Dalam pelaksanaannya, dokter gigi tidak dapat menjalankan sendiri tugas pokok
dan fungsinya dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat, melainkan harus bermitra kerja dengan perawat gigi.
Masalah yang timbul saat ini adalah pertama : Keterbatasan jumlah dokter gigi
yang bekerja di pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ratio terhadap penduduk 1 :
21.500, dimana ideal ratio 1 : 2000 dan itupun penyebarannya tidak merata. Kedua :
tugas ganda dokter gigi selain sebagai penangung jawab pelayanan kesehatan gigi dan
mulut juga sebagai pejabat struktural yang menyita perhatian dan konsentrasi lebih
dalam pelaksanaannya. Sehingga seringkali tugas pokok dan fungsinya tidak dapat
dilaksanakan dengan baik, sementara pelayanan di masyarakat harus berjalan dengan
baik. Untuk mengatasi hal tersebut, dokter gigi akan melimpahkan tugas dan
wewenangnya kepada perawat gigi sebagai mitra kerjanya.
Tugas limpah yang diberikan oleh dokter gigi kepada perawat gigi kadang tidak
jelas, sehingga perawat gigi harus menyelesaikan semua tugas dokter gigi di
Puskesmas sebagai pemberi pelayanan, walaupun yang dilakukan oleh perawat gigi
bukan kompetensi dan kewenangannya. Akan tetapi hal tersebut berjalan sebagai
sesuatu yang wajar dan biasa tanpa memperhatikan dampak etika dan hukum. Perawat
gigi dalam melaksanakan tugas dokter gigi, meskipun bukan kompetensi dan
kewenanganya menjadi suatu kebiasaan dan kewajaran untuk membantu masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatan di luar jam kerja/praktek dirumah.
Keperawatan gigi sebagai suatu ilmu merupakan pendatang baru dalam kancah
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi bagi bangsa Indonesia dan masih
memerlukan perjalanan panjang, jika menginginkan kesetaraan dengan ilmu-ilmu yang
lain, Ilmu keperawatan gigi dilahirkan dari ilmu kedokteran gigi. Sehingga perawat gigi
sebagai profesi belum memiliki body of knowledge keparawatan gigi.
Sebagai profesi perawat gigi harus mampu mengambil keputusan secara mandiri
yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman di bidang keperawatan gigi. Namun
demikian tidak ada satupun masalah kesehatan dapat diatasi oleh salah satu disiplin
ilmu, karenanya kerjasama dengan pelbagai profesi lain tetap sangat penting.
Kesalahan perawat gigi yang memungkinkan bisa terjadi adalah pada tindakan
dalam tugas-tugas mandiri dan atau tugas kolaborasi serta tugas-tugas yang
merupakan pendelegasian wewenang.
Kondisi semacam ini, dianggap merupakan suatu kewajaran dan kelaziman,
bahkan dampak etis akibat dari tindakan yang dilakukan diabaikan. Sehingga dengan
leluasa perawat gigi membuka peluang bisnis/praktek kedokteran gigi yang semestinya
bukan grey area kompetensi perawat gigi.
Akibat dari tindakan perawat gigi, maka akan berdampak etis sebagai berikut :
2. Kerisauan sosial : dengan munculnya bentuk mall praktik yang dilakukan perawat gigi
3. Pelemahan peraturan dan sanksi : dengan tidak adanya tindakan dan sanksi atas
tindakan yang dilakukan, maka dianggap peraturan tidak dapat berfungsi dengan benar.
Alternatif pemecahan masalah yang tepat adalah perawat gigi sebagai mitra
kerja dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat harus memiliki ilmu dan kompetensi mandiri, sehingga tidak bersentuhan
dengan profesi lain (dokter gigi).
Ilmu pengetahuan dan Kompetensi mandiri didasarkan oleh needs and demand
masyarakat yang kemudian dikemas dalam bentuk kurikulum yang dikembangkan
dalam pendidikan tenaga perawat gigi.
Kesalahan perawat gigi yang dianggap wajar dan lazim dalam memberikan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut, merupakan pelanggaran terhadap etika. Karena
etika merupakan pedoman bagi manusia tentang bagaimana seharusnya bertindak baik
dan buruk. Fenomena kompetensi perawat gigi dapat dikatakan kurang sesuai dengan
etika khususnya etika profesi, karena perawat gigi bekerja tidak sesuai dengan
kompetensi, sehingga dokter gigi dan masyarakat merasa dirugikan.
Alternatif pemecahan masalah yang tepat adalah pemberian bekal dan pemahaman
kepada perawat gigi tentang etika dan agama. Karena apabila kegiatan tersebut
dilaksanakan dengan sadar maka termasuk dalam perbuatan “dzalim” Dan Rasulullah
Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang telah berbuat dzalim terhadap
saudaranya, maka segeralah minta dihalalkan. Karena di akhirat tidak berguna lagi
dinar dan dirham, sebelum saudaranya mengambil kebaikan darinya. Jika dia tidak
memiliki suatu kebaikan, maka akan diambil untuknya keburukan dari saudaranya itu
(orang yang terdzalimi) HR. Bukhari”
Alternatif pemecahan tang lain untuk mengatasi fenomena kompetensi perawat gigi
adalah penegakan sanksi hukum, sehingga ada efek jera bagi perawat gigi yang
melakukan mal praktek.
RUJUKAN