Anda di halaman 1dari 11

Undang-undang Yang Mengatur Tentang Cybercrime

1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang
telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP
yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber
atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung
hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.

a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP
pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.

b. Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

c. Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi
(Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

d. Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi
unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

e. Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.

f. Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.

g. Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik
(Phising = penipuan situs).

2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.


Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang
dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan
penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.

3) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.


Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah
sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut.

4) Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36
Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.

5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24
Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan
media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat
menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory
(CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut
sebagai alat bukti yang sah.

6) Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang
dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan.

7) Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini
mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini
komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan
memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para
pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas
yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine
serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
Menjawab pertanyaan Rekan di atas, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
(i) ruang lingkup cybercrimes, dan (ii) peraturan perundang-undangan yang menjadi
landasan dalam penanganancybercrimes, baik dari segi materil dan formil.

Ruang Lingkup Tindak Pidana Siber


Ada begitu banyak definisi cybercrimes, baik menurut para ahli maupun berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Definisi-definisi tersebut dapat dijadikan dasar pengaturan
hukum pidana siber materil.
Misalnya,Sussan Brenner (2011) membagi cybercrimes menjadi tiga kategori:

“crimes in which the computer is the target of the criminal activity, crimes in
which the computer is a tool used to commit the crime, and crimes in which the
use of the computer is an incidental aspect of the commission of the crime.”

Sedangkan, Nicholson menggunakan terminology computer crimes dan


mengkategorikan computer crimes (cybercrimes) menjadi objek maupun subjek tindak
pidana serta instrumen tindak pidana.

[f]irst, a computer may be the ‘object’ of a crime: the offender targets the
computer itself. This encompasses theft of computer processor time and
computerized services. Second, a computer may be the ‘subject’ of a crime: a
computer is the physical site of the crime, or the source of, or reason for,
unique forms of asset loss. This includes the use of ‘viruses’, ‘worms’, ‘Trojan
horses’, ‘logic bombs’, and ‘sniffers.’ Third, a computer may be an ‘instrument’
used to commit traditional crimes in a more complex manner. For example, a
computer might be used to collect credit card information to make fraudulent
purchases.

Menurut instrumen PBB dalam Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime
and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000,
kategori cyber crime, Cyber crime dapat dilihat secara sempit maupun secara luas, yaitu:

(a) Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behavior
directed by means of electronic operations that targets the security of
computer systems and the data processed by them;

(b) Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”): any illegal


behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or
network, including such crimes as illegal possession, offering or
distributing information by means of a computer system or network.
Convention on Cybercrime (Budapest, 23.XI.2001) tidak memberikan
definisi cybercrimes, tetapi memberikan ketentuan-ketentuan yang dapat
diklasifikasikan menjadi:
· Title 1 – Offences against the confidentiality, integrity and availability of
computer data and systems
· Title 2 – Computer-related offences
· Title 3 – Content-related offences
· Title 4 – Offences related to infringements of copyright and related rights
· Title 5 – Ancillary liability and sanctions Corporate Liability

Pengaturan Tindak Pidana Siber Materil di Indonesia


Berdasarkan Instrumen PBB di atas, maka pengaturan tindak pidana siber di Indonesia
juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana siber ialah
semua tindak pidana yangmenggunakan sarana atau dengan bantuan Sistem
Elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan bantuan atau
sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk
dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana maupun
tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang.

Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU ITE”). Sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga
tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi
beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on
Cybercrimes (Sitompul, 2012):

1. Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:


a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang
terdiri dari:
· kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE);
· perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE);
· penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE);
· pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE);
· berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat
[1] UU ITE);
· menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU
ITE);
· mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
b. dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
c. intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem
Elektronik (Pasal 31 UU ITE);
2. Tindakpidana yang berhubungandengangangguan (interferensi), yaitu:
a. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference –
Pasal 32 UU ITE);
b. Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
3. Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
4. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
5. Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).

Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia


Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber
formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa
penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam
KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE
dalam penyidikan antara lain:
- Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian
Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
- Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi,
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
- Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait
dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri
setempat;
- Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik,
penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

Ketentuan penyidikan dalam UU ITE berlaku pula terhadap penyidikan tindak pidana
siber dalam arti luas. Sebagai contoh, dalam tindak pidana perpajakan, sebelum
dilakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap server bank, penyidik harus
memperhatikan kelancaran layanan publik, dan menjaga terpeliharanya kepentingan
pelayanan umum sebagaimana diatur dalam UU ITE. Apabila dengan mematikan server
bank akan mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebuttidak boleh dilakukan.
Selain UU ITE, peraturan yang landasan dalam penanganan kasuscyber crime di
Indonesia ialah peraturan pelaksana UU ITE dan juga peraturan teknis dalam
penyidikan di masing-masing instansi penyidik.

Semoga membantu.

Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana

Referensi:
1. Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum
Pidana, PT. Tatanusa.
2. Brenner, Susan W. 2001. Defining Cybercrime: A review of State and Federal Law
di dalam Cybercrime: The Investigation, Prosecution and Defense of A Computer-
Related Crime, edited by Ralph D. Clifford, Carolina Academic Press, Durham, North
Carolina.
3. www.warungcyber.web.id
Definisi cybercrime

Kejahatan dunia maya (Inggris: cybercrime ) adalah istilah yang


m engacu kepada aktivitas kejahatan dengan kom puter atau jaringan
kom puter m enjadi alat, sasaran atau tem pat terjadinya kejahatan. Term asuk
ke dalam kejahatan dunia m aya antara lain adalah penipuan lelang
secara online, pem alsuan cek, penipuan kartu kredit/carding , confidence
fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Percepatan teknologi sem akin lam a sem akin supra yang menjadi sebab
m aterial perubahan yang terus m enerus dalam sem ua interaksi dan aktivitas
m asyarakat inform asi. Internet m erupakan sym bol m aterial em brio
m asyarakat global. Internet m em buat globe dunia, seolah -olah m enjadi
seperti hanya selebar daun kelor. Era inform asi ditandai dengan
aksesibilitas informasi yang am at tinggi. Dalam era ini, inform asi m erupakan
kom oditi utam a yang diperjual belikan sehingga akan m uncul
berbagai network dan inform ation company yang akan m em perjual belikan
berbagai fasilitas berm acam jaringan dan berbagai basis data inform asi
tentang berbagai hal yang d apat diakses oleh pengguna dan pelanggan.
Sebenarnya dalam persoalan cybercrime, tidak ada kekosongan hukum , ini
terjadi j ika digunakan m etode penafsiran yang dikenal dalam ilm u hukum dan
ini yang m estinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam m enghada pi
perbuatan-perbuatan yang berdim ensi baru yang secara khusus belum diatur
dalam undang -undang.
Dalam beberapa literatur, cybercrim e sering diidentikkan sebagai com puter
crim e.

PENGERTIAN CYBERCRIME MENURUT BEBERAPA AHLI :

• Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Kom puter”


(2013) m engartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang kom puter
secara um um dapat diartikan sebagai penggunaan kom puter secara ilegal.
• Forester dan Morrison m endefinisikan kejahatan kom puter sebagai: aksi
krim inal dim ana kom puter digunakan sebagai senjata utam a.
• Girasa (2013) m endefinisikan cybercrim e sebagai : aksi kejahatan yang
m enggunakan teknologi kom puter sebagai kom ponen utam a.
• M.Yoga.P (2013) m em berikan definisi cybercrim e yang lebih m enarik,
yaitu: kejahatan dimana tindakan krim inal hanya bisa dilakukan dengan
m enggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

The U.S. Departm ent of Justice m em berikan pengertian Com puter Crim e
sebagai:“… any illegal act requiring knowledge of Com puter technology fo r
its perpetration, investigation, or prosecution”. Pengertian lainnya diberikan
oleh Organization of European Comm unity Developm ent, yaitu: “any illegal,
unethical or unauthorized behavior relating to the autom atic processing
and/or the transm ission of da ta”. Andi Ham zah dalam bukunya “Aspek-aspek
Pidana di Bidang Kom puter” (1989)m engartikan cybercrim e sebagai
kejahatan di bidang kom puter secara um um dapat diartikan sebagai
penggunaan kom puter secara ilegal. Sedangkan m enurut Eoghan
Casey “Cybercrim e is us ed throughout this text to refer to any crim e that
involves com puter and networks, including crim es that do not rely heavily on
com puter“.
Pengertian Cyber crime = computer crime
Pengertian Cybercrime menurut beberapa pakar :
 The U.S. Department of Justice memberikan pengertianComputer
Crime sebagai: "… any illegal act requiring knowledge of Computer technology
for its perpetration, investigation, or prosecution".
 Organization of European Community Development, yaitu:"any
illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing
and/or the transmission of data".
 Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang
Komputer” (1989) mengartikancybercrime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikansebagai penggunaan komputer secara
ilegal.
 Eoghan Casey “Cybercrime is used throughout this text to refer to any
crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely
heavily on computer“.
Cyber crime istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatandengan komputer ataujaringan komputer menjadi alat,
sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke didalamnya antara
lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuankartu
kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
ü Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai alat
adalah spamming dan kejahatan terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual.
ü Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah
akses ilegal (mengelabui kontrol akses),malware dan serangan DoS.
ü Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah
penipuan identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer
sebagai alatnya adalahpornografi anak dan judi online.

2. Karakteristik Cybercrime

- Ruang lingkup kejahatan


- Sifat kejahatan
- Pelaku kehajatan
- Modus kejahatan
- Jenis kerugian yang ditimbulkan

§ Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif :


a. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni :
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di
sengaja,sebagai contoh pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system
informasi atau system computer.
b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu :
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena
dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan
perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
c. Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng
yang bertujuan untuk merusak nama baik, Contoh : Pornografi, cyberstalking,
dll
d. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif
menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan
pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
e. Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif
melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan .

Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya :


a. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan
(hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian
informasi penting
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya
adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan
martabat atau harga diri pihak lain,
c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
d. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan
kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan
komputer (computer network system) pihak sasaran.
e. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet.
f. Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki
pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web
page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di
internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
g. Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,
yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara
materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat
atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
h. Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk
merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan
pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya
kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana
hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah
orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu
hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan
rahasia.
i. Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan
transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat
merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.

· Jenis-jenis cybercrime berdasarkan sasaran kejahatan :


1. Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person)
jenis kegiatan ini, sasaran serangannya ditjukan kepada perorangan atau
individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan
tersebut.
Contoh : pornografi, Cyberstalking, Cyber-Tresspass.
2. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cyber yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain.
Beberapa contoh kejahatan ini misalnya pengaksesan computer secara tidak
sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak
sah/pencurian informasi, carding, cybersquatting, hijacking, data forgery dll.
3. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan
terhadap pemerintah. Kegiatan ini misalnya Cyber terrorism sebagai tindakan
yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi,
pemerintah atau situs militer.

Anda mungkin juga menyukai