berpengaruh yaitu komponen pendidikan. Perubahan yang terjadi secara terus menerus
pada perilaku masyarakat disebabkan oleh semakin meningkatnya tingkat pendidikan.
Pendidikan juga merupakan salah satu syarat mutlak pencapaian tujuan pembangunan
manusia, dan merupakan target pembangunan sekaligus sarana pembangunan
nasional.
(profil kesehatan indonesia 2015)
prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Urutan ke
19 provinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1) Nusa Tenggara Timur;
(2) Papua Barat; (3) Sulawesi Barat; (4) Maluku; (5) Kalimantan Selatan; (6) Kalimantan
Barat; (7) Aceh; (8) Gorontalo; (9) Nusa Tenggara Barat; (10) Sulawesi Selatan; (11) Maluku
Utara; (12) Sulawesi Tengah; (13) Sulawesi Tenggara; (14) Kalimantan Tengah; (15) Riau; (16)
Sumatera Utara; (17) Papua, (18) Sumatera Barat dan (19) Jambi
Gambar 3.14.8. menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U)
pada anak umur 5-12 tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2
persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa
Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas
nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.
Hal 254,
[JAKARTA] Masa depan anak banyak ditentukan kebiasaan mereka, salah satunya
adalah membiasakan diri untuk sarapan yang bergizi. Ironisnya, hampir 60% anak
di Indonesia belum memiliki kebiasaan sarapan.
Guru Besar Departmen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor (IPB) sekaligus Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardinsyah
mengatakan, sarapan atau kegiatan makan dan minum yang dilakukan sebelum
jam 9 pagi dapat memenuhi 15-30% kebutuhan gizi harian sebagai bagian darigizi
seimbang untuk hidup sehat, bugar, aktif, dan cerdas. Sayangnya banyak anak
Indonesia yang tidak sarapan.
Bagi orang tua, khususnya ibu, masalah utama untuk membiasakan sarapan pada
anak, adalah 59% sulit membangunkan anak dari tidurnya untuk sarapan, 19% sulit
mengajak anak untuk sarapan, sulit meminta anak menfhabiskan sarapan dan
khawatir anak terlambat sekolah sebanyak 6%. Selain tidak mau sarapan, tidak
semua orang menyadari dan mengetahui pentingnya manfaat sarapan.
Data juga menunjukkan, akibat tidak sarapan sebanyak 44, 54% anak Indonesia
tidak terpenuhi energinya, dan mengalami masalah defisiensi gizi mikro, seperti
vitamin dan mineral. Sedangkan 23% anak hanya sarapan dengan karbohidrat dan
minum, serta 44,6% sarapan namun berkualitas rendah.
Menurutnya, sarapan itu sangat penting, agar anak lebih baik konsentrasi
belajarnya, staminanya, dan status gizinya. Selain itu, jarang keluhan pusing dan
sakit, lebih disiplin, lebih cerdas dan lebih baik nilai rapornya, tercegah dari risiko
obes (gendut) Tidak sarapan akan melahirkan generasi lemah, sakit, miskin, dan
kehilangan masa depan yang semakin besar.
Aktivitas anak usai sekolah akan meningkat dimulai sejak jam 6 pagi. Oleh karena
itu kebiasaan sarapan menyediakan energi dan nutrisi yang diperlukan untuk
menjalani aktivitas bersekolah, belajar, bermain secara optimal. “Apabia anak tidak
sarapan, kebutuhan gizi tidak akan mencukupi aktivitas sehari-hari. Dan akibatnya
kualitas tumbuh kembang anak akan lebih rendah daripada anak yang terbiasa
sarapan.[D-13]