Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-

duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang

melewati lensa sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali.

Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti

trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan

& Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65

tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75

tahun (Vaughan & Asbury, 2007).

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat

mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2010 katarak merupakan

penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di

dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan

akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 2009-

2012, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.

Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan

tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-

faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada

negara tropis, paparan dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E,

niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan

1
obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,

genetik dan myopia.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi katarak

2. Untuk mengetahui etiologi katarak

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis katarak

4. Untuk mengetahui komplikasi katarak

5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang katarak

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan katarak

7. Untuk mengetahui patofisiologi katarak

C. MANFAAT

Makalah ini diharapkan menjadi suatu informasi bagi tenaga kesehatan lainnya, dan

bagi pihak panti sosial serta orang lain yang mengenai hipertensi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga

menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009). Definisi lain katarak

adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi

cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan

metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009)

B. ETIOLOGI
Menurut Manjoer (2008), faktor resiko terjadi katarak bermacam-macam, yaitu

sebagai berikut :
a. Lanjut usia
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak steril). Denga bertambahnya

usia lensa akan mengalami proses menua dalam keadaan ini akan menjadi katarak
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi karna kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan

janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degerasi yang timbul

pada lensa
d. Diabetes militus
DM dapat mempengaruhi kejernihsn lensa, indeks refraksi, dan amplitudo

akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar

glukosa. Oleh karena itu, kadar glukosa dalam lensa pun akan meningkat. Sebagai

glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak

dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.


e. Merokok

3
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetoid.

Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan

chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.


f. Mengonsumsi alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai resiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,

termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya

katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak

langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain :
a. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta

gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.


b. Menyilaukan dengan distrosi bayangan dan susah melihat dimalam hari
c. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tan akan tampak

dengan oftalmoskop.

Gejala umum gangguan katarakmeliputi :

a. Penglihatan tidak jelas


b. Gangguan penglihatan : bisa peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat dobel

pada satu mata, memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
c. Lensa dapat berubah menjadi buram seperti kaca susu

D. KOMPLIKASI
a. Glaukoma
b. Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler didalam bola

mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.
c. Kerusakan retina

d. Kerusakan retina ini terjadi terjadi setelah pascah bedah, akibat ada robekan pada

retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan

eksudat dibawah retina sehingga terangkat.

e. Infeksi

4
f. Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak

edekuat (Andra 2013, h. 67).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kartu mata snellen : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,

kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina


b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12-25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma
e. Tes Provokat : menentukan adanya tipe glukoma
f. Olfakmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,

papiledema, perdarahan
g. Darah lengkap, LED : menunjukan anemi sistemik/infeksi

F. PENATALAKSANAAN
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedekemikian

rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan

penyulit seperti glukoma dan uveitia (Manjoer, 2008). Dalam bedah katarak, lensa

diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur ekstrakapular.


Bila dilakukan insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih

pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan

untuk bergerah dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda

berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi

kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang dihari pertama pasca operasi dan

matanya dapat dilindungi dengan kaca mata.

5
G. PATHWAY

6
BAB III

ASUHAN KEPERWATAN

A. FOKUS PENGKAJIAN

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun

selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,

pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer

pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau

hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah

masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien

sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah

pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang

terakhir diderita pasien.

7
c. Riwayat kesehatan sekarang

Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan

kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus)

pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton

televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan

penglihatan lateral atau perifer?

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.

3. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil

sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak

terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan

oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara

rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya

terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid

umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan

penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa

menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata

sebelumnya (James, 2005).

4. Perubahan pola fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut :

a) Persepsi tehadap kesehatan

Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan

merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi

terhadap obat, makanan atau yang lainnya.

8
b) Pola aktifitas dan latihan

Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri,

dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3=

perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai

melalui :

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/berdandan
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Belanja
Memasak
Merapihkan rumah

c) Pola istirahat tidur

Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau

masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.

d) Pola nutrisi metabolik

Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah

diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami

perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat

badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.

e) Pola eliminasi

Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk

BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau

dan frekuensi.

f) Pola kognitif perseptual

9
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar,

melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri

karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.

g) Pola konsep diri

Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal

diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.

h) Pola koping

Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi

perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.

i) Pola seksual reproduksi

Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalh

saat menstruasi.

j) Pola peran hubungan

Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam

menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di

rumah sakit.

k) Pola nilai dan kepercayaan

Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

atas sakit yang diderita.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,

pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound (echography) dan

hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila

dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000

10
sel/mm , pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi

dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pre Operasi

a) Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan

kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan

dilakukan.

b) Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

c) Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

2. Post Operasi

a) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasive.

b) Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori / status organ indera.

c) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan pasca operasi.

11
d) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan

penglihatan perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap

pembedahan mata.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pre Operasi

a) Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan

kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.

Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan

pembedahan dan pemahaman instruksi.

Kriteria hasil: mengucapkan pemahaman mengenai informasi.

Rencana tindakan :

1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui

keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaan, beri

dukungan dan bantu pasien dengan metode koping.

Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak

diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan

kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan dan penolakan

2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.

Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan

meningkatkan keamanan.

3) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan dilakukan

12
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih mudah

menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.

4) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada setiap

interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan sentuhan untuk

membantu komunikasi verbal.

Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada masukan

indera yang lain untuk mendapatkan informasi.

5) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu. Pasan

makanan yang bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat

melihat dengan baik atau tidak memiliki keterampilan koping untuk

mempergunakan peralatan makan.

Rasional: Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.

b) Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera dapat dicegah.

Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan

faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.

Rencana tindakan :

1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi sampai stabil, dan

mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Gunakan teknik

bimbingan penglihatan.

Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan

atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.

2) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja kursi tanpa

orientasi terlebih dahulu.

Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.

13
3) Orientasikan pasien pada ruangan.

Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.

c) Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan

sensori/ perubahan status organ indera.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan

ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan,

mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Rencana tindakan :

1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.

Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan

penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat

berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per

prosedur.

2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.

Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan

cemas dan disorientasi pasca operasi.

3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat tidur sampai

benar-benar sembuh.

Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan Mengalami

keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.

Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur.

4) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong

orang terdekat tinggal dengan pasien.

14
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan

bingung.

2. Post Operasi

a) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen,

eritema, dan demam.

Rencana tindakan :

1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.

Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontamenasi area

operasi.

2) Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam

dengan kapas basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukkan

lensa kontak bila menggunakan.

Rasional : Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi

silang.

3) Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.

Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

b) Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori / status organ indera.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan

ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan,

mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

15
Rencana tindakan :

1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.

Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab kehilangan

penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat

berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per

prosedur.

2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.

Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan

cemas dan disorientasi pasca operasi.

3) Observasi tanda dan gejala disorientasi.

Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami keterbatasan

penglihatan dapat mengakibatkan bingung

16
BAB IV

PEMBAHASAN

A. HASIL DAN ALASAN


a. Hasil
Pada asuhan keperawatan yang dilakukan selama 2x24 jam, dengan diagnosa

keperawatan pertama gangguan persepsi sensori-penglihatan berhubungan dengan

penurunan ketajaman penglihatan didapatkan hasil bahwa pasien mengatakan

bahwa pandangan mata klien kabur, jika melihat objek atau media harus secara

dekat agar terlihat jelas.


Pada asuhan keperawatan yang dilakukan selama 2x24 jam, dengan diagnosa

keperawatan yang kedua ansietas berubungan dengan perubahan besar : status

kesehatan didapatkan hasil pasien masih merasa cemas akan kondisinya, karna

klien merasa takut kalau suatu waktu klien tidak dapat melihat kembali.
b. Alasan
Karna pada klien ini lebih cenderung mengeluh pandangan mata kabur dan

merasa cemas akan kondisinya sat ini. Karna klien tersebut belum siap kalau

sewaktu-waktu tidak bisa melihat.

B. HAMBATAN
Saat pengkajian, hambatan yang perawat peroleh antara lain karena pendengaran klien

yang kurang baik, perawat harus menanyakan dengan suara yang lebih keras,

penggunaan bahasa, dan kadang klien tidak paham akan perkataan perawat.

17
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada asuhan keperawatan ini didapatkan hasil bahwa klien kelolaan ini masih merasa

cemas dan pandangan mata masih kabur. Jika melihat media harus melihat secara

dekat agar terlihat jelas

B. SARAN
Diharapkan untuk mengkaji klien tersebut dengan lebih menyeluruh

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made

Kariasa. Jakarta : EGC


Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Nettina, Sandra M. 2001.

Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta: EGC


Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC


Luckman and sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing – .ed.4.- Philadelphia,

Pennsylvania : The Curtis Center

18
Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta, Media

Aesculapius. Fakultas Kedokteran UI


Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC

19

Anda mungkin juga menyukai