Anda di halaman 1dari 17

MINI CX

TRIGEMINAL NEURAGLIA

Diajukan kepada Yth:

dr. H. Zamroni, Sp.S

Dhania Issanti Putri

NIPP 20164011061

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 56 th
Alamat : Yogyakarta
Tanggal Periksa : 21 Desember 2016

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada wajah.
b. RPS
Nyeri hebat pada wajah dialami penderita 1 hari yang lalu, terjadi secara tiba-tiba.
Nyeri dirasakan penderita seperti tersengat listrik terutama di daerah pipi kiri. Nyeri
bersifat konstan dan berlangsung beberapa detik. Nyeri dirasakan berkurang apabila
penderita berbaring. Nyeri bertambah hebat jika ditekan didaerah pipi
- keluhan muncul saat udara dingin, kecapekan
- saat keluhan muncul nyeri hebat dirasakan kurang lebih 1 jam
- kelemahan anggota gerak tidak ada
- pandangan ganda tidak ada
- kejang tidak ada
- mual muntah tidak ada
c. RPD
-Hipertensi
d. RPK
- ibu dari pasien mengalami keluhan yang sama
e. Riwayat Pribadi
Pasien tidak merokok atau minum alcohol.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Presens
TD = 145/84 mmHg
T = 36 ◦C
HR = 92 kpm
RR = 18 kpm
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Cukup

b. Status Psikiatri
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kuantitatif : GCS 15 (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
 Kualitatif :Tingkah laku tenang, perasaan hati euthym
 Orientasi :(tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
 Jalan Pikiran : Koheren
 Kemampuan Bicara : lancar (+)
 Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-), flaccid (-), bradikinesia (-)
c. Status Neurologis
1) Kepala : normocephal, simetris (+), NT
Kepala : Bentuk : Mesocephal

Mata : Pupil bulat isokor, diameter ± 2-3 mm, refleks cahaya +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir sianosis (-), deviasi lidah, uvula (-)

Telinga : Sekret (-)

Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)

Thorax : Paru-paru : Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan


Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : SI-SII normal, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar/lien : tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral hangat, edema (-)


2) Badan
 Pulmo : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor : S1 S2 reguler
 Abdomen : BU (+), NT (-), timpani (+)
3) Ekstremitas
+5 │+5
Kekuatan :
+5 │+5

Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Sensibilitas : kiri : normal / kanan : hiperalgesia
+2 │+2
Refleks Fisiologis :
+2 │+2

− │−
Refleks Patologis :
− │−

− │−
Klonus :
− │−

d. Tes Fungsi Koordinasi


Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6

Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), TRM (-). Laseq (-), Kerniq (-)

e. Fungsi Vegetatif
Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-) Defekasi
: inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)
4. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : neuralgia trigeminal
Diagnosis Topik : cabang maksilar dan cabang mandibularnervus trigeminus
dextra
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis Sekunder : -
5. TERAPI
Carbamazepin
Meloxicam
Tramadol
Gabapentin
Diazepam
6. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien trigeminal neuralgia baik.
BAB II

DASAR TEORI

I. PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani; yaitu
awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang berarti nyeri. Yang
mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain (IASP) has gained widespread
acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu pengalaman emosional atau sensorik yang
dihubungkan dengan jejas jaringan yang benar-benar atau kemungkinan terjadi”.(9)

Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-
nociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak,
akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. Nyeri nociceptive
terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera, yang mana mampu dibedakan melalui
kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)
Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri
idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural samada pada
system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau nyeri psychogenic adalah lebih
luas penggunaannya dalam mendiagnoasa suatu nyeri.(12)

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat paroksismal
dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus trigeminus, biasanya tanpa
bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini
juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom.(2)
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan
wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa
detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti distribusi sensoris dari nervus kranial V,
khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat
mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas
neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor timpani,
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut
sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya
menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah
dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif,
terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion
Gasseri.(4)
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik dari
bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik dihantarkan ke
glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui
ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung
bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang
menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni
nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis
superior dan di belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus).
Cabang tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus
kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan
berakhir di ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian bawah,
bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings, sinus
maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os.
maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-
saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini
dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak
melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding
sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima
serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4)

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan sensorik
serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral
pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular
ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui
foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik) yang
mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan
fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf
aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah,
mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi
rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular
terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah
dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor
timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti
nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk
rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat arteri a.
Alveolaris inferior (4)

III. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun suatu
kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa prevalensi dari
neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States. Sumber lain
mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang, dimana menandakan
tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40
tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), (2, 3)

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding insiden
sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum alkohol)
diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang
terkena. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan
perkembangan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari
multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima
kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia
trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda.(3)

IV. ETIOLOGI
Etiologi trigeminal neuralgia (TN) dapat berupa pusat, perifer, atau keduanya. Saraf
trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri, karena fungsi
utama adalahsensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun banyak
penelitisetuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu
masukke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini
hasilkompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara
default dan kemudian dikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik. (10)
Kondisi idiopatik ini tidaklah diketahui sepenuhnya. Namun, kasus-kasus simtomatik
akibat lesi organic yang dapat diidentifikasi lebih umum ditemui daripada yang sebelumnya
disadari.(1)
Beberapa kasus mencerminkan gangguan serabut eferen nervus V oleh berbagai struktur
abnormal sehingga disebut sebagai kasus-kasus neuralgia trigeminal simtomatik. Pada beberapa
kasus seperti ini, nervus trigeminus tertekan oleh pembuluh darah vertebrobasiler yang ektasis
atau`akibat tumor-tumor seperti neuroma trigeminal atau akustik, meningioma dan epidermoid
pada sudut serebellopontin. Selain itu, traksi juga dapat diakibatkan oleh hidrosefalus akibat
stenozis aquaductus.(1, 4, 5)
Beberapa kasus walaupun jarang merupakan manifestasi dari sklerosis multipel yang
menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada
penderita muda. Selain itu, kausa lain yang dipostulatkan adalah inflamasi ganglion nonspesifik,
maloklusi gigi, iskemia serta proses degeneratif sistem saraf.(1, 5)

V. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia
trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh demielinisasi sarafyang
mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini
mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang
berlebihan itu.(11)
Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, atau lesi lainnya dapat
mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons bisa juga menyebabkan gejalaneuralgia
trigeminal. Vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering disebut
sebagai penyebabnya. Lesi dari zona masuknya akar trigeminal dalam ponsdapat
menyebabkan sindrom nyeri yang sama.(10)
Serangan nyerinya tidak dapat diperkirakan; karena nyeri dapat dicetuskan oleh aktivitas
sehari-hari yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (seperti menyisir rambut, mengunyah
makanan, menggosok gigi, atau bahkan saat terkena hembusan angin). Dikenal pula
istilah trigger zone, yaitu daerah yang sering menjadi awal bermulanya neuralgia; yang terletak
di sekitar daerah sekitar hidung dan mulut. (10)

VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis neuralgia trigeminal, IHS (International Headache Society)
menetapkan kriteria diagnostik untuk neuralgia trigeminal sebagai berikut: (11)
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit,
mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.
2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:
I.Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.
II.Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.
3. Pola serangan sama terus.
4. Tidak ada defisit neurologis.
5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.
Neuralgia trigeminal hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2, dan
3. (11)

VII. GAMBARAN KLINIS


Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal,
yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus
V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat
disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat.
Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika
nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua
cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi
bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di
antara dua serangan paroksismal beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri
biasanya terbatas pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat
dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang
atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.
Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti
saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya
sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex otot
wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan
salivasi.

Tabel 1. Rumusan ciri-ciri khas neuralgia trigeminal (6)

A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting

B. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus

C. Kejadian: unilateral

D. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada


musim semi dan gugur

E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan

F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)

G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan

H. Insidensi familial: jarang (2%)

Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat
ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan
yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan
kehilangan berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada
malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap
awal.(1)

Gambar 2: Zona innervasi bagi nervus trigeminus, di mana lokasi nyeri boleh terjadi pada
neuralgia trigeminal.
Tabel 2: Perbedaan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatik adalah
sebagai berikut (4)
Idiopatik Simptomatik
Neyri bersifat paroksimal di daerah Nyeri terasa terus menerus di kawasan
sensorik cabang oftalmikus atau cabang cabang oftalmikus, atau nervus infra-
maksillaris dan/atau cabang orbitalis
mandibularis
Timbulnya nyeri secara hilang timbul, Nyerinya terus-menerus tidak hilang
serangan pertama bisa berlangsung 30 timbul, dengan puncak nyeri hilang
menit dan serangan berikutanya antara timbul
beberapa detik sampai 1 menit
Nyeri merupakan gejala tunggal dan Disamping nyeri terdapat juga
utama anestesia/hipestesia atau kelumpuhan
saraf otak, ganguan autonom
Penderitra berusia 45 tahun. lebih Tidak memperlihatkan kecenderungan
sering wanita dari pada laki-laki pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan umur tertentu
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis
seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks
rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan
kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.(1,2)
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-
orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas
untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint)
dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).(10)
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus
dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga
dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.(1)

VII. DIAGNOSA BANDING


Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan
kepala.(6)
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar
bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia
postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus cabang pertama.(1,5)
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis
saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses
mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.(1)
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang
disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau
setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas
(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan
manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan
obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1)
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat
pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor
pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.(1,6)

Penyakit
Faktor yang
Diagnosis Karakteristi yang Tata
Persebaran Meringankan/
Banding k Klinis Dihubungka Laksana
Memperburuk
n

Neuralgia Daerah persarafan Laki- laki/ Titik-titik Idiopatik Carbamazepin


Trigeminal cabang IIdan IIInerv perempuan = rangsang sentuh, Skeloris e
us trigeminus, 1:3, mengunyah, multipel pada Phenytoin
unilateral Lebih dari 50 senyum, bicara, dewasa muda Gabapentin
tahun, dan menguap Kelainan Injeksi
Paroksismal pembuluh alkohol
(10-30 darah Koagulasi
detik), nyeri Tumor atau
bersifat nervus V dekompresi
menusuk- bedah
nusuk atau
sensasi
terbakar,
persisten
selama
berminggu-
minggu atau
lebih,
Ada titik-titik
pemicu,
Tidak
adaparalisis
motorik
maupun
sensorik.
Neuragia Unilateral atau Lebih banyak Tidak ada Status Anti ansietas
Fasial Atipik bilateral, pipi atau ditemukan ansietas atau dan anti
angulus nasolabialis, pada wanita depresi depresan
hidung bagian dalam usia 30-50 Histeria
tahun Idiopatil
Nyeri hebat
berkelanjutan
umumnya
pada daerah
maksila
Neuralgia Unilateral Riwayat Sentuhan, Herpes Carbamazepin
Postherpetiku Biasanya pada herpes pergerakan Zoster , anti depresan
m daerah persebaran Nyeri seperti dan sedatif
cabang oftalmikus sensasi
nervus V terbakar,
berdenyut-
denyut
Parastesia,
kehilangan
sensasi
sensorik
keringat
Sikatriks
pada kulit
Sindrom Unilateral, Nyeri berat Mengunyah, Ompong, Perbaikan
Costen dibelakang atau di berdenyut- tekanan sendi arthritis geligi, operasi
depan telinga, denyut temporomandibul rematoid pada beberapa
pelipis, wajah diperberat ar kasus
oleh proses
mengunyah,
Nyeri tekan
sendi
temporo-
mandibula,
Maloklusi
atau
ketiadaan
molar
Neuralgia Orbito-frontal, Nyeri kepala Alkohol pada Tidak ada Ergotamin
Migreno-sum rahang atas, angulus sebelah beberapa kasus sebagai
nasolabial profilaksis

Tabel 3 : Tabel Diagnosis Banding


VIII. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa
Table (13)

Side Dose Target


Drugs eficiency Initial dose
effect increments daily dose
First line carbamazepin +++ +++ 100 mg 2x1 50-100 mg 400-1000
perhari setiap 2-4 mg
hari
oxcarbazepin +++* ++ 300mg 2x1 600 mg 600-2400
perhari setiap 1 mg
minggu
Gabapentin ++* ++ 300 mg 1x1 300 mg 900-2400
Second line
perhari setiap 3 mg
hari
baclofen ++* +++ 10 mg 3x1 10 mg 50-60 mg
perhari setiap hari

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberika penambahan dosis 50-100 mg
setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan
kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien
lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 %
maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di
hentikan.(1,13)

Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lg maka digunakan obat-obatan anti


konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan (second line).
Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari),
klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada
pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif
digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal
pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup
membantu pada beberapa pasien.(7)
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis
yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara bermakna
hingga nyeri yang dirasakan berkurang.(8)

B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang
perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.(11)
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol
atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun.
Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit
dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi
injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu
bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat
ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)

II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus
yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap
tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat
merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex
kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi
serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi
regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial
posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa,
tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih
berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya
dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus
supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan
cabang motorik ingin dipastikan bertahan.(6)
Gambar 3: Gambar operasi dekompresi mikrovascular

IX. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,
neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak
pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada
akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal
penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian
mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2)
Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale
Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available
from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York:
Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.p.253-4
9. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University, Mainz,
Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and hyperalgesia: definitions and
theories.p.11
10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference. Disease, drugs, and
Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sándor PS. Facial pain: clinical differential diagnosis.Lancet
Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi Wajah.
12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain Medicine , 2nd
Edition; Classification of pain.
13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal

Anda mungkin juga menyukai