Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Usaha kecil dan menengah (UKM) di berbagai Negara


termasuk di Indonesia merupakan salah satu penggerak
perekonomian rakyat yang tangguh. Hal ini karena kebanyakan
para pengusaha kecil dan menengah berangkat dari industri
keluarga/ rumahan. Dengan demikian, konsumennya pun
berasal dari kalangan menengah ke bawah. Selain itu, peranan
UKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang
sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi
nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun
penyerapan tenaga kerja.

Peranan UKM dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari


kedudukannya pada saat ini dalam dunia usaha. Wulan dan
Nindita (2009) membagi kedudukan UKM sebagai berikut (1)
Kedudukan UKM sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi
di berbagai sektor, (2) Penyedia Lapangan kerja terbesar, (3)
Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi daerah dan
pemberdayaan masyarakat, (4) Pencipta pasar baru dan inovasi, (5)
Untuk UKM yang sudah go internasional UKM memberikan sumbangan
dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam
menghasilkan ekspor Kinerja UKM dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan peningkatan.

Perkembangan sektor UKM yang demikian pesat


memperlihatkan bahwa terdapat potensi yang besar jika hal ini dapat
dikelola dan dikembangkan dengan baik yang tentunya akan dapat
mewujudkan usaha menengah yang tangguh. Sementara itu, di sisi
yang lain UKM juga masih dihadapkan pada masalah yang
terletak pada proses administrasi. Masalah utama dalam
pengembangan UKM yaitu mengenai pengelolaan keuangan dalam
1
usahanya tersebut,

1
karena pengelolaan yang baik memerlukan keterampilan akuntansi
yang baik pula oleh pelaku bisnis UKM. Pemerintah sudah mencoba
membantu mengatasi kendala yang dihadapi oleh sebagian besar
UKM, seperti melakukan pembinaan dan pemberian kredit lunak.

Keinginan UKM memperoleh tambahan modal juga dituntut


serta menyertakan laporan keuangan sebagai syarat mengajukan
pinjaman kepada pihak bank. Pihak perbankan sendiri tidak ingin
mengambil resiko dalam penyaluran kredit bagi UKM dikarenakan
perbankan tidak mengetahui perkembangan usaha tersebut.
Sementara hampir semua UKM tidak memiliki laporan kinerja usaha
dan keuangan yang baik sebagai syarat untuk memperoleh kredit.
Hal ini terjadi karena UKM tidak dibiasakan untuk melakukan
pencatatan dan penyusunan laporan keuangan sebagai
gambaran kegiatan usaha dan posisi keuangan perusahaan. Padahal
dengan adanya laporan keuangan akan memungkinkan pemilik
memperoleh data dan informasi yang tersusun secara sistematis.

Laporan keuangan berguna bagi pemilik untuk dapat


memperhitungkan keuntungan yang diperoleh, mengetahui berapa
tambahan modal yang dicapai dan juga dapat mengetahui bagaimana
keseimbangan hak dan kewajiban yang dimiliki sehingga setiap
keputusan yang diambil oleh pemilik dalam mengembangkan
usahanya akan didasarkan pada kondisi konkret keuangan yang
dilaporkan secara lengkap bukan hanya didasarkan pada asumsi
semata. Kebanyakan dari UKM hanya mencatat jumlah uang yang
diterima dan dikeluarkan, jumlah barang yang dibeli dan dijual, dan
jumlah piutang utang.

Pencatatan itu hanya sebatas pengingat saja dan tidak dengan


format yang diinginkan oleh pihak perbankan. Meskipun tidak
dapat dipungkiri mereka dapat mengetahui jumlah modal akhir mereka
setiap tahun yang hampir sama jumlahnya jika kita mencatat dengan
sistem akuntansi (H. Jati, Beatus B., Otniel N., 2004). Akuntansi
2
merupakan

2
indikator kunci kinerja usaha, informasi akuntansi berguna bagi
pengambilan keputusan sehingga dapat meningkatkan pengelolaan
perusahaan. Hal ini memungkinkan para pelaku UKM dapat
mengidentifikasi dan memprediksi area-area permasalahan yang
mungkin timbul, kemudian mengambil tindakan koreksi tepat waktu.
Para pelaku UKM tidak hanya dapat menghitung untung atau rugi,
tetapi yang terpenting untuk dapat memahami makna untung atau
rugi bagi usahanya (Wulan dan Nindita, 2009).

Praktek akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pada


UKM di Indonesia masih rendah dan memiliki banyak
kelemahan (Wahdini & Suhairi, 2006). Kelemahan itu, antara lain
disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya pemahaman
terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dari manajer pemilik
dan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan
penyusunan laporan keuangan bagi UKM. Sudarini (1992)
dalam Wahdini & Suhairi (2006) juga membuktikan bahwa
perusahaan kecil di Indonesia cenderung untuk memilih normal
perhitungan (tanpa menyusun laporan keuangan) sebagai dasar
perhitungan pajak. Karena, biaya yang dikeluarkan untuk
menyusun laporan keuangan jauh lebih besar daripada kelebihan
pajak yang harus dibayar.

Standar akuntansi keuangan yang dijadikan pedoman dalam


penyusunan laporan keuangan harus diterapkan secara konsisten.
Namun, karena UKM memiliki berbagai keterbatasan, kewajiban
seperti itu diduga dapat menimbulkan biaya yang lebih besar bagi
UKM dibandingkan dengan manfaat yang dapat dihasilkan dari
adanya informasi akuntansi tersebut (cost-effectiveness). Di
samping itu, tersedianya informasi yang lebih akurat melalui informasi
akuntansi yang dihasilkan diduga tidak mempengaruhi keputusan
atas masalah yang dihadapi manajemen (relevance).

Studi terhadap penerapan SAK memberikan bukti bahwa

3
Standar Akuntansi yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan

4
laporan keuangan overload (memberatkan) bagi UKM (Wahdini &
Suhairi, 2006). Dalam penelitian Wahdini dan Suhairi (2006:3) studi
yang sama juga pernah dilakukan di beberapa negara, dan
menyimpulkan bahwa Standar Akuntansi yang dijadikan
pedoman dalam penyusunan laporan keuangan overload
(memberatkan) bagi UKM (Williams, Chen, & Tearney, 1989;
Knutson & Hendry, 1985; Nair & Rittenberg 1983; Wishon 1985).
Hal ini telah mendorong komite Standar Akuntansi Internasional
(The International Accounting Standards Board) untuk menyusun
Standar Akuntansi Keuangan yang khusus bagi UKM.

Saat ini telah diterbitkan SAK baru khusus untuk ETAP (Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik) dalam rangka pengembangan standar
akuntansi bagi UKM. Sekalipun memberatkan, penelitian tentang jenis
informasi akuntansi yang disajikan dan digunakan oleh perusahaan
kecil di Australia mengungkapkan bahwa informasi akuntansi utama
yang banyak disiapkan dan digunakan perusahaan kecil
adalah informasi yang diharuskan menurut undang-undang
(statutory), yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas (Homes & Nicholls,
1989).

Dari hal-hal yang telah dijelaskan tersebut juga riset-riset


yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih
lanjut mengenai penerapan akuntansi pada usaha kecil dan
menengah. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji
hipotesis mengenai persepsi para pelaku UKM terhadap penerapan
akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan
mengambil topik : “PERSEPSI PARA PELAKU UKM (USAHA
KECIL DAN MENENGAH) TERHADAP PENERAPAN AKUNTANSI”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,


permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
4
1. Apakah ada perbedaan penerapan akuntansi dilihat dari
kategori

5
jenis kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM,
pengalaman usaha pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis
usaha, jumlah karyawan, dan omzet perusahaan ?
2. Apakah penerapan akuntansi berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan penerapan
akuntansi dilihat dari kategori jenis kelamin, tingkat
pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, jumlah
karyawan, dan omzet perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan akuntansi
terhadap kinerja perusahaan.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan
bagi upaya memperluas kesempatan kerja melalui usaha kecil
menengah di Desa Porame.
2. Penelitian ini dapat memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor
penunjang dan penghambat dalam membangun sistem Akuntansi
dalam usaha kecil menengah.

6
BAB II TINJAUAN
TEORITIS

2.1 Pengertian Usaha Kecil Menengah

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah


istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut
Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang
usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak
sehat.”

Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah


sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua


Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi.

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas


tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki
7
jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah
merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.

2.2 Pengertian UKM Menurut UU No 20 Tahun 2008

Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang undang tersebut


membagi kedalam dua pengertian yakni:
Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah
entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.3 Jenis-Jenis Atau Klasifikasi UKM (Usaha Kecil dan Menengah)

Perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan


menjadi 4 (empat) kelompok:
1. Livelihood Activities
Merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk
mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal.
Contoh: pedagang kaki lima.
2. Micro Enterprise

8
Merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki
sifat kewirausahaan.
3. Small Dynamic Enterprise
Merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu
menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
4. Fast Moving Enterprise
Merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan
melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
Namun demikian usaha pengembangan yang dilaksanakan
belum, terlihat hasil yang memuaskan, kenyataanya kemajuan UKM
masih sangat kecil dibandingkan dengan usaha besar. Kegiatan UKM
meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar
berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. UKM juga
mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional, oleh karena itu selain berperan dalam pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga juga berperan dalam
pendistribusian hasil hasil pembangunan. Kebijakan yang tepat untuk
mendukung UKM seperti:
1. Perizinan
2. Tekhnologi
3. Struktur
4. Manajeman
5. Pelatihan
6. Pembiayaan

2.4 Ciri-Ciri dan contoh Usaha Kecil Menengah

Ciri-ciri usaha kecil menengah:

1. Berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan


potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian.
2. Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu
mengembangkan sumber daya manusia.

9
3. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap
tidak gampang berubah;
4. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-
pindah.
5. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau
masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan
dengan keuangan keluarga
6. Sumberdaya manusia memiliki pengalaman dalam berwirausaha.
7. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.
8. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan
baik seperti business planning.

Contoh usaha kecil menengah:

1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga


kerja.
2. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel air, kayu
dan rotan,
4. Industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri
kerajinan tangan.
5. Peternakan ayam, itik dan perikanan.
6. Koperasi berskala kecil.

2.5 Kekuatan Usaha Kecil Menengah


1. Penyediaan lapangan kerja, peran usaha kecil menengah dalam
penyerapan tenaga kerja.
2. Mendukung tumbuh kembangnya wirausaha baru, dan
memanfaatkan sumber daya alam sekitar.
3. Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk.
4. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil

10
5. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi
pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan
perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis

2.6 Kelemahan Usaha Kecil Menengah

1. Kesulitan pemasaran
Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran
yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM di Desa Porame adalah
tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-
produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan
impor, maupun dipasar ekspor.
2. Keterbatasan finansial
UKM di Desa Porame menghadapi dua masalah utama dalam
aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal
kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah
satu kendala serius bagi UKM di Desa Porame, terutama dalam
aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi,
pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin,
organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian
pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan
efisiensi dan produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa
pasar dan menembus pasar baru.
4. Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering
menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau
kelangsungan produksi bagi UKM di Desa Porame.
5. Keterbatasan teknologi

11
Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM umumnya masih
menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua
atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan
teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan
efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas
produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Desa Porame
untuk dapat bersaing di pasar global.

2.7 Definisi & Fungsi Akuntansi

Definisi Akuntansi

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian


kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor,
otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi
sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga
pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi
dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi
juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.

Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan


yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil
kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham,
kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini
dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu
cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis
dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan.
Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari
akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen
memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan
suatu pendapat atau opini – yang masuk akal tapi tak dijamin
sepenuhnya – mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip
akuntansi yang diterima umum.

12
Fungsi Akuntansi

Setiap sistem utama akuntansi akan melaksanakan lima fungsi


utamanya yaitu
a. Mengumpulkan dan menyimpan data dari semua aktivitas dan
transaksi perusahaan
b. Memproses data menjadi informasi yang berguna pihak
manajemen.
c. Memanajemen data-data yang ada kedalam kelompok-kelompok
yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.
d. Mengendalikan kontrol data yang cukup sehingga aset dari suatu
organisasi atau perusahaan terjaga.

2.8 Laporan Keuangan UMKM sesuai Standar Akuntansi Keuangan


Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

Sejalan dengan keinginan untuk mencapai adanya suatu


bentuk yang sama dalam hal akuntansi pencatatan dan pelaporan,
International Accounting Standard Board (IASB) menyusun suatu acuan
standar akuntansi keuangan internasional yang disebut sebagai
International Financial Reporting Standard (IFRS). Dengan demikian,
diharapkan standar akuntansi pencatatan dan pelaporan perusahaan-
perusahaan di seluruh dunia akan disesuaikan dengan standar tersebut
sehingga kinerja perusahaan antar negara dapat diperbandingkan
dalam kerangka standar yang sama.

Memperhatikan banyaknya entitas usaha dengan skala kecil


dan menengah, maka IASB menerbitkan acuan standar akuntansi
pencatatan dan pelaporan bagi entitas skala tersebut, yang disebut
dengan IFRS for Small and Medium-Sized Entities (IFRS for SMEs).
IFRS for SMEs merupakan modifikasi dan simplifikasi dari IFRS pokok
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan adanya standar pencatatan
transaksi dan pelaporan keuangan sederhana dan tidak banyak
membebani pengguna.

13
Terminologi SME yang dipergunakan oleh IASB diartikan
sebagai ”Entitas yang menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan
umum dan ditujukan bagi pengguna eksternal serta tidak memiliki
akuntabilitas publik”. Di berbagai negara, seperti Amerika Serikat,
definisi ini mengacu pada entitas usaha privat (private entities). Atas
dasar definisi tersebut dan praktek di lapangan, maka penyebutan
IFRS for SMEs diubah menjadi IFRS for Private Entities.

Sejalan dengan tujuan IAI untuk melakukan konvergensi


standar akuntansi pencatatan dan pelaporan Indonesia dengan standar
internasional, pada tanggal 16 Desember 2008 telah dilansir Exposure
Draft Standar Akuntansi Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah
(ED SAK UKM) yang merupakan adopsi dari IFRS for SMEs dengan
beberapa modifikasi yang diperlukan.

Definisi yang dipergunakan oleh IASB mengenai UKM,


praktek/definisi yang dipergunakan di negara lain, perubahan
terminologi yang dilakukan oleh IASB, serta kondisi nyata entitas
UMKM di Indonesia, ED SAK UKM diubah dan diformalkan menjadi
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK ETAP) pada tanggal 19 Mei 2009. Dalam SAK ETAP telah
dilakukan modifikasi dan simplifikasi atas ED SAK UKM sehingga
diharapkan akan lebih mudah dilaksanakan oleh entitas UMKM di
Indonesia.

Definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) adalah


entitas yang:
1) Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
2) Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum
(general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.
Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat
langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga
pemeringkat kredit.

14
Suatu entitas dianggap memiliki akuntabilitas publik signifikan
jika :
1) Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam
proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar
modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal; atau
2) Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk
sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi,
pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan
bank investasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa SAK ini dapat


pergunakan untuk seluruh entitas usaha yang tidak go public, tidak
mengerahkan dana dari masyarakat serta laporan keuangan yang
dihasilkan ditujukan untuk pengguna eksternal.
Sesuai SAK ETAP, laporan keuangan entitas lengkap meliputi :
1) Neraca
2) Laporan Laba Rugi
3) Laporan Perubahan Ekuitas (Laporan Perubahan Modal)
4) Laporan Arus Kas
5) Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan
akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.

Sebagai acuan praktek, dalam menyusun laporan keuangan


UMKM, langkah-langkah praktis yang sebaiknya dilakukan adalah:
1) Prinsip yang harus dipegang oleh UMKM adalah: mencatat seluruh
transaksi baik transaksi tunai maupun kredit. Yang dimaksud dengan
transaksi tunai adalah proses transaksi baik pembelian maupun
penjualan yang langsung diselesaikan pembayarannya saat itu juga.
Yang dimaksud dengan transaksi kredit adalah seluruh transaksi baik
pembelian maupun penjualan dimana pembayarannya diselesaikan di
waktu mendatang sesuai kesepakatan.

15
2) Setiap transaksi sebaiknya memiliki bukti transaksi, misalnya kuitansi
pembelian, bon penjualan dll.
3) UMKM sebaiknya memiliki catatan tersendiri untuk aspek-aspek
utama laporan keuangan, yaitu :
i. Catatan masuk/keluarnya kas
ii. Catatan/rincian piutang (tagihan UMKM pada pihak lain).
Diantaranya adalah bilamana UMKM melakukan penjualan secara
kredit.
iii. Catatan/rincian persediaan, baik barang dagang maupun bahan
baku.
iv. Catatan/rincian harta yang dimiliki, seperti kendaraan, mesin dll.
v. Catatan/rincian hutang (kewajiban UMKM kepada pihak lain).
Diantaranya adalah bilamana UMKM melakukan pembelian barang
secara kredit.
vi. Catatan/rincian mengenai modal (Dana yang dialokasikan untuk
pendirian/kelangsungan Perusahaan).
vii. Catatan/rincian penjualan
viii. Catatan/rincian biaya-biaya yang dikeluarkan.
4) Bilamana diperlukan, UMKM dapat membuat daftar rincian yang lebih
detil, seperti catatan persediaan bahan baku menurut jenis,
pencatatan Harta Tetap (Aset) per satuan barang (misalnya
kendaraan menurut merek dan nomor kendaraannya).
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Singkat Desa Porame


Asal-usul Desa Porame berdiri pada tahun 1902 yang saat itu
masa penjajahan Belanda, masyarakat Masih hidup berpindah-pindah
dan berjuang untuk mengusir penjajah dari tanah air kita ini, dengan
perlengkapan senjata bambu runcing, tombak dan sumpit. Kehidupan
masyarakat pada saat itu masih bertani, berkebun, dan berburu.
Sebuah keberhasilan pertempuran pada saat itu, mereka kembali ke
tempat semula untuk merayakan sebuah kemenangan yang disebut
PORAME dalam acara tersebut para tadulako melakukan ritual
mengucapkan rasa syukur. Kata Po artinya persatuan orang-orang
atau para tadulako dalam melakukan musyawarah mencapai mufakat
dan RAME artinya pesta atau kegiatan ritual adat yang dipusatkan
disebuah tempat pemukiman.

A. Kondisi Penduduk

Di Desa Porame terdapat 1.498 jumlah penduduk yang terbagi atas


770 orang laki-laki dan 728 orang perempuan. Penduduk Desa Porame
hidup rukun dan memiliki rasa gotong royong yang besar, hal ini terlihat
pada setiap kegiatan baik yang bersifat sosial, keagamaan, adat, dan
kegiatan lainnya yang mereka lakukan bersama-sama tanpa
mengharapkan imbalan.

3.2 Kondisi Geografis

1. Letak Dan Batas Desa Porame

Secara umum luas desa Porame ini adalah 800 Ha dengan


jumlah penduduk sebesar 1498 jiwa yang berada di ketiggian 201 M
dari permukaan laut. Seiring perkembangan pemekaran wilayah
Kabupaten Sigi, desa Porame mengalami perkembangan yang cukup
cepat dan dijadikan sebagai pusat kecamatan dari 9 desa di Kinovaro.

 Adapun batas – batas wilayah Desa Porame yaitu :


a) Sebelah Utara : Desa Boya Baliase
b) Sebelah Selatan : Desa Uwemanje
c) Sebelah Barat : Desa Balane
d) Sebelah Timur : Desa padende
 Orbitasi Desa Porame sendiri adalah sebagai berikut :
a) Jarak dari Ibu Kota Kecamatan : 0,5 Km
b) Jarak dari Ibu Kota Kabupaten : 15 Km
c) Jarak dari Ibu Kota Propinsi : 10 Km

2. Topografi Tanah Dan Iklim

Dilihat dari segi Geografi, Desa Porame merupakan suatu


0 0
wilayah yang memiliki kemiringan antara 5 s/d 45 dan mempunyai
tata guna lahan yang bervariasi, dimana yang lebih dominan
penggunaan lahan diperuntukan untuk pertanian, perkantoran,
persawahan, peternakan, Permandian dan perkebunan.

3.3 Kondisi Demografis

Di samping faktor lainnya aspek demografi termasuk salah satu


aspek yang sangat penting dalam suatu wilayah Desa. Penduduk
baik statusnya sebagai subyek dan terlebih lagi sebagai subyek
pembangunan merupakan salah satu sumber daya terpenting yang
kemampuannya harus ditumbuh kembangkan sehingga mampu
menjawab berbagai perkembangan yang terjadi sebagai dampak dari
pembangunan itu sendiri. Penduduk atau masyarakat yang cukup
merupakan potensi sumber daya yang harus dimiliki oleh suatu
wilayah, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini karena
dalam setiap proses pembangunan, penduduk ataupun masyarakat
merupakan objek sekaligus subyek dalam setiap kegiatan.

Berdasarkan data tahun 2013 Desa Porame memiliki penduduk


sejumlah 1.498 jiwa dengan rincian berdasarkan jenis kelamin
sebagai berikut :

Tabel 1 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah


(jiwa)

Laki-laki 770

Perempuan 728

Jumlah 1.498

Sumber : Data Monografi Desa porame , Tahun 2013

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk


yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan.

Sementara itu jika dilihat dari struktur umur maka penduduk


Desa Porame akan tergambar sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut berdasarkan data tahun 2013 yaitu

Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur Tahun 2013

Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)

0–5 118

6 –15 330

15 – 16 23

17 – 60 348
Sumber : Data Monografi Desa Porame, Tahun 2013

3.4 Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi

Kehidupan sosial di Desa Porame masih terasa kental rasa


kekeluargaan dan gotong royongannya hal ini dapat dilihat pada
pelaksanaan perayaan – perayaan yang ada dalam masyarakat baik itu
perayaan keagamaan maupun perayaan – perayaan adat. Dimana semua
orang saling membantu baik tenaga maupun pengadaan konsumsi untuk
warga, semuanya dilakukan secara keswadayaan masyarakat.

A. Agama/kepercayaan

Keharmonisan hubungan antara penduduk di kelurahan/desa


Porame salah satu faktor pendukungnya adalah karena mereka
tidak melihat perbedaan agama sebagai penghambat dalam
upaya integrasi dan asimilasi sehingga menciptakan suasana
aman, damai dan tenteram diantara seluruh penduduk walau
apapun agama yang dipeluknya.

B. Mata Pencaharian

Berikut ini kami tampilkan tabel dimana dari tabel dibawah ini
kita dapat melihat dari segi ekonomi bahwa Penduduk di
kelurahan/desa Makmur memiliki berbagai macam mata
pencaharian yang terbagi dalam beberapa kelompok.

Tabel 3 : Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah

Buruh Tani 298

ABRI 2

Wiraswasta/Pedagang 103
Pegawai Negeri 30

Sumber: Data Monografi Desa Porame, Tahun 2013

Adapun jenis populasi ternak yang ada di Desa Porame


menurut data monografi Desa Porame yaitu :

a) Sapi : 327 ekor


b) Ayam : 1332 ekor
c) Itik : 205 ekor
d) Domba : 24 ekor
e) Kambing : 451 ekor

Adapun jenis populasi ternak yang ada di Desa Porame


menurut data monografi yaitu ayam kampung berjumlah 1332
Ekor yang merupakan hewan ternak yang paling dominan dan
dikembangbiakkan di desa Porame.

Kegiatan perekonomian di wilayah Desa Porame terdiri dari


sektor-sektor kegiatan yang merupakan sumber mata
pencaharian penduduk, yaitu sebagai pegawai negeri, pedagang
dan pegawai swasta, namun sebagian masyarakat masih
mengandalkan mata pencaharian bertani, hal ini disebabkan
masih tersedianya lahan pertanian di desa ini, meliputi sektor
pertanian yang terdiri atas sub sektor perkebunan dan
peternakan.

A. Sarana dan Prasarana Umum Desa Porame

Dari segi Sarana dan Prasarana umum yang ada di Desa


Porame sudah dapat dikatakan cukup memadai hal ini dapat dilihat
dari tersedianya beberapa sarana dan prasarana yang ada seperti
terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4 : Jumlah Sarana dan Prasarana
No Prasarana Sarana Jumlah

TK 1 unit
1. Sekolah SD 2 unit
Pendidikan
SMP 1 unit
SMA 1 unit

2. Kesehatan Poskesdes 1 unit

Mesjid 2 unit
3. Peribadatan
Gereja 1 unit

4. Olah Raga Lapangan sepak bola 1 buah

Sumber : Data Monografi Desa Porame, Tahun 2013


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Usaha Kecil Menengah (UKM)


yang berada dalam daerah Desa Porame Kecamatan Kinovaro
Kabupaten Sigi dengan jangka waktu dua bulan mulai dari tanggal 5
Maret 2013 s/d 11 Mei 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam menyusun


karya tulis ilmiah ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Adapun
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Data Primer
Data primer merupakan data lapangan yang diperoleh
langsung dari orang-orang atau pelaku yang menjadi subjek dalam
penelitian ini seperti melalui hasil observasi dan hasil wawancara.
2) Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih
lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain
misalnya dalam bentuk catatan maupun dokumen-dokumen.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam hal ini berkaitan dengan penelitian yaitu UKM di


Desa Porame sebanyak 10 Usaha. Pengambilan sebagian subjek dari
populasi dinamakan sampel. Dengan kata lain, tidak semua elemen
dari populasi dapat dijadikan sampel. Cara pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah melalui beberapa tahapan. Pada tahapan pertama,
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling
yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu
berdasarkan tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk menentukan
sasaran sampel yang akan digunakan oleh peneliti. Selanjutnya, pada
tahapan kedua peneliti menggunakan teknik Simple Random
Sampling.
Menurut Singarimbun (1989: 155) simple random sampling (sampel
acak sederhana) ialah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa
sehingga tiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Mengumpulkan data primer dan data sekunder peneliti


menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni observasi
(pengamatan), wawancara mendalam, dan studi pustaka. Sedangkan
sebagai teknik tambahan yakni pembicaraan informal. Selanjutnya
masing-masing teknik pengumpulan data diuraikan sebagai berikut:
1) Observasi (Pengamatan)
Observasi/Pengamatan yang dimaksud adalah pengamatan
yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial
yang dipilih untuk diteliti.
2) Wawancara Mendalam
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) wawancara
merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian”.
Atau disebut juga wawancara secara personal. Wawancara personal
didefinisikan Dermawan Wibisono (2008: 78) sebagai komunikasi
langsung di mana pewawancara ada dalam situasi tatap muka dan
melakukan proses tanya jawab secara langsung dengan responden.
3) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data dari
berbagai sumber informasi dan mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Studi
pustaka dilakukan guna melengkapi data dan informasi yang telah
diperoleh melalui penelitian lapangan.
4) Wawancara Informal
Teknik wawancara informal digunakan sebagai teknik
tambahan dalam pengambilan data untuk memperoleh data

23
tambahan. Teknik ini akan dilakukan peneliti diluar dari penelitiannya
namun terstruktur. Penggunaan teknik ini dilakukan secara situsional
sesuai dengan kebutuhan peneliti.

24
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Penerapan akuntansi dilihat dari kategori jenis kelamin, tingkat


pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, jumlah
karyawan, dan omzet perusahaan

Penelitian ini menguji tiga Aspek yaitu perbedaan penerapan


akuntansi dilihat dari kategori kelompok responden, pengaruh masing-
masing kelompok responden terhadap penerapan akuntansi, dan
pengaruh penerapan akuntansi terhadap kinerja perusahaan.

Pengujian ini bertujuan untuk menguji lebih dalam tentang


perbedaan penerapan akuntansi dengan cara menguji per kelompok
responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan
pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha pemilik/manajer
UKM, umur perusahaan, jenis usaha, jumlah karyawan, dan
omzet perusahaan.

Hasil pengujian pertama pada sampel yang diteliti


ditemukan bukti bahwa jenis kelamin, tingkat
pendidikan manajer/pemilik UKM, pengalaman usaha
manajer/pemilik UKM, umur perusahaan, jenis usaha, dan
jumlah karyawan memiliki nilai yang tidak signifikan. Itu berarti bahwa
tidak ada pengaruh jenis kelamin, tingkat pendidikan
manajer/pemilik UKM, pengalaman usaha manajer/pemilik UKM,
umur perusahaan, jenis usaha, dan jumlah karyawan terhadap
penerapan akuntansi sehingga tidak ada perbedaan penerapan
akuntansi dilihat dari kategori jenis kelamin, tingkat pendidikan
manajer/pemilik UKM, pengalaman usaha manajer/pemilik UKM,
umur perusahaan, jenis usaha, dan jumlah karyawan.

Variabel omzet perusahaan ditemukan bukti bahwa omzet


perusahaan memiliki nilai yang signifikan. Itu berarti bahwa ada
pengaruh omzet perusahaan dengan penerapan akuntansi
25
sehingga

26
ada perbedaan penerapan akuntansi dilihat dari kategori
omzet perusahaan.

Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian terdahulu


Wahyudi (2009) bahwa omzet perusahaan berpengaruh terhadap
penerapan akuntansi. Begitu juga dengan pengalaman usaha
manajer/pemilik UKM dan umur perusahaan sesuai bahwa omzet
perusahaan berpengaruh terhadap penerapan akuntansi. Begitu
juga dengan pengalaman usaha manajer/pemilik UKM dan umur
perusahaan sesuai dengan penelitian Wahyudi (2009) bahwa
pengalaman usaha manajer/pemilik UKM dan umur perusahaan tidak
berpengaruh terhadap penerapan akuntansi.

Penerapan akuntansi pada UKM dipengaruhi oleh omzet


perusahaan karena semakin tinggi omzet perusahaan berarti
semakin kompleks pengelolaan keuangan yang harus
dilakukan oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan
membutuhkan bantuan suatu sistem yang dapat memudahkan
pengelolaan keuangan perusahaan, maka dari itu perusahaan
menerapkan akuntansi. Adapun, perusahaan yang omzetnya masih
kecil banyak yang belum menerapkan akuntansi karena dirasa
masih belum perlu melakukan pengelolaan keuangan dengan rinci,
cukup perhitungan manual saja. Selain itu, dengan omzet
perusahaan yang masih kecil perusahaan merasa harus
menanggung beban yang lebih besar daripada pendapatannya
apabila menerapkan akuntansi. Karena UKM dengan omzet kecil
menganggap akuntansi terlalu rumit dan membutuhkan banyak
waktu.

Berdasarkan hasil pengujian yang terkait dengan perbedaan


penerapan akuntansi, ditemukan bukti bahwa ternyata memang ada
perbedaan penerapan akuntansi pada tiap responden, namun
perbedaan yang ada hanya disebabkan oleh salah satu karakteristik
responden, yaitu adanya perbedaan penerapan akuntansi
26
antar kategori omzet perusahaan.

27
Perbedaan penerapan akuntansi antar kategori
omzet perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut. Penerapan
akuntansi pada UKM dengan omzet kurang dari Rp
25.000.000,- dan penerapan akuntansi pada UKM dengan
omzet Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp 75.000.000,- tidak jauh
berbeda karena secara statistik tidak berbeda signifikan. Begitu
pula antara penerapan akuntansi pada UKM dengan omzet
Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp 75.000.000,- dan
penerapan akuntansi dengan omzet lebih dari Rp 75.000.000,- tidak
jauh berbeda karena secara statistik tidak berbeda signifikan.
Namun, antara penerapan akuntansi pada UKM dengan omzet
kurang dari Rp 25.000.000,- dan penerapan akuntansi pada UKM
dengan omzet lebih dari Rp 75.000.000,- sangat berbeda karena
secara statistik berbeda signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi omzet perusahaan, maka perusahaan akan
cenderung menerapkan akuntansi.

UKM yang memiliki omzet lebih dari Rp 75.000.000,- dalam


sebulan cenderung memiliki aktivitas operasional yang padat, jenis
transaksi yang bervariasi, dan frekuensi yang sering. Oleh karena itu,
UKM yang memiliki omzet lebih dari Rp 75.000.000,- tidak hanya
membutuhkan catatan ringan seperti UKM pada umumnya, melainkan
memerlukan pencatatan akuntansi yang lengkap. Pencatatan akuntansi
yang lengkap dilakukan tidak hanya untuk mengetahui laba atau
rugi selama satu periode, tetapi juga untuk mengetahui
informasi-informasi penting yang mungkin diperlukan untuk tujuan lain.
Seperti misalnya, pemilik/manajer UKM ingin memperluas area
pemasaran atau mengajukan tambahan modal ke pihak bank, maka
pemilik/manajer UKM membutuhkan lebih dari sekedar catatan
akuntansi harian yang biasa dibuat UKM melainkan catatan akuntansi
rinci seperti yang disyaratkan oleh ETAP, yaitu laporan keuangan.

UKM yang memiliki omzet Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp


75.000.000 cenderung membuat pencatatan akuntansi sederhana,
27
biasanya hanya untuk mencatat pendapatan dan utang –
piutang. Hal tersebut dikarenakan aktivitas operasionalnya belum
banyak, jenis transaksinya pun belum terlalu beragam, dan
frekuensinya masih jarang. Selain itu, cenderung tidak
membutuhkan informasi khusus mengenai keuangan sehingga
dirasa cukup membuat pencatatan akuntansi sederhana, yang
penting bisa mengetahui laba atau rugi setiap periode. Untuk
tambahan modal biasanya pemilik/manajer UKM cenderung
mengandalkan modal keluarga atau memimjam pada sanak saudara.

UKM yang memiliki omzet kurang dari Rp 25.000.000,-


yang aktivitas operasionalnya masih jarang, jenis transaksinya
tidak bervariasi, dan frekuensinya yang sangat jarang cenderung
tidak melakukan pencatatan akuntansi, termasuk pencatatan
akuntansi yang sederhana. Karena UKM yang omzetnya masih kecil
cenderung tidak membutuhkan informasi yang detil mengenai
kondisi keuangannya, sehingga cukup menggunakan sistem
mengingat untuk mengetahui jumlah utang – piutangnya, jumlah
pendapatannya, dan laba atau ruginya. Yang paling penting bagi
pemilik/manajer UKM dengan omzet kecil adalah bukan
bagaimana kinerja perusahaan mereka, melainkan bagaimana usaha
mereka tetap bisa berjalan.

5.2 Penerapan akuntansi berpengaruh terhadap kinerja UKM di Desa


Porame

Hasil pengujian kedua pada sampel yang diteliti ditemukan bukti


bahwa penerapan akuntansi memiliki nilai yang signifikan, bahwa ada
pengaruh penerapan akuntansi terhadap kinerja perusahaan.
Penerapan akuntansi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
karena dengan akuntansi kita dapat melihat secara nyata kinerja
perusahaan, yaitu melalui laporan keuangan.

Penerapan akuntansi, UKM dapat mengukur kinerja perusahaannya,


sehingga pemilik/manajer dapat mengambil keputusan dengan
28
tepat terkait dengan pengembangan usahanya. Penerapan akuntansi

29
tidak hanya perlu dilakukan di perusahaan besar, usaha kecil
dan menengah juga perlu menerapkan akuntansi agar dapat
berkembang dan mampu bersaing dengan perusahaan besar.

Di Indonesia juga telah ditetapkan suatu standar khusus


untuk akuntansi pada UKM, yaitu ETAP. Standar tersebut
sengaja dibuat agar usaha kecil dan menengah tidak merasa
diberatkan dengan beban penerapan akuntansi. Berdasarkan hasil
pengujian yang dilakukan, mengidentifikasikan bahwa akuntansi
sangat penting dan perlu diterapkan di semua perusahaan
termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan
kinerja perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahan –
perusahaan asing. Hal ini terbukti dengan berbagai hasil yang
diperoleh pada pengujian yang dilakukan, ketika akuntansi
diterapkan, perusahaan menghasilkan kinerja yang lebih baik
daripada sebelum menerapkan akuntansi.

Di Porame sendiri penerapan SAK ETAP 99% belum digunakan olek


pengelola UKM, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
menjadi faktor utama belum digunakannya. Keadaan ini membuat pihak
UKM menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya. Pihak kreditur
juga mewajibkan UKM untuk membuat laporan keuangannya sebagai
syarat memberi pinjaman.

30
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Dari hasil analisis yang telah dikemukakan, ternyata tingkat


penerapan akuntansi pada UKM di wilayah Porame belum cukup
baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat rata-rata dari
jawaban responden yang sebagian besar belum menerapkan sistem
akuntansi dengan baik.
2. Berdasarkan hasil analisis terhadap hipotesis pertama dapat
disimpulkan bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer
UKM, pengalaman usaha pemilik/manajer UKM, umur perusahaan,
jenis usaha, dan jumlah karyawan tidak memiliki
pengaruh terhadap penerapan akuntansi sehingga tidak ada
perbedaan penerapan akuntansi dilihat dari kategori jenis kelamin,
tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, dan jumlah
karyawan. Namun, omzet perusahaan memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap penerapan akuntansi. Hasil tersebut
membuktikan bahwa hanya omzet secara signifikan dilihat dari
kategori omzet perusahaan. Semakin tinggi omzet
perusahaan, maka perusahaan akan cenderung menerapkan
akuntansi.
3. Hasil pengujian terhadap kinerja perusahaan pada hipotesis
kedua ditemukan bukti bahwa penerapan akuntansi memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hasil
tersebut dapat membuktikan hipotesis kedua yang menyatakan,
“Ada pengaruh penerapan akuntansi terhadap kinerja
perusahaan”. Penelitian ini diharapkan dapat perusahaan
yang memiliki pengaruh terhadap penerapan akuntansi. Terbukti
hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Muhamad Wahyudi bahwa omzet perusahaan mempengaruhi
persepsi pelaku UKM mengenai penerapan akuntansi.
31
6.2 Saran Tindak

1. Pemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan tingkat


pendidikan Akuntansi yang masih rendah di Wilayah, sehingga bisa
mempraktekannya dalam membuka usaha.
2. Pemerintah daerah perlu memberikan pelatihan dan pembinaan
khususnya kepada masyarakat Desa Porame tentang pembuatan
laporan keuangan UKM sehingga bisa berkembang dengan cepat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Adi, M. Kwartono, Kiat Sukses Berburu Modal UMKM, Raih Asa Sukses,
Jakarta,
2009 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik, Jakarta, Mei 2009

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia,


Pedoman Akuntansi Bagi Usaha Kecil, Jakarta, 2003

Penelusuran Website: http://id.wikipedia.org/wiki/UKM

http://www.dutamasyarakat.com/artikel-32699-keunggulan-dan

kelemahan-ukm.html

http://www.usaha-kecil.com/usaha_kecil_menengah.html

http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah

umkm

http://infoukm.wordpress.com/

http://galeriukm.web.id/news/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah

umkm

pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/…/31013-3-478126269633.do

33
Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

1. Nama Lengkap : MOHAMAD KHAIDIR


2. Tempat Tanggal Lahir : AMPANA, 26 MEI 1991
3. Agama : ISLAM
4. Kewarganegaraan : INDONESIA
5. Status : BELUM KAWIN

B. DATA KELUARGA

1.Nama Ayah : HASRI NASIR ((Alm.)


2.Pekerjaan : PNS
3.Nama Ibu : HADIJA GIASI
4.Pekerjaan : GURU

C. PENDIDIKAN FORMAL

1.SDN : NEGERI BIRO


2.SMP : NEGERI 2 PALU
3.SMA : NEGERI 2 PALU
4.FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS

34
Lampiran 2

PETA DESA PORAME

35
LAMPIRAN DOKUMENTASI

35

Anda mungkin juga menyukai