Anda di halaman 1dari 8

JHE 2 (1) (2017)

Jurnal of Health Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/

KONDISI SANITASI DAN KEPADATAN LALAT KANTIN SEKOLAH


DASAR WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU

Yulia Shinta Nur Kumala Eram Tunggul Pawenang

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang
Indonesia
Info Artikel Abstrak
________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Latar Belakang: Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini berasal dari hasil observasi awal
Diterima Januari 2017 yang menunjukan bahwa kualitas sanitasi kantin belum memenuhi persyaratan yang tercantum
Disetujui Februari 2017 dalam KepMenKes RI No.715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Dipublikasi April 2017 Jasaboga dan tingkat kepadatan lalat dalam populasi cukup padat yang memerlukan upaya
________________ pengendalian.
Keywords: Metode: Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam
Canteen sanitation, Flies penelitian ini adalah kantin sekolah dasar di wilayah kerja puskesmas kedungmundu. Sampel
density. berjumlah 20 kantin.
____________________ Hasil: Kondisi sanitasi yang buruk yaitu kondisi tempat pencucian peralatan 55%, Tempat
penyimpanan bahan makanan 35%, Sarana pencegahan lalat 90%, Tempat penyajian makanan
40% dan kondisi tempat sampah 80%. Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 30%, sedang
50%, tinggi 20%.
Simpulan: Simpulan dari penelitian ini yaitu kondisi sanitasi yang buruk dan tingkat kepadatan
lalat dalam kategori rendah di wilayah puskesmas Kedungmundu.

Abstract
___________________________________________________________________
Background: The problem this research is the quality of sanitation in school canteen have not met the
requirements from the Ministry of Health as state in KepMenKes RI No715/Menkes/SK/2003 Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga and the density level of flies is need to be controlled.
Methods: The type of this research is quantitative descriptive with crossectional. The population are all school
canteens of elementary school in Kedungmundu primary health care working area. There are 20 samples.
Results: The sanitation condition is bad, the percentage are the following 55% is from dish washing, 35% is
from food storage, 90% is from flies anticipation, 40% is from food servering, and 80% is from rubbish
condition. The flies density low level categorized in 30% is low, 50% is medium, and 20% is high.
Conclusion: The conclusion of this research is that the sanitation condition is bad and the flies density low level
categorized in puskesmas Kedungmundu region.

© 2016 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2527-4252
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: yuliashinta7@gmail.com

99
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

PENDAHULUAN sebanyak 717 kasus sedangkan keracunan


makanan (BPOM, 2014).
Sanitasi adalah salah satu faktor penentu Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
untuk menghasilkan makanan yang aman untuk di SD 2 Sendangguwo dan SD 3 Sambiroto
dikonsumsi. Praktik kebersihan dan sanitasi kecamatan Tembalang pada 21 November 2015
yang buruk dapat menciptakan kondisi yang tentang kondisi sanitasi kantin dan kepadatan
tidak sehat dan dapat menimbulkan penyakit lalat, diketahui bahwa kondisi ke dua kantin
meliputi disentri, kolera, dan diare (WHO, sekolah dasar masih terdapat lalat yang hinggap
2012). di makanan yang dijual. Tempat penyimpanan
Dari data Dinas Kesehatan Jawa Tengah makanan tidak terdapat tutup dan penyajian
(2014) persentase tempat pengolahan makanan makanan tidak tertutup rapat. Pada kantin SD 2
yang memenuhi syarat kesehatan sebesar Sendangguwo, tempat pencucian peralatan
56,44% sedangkan target renstra 2014 yaitu menggunakan satu ember yang dipergunakan
75%. Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota untuk mencuci dan membilas, jika air sudah
Semarang pada tahun 2014 tempat pengelolaan kotor langsung dibuang ke lingkungan. Dari
makanan jajanan yang memenuhi syarat higiene hasil observasi, kondisi tempat sampah masih
sanitasi sebesar 27% dan rumah makan sebesar menggunakan tempat yang tidak bertutup,
37%. Data yang diperoleh dari Puskesmas tumpukan sampah berserakan dan hal tersebut
Kedungmundu Tembalang (2015) menyebutkan dapat memicu adanya lalat. Kemudian letak
bahwa sekolah dasar yang menjadi wilayah tempat sampah dan tempat pencucian peralatan
kerjanya yang telah memenuhi syarat higiene makanan berdekatan dengan tempat penyajian
sanitasi sebesar 9,09%. makanan sehingga dapat memicu kontaminasi
Kejadian diare di Kota Semarang pada makanan yang disebabkan oleh lalat. Sehingga
tahun 2013 dan 2014 mengalami kenaikan. ke dua kantin sekolah dasar tersebut masih
Pada tahun 2013 kejadian diare di Kota belum memperhatikan keadaaan sanitasi.
Semarang mencapai 38.001 orang. Pada tahun Dari hasil pengukuran kepadatan lalat
2014 mengalami kenaikan hingga mencapai pada sampel pertama yaitu SD 2 Sendangguwo
38.134 orang (Dinkes Kota Semarang, 2014). ditemukan kepadatan lalat pada tempat sampah
Kejadian diare pada Puskesmas Kedungmundu dengan jumlah 3 ekor per blok grill. Pada
Tembalang dengan Incidence Rate (IR) sebesar sampel kedua yaitu SD 3 Sambiroto kepadatan
26 per 1000 penduduk. Sedangkan Puskesmas lalat pada tempat sampah dengan jumlah 15
Rowosari Tembalang dengan IR 6 per 1000 ekor per blok grill. Menurut Depkes RI (1992)
penduduk. Target IR diare Kota Semarang apabila kepadatan lalat lebih dari 2 ekor per
tahun 2014 adalah 18 per 1000 penduduk. blok grill pada tempat sampah, hal tersebut
Berdasarkan target IR yang telah ditentukan termasuk dalam populasi cukup padat yang
Kota Semarang maka Puskesmas memerlukan upaya pengendalian. Berdasarkan
Kedungmundu Tembalang melebihi target yang hal di atas diketahui bahwa dampak dari kondisi
ditetapkan. sanitasi kantin dan kepadatan lalat cukup besar
Angka kejadian keracunan di Provinsi bagi masyarakat maka penulis akan melakukan
Jawa Tengah Tahun 2013 terjadi KLB di penelitian dengan judul “Gambaran Kondisi
Provinsi Jawa Tengah berdasarkan tempat Santasi kantin dan tingkat Kepadatan Lalat di
kejadian 16,67% terjadi di Sekolah Dasar yang Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas
umumnya disebabkan oleh pangan jajanan yang Kedungmundu Kecamatan Tembalang
terkontaminasi bakteri patogen (BPOM RI, Semarang”.
2013). Menurut data dari Badan POM di tahun
2014 angka keracunan yang diakibatkan
binatang menjadi penyebab utama yaitu

100
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

METODE Makanan yang disajikan oleh kantin


seperti gorengan, sosis, soto ayam, nasi goreng,
Jenis penelitian yang digunakan adalah mie goreng, minuman es. Makanan tersebut
deskriptif kuantitatif dengan pendekatan termasuk dalam jenis makanan yang basah.
crossectional . Penelitian dilakukan di sekolah Makanan disajikan pada wadah yang tidak
dasar yang memiliki kantin pada wilayah kerja tertutup rapat dan wadah saos tidak dijaga
puskesmas kedungmundu tembalang. Instrumen kebersihannya dengan terlihatnya saos yang
yang digunakan yaitu lembar observasi, bercecer di mulut wadah. Jarak tempat sampah
kuesioner, dan pengukuran kepadatan lalat. dan tempat pencucian peralatan berdekatan
Teknik pengambilan data dilakukan dengan dengan tempat penyajian makanan. Ketinggian
observasi dan wawancara pada variabel kondisi meja penyajian makanan pada kantin tidak
tempat pencucian peralatan, tempat terlalu tinggi yaitu kurang lebih 1 m karena
penyimpanan makanan, sarana pencegahan disesuaikan dengan tinggi anak sekolah dasar.
lalat, tempat penyajian makanan, kondisi Hal ini sejalan dengan penelitian yang
tempat sampah. Sedangkan pengukuran dilakukan oleh Lady (2014) menyebutkan
kepadatan lalat dilakukan dengan pengukuran bahwa tingkat kepadatan lalat tertinggi di kantin
menggunakan fly grill pada 3 titik tempat yaitu SMP Kecamatan Tumpaan adalah dalam
dapur, tempat penyajian makanan dan didekat kategori kepadatan lalat sedang. Menurut Nunik
tempat sampah. Analisis data dilakukan secara (2004) menjelaskan bahwa Lalat M.domestica
univariat. menghinggapi jenis makanan sosis dengan
jumlah lalat 5 ekor, bakso dengan jumlah 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ekor. Penelitian sayono (2004) menyimpulkan
bahwa lalat lebih tertarik untuk hinggap pada
Distribusi responden menurut jenis tempat yang rendah.
kelamin diketahui bahwa responden dengan Limbah padat yang tidak disimpan
jenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang (85 dengan baik dapat menjadi tempat bersarangnya
%), sedangkan responden dengan jenis kelamin vektor penyakit seperti tikus dan lalat (Ricki,
laki – laki sebanyak 3 orang (15%). 2005). Menurut Juli (2002) menyatakan bahwa
Distribusi responden menurut pendidikan tempat sampah yang tidak tertutup, bau serta
diketahui bahwa responden dengan tingkat dibiarkan berserakan akan dihinggapi lalat
pendidikan dasar sebanyak 7 orang (35%), maupun serangga lainnya. Sedangkan Dantje
pendidikan menengah sebanyak 11 orang (55%), (2009) Lalat berkembang biak pada habitat di
dan pendidikan tinggi sebanyak 2 orang (10%). luar hunian manusia yang telah membusuk dan
Tabel 2 menunjukkan angka kepadatan penuh dengan bakteri dan organisme patogen
lalat pada kantin terbanyak pada kategori lainnya, seperti vegetasi yang membusuk,
sedang yaitu 10 kantin (50%). Kantin sekolah kotoran hewan, sampah dan sejenisnya.
yang termasuk dalam angka kepadatan lalat Menurut Depkes RI (1992) lalat amat menarik
dengan kategori sedang terjadi karena kondisi pada makanan yang dimakan manusia sehari-
tempat sampah saat dilakukan observasi pada hari dan lalat hanya makan dalam bentuk/cair
permukaannya terlihat kotor karena tidak makanan yang basah, sedang makanan yang
menggunakan kantong plastik, dan tempat kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dalu,
penyajian makanan tidak tertutup. Terdapat baru diisap. Kepadatan lalat dalam kategori
tempat sampah pada kantin sekolah yang tidak sedang diperlukan tindakan pengamanan
memiliki tutup. Disekitar tempat sampah terhadap tempat perkembangbiakan lalat.
terlihat bungkus jajan makanan yang tercecer. Tabel 3 variabel tempat pencucian
Untuk tempat sampah yang terletak di dapur peralatan yang buruk sebanyak 11 kantin (55%).
berisi sampah basah seperti sisa sayuran dan Kantin sekolah yang termasuk dalam kategori
plastik bungkus bumbu dapur. buruk dalam tempat pencucian peralatan karena

101
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

Tabel 1. Distribusi Responden Penelitian


Distribusi Responden
Jumlah %
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 15
Perempuan 17 85
Jumlah %
Pendidikan
Pendidikan Dasar 7 35
Pendidikan Menengah 11 55
Pendidikan Tinggi 2 10

Tabel 2. Angka Kepadatan Lalat di Kantin Sekolah dasar wilayah kerja puskesmas kedungmundu
Angka Kepadatan Lalat Jumlah
N %
Rendah 6 30
Sedang 10 50
Tinggi 4 20

terdapat ceceran makanan, tidak terdiri dari 3 Sisa-sisa makanan yang tercecer menjadi
bak/bilik, dan bak tidak terbuat dari bahan yang sumber makanan lalat dan dijadikan sebagai
kuat. Ceceran makanan berasal dari sisa sumber protein dalam pembuatan telur (Depkes
makanan yang menempel pada peralatan RI, 2001). Sedangkan menurut Depkes RI
memasak dan wadah makanan. Sehingga sisa (1992) menyebutkan air merupakan hal yang
makanan yang masih terdapat ditempat penting dalam kehidupan lalat dewasa. Menurut
makanan akan dibuang disekitar tempat Departemen Parasitologi FKUI (2009)
pencucian peralatan. Hal tersebut dapat menyebutkan salah satu cara yang dapat
mengundang datangnya lalat karena menurut mencegah atau membatasi perkembangan
Depkes RI (1992) tempat yang disenangi lalat vektor dengan modifikasi lingkungan. Cara ini
adalah tempat yang basah, benda-benda berkaitan dengan mengubah sarana fisik,
organik, sampah basah. sebagai contohnya yaitu penimbunan tempat
Tempat pencucian peralatan masih pengaliran air yang menggenang.
terdapat genangan air. Tidak keseluruhan kantin Tabel 3 tempat penyimpanan bahan
sekolah mempunyai tempat pencucian peralatan makanan pada kategori buruk sebanyak 7 kantin
yang terdiri dari 3 bilik/bak dalam proses sekolah (35%). Kantin sekolah yang termasuk
pencucian. Bak tempat pencucian peralatan saat dalam kategori buruk dalam tempat
observasi terlihat kotor dan berlemak. Bilik/bak penyimpanan bahan makanan karena bahan
tempat pencucian peralatan tidak menggunakan makanan tidak terpisah dengan makanan jadi,
bahan yang kuat seperti ember plastik yang jarak bahan makanan dengan dinding tidak
sudah lama. Air dalam bak pencucian jarang kurang dari 15 cm. Penjual beralasan bahan
dilakukan penggantian sehingga air terlihat makanan akan segera diolah sehingga tidak
keruh. memperhatikan peletakkan bahan makanan.
Kondisi bak pencucian sama seperti hasil Bahan makanan yang baru dibeli oleh penjaga
penelitian Dwi (2002) pada Jasa Boga Golongan kantin tidak langsung dimasukkan kedalam
C di Kodya Pekanbaru Tahun 2002 tempat penyimpanan bahan makanan akan
menjelaskan bahwa terdapat 3 tempat tetapi diletakkan didekat makanan jadi.
pencucian peralatan (100%) tidak terdiri dari 3 Tterdapat kantin yang meletakkan bahan
bak pencucian. Pada sampel penelitian hanya makanan dilantai dan menempel dinding.
menggunakan 1 atau 2 bak pencucian. Kebersihan tempat penyimpanan bahan
makanan tidak dijaga dengan baik karena tidak

102
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

Tabel 3. Kondisi Sanitasi Kantin Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu
Kondisi Sanitasi Jumlah
N %
Tempat Pencucian Peralatan
Buruk 11 55
Baik 9 45
Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
Buruk 7 35
Baik 13 65
Sarana Pencegahan Lalat
Buruk 18 90
Baik 2 10
Tempat Penyajian Makanan
Buruk 8 40
Baik 12 60
Kondisi Tempat Sampah
Buruk 16 80
Baik 4 20
sehingga tidak memungkinkan pemasangan
dibersihkan secara teratur. Jika tidak kassa. Menurut responden tidak dipasangnya
dibersihkan secara teratur, maka bahan kawat kassa karena kantin bukan merupakan
makanan yang tercecer akan menumpuk dalam tempat yang harus tertutup. Mereka tidak
tempat penyimpanan sehingga dapat terjadi mengetahui manfaat dari pemasangan kawat
pembusukan. Menurut Depkes RI (1992) tempat kasa padahal kawat kassa berfungsi sebagai
yang disenangi lalat adalah tempat basah, pencegah masuknya lalat ke dalam kantin.
benda-benda organik, tumbuh-tumbuhan busuk. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil upaya perbaikan sesuai dengan Kepmenkes
penelitian Valentina (2015) menyatakan bahwa (2003) yang menyatakan setiap lubang pada
sebagian besar tempat penyimpanan bahan bangunan harus dipasang alat yang dapat
makanan warung makan tidak memenuhi syarat mencegah masuknya serangga. Sedangkan
kesehatan. Bahan makanan yang dibeli tetap menurut Depkes RI (2001) menjelaskan bahwa
diletakkan di keranjang belanja atau hanya penggunaan kawat kassa dan kipas angin
diletakkan di atas meja tanpa menyimpannya. elektrik pada tempat makan akan mencegah
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya- masuknya lalat. Menurut titin purwati (2010)
upaya perbaikan yaitu dengan memperhatikan menyatakan bahwa adanya hubungan antara
jarak makanan dari lantai sejauh 15 cm, dari ketersediaan peralatan pencegahan terhadap
dinding sejauh 5 cm, dan dari langit-langit lalat dengan tingkat kepadatan lalat pada
sejauh 60 cm. Tempat penyimpanan bahan warung makan. Dari jumlah sampel yang tidak
makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan memenuhi syarat tersebut terdapat 30 (93,75%)
bersih (Arisman, 2008). Menurut Kepmenkes sampel yang setiap lubang ventilasinya tidak
(2003) tempat penyimpanan bahan makanan dipasang kawat kassa. Departemen Parasitologi
harus terlindung dari debu, bahan berbahaya, FKUI (2009) menjelaskan memasang kawat
dan serangga. kassa di jendela merupakan cara untuk
Tabel 3 variabel sarana pencegahan lalat menghindarkan hubungan (kontak) antara
pada kategori buruk sebanyak 18 kantin (90%). manusia dan vektor. Sedangkan kepmenkes
Kantin sekolah yang termasuk dalam kategori (2003) menjelaskan bahwa setiap lubang pada
buruk dalam sarana pencegahan lalat karena bangunan harus dipasang alat yang dapat
tidak memasang kawat kassa pada ventilasi. mencegah masuknya lalat (kawat kasa
Pemasangan kawat kassa tidak dilakukan berukuran 32 mata per inchi).
karena bangunan kantin bersifat terbuka Tabel 3 variabel tempat penyajian

103
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

makanan pada kategori buruk 8 kantin sekolah plastik, tidak mempunyai tutup dan tidak
(40%). Kantin sekolah yang termasuk dalam tersedia pada tempat yang berpotensi
kategori buruk dalam tempat penyajian menimbulkan sampah. Penjual kantin beralasan
makanan karena makanan tidak diletakkan sudah terbiasa tidak membedakan antara
pada tempat bersih, meja tidak tertutup sampah basah dan sampah kering, dan
kain/plastik berwarna dan tidak menjaga menambah biaya untuk membeli tempat
kebersihan tempat sambal, saos dan sambal. sampah yang baru. Meski tempat sampah pada
Pada tempat penyajian makanan tidak dijaga kantin hanya sebagai tempat sampah sementara,
kebersihannya karena terdapat ceceran tempat sampah yang tidak mempunyai tutup
gorengan pada meja penyajian makanan. dapat memudahkan vektor seperti lalat dan
Terdapat meja penyajian makanan yang tidak serangga lainnya berkembang biak dan
dilapisi dengan plastik melainkan menggunakan menimbulkan bau yang tidak sedap. Pada
kardus. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil tempat sampat yang memiliki tutup terlihat
penelitian Valentina (2015) menyatakan bahwa adanya lalat karena adanya ceceran bungkus
penyajian makanan tidak memenuhi syarat makanan yang masih terdapat sisa makanan
kesehatan karena makanan saat disajikan tidak didalamnya yang berserakan di sekitar tempat
dalam keadaan tertutup. sampah. sisa makanan yang tersisa tergeletak di
Tempat penyajian makanan harus tanah, terutama dalam cuaca lembab, itu akan
memenuhi persyaratan (ditempat yang bersih, membusuk dan banyak kuman yang tumbuh
meja dimana makanan disajikan harus tertutup didalamnya.
kain putih atau tutup plastik berwarna menarik Tempat sampah tidak seluruhnya berada
kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak di tempat yang berpotensi menimbulkan
tidak mutlak ada, tempat-tempat sampah. Saat observasi dilakukan terdapat
bumbu/merica, garam, cuka, saus tomat, kecap, tempat sampah terbuat dari bahan yang tidak
sambal dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya kedap air karena jenis tempat sampah yang
terutama mulut-mulutnya (Kepmenkes RI, tersedia di kantin sekolah tersebut terbuat dari
2003). Salah satu syarat dalam penyajian keranjang sampah yang terbuat dari plastik dan
makanan yaitu tiap jenis makanan disajikan kardus. Sampah biasanya dibersihkan setelah
dalam wadah yang berbeda (Kepmenkes, 2014). selesai berjualan.
Indera penciuman lalat (serangga) terdapat pada Jenis sampah yang dihasilkan oleh kantin
antena dan palpus. Alat ini sangat peka adalah sampah basah dan sampah kering.
sehingga mampu mencium bau lemah. Zat yang Sampah basah seperti sisa sayuran yang tidak
mudah menguap pada suhu kamar (biasa) terpakai untuk membuat makanan, dan sisa
mudah dikenali oleh lalat (Dantje, 2009). makanan. Sedangkan sampah kering seperti
Dalam penyajian makanan wadah untuk plastik bungkus makanan.
setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah Terdapat kantin yang tempat sampahnya
terpisah, dan diusahakan tertutup rapat. tidak memakai kantong plastik untuk sisa
Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi makanan yang mudah, sehingga didalam
silang, bila satu makanan tercemar yang lain tempat sampah terlihat kotor dan berbau karena
dapat diselamatkan, serta memperpanjang masa sisa makanan yang membusuk. Sisa makanan
saji makanan. yang basah dapat menempel pada permukaan
Tabel 3 variabel kondisi tempat sampah tempat sampah yang tidak memakai kantong
pada kategori buruk sebanyak 16 kantin sekolah plastik dan apabila hal tersebut terus menurus
(80%). Kantin sekolah yang termasuk dalam terjadi maka dapat terjadi penumpukan sampah
kategori buruk dalam kondisi tempat sampah pada permukaan tempat sampah. Pengelolaan
karena terdapat kantin sekolah yang tidak sampah yang kurang baik dapat dijadikan
memisahkan antara sampah basah dan sampah sebagai tempat berkembangnya vektor penyakit
kering, tempat sampah tidak memakai kantong seperti lalat.

104
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

Hasil penelitian ini sejalan dengan kategori buruk sebanyak 16 dan dalam kategori
penelitian yang dilakukan oleh Lady (2014) baik sebanyak 4.
menyebutkan bahwa tempat pembuangan Saran bagi penjaga kantin sekolah yaitu
sampah pada kantin SMP di Kecamatan di harapkan agar dapat meningkatkan sanitasi
Tumpaan tidak memenuhi syarat sanitasi dasar yang telah dimiliki seperti menyediakan tempat
karena masih ada beberapa hal yang tidak pencucian peralatan yang baik (terdiri 3 bak),
terpenuhi, seperti kondisi tempat sampah yang menyediakan sarana pencegahan lalat dengan
terbuka, dan tidak menggunakan kantong memasang kawat kassa, dan tempat sampah
plastik. yang baik (tertutup, kedap air, memisahkan
Hal ini sesuai dengan teori dari Depkes sampah basah dan kering, dan memakai
RI (1992) tempat yang disenangi lalat adalah kantong plastik), perlu dilakukan tindakan
tempat basah, tumbuh-tumbuhan busuk, pengamanan terhadap tempat
kotoran yang menumpuk secara kumulatif. perkembangbiakan lalat dan direncanakan
Menurut Dantje (2009) lalat berkembang biak upaya pengendalian. Bagi Dinas Kesehatan
pada habitat diluar hunian manusia yang telah Kota Semarang dan Puskesmas Kedungmundu
membusuk dan penuh dengan bakteri dan sebaiknya melakukan upaya untuk
organisme patogen lainya, seperti vegetasi yang meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya
membusuk, sampah dan sejenisnya. Sedangkan menjaga kualitas sanitasi, pengendalian lalat,
Juli Soemirat (2002) menyatakan bahwa tempat serta melakukan pengawasan dan pembinaan
sampah yang tidak tertutup , bau serta dibiarkan terhadap penjaga kantin. Bagi Pihak Sekolah
berserakan akan dihinggapi lalat maupun sebaiknya melakukan pengawasan dan
serangga lainnya yang nantinya kan membawa pembinaan kepada penjaga kantin agar kantin
kuman dan bakteri ke dalam makanan atau dapat dioperasionalkan dengan menerapkan
minuman. Sri (2015) menjelaskan sisa makanan sanitasi yang baik.
dan sayuran harus dibungkus erat dalam kertas
atau plastik sebelum dimasukkan ke dalam
tempat sampah. Ini akan mengurangi bau yang UCAPAN TERIMA KASIH
menarik serangga dan hewan untuk dihinggapi.
Ucapan terimakasih kami sampaikan
PENUTUP kepada Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan
Unnes, Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Masyarakat FIK Unnes, dosen pembimbing
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Angka skripsi, Kepala Sekolah dasar di wilayah kerja
kepadatan lalat pada kantin sekolah dasar puskesmas kedungmundu, serta seluruh
dengan kepadatan lalat rendah sebanyak 6, responden penelitian.
kepadatan lalat sedang sebanyak 10, dan
kepadatan lalat tinggi sebanyak 4, Kondisi DAFTAR PUSTAKA
tempat pencucian peralatan pada kantin sekolah
dalam kategori buruk sebanyak 11 dan kategori Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2013, LAPTAH
baik sebanyak 9, Tempat penyimpanan bahan 2013 Laporan tahunan. Jakarta.
makanan dalam kategori buruk sebanyak 7 dan Badan Pengembangan UNICEF, 2012, Ringkasan
Kajian:Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan,
dalam kategori baik sebanyak 13. Sarana
UNICEF Indonesia.
pencegahan lalat dalam kategori buruk
Depkes RI, 1992, Petunjuk Teknis Tentang
sebanyak 18 dan dalam kategori baik sebanyak
Pemberantasan Lalat, Dirjen PPM & PL,
2. Tempat penyajian makanan dalam kategori Jakarta : Depkes RI.
buruk sebanyak 8 dan dalam kategori baik Depkes RI, 2001, Pedoman Teknis Pengendalian Lalat,
sebanyak 12. Kondisi tempat sampah dalam Dirjen PPM & PL, Jakarta : Depkes RI.

105
Yulia Shinta Nur Kumala / Journal of Health Education 1 (2) (2016)

Dantje T. Sembel, 2009, Entomologi Keokteran, Departemen Parasitologi FKUI, 2009, Buku Ajar
Yogyakarta : Andi offset. Parasitologi Kedokteran, Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2013, Profil DKK
Kota Semarang Tahun 2012, Semarang: DKK Titin Purwati, 2010, Hubungan Antara Kondisi Sanitasi
Warung Makan dengan Tingkat Kepadatan Lalat
---------------, 2014, Profil DKK Kota Semarang Tahun pada Warung-Warung Makan di Lingkungan
2013, Semarang: DKK. Kampus UNNES, Skripsi, Universitas Negeri
Semarang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015, Profil
Kesehatan Jawa Tengah tahun 2014, Semarang: Valentina BR Tarigan, 2015, Higiene dan Sanitasi
Dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Pengelolaan Makanan dan Tingkat Kepadatan
Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional
Dwi Sri Rahayu, 2002, Higiene dan Sanitasi Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo tahun
Pengelolaan Makanan Jasa Boga Golongan C di 2015, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Kodya Pekanbaru Tahun 2002, Skripsi,
Universitas Sumatera Utara.

Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan,


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kementerian Kesehatan RI, 2014 Modul Pelatihan


Fasilitator Peningkatan Higiene Sanitasi Pangan
di Sekolah, Jakarta :Dirjen PP dan PL.

Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2003, Kepmenkes


RI Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003
tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran.

Lady O.Rorong dkk, 2014, Gambaran Sanitasi Dasar


Kantin dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Kantin
Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan
Tumpaan Kabupaten minahasa.

Nunik St Aminah dan Supraptini, 2004, Cemaran


Jamur dan Infestasi Lalat pada Makanan Olahan
Siap Saji, Jurnal Ekologi Kesehatan Volume 3
no 3, Desember 2004.
Ricki M.Mulia, 2005, Kesehatan Lingkungan, Jakarta
Barat : UIEU.

Sayono, dkk, Pengaruh Aroma Umpan dan Warna


Kertas Perangkap Terhadap Jumlah Lalat yang
Terperangkap. Jurnal Litbang Universitas
Muhammadiyah Semarang, Hal 34.

Sri Rejeki, 2015, Sanitasi, Hygiene, dan K3 (Kesehatan


& Keselamatan Kerja), Bandung: Rekayasa
Sains.

106

Anda mungkin juga menyukai