Anda di halaman 1dari 6

Proposal uji klinik

PROPOSAL UJI KLINIK

Perbandingan Efektifitas Klinis Siprofloksasin dan Kloramfenikol pada


Penderita Demam Tifoid yang Dirawat-inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit akut pada saluran cerna . Penyakit ini masih menjadi
endemik di Indonesia. Demam tifoid disebabkan kuman Salmonella typhi. Sampai saat ini
masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu pemberian antibiotik, istirahat dan
diet serta terapi suportif. Antibiotik pilihan utama yang diberikan adalah kloramfenikol , tapi
sejak tahun 1975 secara sporadik telah dilaporkan adanya resistensi Salmonella typhi
terhadap kloramfenikol di beberapa tempat di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian efektifitas antibiotik lain dibanding kloramfenikol untuk kasus demam tifoid ini.
Diduga golongan fluorokuinolon yaitu siprofloksasin mempunyai efektifitas yang lebih baik
dibandingkan kloramfenikol.( 1 ) Dosis kloramfenikol yang digunakan untuk terapi adalah 4
x 500 mg/hari sedangkan dosis untuk siprofloksasin adalah 2 x 500 mg atau 3 x 500
mg/hari .( 1, 2 )
2. Rumusan Masalah
- Apakah siprofloksasin dengan dosis 2 x 500 mg mempunyai efektifitas klinis
yang lebih baik dibanding kloramfenikol 4 x 500 mg pada demam tifoid.
- Apakah siprofloksasin dengan dosis 3 x 500 mg mempunyai efektifitas klinis
yang lebih baik dibanding kloramfenikol 4 x 500 mg pada demam tifoid
3. Hipotesis
Siprofloksasin mempunyai efektifitas klinis lebih baik daripada kloramfenikol pada demam
tifoid.
4. Tujuan Penelitian
1. Menentukan apakah siprofloksasin mempunyai efektifitas klinis lebih baik daripada
kloramfenikol pada demam tifoid.

Halaman 1
Proposal uji klinik

2. Mendapatkan dosis siprofloksasin yang memberikan efektifitas klinis lebih baik


daripada kloramfenikol pada demam tifoid.
5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan manfaat alternatif pilihan antimikroba baru selain kloramfenikol pada
demam tifoid.
2. Sebagai acuan penentuan besarnya dosis siprofloksasin yang memberikan
efektifitas klinis lebih baik pada demam tifoid.
3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan soleh kuman
S. typhi, S. paratyphi A , B, dan C . Penyakit ini termasuk ke dalam penyakit menular yang
tercantum dalam UU no.6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit ini merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.
Kuman S. typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dang makanan dan air yang tercemar. Setelah
melewati lambung dan mencapai usus halus, S. typhi menghasilkan endotoksin yang merangsang
sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang sehingga akan
menimbulkan demam. Gejala – gejala yang lain seperti nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare. Peningkatan titer uji Widal sebanyak 4 kali lipat selama 2 – 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O > 1: 320 atau
titer antibodi H > 1 : 640 menyokong diagnosis pasien demam tifoid gambaran klinis yang khas.
Obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
Kloramfenikol Tiamfenikol
Kotrimoksasol Ampisillin dan Amoksisilin
sefalosporin generasi III Golongan Fluorokuinolon
Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama demam tifoid. Dosis untuk orang
dewasa adalah 4 x 500 mg/hari peroral atau IV. Pada penggunaan obat ini demam akan turun rata-
rata 5 hari. Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis enzim peptidil transferase yang berfungsi
sebagai katalisator dalam proses protein kuman.
Golongan fluorokuinolon adalah generasi baru dari gol. Kuinolon. Contohnya adalah
siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, dan norfloksasin. Golongan fluorokuinolon menghambat

Halaman 2
Proposal uji klinik

kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Aktif sekali terhadap kuman –
kuman enterobakteriaceae, Shigella, Salmonella, Vibrio, H. influenzae, Nisseria dan Pseudomonas
. Kuman – kuman anaerob umumnya resisten terhadap fluorokuinolon.

KERANGKA KONSEP
Jenis pengobatan ------------------------- perbaikan klinis
(kloramfenikol 4x500 mg/hari [ lamanya demam (hari)]
siprofloksasin 2x500 mg/hari
siprofloksasin 3x500 mg/hari)

III. METODOLOGI
1. Desain :
Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain paralel untuk membandingkan
efektifitas klinis siprofloksasin terhadap kloramfenikol sebagai kontrol pada
penderita demam tifoid.
2. Tempat dan Waktu :
Bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta
1 juli 2005 – 1 januari 2006
3. Populasi dan Sampel
Populasi : Semua Penderita Demam Tifoid
Sampel : Semua penderita demam tifoid yang dirawat di bangsal penyakit dalam
RSUPN Cipto Mangunkusumo antara tanggal 1 Juli 2005 – 1 Januari
2006
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Inklusi : - Suhu tubuh saat masuk rumah sakit  38,5o C
- Tes Widal titer antibody O > 1/320

Eksklusi : - Subjek yang menolak partisipasi


- Subjek dengan komplikasi

Halaman 3
Proposal uji klinik

5. Besar sampel
Dengan rumus difference between 2 means (independent) didapatkan jumlah sampel

n 1=n 2 = { 2SD 2(Z+Z) 2} /  2


Keterangan : n : jumlah sampel setiap kelompok
SD2 : varians dari kelompok kontrol
X1 : mean nilai observasi kloramfenikol
X2 : mean nilai observasi siprofloksasin
Kita harapkan siprofloksasin memberikan efektivitas klinis 20% lebih baik
dibandingkan kloramfenikol
X2 = 5 – (20% x 5)
=4
 = X1-X2 = 1
Bila ditentukan  = 5% power 90% maka Z 1-/2 = Z 0,975 = 1,96
Z 1- = Z 0,90 = 1,282
n1=n2 = { 2.12(1,96+1,282)2} / 12
= 22
Maka jumlah sampel untuk setiap kelompok adalah 22 orang, sehingga jumlah seluruh sampel
penelitian (ada 3 kelompok) = 3x22 = 66 orang

6. Cara kerja
66 orang sampel dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok dengan metode blok
randomization dengan blok size 6 dengan alokasi unit 1:1:1. Kelompok I diberikan kloramfenikol
dengan dosis 4 x 500mg/hari peroral, kelompok II diberikan siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari
peroral, sedangkan kelompok III diberikan siprofloksasin dosis 3 x 500mg/hari peroral Kemudian
dilakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer air raksa di aksila selama 3 menit.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan setiap hari sebanyak tiga kali pada jam 06.00 , 14.00 , dan
22.00 data hasil pengukuran kemudian dicatat dan dianalisis .

Halaman 4
Proposal uji klinik

7. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : siprofloksasin dengan dosis 2 x 500mg dan 3 x 500mg
Variabel tergantung : lamanya demam (hari)
Skala variabel : numerik

8. Analisis Data
Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik unpaired t test . Data dari
outcome dari siprofloksasin 2x500 mg/hari dibandingkan dengan outcome dari kloramfenikol 4x500
mg/hari dan data dari outcome dari siprofloksasin 3x500 mg/hari dibandingkan dengan outcome
dari kloramfenikol 4x500 mg/hari

9. Definisi Operasional
Efektifitas klinis : kemampuan untuk menghasilkan pengobatan yang bias
diobservasi atau diukur . Efektifitas klinis yang diukur adalah
hilangnya demam setelah pemberian obat dihitung dalam hari.
Siprofloksasin : antibiotik golongan fluorokuinolon. Yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah siprofloksasin generik sediaaan tablet
dengan dosis 500 mg / tablet
Kloramfenikol : yang digunakan pada penelitian ini adalah kloramfenikol
generik sediaan kapsul dengan dosis 500 mg / kapsul
Demam : suhu tubuh pada pengukuran dengan termometer air raksa di
aksila yang dilakukan tiga kali sehari tidak ada yang kurang
atau sama dengan 38,5o C .

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Boer SHM (ed). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I,edisi ke-3,1996, Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
2. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3, jilid I,1995,Jakarta:Media
Aesculapius FKUI.
3. Ganiswara SG et al.Farmakologi dan Terapi edisi 4.1995,Jakarta:Bagian Farmakologi
FKUI.

Halaman 5
Proposal uji klinik

Halaman 6

Anda mungkin juga menyukai