LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
diajukan guna melengkapi tugas portofolio
Disusun oleh:
Putri Nisrina Hamdan
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 15 SEPTEMBER 2017–14 SEPTEMBER 2018
RUMKIT BHAYANGKARA TK II SARTIKA ASIH BANDUNG
COVER ....................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB I LAPORAN KASUS ...................................................................................................... 2
iii
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 27
iv
PENDAHULUAN
Kolesistitis akut merupakan penyebab dari 3–10% pasien yang datang dengan keluhan
nyeri perut ke tempat fasilitas kesehatan.1 Bila tidak segera ditangani dengan tepat, penyakit
ini dapat mengakibatkan komplikasi yang berat dan bahkan mengancam jiwa. Oleh karena
itu, mengenali dan menangani secara dini kolesistitis akut dapat memperbaiki outcome dan
menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas.
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Anamnesis khusus :
Pasien mengaku hamil 3 bulan datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh keluar darah berwarna merah segar
dari kemaluan, darah yang keluar terasa semakin banyak disertai gumpalan-gumpalan darah
seperti ati. Pasien sudah mengganti pembalut sebanyak 3 kali. Sebelumnya pasien sudah
mengalami flek selama 1 minggu dan datang ke poli kandungan. Pasien dianjurkan bedrest
dan diberi penguat rahim tetapi pasien tidak melakukan bedrest dan banyak melakukan
aktivitas seperti mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Pasien juga mengeluh mulas
mulas dan nyeri pada perut bagian bawah.
2
3
Sebelumnya pasien sudah mengalami flek selama 1 minggu dan datang ke poli
kandungan. Pasien dianjurkan bedrest dan diberi penguat rahim tetapi pasien tidak melakukan
bedrest dan banyak melakukan aktivitas seperti mencuci pakaian dan membersihkan rumah.
Riwayat jatuh/terbentur, diurut, senggama dalam minggu-minggu terakhir disangkal. riwayat
minum jamu/ obat-obatan disangkal. Riwayat berhubungan badan terakhir 2 minggu yang
lalu.Keputihan selama hamil (+) sedikit, tidak gatal dan tidak berbau. BAB dan BAK tidak
ada keluhan.
Riwayat Psikososial
Pasien tidak mengkonsumsi obat selain yang diberikan oleh dokter
Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat diabetes tetapi tidak rutin berobat terakhir 3 bulan yang lalu,
pasien tidak ingat nama obat.
Riwayat Haid
Pertama kali haid saat berusia 12 tahun, durasi haid 7 hari, siklus 30 hari, HPHT Juli
2017
Riwayat Obstetri
Pasien sudah memiliki 2 orang anak (G3P2A0H2). Saat ini anak pasien berusia 6 tahun.
4
Anak Tahun Lahir Jenis Kelamin Cara Lahir Berat Lahir Penolong
I 2004 Laki-laki Spontan 2800 gram Bidan
II 2009 Perempuan Spontan 3400 gram Dokter
III Saat ini
Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali ketika berusia 19 tahun dengan suami pasien yang saat itu berusia 25
tahun.
Riwayat kontrasepsi
KB suntik selama 4 tahun (pada tahun 2004-2008).
Status gizi
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 156 cm
BMI : 25.48
Kesimpulan : Gizi lebih
5
Status generalis:
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
air mata (+/+), mata cekung (-/-),
mukosa mulut basah (+), turgor baik.
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Dada : simetris, vocal fremitus ka=ki,
sonor/sonor, VBS ka=ki, rhonki -/-, wheezing -/-
bunyi jantung S1 S1 murni reguler, murmur (-).
Abdomen : soepel, hepar & lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2”
Status Obstetri
Abdomen
His :-
Status Ginekologis
Abdomen: Distensi (-), nyeri supra pubik (-), tanda cairan bebas (-)
Tinggi Fundus Uteri: tidak teraba, nyeri tekan -
Inspeksi :
Genitalia eksterna :
6
Vagina bersih, terdapat rambut pubis, ulkus (-) pembengkakan vulva (-), klitoris (-),
Tidak dilakukan
Vaginal toucher :
Dinding vagina teraba licin, tidak terab adanya massa, porsio teraba bulat lunak
tebal,nyeri goyang porsio (-), tidak ada nyeri tekan di kedua adneksa.
Ekspertise : uterus antefleksi, cavum uteri sedikit membesar, intra kavum tampak massa hipo-
hiperekhoik ukuran 1x1 cm sesuai dengan gambaran sisa konsepsi
1.9 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
11
12
2. Sebagian kecil kolesistitis akut (3.7–14%) tidak diakibatkan oleh batu empedu,
disebut dengan kolesistitis akut akalkuli. Kolesistitis jenis ini biasanya terjadi pada
orang lanjut usia, pada pasien dengan vaskulitis akibat sepsis, luka bakar, trauma, atau
operasi, dan atau kehamilan. Pada kolesistitis jenis ini, dipengaruhi juga oleh
gangguan aliran darah ke kandung empedu. Faktor koagulasi dan prostaglandin juga
berperan. Infeksi oportunistis seperi sitomegalovirus atau kriptosporidia dapat
menyebabkan kolesistitis jenis ini pada pasien dengan kondisi immunocompromised.
Pada anak muda, kolesistitis akalkuli dapat terjadi setelah infeksi dengan virus
Ebstein-Barr.
2.5 Patofisiologi2,4
Pada sebagian besar kasus, penyebab kolesistitis akut adalah batu empedu. Batu
empedu menyebabkan obstruksi pada kandung empedu bagian leher (neck) atau pada duktus
sistikus. Perkembangan selanjutnya dari obstruksi tersebut ditentukan oleh dua faktor, yaitu
seberapa besar derajat obstruksi tersebut, serta lama durasi dari obstruksi tersebut. Bila
obstruksi bersifat parsial dan hanya durasi pendek, pasien biasanya hanya mengalami kolik
biliari saja.
Sementara bila obstruksi bersifat sempurna dan berdurasi lama, pasien akan
mengalami kolesistitis akut. Obstruksi tersebut akan menyebabkan
1. Cairan empedu terperangkap di dalam kandung empedu, menyebabkan iritasi kimia
(karena pelepasan lisolesitin dari cairan empedu).
2. Peningkatan tekanan di dalam kandung empedu
3. Distensi kandung empedu.
Ketiga hal tersebut di atas menstimulasi sintesis prostaglandin (PGI2, PGE2), yang
memediasi respons inflamatori. Aliran darah dan aliran limfatik akan terganggu, sehingga
menyebabkan iskemia dan nekrosis pada mukosa kandung empedu.Timbul pula infeksi
bakterial sekunder yang semakin memperberat nekrosis dan dapat menyebakan perforasi.
Infeksi bakteri sekunder berperan dalam perjalanan penyakit pada sekitar 50 – 85% pasien
dengan kolesistitis. Organisme yang paling sering ditemukan dalam kultur adalah
Escherichia coli, Klebsiella spp., Streptococcus spp., dan Clostridium spp. Bila tidak segera
diberikan pengobatan dini, penyakit akan berkembang menjadi lebih serius dan dapat
menyebabkan banyak komplikasi.
Pada kolesistis akalkulus, mekanisme terjadinya penyakit masih belum dapat
dijelaskan sepenuhnya. Jejas yang timbul pada kandung empedu diperkirakan diakibatkan
cairan empedu yang tertahan lama di dalam kandung empedu. Cairan empedu ini sendiri
merupakan substansi yang bersifat toksik. Contohnya pada kondisi prolonged fasting,
kandung empedu tidak menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan
cairan empedu, sehingga cairan empedu akan tetap stagnan berada di dalam lumen. Penelitian
menunjukkan bahwa endotoksin dari cairan empedu dapat menyebabkan nekrosis,
hemoragik, dan kerusakan mukosa yang luas. Kolesistitis akalkulus juga dapat terjadi pada
pasien-pasien yang mendapatkan terapi dengan vasopressor. Hal ini karena penggunaan obat
tersebut akan menurunkan aliran darah splanchnic, sehingga menyebabkan iskemia pada
dinding kandung empedu.
14
4. Kolesistitis kronis: Terjadi setelah serangan kolesistitis akut ringan yang berulang.
Dicirikan dengan atrofi mukosal dan fibrosis dinding kandung empedu. Kolesistitis
kronis juga dapat disebabkan iritasi kronis batu empedu yang besar dan seringkali
menginduksi kolesistitis akut, disebut dengan acute on chronic cholecystitis. Secara
histologis, nampak invasi netrofil pada dinding kandung empedu disertai dengan
infiltrasi dan fibrosis sel plasma/limfosit.
2. Power Doppler imaging, dapat berguna untuk menegakkan kolesistitis akut, dengan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 100%.
3. CT scan, dengan temuan dapat berupa distensi kandung empedu, penebalan dinding
kandung empedu, pengumpulan cairan perikolesistik, edema subserosal, atau
pengumpulan gas.
4. Scan Tc-HIDA (hepatobiliary scintigraphy), yaitu dengan meyuntikan zat kontras
melalui pembuluh darah, yang kemudian dieksresikan melalui cairan empedu. Bila
dalam waktu 60 menit setelah pemberian zat kontras tidak tampak pengisian pada
kandung empedu, maka hal tersebut merupakan tanda adanya obstruksi pada duktus
sistikus. Sensitivitas tes ini sebesar 80 – 90% untuk mendeteksi kolesistitis akut.
19
Demam Tidak Ya
Tidak ada Ya
Leukositosis
Spontan, <6 jam Spontan dalam 50% kasus,
Resolusi
10% risiko septik
2. Kolangitis, dengan tiga ciri utama triadCharcot (demam, kuning, dan nyeri perut
kanan atas).
3. Sindroma dispepsia.
4. Ulkus peptikum
7. Bila lebih dipilih terapi konservatif pada pasien derajat I, dan tidak merespons dalam
waktu 24 jam, pertimbangkan kembali kolesistektomi (bila masih dalam 72 jam sejak
onset gejala), atau pertimbangkan drainase traktus biliari.
8. Pada pasien dengan derajat II (sedang), lakukan drainase bilari segera bila tidak
tampak perbaikan segera (atau kolesistektomi bila memungkinkan).
9. Pada pasien dengan derajt II (sedang) dan III (berat) dengan risiko tinggi operasi,
pertimbangkan drainase biliari segera.
10. Sebaiknya dilakukan kultur darah dan/atau kultur empedu pada pasien dengan derajat
II (sedang) dan III (berat).
11. Pada pasien derajat II dengan komplikasi lokal berat seperti peritonitis biliari, abses
perikolesistik, atau abses hepar, lakukan operasi cito segera (open atau per
laparoskopik).
12. Pada pasien derajat III dengan kuncing atau dalam kondisi klinis buruk,
pertimbangkan drainase kandung empedu scito, dengan terapi awal antibitoik dan
terapi umum lainnya. Bila ditemukan batu ketika drainase, dilakukan kolesistektomi
setelah interval 3 bulan setelah kondisi klinis pasien membaik.
Secara skematik, alur manajemen untuk kolesistitis akut terdapat pada diagram di bawah
ini (Gambar 8).
21
superinfeksi oleh bakteri-bakter enterik. Organisme yang timbul adalah E. coli, Klebsiella
spp, dan Streptococcus spp. Antibiotik yang efektif diberikan meliputi ureidopenisilin seperti
piperasilin atau mezlosilin, ampisilin sulbaktam, siprofloksasin, moksifloksasin, atau
sefalosforin generasi ketiga. Antibiotik untuk mikroorganisme anaerob harus ditambahkan
jika diduga terdapat kolesistitis gangrenus atau emfisematus. Pada kasus yang mengancam
jiwa atau gagal terapi dengan antibiotik lain, dapat dipertimbangkan pemberian imipenem
atau meropenem.4
Pilihan antibiotik ditampilkan dalam tabel di bawah ini.8
Tabel 3. Pilihan antibiotik untuk kolesistitis akut8
23
2.11 Komplikasi
Komplikasi pada kolesistitis akut terjadi pada penyakit dengan derajat berat. Indisensi
komplikasi bervariasi antara 7.2–26%. Terdapat empat jenis komplikasi yang dapat terjadi:1
1. Perforasi kandung empedu, terutama sebagai akibat iskemia dan nekrosis dari dinding
kandung empedu.
2. Peritonitis iliari, terjadi akibat cairan empedu yang masuk ke dalam rongga
peritoneum. Bocornya cairan ke dalam rongga peritoneum dapat disebabkan oleh
perforasi kandung empedu, kateter yang lepas saat drainase biliari, atau akibat jahitan
yang tidak sempurna setelah operasi.
3. Abses perikolesistik, yaitu kondisi ketika perforasi dinding kandung empedu dilapisi
oleh jaringan sekelilingnya, dengan pembentukan abses di sekitar kandung empedu.
4. Fistula biliari, yang dapat terjadi di antara kandung empedu dan duodenum setelah
episode kolesistitis akut. Fistula ini biasanya disebabkan oleh batu empedu yang besar
yang menembus dinding kandung empedu ke dalam duodenum. Jika batu berukuran
besar, pasien dapat mengalami ileus akibat batu, karena batu menyebabkan obstruksi
mekanis pada usus kecil pada katup ileosekal.
2.12 Prognosis
Tingkat mortalitas akibat kolesistitis akut semenjak tahun 2000-an dilaporkan telah
menurun menjadi kurang dari satu persen, dibandingkan era sebelum tahun tersebut yang
dapat mencapai 20%. Penurunan tingkat mortalitas ini dihubungkan dengan diagnosis yang
lebih dini dan pengobatan yang telah lebih memadai.2
Secara umum, tingkat mortalitas lebih tinggi pada derajat penyakit berat (derajat III),
yaitu dapat mencapai sebesar 21.4%. Tingkat mortalitas juga lebih tinggi pada pasien dengan
usia tua (di atas 75 tahun) serta pada pasien yang memiliki penyakit komorbid seperti
diabetes.1 Setelah pengobatan dengan terapi konservatif, didapatkan tingkat rekurensi
penyakit yang membutuhkan perawatan kembali di rumah sakit, sebesar 19–36%. Namun,
tidak terdapat rekurensi yang dilaporkan pada kasus pasien yang menjalani kolesistektomi.2
24
25
26
LAMPIRAN
27
Lampiran 2. Daftar hadir peserta
28
29