jika
disertai dengan riwayat trauma ringan dan kesehatan seperti mata, jantung,
dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70 tahun, lebih dari 30% perempuan
menderita osteoporosis dan insidennya meningkat menjadi 70% pada usia 80
tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan defisiensi estrogen pada masa
menepouse dan penurunan masa tulang karena proses penuaan. Pada laki-laki
osteoporosis lebih dikarenakan proses usia lanjut, sehingga insidennya tidak
sebanyak perempuan.
Di indonesia jumlah wanita lansia penderita osteoporosis mengalami trend
yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan bencana sosial luar
biasa pada masyarakat karena peningkatan biaya pengobatan atau perawatan
serta dapat menurunkan kualitas hidup. Saat ini saja 22-55% wanita lansia
indonesia menderita osteoporosis jika diubah dalam angka, maka ada sekitar
8,5 juta lansia yang mencapai total 17 juta dari 222 juta penduduk indonesia
menderita osteoporosis. Seiring meningkatnya jumlah penduduk menjadi 261
juta pada tahun 2020 maka jumlah penderita diperkirkirakan akan meningkat
menjadi 5-12 juta. Dan dengan penduduk 273 juta pada 2050 maka jumlah
penderita menjadi 5,2-11,5 juta.

1
Hal ini bukanlah masalah sepele. Sebagaimana diketahui penderita
osteoporosis mudah sekali menderita patah tulang. Kendaalnya, penanganan
patah tulang di Indonesia menyedot biaya sangat tinggi menurut ichramsjah,
biaya termurah keperawatan patah tulang adalah Rp 14 juta hinggan 50 juta.
Jika 25% dari 4,25 juta lansia terkena patah tulang maka biaya kesehatannya
diperkirakan akan mencapai USDI, 48 juta. Jumlah ini sangat besar tentunya,
selain yang bersangkutan tidak produktif, lansia patah tulang juga harus
ditunggui selalu, akibatnya orang yang tidak produktif bertambah lagi
jumlahnya.
Kendala lainnya adalah, alat diagnostik osteoporosis yang diakui lembaga
kesehatan dunia, WHO, yaitu deaxabone densitometer jumlahnya sangat
terbatas. Indonesia hanya memiliki 23 alat. Sebanyak 18 diantaranya berada di
Jakarta. Dengan demikian, satu unit alat yang ada di Indonesia, terpaksa
digunakan untuk mengecek enam juta pasien. Padahal idealnya, satu unit alat
hanya untuk mengecek paling banyak 500 pasien saja.
Perubahan gaya hidup, dimana orang yang semasa mudanya kurang gerak di
katakan berpotensi besar menderita osteoporosis. Selain karena perubahan
gaya hidup, faktor resiko terjadinya osteoporosis bisa karena nutrisi,
penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, kurang paparan sinar
matahari, dan gangguan haid pada wanita.

1.2 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi
pustaka yaitu diambil dari buku-buku dan mencari sumber-sumber lain.

2
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan tugas sistem musculosceletal ini adalah
sebagai berikut:
 Bab I Pendahuluan
Bab ini memberikan gambaran secara keseluruhan yang terdiri dari
latar belakang, Metode penulisa dansistematika penulisan.
 Bab II Landasan Teori
Bab ini menjelaskan tentang :
1) Konsep dasar medik
Konsep teori ini berupa definisi, anatomi fisiologi,
patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik,
komplikasi, penatalaksanaan,pencegahan dan patoflow diagram
(woc)
2) Konsep keperawatan
Konsep ini terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan,,implementasi, dan evaluasi
 Bab III Tinjauan Kasus
Bab ini menjelaskan tentang pengkajian, daftar obat yang
diberikan, analisa data, diagnosa keperawatan,rencana keperawatan,
rasional, dan evaluasi.
 Bab IV Pembahasan
Bab ini membahas tentang ringkasan dari tinjauan kasus yang di
kaji.
 Bab V Penutup
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan hasil dari pengkajian yang
telah dilakukan, kelebihan dan kekurangan sistem, dan saran kedepannya
bagaimana seharusnya pengkajian untuk mengembangkan sistem
musculosceletal ini.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medik

2.1.1 Definisi
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan
tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan resiko
terjadinya fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis
kecuali apabila telah terjadi fraktur, pada osteoporosis terjadi penurunan
kualitas tulang padahal keduanya sangat menentukan kualitas tulang
sehingga penderita osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau
fraktur. (Noor, 2016)
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang
progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.Tulang
terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang
menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih
rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (Hurst,2015)
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas atau
matriks atau massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan
proses mineralisasi di sertai dengan kerusakan arsitektur mikro jarinagn
tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah. Osteoporosis merupakan hasil interaksi
kompleks yang menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
(Muttaqin, 2008)

4
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh


dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh.
Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang
membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer
untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral
dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada
matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan
kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid.
Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
 Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama
terdiri dari sel-sel lemak.
 Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang

5
spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah
juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
 Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian
epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu
dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum


yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam
proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang
panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis
sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang
atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.

2.1.3 Patofisiologi
Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling
tulanh dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan
hilangnaya masssa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi.
Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi
esteoblast dan osteoplast. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling

6
tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorpsi pada satu
permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang
berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi,
sama halnya dengan masalah deperti penyakit sistemik. Proses seluler
dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon
lokal dan sistemik, serta peptida.
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan trulang dan
berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa,
menunjukkan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi
tulang keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblast dan osteoplast
pada unit remodeling tulang. Remodeling di butuhkan untuk menjaga
kekuatan tulang.
Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang
kompleks menahun antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Berbagai faktor terlibat dalam interaksi ini dengan menghasilkan suatu
kondisi penyerapan tulang lebih banyak dibandingkan dengan
pembentukan yang baru. Kondisi ini memberikan manifestasi
penurunan massa tulang total. Kondisi osteoporosis yang tidak
mendapatkan intervensi akan memberikan dua manifestasi penting,
dimana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps tulang (terutama
area vertebra yang mendapatkan tekana tinggi pada saat berdiri). Hal
ini akan berlanjut pada berbagai kondisi dan masalah pada pasien
dengan osteoporosis. (Noor, 2016)

7
2.1.4 Etiologi

Penyebab Rasional

Ketidakadekuatan asupan Individu dewasa muda meminum


kalsium dan vitamin D selama minuman berkafein dan bukan susu,
masa dewasa muda yang mengandung vitami A dan D
juga kalsium yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan songkongan tulang

Kehilangan tulang yang cepat a. Kadar estrogen yang rendah


post/manapouse (histerektomi)
b. Asupan kafein dan nikotin
c. Kurang latihan angkat beban

Riwayat keluarga Predisposisi terhadap masa tulang


yang rendah

Terapi steroid yang lama Mengganggu penggunaan glukosa dan


menyebabkan pemecahan protein,
yang membentuk matriks tulang

Terapi heparin yang lama Peningkatan pemecahan kolagen

Ketidaksempurnaan Tulang yang terbentuk tidak sempurna


esteogenesis mudah patah

Imobilitas atau tulang tidak Tulang memerlukan aktifitas untuk


digunakan pemeliharaan tulang

Pengobatan: antasid yang Memengaruhi penggunaan dan


mengandung alumunium, metabolisme kalsium tubuh
kortikosteroid, antikonfusan,
barbiturat

Ibu menyusui Kepadatan tulang menurun selama


menyusui, tetapi kembali normal

8
setelah penyapihan

Usia: ketika individu Penurunan hormon dan aktifitas


memasuki usia 70 dan 80 angkat beban
osteoporosis menjadi penyakit
yang lazim terjadi

Kekurangan nutrisi: protein, Membuat tulang lunak, tipis dan rapuh


kalsium, vitamin C dan D

Asupan kafein, nikotin dan Memperburuk osteoporosis yang


alkohol yang berlebihan sudah ada sebelumnya: merununkan
remodeling tulang

Tumor tulang Mengganggu pembentukan tulang


baru

Penyakit: gagal ginjal kronis, Penyakit menyebabkan perubahan


penyakit hati, dan gangguan hormon, memengaruhi kepadatan
hormonal tulang dan kehilangan tulang

Artritis reumatoid Menyebabkan kehilangan tulang


secara umum

Kelainan nutrisi: anoreksia Penurunan nutrien yang diperlukan


nervosa, skurvi, intoleransi untuk remodeling tulang
laktosa, malabsopsropsi

Atrofi sudek: terlokalisasi Penurunan sirkulasi menyebabkan


ditangan dan kaki dengan penyusutan jaringan ikat dan
serangan berulang melemahkan tulang

Gaya hidup sedentari (tidak Tulang dan otot tidak digunakan


banyak bergerak)

Ketidakseimbangan kalsium Kalsium diperlukan untuk


yang berkepanjangan dan

9
bersifat ringan pertumbuhan dan sokongan tulang

Gangguan metabolisme protein Disebabkan oleh defisiensi estrogen:


yang menyebabkan tulang menjadi
lunak, tipis, rapuh

Penurunan fungsi adrenal Perubahan hormon memengaruhi


gonad pada pria kepadatan dan kehilangan tulang

(Hurst,2015)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut Hurst, 2015 Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika
melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
7. Perubahan pola nafas (postur bungkuk, nyeri, otot melemah)
8. Usia tampak tua (perubahan struktur tubuh/deformitas, nyeri)
9. Spasme otot (rangsangan orot yang disebabkab oleh otot yang
melemah, perubahan struktur tubuh/deformitas)
10. Perubahan toleransi olahraga (nyeri, immobilitas).

10
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak
sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
penipisan korteks dan daerah trabekruler yang lebih lusen.Hal ini
akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan
untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan
menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral
Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami
osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD
berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada
diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas
massa tulang:
a. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang
mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas
radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian
tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak
tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
b. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon
dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai
untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang
mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
leher femur dan vetrebrata.

11
c. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena
mengukur densitas tulang secara volimetrik.
3. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas
perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya
resiko radiasi.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua
langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk
menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang
kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
5. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk
memeriksa kelainan metabolisme tulang.
6. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding
dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
7. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif
yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow
up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral
vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.

12
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan
yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat)
dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
(Noor, 2016)

2.1.7 Komplikasi
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Bisa terjadi
fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum
femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan
tangan.

2.1.8 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Obat-obatan dapat di berikan seperti di bawah ini :
a) Estrogen : untuk perempuan yang baru menopause,
penggantian estrogen merupakan salah satu cara untuk
mencegah osteoporosis. Estrogen dapat mengurangi atau
menghentikan kehilangan jaringan tulang. Apabila
pengobatan estrogen dimulai pada saat menopause, maka
akan mengurangi kejadian fraktur pinggang sampai 55%.
Estrogen dapat diberikan melalui oral (diminum) atau di
tempel pada kulit.
b) Kalsium : kalsium dan vitamin D diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.
c) Konsumsi per hari sebanyak 1.200-1.500 mg (melalui
makanan dan suplemen).
d) Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.

13
e) Bifosfonat : pengobatan lain selain estrogen yang ada :
alendronate, risedonate, dan etidronate. Obat-obatan ini
memperlambat kehilangan jaringan tulang dan beberapa
kasus meningkatkan kepadatan tulang. Pengobatan ini
dipantau dengan memeriksa DXAs setiap 1 sampai 2 tahun.
Sebelum mengonsumsi obat ini, dokter anda akan memeriksa
kadar kalsium dan fungi ginjal anda.
f) Hormon lain : hormon-hormon ini akan membantu
meregulasi kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah
kehilangan jaringan tulang.
g) Kalsitonin.
h) Teriparatide.

2) Penatalaksanaan Keperawatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan pada usaha memperlambat
atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan
tulang, mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. Kebanyakan
40% dari perempuan akan mengalami patah tulang dari
osteoporosis selama hidupnya. Dengan demikian tujuan dari
pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur. Intervensi
tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut
a) Diet : dewasa muda harus mencapaikepadatan tulang yang
normal dengan mendapatkan cukup kalsium (1.000 mg/hari)
dalam dietnya (minum susus atau makan makanan tinggi
kalsium seperti salmon) berolahraga seperti jalan kaki atau
aerobik, dan menjaga berat badan normal.

b) Spesialis : orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang,


atau pergelangan tangan harus dirujuk ke spesialis ortopedi
untuk manajemen selanjutnya.

c) Olah raga : modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu


pengobatan. Olah raga yang teratur akan mengurangi patah
tulang akibat osteoporosis. Olah raga yang

14
direkomendasikan termasuk di antaranya adalah jalan kaki,
bersepeda, dan joging.

(Hurst,2015)

2.1.9 Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium
( Muttaqin, 2008)

15
2.1.10 Patoflow Diagram
( Muttaqin, 2008)

Hasil interaksi kompleks yang menahun


antara faktor genetik dan faktor lingkungan.

Faktor usia, jenis kelamin, Melemahnya daya serap sel terhadap Merokok, alkohol, kopi,
ras, keluarga, bentuk tubuh, kalsium dari darah ke tulang. Peningkatan defisiensi vitamin dan gizi,
gaya hidup (imobilitas),
dan tidak pernah melahirkan. pengeluaran kalsium bersama urine. Tidak
anoreksia nervosa, dan
tercapainya massa tulang yang maksimal. penggunaan obat-obatan.
Resorpsi tulang menjadi lebih cepat.
Penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan baru.

Penurunan massa tulang total

Osteoporosis

Tulang menjadi rapuh Kolaps bertahap


dan mudah patah. tulang vertebra

Fraktur colles Fraktur femur Fraktur kompresi Fraktur kompresi Kifosis progresif
vertebra vertebra torakalais
Penurunan tinggi badan
Gangguan fungsi ekstremitas Kompresi saraf Perubahan postural
atas dan bawah. Pergerakan pencernaan ileus Perubahan postural
fragmen tulang, spasme otot. paralitik. Deformitas skelet
Relaksasi otot
Nyeri Akut Konstipasi Gangguan citra abdominal, perut
diri menonjol
Gangguan
Hambatan Insufisiensi paru
eliminasi alvi A
mobilitas fisik
n
Kelemahan dan
Penurunan s
perasaan mudah
kemampuan i
pergerakan lelah
e
16
t Defisit perawatan
Resiko cidera
a diri
s
2.2 Konsep Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan,golongan darah, No.Registrasi, Tanggal masuk
Rumah Sakit, diagnosa medik.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya fraktur kolum femuris pada
osteoporisis.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya wanita pascamenopause mengeluhkan nyeri
punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya
fraktur multiple karena trauma.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit
seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang
berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
Perawat perlu mengkaji konsep diri klien terutama citra
diri, khususnya pada klien kifosis berat. Klien mungkin
membatasi interaksi sosial karena perubahan yang tampak
atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk dikursi, dll.
Perubahan sesksual dapat terjadi karena harga diri rendah
atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis

17
dapat menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu
mengkaji perasaan cemas dan takut pada klien.
g. Pola aktivitas sehari-hari.
Biasanya perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah aglity (kemampuan
gerak cepat dan lancar) menurun, stamina menurun,
koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan
memanipulasi keterampilan motorik halus) menurun.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran biasanya compos mentis dengan nilai Glasgow
Coma Scale (GCS) 14-15. Pada kasus yang lebih parah, klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
2) Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah,Nadi,suhu,dan pernapasan.
3) Pemeriksaan head to toe
a. Kepala dan wajah :ada sianosis.
b. Mata :sklera biasanya tidak ikterik,
konjungtiva tidak enemmis.
c. Hidung :tidak ada gangguan (normal)
d. Mulut : tidak ada gangguan
e. Telinga :tidak ada gangguan
f. Leher : biasanya JVP dalam batas normal.

g. Thorax : Pengisian kapiler kurang dari 1


detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi ganguan
pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan
efek obat.
h. Punggung
Nyeri punggung yang disertai pembatasan
pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan

18
indikasi adanya 1 fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra.
i. Abdomen
-Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada
dan tulang belakang.
-Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
-Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
-Auskultasi : pada kasus lanjut usia, biasanya
didapatkan suara rongki.
j. Genitalia : tidak ada gangguan
k. Tulang
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna
vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukan kiposis
atau gibbus ( dowager’s home) dan penurunan tinggi
badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg – lenght inequality, dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri yang berhubungan dengan dampak sekunde rdari fraktur
vertebra
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi
sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder, atau
fraktur baru
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder
perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyaki tatau terapi.

19
2.2.3 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujusan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil (NIC)
(Nanda) (NOC)
1. Nyeri akut Tujuan : Setelah  Evaluasi keluhan nyeri
yang diberikan tindakan atau
berhubungan keperawatan ketidaknyamanan,perhat
dengan diharapkan nyeri ikan lokasi dan
dampak Kriteria hasil : klien karakteristik termasuk
sekunder dari dapat intensitas (skala 1-10).
fraktur mengekspresikan Perhatikan petunjuk
vertebra perasaan nyerinya, nyeri nonverbal
ditandai klien dapat tenang dan (perubahan pada tanda
dengan klien istirahat, klien dapat vital dan emosi/prilaku)
mengeluh mandiri dalam  Ajarkan klien tentang
nyeri tulang penanganan dan alternative lain untuk
belakang, perawatannya secara mengatasi dan
mengeluh sederhana. mengurangi rasa
bengkak pada nyerinya.
pergelangan  Dorong menggunakan
tangan, teknik manajemen stress
terdapat contoh relaksasi
fraktur progresif, latihan nafasa
traumatic pada dalam, imajinasi
vertebra, klien visualisasi, sentuhan
tampak teraupetik.
meringis  Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai
indikasi.
2. Hambatan Tujuan : setelah  Kaji tingkat kemampuan
mobilitas fisik dilakukan tindakan klien yang masih ada.
yang keperawatan

20
berhubungan diharapkan klien  Rencanakan tentang
dengan mampu melakukan pemberian program
disfungsi mobilitas fisik. latihan, ajarkan klien
sekunder Kriteria hasil : tentang aktivitas hidup
akibat klien dapat sehari-hari yang dapat
perubahan meningkatkan dikerjakan
skeletal mobilitas fisik,  Berikan dorongan untuk
(kifosis) , nyeri berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
sekunder, atau aktivitas yang /perawatan diri secara
fraktur baru diinginkan/diperluka bertahap jika dapat
ditandai n, klien mampu ditoleransi. Berikan
dengan klien melakukan aktivitas bantuan sesuai
mengeluh hidup sehari-hari kebutuhan.
kemampuan secara mandiri.
gerak cepat
menurun, klien
mengatakan
badan terasa
lemas, stamina
menurun, dan
terdapat
penurunan
tinggi badan.
3. Resiko cidera Tujuan : cedera tidak  Ciptakan lingkungan
yang terjadi. yang bebas dari bahaya
berhubungan Kriteria hasil: klien missal : tempatkan klien
dengan tidak jatuh dan tidak pada tempat tidur
dampak mengalami fraktur, rendah, berikan
sekunder klien dapat penerangan yang cukup,
perubahan menghindari aktivitas tempatkan klien pada
skeletal dan yang mengakibatkan ruangan yang mudah
ketidakseimba fraktur untuk diobservasi.

21
ngan tubuh  Ajarkan pada klien
ditandai untuk berhenti secara
dengan klien perlahan,tidak naik
mengeluh tangga dan mengangkat
kemampuan beban berat.
gerak cepat  Observasi efek samping
menurun, obat-obatan yang
tulang digunakan.
belakang
terlihat
bungkuk.
4. Tujuan : Tujuan : setelah  Dorong klien
setelah diberikan tindakan mengekspresikan
diberikan keperawatan perasaannya khususnya
tindakan diharapkan klien mengenai bagaimana
keperawatan dapat menunjukkan klien merasakan,
diharapkan adaptasi dan memikirkan dan
klien dapat menyatakan memandang dirinya.
menunjukkan penerimaan pada  Hindari kritik negative.
adaptasi dan situasi diri dengan.  Kaji derajat dukungan
menyatakan Kriteria hasil: klien yang ada untuk klien.
penerimaan mengenali dan
pada situasi menyatu dengan
diri dengan. perubahan dalam
Kriteria hasil: konsep diri yang
klien akurat tanpa harga diri
mengenali dan negative,
menyatu mengungkapkan dan
dengan mendemonstrasikan
perubahan peningkatan perasaan
dalam konsep positif
diri yang

22
akurat tanpa
harga diri
negative,
mengungkapka
n dan
mendemonstra
sikan
peningkatan
perasaan
positif

3.1.4 Implementasi
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase
implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu
validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah
keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang
ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3
antara lain :
1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam
tindakan keperawatan, yaitu mengulang tindakan
keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang
diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan
yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan
menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi
aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan
tindakan.
2. Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat

23
tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen,
dan dependen.
3. Dokumentasi : Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara
lengkap dan akurat.

2.2.5 EVALUASI

1. Diharapkan nyeri berkurang


2. Aktifitas Terpenuhi secara bertahap
3. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi
4. Informasi terpenuhi
5. Mampu menyelesaikan masalahnya sendiri

24
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : panggang jln kenangan no 1945
Diagnosa Medis : Osteoporosis
Waktu/Tanggal Masuk RS :11- November 2013 jam 21.28

Penanggung Jawab
Nama : Tn. I
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : panggang jln kenangan no 1945
Hubungan dengan klien : Suami klien

3.1.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh ngilu kaki kanan
b.Riwayat penyakit sekarang
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu
yang sering dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu
itu sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak
memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S

25
dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil
rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis
Hasil TTV klien:
TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
Kenyamanan dan Nyei
P : pasien mengatakan nyerinya bertambah ketika berjalan
Q : pasien mengatakan nyerinya terasa seperti ditusuk-tusuk.
R : kaki kanan bagian lutut
S : skala nyeri 8
T : pasien mengatakan nyerinya terus menerus
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah
mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS sebelumnya.

d. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat pentakit keluarga
seperti yang dialami pasien sekarang.

26
3.1.4 Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: Suami klien

: Saudara laki-laki dan perempuan klien

: Anak klien

------------------- : Tinggal serumah

: Menikah

27
3.1.5 Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien
1. Aktifitas dan Latihan
Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri dan tidak bisa
melakukan aktivitas sendiri karena merasa ngilu. ADL dibantu oleh
keluarga
2. Tidur dan istirahat
a. Sebelum sakit : pasien sebelum sakit bisa tidur 8 jam pada
malam hari dan 2 jam pada siang hari.
b. Selama sakit : pasien hanya dapat tidur 5 jam pada malam
hari dan 2 jam pada siang hari
3. Nutrisi
Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan
nafsu makan. Pasien mengatakan tidak ada pantangan terhadap
makanan tertentu pasien makan di bantu oleh keluarganya.
Jenis makanan yang di konsumsi adalah nasi, ikan, dan sayur
4. Cairan , Elektrolit dan Asam Basa
Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas
air minum dan pasien tidak mengalami dehidrasi.
5. Oksigenasi
Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak
mengeluh batuk.
6. Eliminasi Fekal/ Bowel
Klien mengatakan BABnya di bantu oleh keluarganya, saat dikaji
oleh perawat BAB klien padat dan berwarna coklat dan berbau kas
7. Eliminasi Urine
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak
menggunakan kateter, pasien bisa BAK dengan di bantu oleh
keluarganya
8. Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien
tidak mengalami gangguan penglihatan, penciuman,pengecapan
maupun sensasi taktil.

28
3.1 .6 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis.
TD : 130/90 mmHg N :80x/menit S: 36,50c RR : 20x/mnt
b. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan
Matasimetris, konjungtiva anemis, hidung simetris tidak
menggunakan pernapasan cuping hidung,
c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan
JVP, tidak ada nyeri telan.
d. Dada
Bentuk dada simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris
Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada mid clavicula SIC 5
Perkusi :pekak/redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
e. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat kemerahan
Auskultasi : suara pristaltik usus 7x/ mnit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
f. Genetalia
Tidak terkaji
g. Rectum
Tidak terkaji
h. Ekstremitas : Atas :
ROM ka/ki : 5/5

29
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat
Bawah :
ROM ka/ki : 4/5
Capilary refil : 2 detik
Akral : hangat

3.1.7 Psiko Sosio Budaya dan spiritual


a. Psikologis
Pasien cemas dengan penyakitnya karena pasien tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya
b. Sosial
Sebelum sakit klien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan
selalu berbincang-bincang dengan tetangganya setiap sore.
c. Budaya
Pasien menganut budaya jawa dan tidak ada aspek budaya yang
merugikan kesehatan pasien
d. Spiritual
Sebelum sakit klien sehari hari menjalankan ibadah sholat 5 waktu

3.1.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Pemeriksaan laboratorium


Jam/Tgl : 07.15/30 desember 2013

Parameter Hasil Satuan Nilai normal interpretas


Darah
lengkap:
N,
Hb, 14 Gr% 14-16 Normal
AL( angka 11 Ribu/ul 4-11 Normal
leokosit)
AE(angka 4,76 Juta ul 4,5 - 5,5 Normal

30
eritrosit)
AT(angka 350 Ribu/ul 150 – 450 Normal
trombosit) 42,2 % 42 – 53 Normal
HMT 2,74 Mg/dl 3,5 - 5,3 Normal
Albumin 137,2 Mmol/ 98 – 107 Normal
Natrium 4,32 L Normal
Kalium 102,0 Mmol/
Klorida 95 L < 105 Normal
Glukosa Mmol/L Normal
sewaktu Gr/dl

b. Foto polos sendi (roentgn)


Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan
sendi.Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density) : T- score - 3
( Penyusutan massa tulang).

3.2 Daftar Obat Yang diberikan


Terapi cairan :
a. Oksigen Canul 4
b. Infus RL 20 tpm
c. Ketorolac
d. Ranitidin
e. Ondon

31
3.3 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Ds: 3. 1 Agen cidera Nyeri akut
- klien mengatakan ngilu pada Biologis
lutut dan kaki kanan
- P:klien mengatakan nyerinya
bertambah saat berjalan
- Q: seperti ditusuk-tusuk
- R : kaki kanan dan lutut
- S:8
- T : terus menerus
Do :
- klien tampak menahan nyeri
dan skalanya 8
Ds: Gangguan Hambatan
- klien mengatakan sulit untuk muskuloskel imobilitas
beraktivitas dan klien etal Fisik
mengatakan selalu di bantu
untuk memenuhi ADLnya
oleh keluarganya
Do :
- klien tampak sulit untuk
beraktivitas dan selalu dibantu
oleh keluarganya dalam
memenuhi ADL
Ds : Faktor Resiko
- klien mengatakan bahwa klien internal fisik cidera
sering merasa ngilu pada
bagian lutut dan kaki kanan
Do:
- terlihat klien memegang

32
bagian sendi kaki yang ngilu.
Hasil pemeriksaan BMD : T- score -3

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Resiko cidera berhubungan dengan faktor internal fisik

3.5 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Tujusan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil (NIC)
(Nanda) (NOC)
1. Nyeri akut Tujuan : Setelah  Evaluasi keluhan nyeri
berhubungan diberikan tindakan atau
dengan agen keperawatan ketidaknyamanan,perhat
cidera biologis diharapkan nyeri ikan lokasi dan
Kriteria hasil : klien karakteristik termasuk
dapat intensitas (skala 1-10).
mengekspresikan Perhatikan petunjuk
perasaan nyerinya, nyeri nonverbal
klien dapat tenang dan (perubahan pada tanda
istirahat, klien dapat vital dan emosi/prilaku)
mandiri dalam  Ajarkan klien tentang
penanganan dan alternative lain untuk
perawatannya secara mengatasi dan
sederhana. mengurangi rasa
nyerinya.
 Dorong menggunakan
teknik manajemen stress
contoh relaksasi
progresif, latihan nafasa

33
dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan
teraupetik.
 Kolaborasi dalam
pemberian obat sesuai
indikasi.
2. Hambatan Tujuan : setelah  Kaji tingkat kemampuan
mobilitas fisik dilakukan tindakan klien yang masih ada.
berhubungan keperawatan
dengan diharapkan klien  Rencanakan tentang
gangguan mampu melakukan pemberian program
muskuloskelet mobilitas fisik. latihan, ajarkan klien
al Kriteria hasil : tentang aktivitas hidup
klien dapat sehari-hari yang dapat
meningkatkan dikerjakan
mobilitas fisik,  Berikan dorongan untuk
berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
aktivitas yang /perawatan diri secara
diinginkan/diperluka bertahap jika dapat
n, klien mampu ditoleransi. Berikan
melakukan aktivitas bantuan sesuai
hidup sehari-hari kebutuhan.
secara mandiri.
3. Resiko cidera Tujuan : cedera tidak  Ciptakan lingkungan
berhubungan terjadi. yang bebas dari bahaya
dengan faktor Kriteria hasil: klien missal : tempatkan klien
internal fisik tidak jatuh dan tidak pada tempat tidur
mengalami fraktur, rendah, berikan
klien dapat penerangan yang cukup,
menghindari aktivitas tempatkan klien pada
yang mengakibatkan ruangan yang mudah
fraktur untuk diobservasi.

34
 Ajarkan pada klien
untuk berhenti secara
perlahan,tidak naik
tangga dan mengangkat
beban berat.
 Observasi efek samping
obat-obatan yang
digunakan.

3.5 Rasional

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis


a) Mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi.
b) alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat,
mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan
yang cedera.
c) Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang
mungkin menetap untuk periode lebih lama.
d) Biberikan untuk menurunkan nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a) sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang
sesuai dengan kemampuannya.
b) latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
darah.
c) kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-
tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas.
3. Resiko cidera berhubungan dengan faktor internal fisik
a) menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan.

35
b) pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
vertebra pada klien osteoporosis.
c) obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu


yang sering dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu
sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak
memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan
untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score 3. Klien
mengalami menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak
suka minum susu sejak usia muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien
beranggapan bahwa keluhan yang dirasakannya karena usianya yang
bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena
dulu dirinya bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena
tidak sempat. Pemeriksaan TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg)

Hasil TTV klien:


TD: 130/90 mmHg N: 80x/menit
S: 36,50c RR: 20x/mnt

Terapi cairan yang diberikan adalah sebagai berikut:


a. Oksigen Canul 4
b. Infus RL 20 tpm
c. Ketorolac
d. Ranitidin
e. Ondon

37
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang,
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan resiko terjadinya
fraktur. Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis kecuali apabila
telah terjadi fraktur, pada osteoporosis terjadi penurunan kualitas tulang
padahal keduanya sangat menentukan kualitas tulang sehingga penderita
osteoporosis mudah mengalami patah tulang atau fraktur. (Noor, 2016).
Menurut Hurst, 2015 Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika
melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
7. Perubahan pola nafas (postur bungkuk, nyeri, otot melemah)
8. Usia tampak tua (perubahan struktur tubuh/deformitas, nyeri)
9. Spasme otot (rangsangan orot yang disebabkab oleh otot yang
melemah, perubahan struktur tubuh/deformitas)
10. Perubahan toleransi olahraga (nyeri, immobilitas).

5.2 Saran

Diharapkan mahasiswa keperawatan mampu mengetahui tentang


pengertian ,penyebab,manifestasi klinis dan lain-lainnya serta mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit osteoporosis.

38

Anda mungkin juga menyukai